- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#126
Chapter 74 : Malam Di Penginapan
"Pelan-pelan Bang" Teriak Nuri dari balik helmnya saat aku mulai memecut sepeda motorku lebih kencang.
Mardi tampak sudah jauh meninggalkan kami. Padahal tadinya kami berjanji akan pergi bersama. Tapi tak apa, mungkin mereka akan menunggu kami di penyeberangan sungai nanti.
Aku menyerah, lalu mengurangi sedikit kecepatan motorku.
"Kita udah ketinggalan jauh nih" ujarku pada Nuri dengan suara lantang, agar bisa dia dengar dengan jelas.
"Udah, biarkan saja. Lagipula kamu hafal kan jalannya?" Balas dia.
"Yaa... Hafal sih"
"Ya udah. Aku takut nanti jatuh"
"Iya, iya. Ini sudah pelan kok"
Ku pandangi Spedometer motor, kali ini kami hanya melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Di saat yang sama, aku merasakan kedua tangan Nuri mulai berpegangan ke perutku, lalu memelukku erat.
Hari ini cuaca sangat cerah, namun tidak terlalu panas. Aku bisa merasakan tiupan angin yang sejuk masuk ke sela-sela helmku. Tak butuh waktu lama, kami akhirnya sampai juga di penyeberangan.
Ternyata benar dugaanku. Di sana Mardi dan pacarnya sudah lama menunggu kami.
"Lama sekali kalian?" Tanya Mardi sembari mengenakan helmnya kembali, dan bersiap-siap menuju perahu.
"Biasalah, ada yang takut" Jawabku santai.
"Biar pelan asal selamat" balas Nuri pula.
Ia pun turun dari motor, sedangkan aku mulai mendekatkan sepeda motorku ke arah dermaga, lalu disambut oleh tukang perahu.
Singkat cerita, kami menyeberang dengan selamat. Selanjutnya kami pun meneruskan perjalanan. Namun lagi-lagi kami ketinggalan dari Mardi, karna dia emang orang yang suka ngebut kalau bawa motor. Aku tidak begitu mempermasalahkan hal itu, karna sebelumnya, kami sudah memutuskan untuk bertemu di lokasi saja nantinya. Yaitu di pantai Temajuk.
Seperti biasa, aku sesekali berhenti untuk sekedar mengisi bensin atau membeli beberapa makanan dan minuman. Saat itu, kami berdua berhenti sejenak di pinggir jalan untuk melepas penat. Kami berdua duduk di atas hamparan rumput hijau yang tumbuh tepat di bawah pepohonan rindang.
"Ini minum dulu Dek" Aku menyodorkan air mineral padanya.
Dia melepaskan helmnya, lalu meraih botol air dari tanganku. Aku pun sekalian melepas retsleting sweaterku, lalu melepas helmku juga.
"Masih jauh engga Bang?" Tanya dia usai meminum sedikit air, tangannya masih tampak memutar-mutar tutup botol.
"Lumayan, mungkin kita bakal sampai di sana jam 4 sore"
"Sekarang jam berapa?"
Aku melihat jam yang ada di tanganku, jam hadiah dari Devi waktu itu.
"Jam 02.32 Dek"
"Hmmb. Pantatku rasanya pegel" ujar dia.
"Makanya kita istirahat dulu, aku juga pegel nih"
"Nanti aku bantu pijit kok, hehe" balas dia sembari tertawa.
"Janji ya"
"Iya, tapi nanti kita tidur di mana Bang?"
"Di sana banyak kok penginapan. Kita cari-cari aja nanti"
Nuri menggeser duduknya semakin dekat ke arahku. Entah karna sangat kecapean, tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya lalu berbaring di atas kedua pahaku.
"Bang, aku baring bentar ya"
Aku hanya menatap wajahnya yang saat ini tepat di pangkuanku. Ia memejamkan kedua matanya, tampak sedikit keringat yang membasahi rambutnya. Aku pun memberanikan diri mengusap perlahan rambutnya yang hitam itu.
Suasana mulai hening, tak ada lagi orang yang berlalu-lalang. Di sini kebetulan wilayah yang tak berpenghuni, di sepanjang jalan hanya ada rerumputan ilalang dan pepohonan yang tumbuh liar. Cahaya matahari semakin redup, udara pun semakin terasa sejuk.
Aku mencoba mendengar suara hati. Apakah hati ini memiliki rasa untuknya? Memang saat ini, hubunganku dengan Nuri hanya sebatas teman. Teman tapi kok mesra sih? Ya begitulah. Aku emang tidak mudah menyatakan perasaan. Kalau tidak ada rasa cinta di dalam hati. Aku juga tidak akan mengungkapkannya.
"Dek, hari sudah sore. Kita lanjut jalan yuk" ucapku pelan sembari tangan kiriku masih mengusap pelan kepalanya, sedangkan tangan kananku kuletakkan di atas perutnya.
Dia tidak menjawab, matanya masih terpejam. Namun tangannya tiba-tiba menggenggam tangan kananku.
Entah karna suasana sepi atau apa, seolah-olah aku tau kalau dia menginginkan sesuatu. Dari hangatnya genggaman tangannya, aku bisa merasakan. Aku pun tanpa sadar langsung mencium bibirnya.
Saat bibir kami berdua bersentuhan. Ia tetap tidak bergeming, malah bibirnya seperti pasrah menerima ciuman dariku. Tangannya yang tadi menggenggam tanganku, kini beralih menyentuh pipiku. Lalu melingkar ke leherku dan mendorong tubuhku lebih erat ke tubuhnya.
Kami berdua pun saling berciuman di pinggir jalan yang sepi itu. Entah berapa lama, sampai kami akhirnya kembali berkemas dan akan melanjutkan perjalanan.
"Bang, tadi kamu nyium aku nafsu banget ya, hihi" Ujarnya sambil tertawa.
"Engga juga, biasa aja sih" Jawabku sembari membetulkan posisi spion.
"Enak engga?" Tanya dia lagi. Kini ia sudah duduk di belakang dan mulai memelukku erat.
"Enak, bibir kamu lembut juga, hehe"
"Iya dong, hihi"
Aku pun menyalakan motor lalu melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan itu, Nuri semakin erat memelukku dari belakang. Kami sudah seperti layaknya sepasang kekasih saja. Tanpa terasa, kami pun akhirnya sampai di Desa Temajuk. Aku tidak tau Mardi sekarang ada di mana. Yang pasti tujuan kami saat ini adalah menemukan penginapan yang cocok.
Kami mulai berkeliling-keliling lokasi Desa yang luas itu. Beberapa tempat penginapan di pasar sudah mulai penuh. Kami akhirnya menyusuri jalan setapak yang ada di dekat lokasi pantai. Di sana ternyata masih banyak penginapan yang kosong, namun harganya sedikit lebih mahal karna lokasinya dekat dengan pantai.
Kami pun sampai di lokasi paling ujung. Di sana ada penginapan yang murah, tapi sayangnya kamar mandinya di luar. Aku pun turun dari motor lalu berjalan ke area sekeliling. Tak jauh dari sana, ada lagi penginapan yang tersedia dengan berbagai macam fasilitas. Tak butuh waktu lama, aku akhirnya menemukan sebuah penginapan untuk dua orang dengan ukuran kamar kurang lebih 6 x 6 meter. Penginapan itu ada dua pintu dengan atap yang saling terhubung. Kamar yang ada di sebelahnya sudah terisi, namun kami tidak melihat siapa penghuninya. Yang terlihat hanya ada dua buah motor yang sudah terparkir tepat di samping bangunan itu.
Kami berdua pun membuka pintu kamar. Di dalam terdapat satu tempat tidur springbed yang hanya diletakkan di atas lantai ubin sedangkan di langit-langit kamar ada satu buah kipas angin gantung berukuran sedang. Di dalam sudah terdapat satu buah kamar mandi dengan dua fungsi. Sedangkan di sisi ruangan ada satu jendela kecil.
Penginapan seharga Rp. 250 ribu ini tampak sangat sempit kalau dilihat dari dalam. Hanya saja di luar dilengkapi dengan teras yang lebarnya kurang lebih 1 meter. Bisalah digunakan untuk bersantai-santai.
Nuri mulai merapikan tas-tas kami. Ia menyalakan kipas angin, lalu menutup pintu kamar.
Aku melepas sweaterku, lalu menggantungnya di tempat yang tersedia. Kemudian duduk di atas springbed, disusul Nuri yang kemudian ikut duduk di sebelahku.
Kini ia sudah melepas jaket dan celana panjangnya, menyisakan kaos tipis dan celana pendek yang membalut tubuhnya.
"Kalau mau mandi, duluan aja Dek" Ujarku lalu merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
"Nanti aja Bang. Masih gerah nih" Jawab dia sembari menoleh ke arahku yang saat itu tengah telentang.
Ahh..Rasanya penat sekali. Otot-otot tangan dan kakiku seperti kaku saking lamanya mengendarai sepeda motor. Aku tidak berkata apa-apa lagi saat itu. Kibasan dari baling-baling kipas angin membuatku semakin mengantuk. Aku pun tanpa sadar, langsung terlelap.
Suara guyuran air dari kamar mandi membuatku terbangun. Kepalaku sedikit terasa pusing, aku melihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 06.10 PM. Aku pun melepas jam itu lalu membuka baju kaosku. Kini aku hanya mengenakan celana jeans panjang saja, tanpa baju. Aku memeriksa sebentar HPku, ternyata benar tidak ada sinyal di sini.
Tempat ini tepat berada di ekor Pulau Kalimantan. Di belakang penginapan ini ada sebuah gunung besar, sedangkan di bagian depannya sudah terpampang jelas pantai yang hanya berjarak kurang dari 100 meter saja.
Beberapa pesan masuk dari Ayunda pun baru sempat ku baca. Dan bersyukur isinya hanya basa-basi seperti biasa. Aku akan membalas sms itu kalau nanti aku dapat sinyal saja.
Tak lama, Nuri keluar dari kamar mandi dengan berbungkus sehelai handuk. Aroma harum dari shamponya kini memenuhi seisi ruang kamar.
"Udah bangun Bang? Ayo buruan mandi" Ujar dia.
"Iya nih. Aku mandi dulu ya" Jawabku sembari berjalan ke kamar mandi dengan handuk yang sudah tergantung di bahu.
Selesai mandi, ku lihat Nuri sudah siap dengan baju kaos tipisnya. Kali ini ia memakai kaos yang berbeda, namun tampaknya ia semakin terlihat seksi dengan lekuk tubuh yang tampak sangat jelas membuat mataku tak berkedip melihatnya.
"Habis ini kita makan dulu ya Dek, di depan situ ada kantin kok. Punya penginapan ini juga" Ujarku sembari melepaskan handuk tepat di depan wajahnya.
Ia terdiam sejenak dan terus memandangiku yang kini hanya mengenakan celana dalam saja. Matanya tampak tertuju pada titik yang ada di tengah celanaku.
"I-Iya. Terserah kamu deh" Jawab dia, namun matanya masih tak bergeming menatap ke sana.
"Kenapa Dek?" Tanyaku dengan sengaja, pura-pura tidak tau.
"Gapapa, hehe"
Aku pun mulai mengenakan pakaianku. Dengan celana pendek dan baju kaos.
Singkat cerita, kami berdua akhirnya makan di kantin yang tak jauh dari depan penginapan. Kantin itu tepat berada di tengah-tengah area yang di sekelilingnya juga terdapat penginapan lain. Sedangkan di tebing pantai, ada beberapa tempat bersantai yang dihiasi lampu-lampu. Beberapa pepohonan rindang juga ikut menghiasi lokasi penginapan itu.
Selesai makan. Kami berdua duduk bersantai sebentar di tebing pantai. Nuri duduk di sebuah ayunan, sedangkan aku berdiri di belakangnya dan mengayun-ngayunkan perlahan dirinya.
"Bang, aku seneng banget bisa sampai ke sini" Ujarnya sambil duduk di atas ayunan dan memandangi laut.
"Aku juga baru kali ini bermalam di sini"
"Masa sih? Emang dulu langsung pulang ya?"
"Iya, dan rasanya cape banget"
"Kalau sekarang masih cape engga?"
"Emmm.. dikit lah, hehe"
"Nanti Adek pijitin ya"
"Iyaa...."
"Anginnya makin dingin.. pengen dipeluk" Ujarnya manja.
Aku pun langsung memeluknya dari belakang. Angin yang dingin, berhembus kencang dari arah laut, suara ombak pun terdengar semakin keras. Kami berdua masih terus memandangi laut yang tampak gelap itu. Hanya sedikit cahaya dari lampu-lampu yang terpasang diantara pepohonan yang menerangi sisi dari pantai itu.
Aku yang tidak ingin basa basi,, langsung membisikkan kata ke telinganya.
"Dek. Kita balik ke kamar yuk"
"Udah ngantuk Bang?"
"Hmmb. Aku pengen itu"
"Hihihi. Pengen apa?" Dia sedikit tertawa.
"Masa engga tau sih. Biasalah" Duh, jadi basa basi kan.
"Gendooong" Jawab dia manja.
Aku pun mencoba menggendongnya dari ayunan itu, namun aku tidak kuat. Dia pun malah mentertawaiku.
"Ya udah, hayuk" Ajak dia.
Setelah sampai di kamar, aku langsung memeluknya dengan erat dan menciumi bibirnya. Dia tampak hanya pasrah dan menikmati semua itu. Aku tidak segan-segan mengajaknya karna dulu dia sudah pernah bercerita kalau sebelumnya dia juga sudah pernah melakukannya dengan pacarnya.
Saat itu aku tengah curhat tentang hubunganku dengan Ayunda. Aku termasuk orang yang jujur dan tidak munafik. Aku menceritakan semua hal-hal yang sudah aku lakukan dengan Ayunda kepadanya. Namun ternyata dia juga tidak segan berbagi ceritanya denganku. Sebelumnya, dia sudah pernah berhubungan dengan pacarnya yang saat ini tengah merantau. Aku tidak tau apakah saat ini mereka masih pacaran atau tidak. Yang pasti aku juga tidak mau tau lebih dalam tentang hubungannya.
Kami berdua kini sudah terbaring di tempat tidur. Aku masih terus menciumi bibirnya sedangkan tanganku mulai liar meraba ke dalam sela-sela pakaiannya.
Kunaikkan perlahan bajunya dan ku ciumi kedua dadanya dengan lembut.
"Mmpphhhhhss" Dia mulai sedikit mendesah.
Aku yang sudah tidak bisa menahan rasa, akhirnya melepas baju dan celanaku. Lalu ku lepas juga celana pendek miliknya, sedangkan ia melepas sendiri baju kaosnya.
Kini aku hanya mengenakan celana dalam. Begitu juga dengannya, namun bra yang menutupi dadanya kini sudah ikut terlepas bersama bajunya tadi. Aku pun kembali menciumi sekujur tubuhnya.
"Enak sayang... hangat... " Ia meracau sendiri.
Ku lepas perlahan celana dalamnya, lalu ku buka lebar kedua kakinya. Aku pun menyiksanya dengan permainan lidahku yang nakal.
Ia tak kuasa menahan gejolak, tubuhnya semakin liar bergerak kesana kemari. Menggeliat dan menggelinjang menahan kenikmatan itu.
"Udah Bang. Masukin" ucapnya pelan.
Tanpa berfikir panjang, aku pun melepas celana dalamku dan mengarahkan "senjataku" ke rongga selangkangannya.
Tampaknya ia sudah mulai basah dan tak sabar ingin segera dijamah. Aku pun mendorong perlahan batangku dan "bless" masuk dengan sempurna.
Sudah tidak perawan ya? Ya jelas lah.
Aku pun mulai memompa dengan pelan sembari memeluk tubuhnya. Rasa hangat kini menyelimuti tubuh kami yang saling bersentuhan. Semakin lama, semakin cepat pula permainanku. Ia pun tampak ikut menikmati dan mulai menciumi bibirku dengan penuh nafsu.
Malam itu, untuk yang kesekian kalinya. Aku kembali menikmati tubuh wanita lain. Bahkan saking nafsunya, aku tanpa sadar tidak menggunakan pengaman.
Apakah kalian bisa menebak apa yang akan terjadi jika berhubungan seks tanpa pengaman? Tebak-tebak saja sendiri.
Bersambung...
Mardi tampak sudah jauh meninggalkan kami. Padahal tadinya kami berjanji akan pergi bersama. Tapi tak apa, mungkin mereka akan menunggu kami di penyeberangan sungai nanti.
Aku menyerah, lalu mengurangi sedikit kecepatan motorku.
"Kita udah ketinggalan jauh nih" ujarku pada Nuri dengan suara lantang, agar bisa dia dengar dengan jelas.
"Udah, biarkan saja. Lagipula kamu hafal kan jalannya?" Balas dia.
"Yaa... Hafal sih"
"Ya udah. Aku takut nanti jatuh"
"Iya, iya. Ini sudah pelan kok"
Ku pandangi Spedometer motor, kali ini kami hanya melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Di saat yang sama, aku merasakan kedua tangan Nuri mulai berpegangan ke perutku, lalu memelukku erat.
Hari ini cuaca sangat cerah, namun tidak terlalu panas. Aku bisa merasakan tiupan angin yang sejuk masuk ke sela-sela helmku. Tak butuh waktu lama, kami akhirnya sampai juga di penyeberangan.
Ternyata benar dugaanku. Di sana Mardi dan pacarnya sudah lama menunggu kami.
"Lama sekali kalian?" Tanya Mardi sembari mengenakan helmnya kembali, dan bersiap-siap menuju perahu.
"Biasalah, ada yang takut" Jawabku santai.
"Biar pelan asal selamat" balas Nuri pula.
Ia pun turun dari motor, sedangkan aku mulai mendekatkan sepeda motorku ke arah dermaga, lalu disambut oleh tukang perahu.
Singkat cerita, kami menyeberang dengan selamat. Selanjutnya kami pun meneruskan perjalanan. Namun lagi-lagi kami ketinggalan dari Mardi, karna dia emang orang yang suka ngebut kalau bawa motor. Aku tidak begitu mempermasalahkan hal itu, karna sebelumnya, kami sudah memutuskan untuk bertemu di lokasi saja nantinya. Yaitu di pantai Temajuk.
Seperti biasa, aku sesekali berhenti untuk sekedar mengisi bensin atau membeli beberapa makanan dan minuman. Saat itu, kami berdua berhenti sejenak di pinggir jalan untuk melepas penat. Kami berdua duduk di atas hamparan rumput hijau yang tumbuh tepat di bawah pepohonan rindang.
"Ini minum dulu Dek" Aku menyodorkan air mineral padanya.
Dia melepaskan helmnya, lalu meraih botol air dari tanganku. Aku pun sekalian melepas retsleting sweaterku, lalu melepas helmku juga.
"Masih jauh engga Bang?" Tanya dia usai meminum sedikit air, tangannya masih tampak memutar-mutar tutup botol.
"Lumayan, mungkin kita bakal sampai di sana jam 4 sore"
"Sekarang jam berapa?"
Aku melihat jam yang ada di tanganku, jam hadiah dari Devi waktu itu.
"Jam 02.32 Dek"
"Hmmb. Pantatku rasanya pegel" ujar dia.
"Makanya kita istirahat dulu, aku juga pegel nih"
"Nanti aku bantu pijit kok, hehe" balas dia sembari tertawa.
"Janji ya"
"Iya, tapi nanti kita tidur di mana Bang?"
"Di sana banyak kok penginapan. Kita cari-cari aja nanti"
Nuri menggeser duduknya semakin dekat ke arahku. Entah karna sangat kecapean, tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya lalu berbaring di atas kedua pahaku.
"Bang, aku baring bentar ya"
Aku hanya menatap wajahnya yang saat ini tepat di pangkuanku. Ia memejamkan kedua matanya, tampak sedikit keringat yang membasahi rambutnya. Aku pun memberanikan diri mengusap perlahan rambutnya yang hitam itu.
Suasana mulai hening, tak ada lagi orang yang berlalu-lalang. Di sini kebetulan wilayah yang tak berpenghuni, di sepanjang jalan hanya ada rerumputan ilalang dan pepohonan yang tumbuh liar. Cahaya matahari semakin redup, udara pun semakin terasa sejuk.
Aku mencoba mendengar suara hati. Apakah hati ini memiliki rasa untuknya? Memang saat ini, hubunganku dengan Nuri hanya sebatas teman. Teman tapi kok mesra sih? Ya begitulah. Aku emang tidak mudah menyatakan perasaan. Kalau tidak ada rasa cinta di dalam hati. Aku juga tidak akan mengungkapkannya.
"Dek, hari sudah sore. Kita lanjut jalan yuk" ucapku pelan sembari tangan kiriku masih mengusap pelan kepalanya, sedangkan tangan kananku kuletakkan di atas perutnya.
Dia tidak menjawab, matanya masih terpejam. Namun tangannya tiba-tiba menggenggam tangan kananku.
Entah karna suasana sepi atau apa, seolah-olah aku tau kalau dia menginginkan sesuatu. Dari hangatnya genggaman tangannya, aku bisa merasakan. Aku pun tanpa sadar langsung mencium bibirnya.
Saat bibir kami berdua bersentuhan. Ia tetap tidak bergeming, malah bibirnya seperti pasrah menerima ciuman dariku. Tangannya yang tadi menggenggam tanganku, kini beralih menyentuh pipiku. Lalu melingkar ke leherku dan mendorong tubuhku lebih erat ke tubuhnya.
Kami berdua pun saling berciuman di pinggir jalan yang sepi itu. Entah berapa lama, sampai kami akhirnya kembali berkemas dan akan melanjutkan perjalanan.
"Bang, tadi kamu nyium aku nafsu banget ya, hihi" Ujarnya sambil tertawa.
"Engga juga, biasa aja sih" Jawabku sembari membetulkan posisi spion.
"Enak engga?" Tanya dia lagi. Kini ia sudah duduk di belakang dan mulai memelukku erat.
"Enak, bibir kamu lembut juga, hehe"
"Iya dong, hihi"
Aku pun menyalakan motor lalu melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan itu, Nuri semakin erat memelukku dari belakang. Kami sudah seperti layaknya sepasang kekasih saja. Tanpa terasa, kami pun akhirnya sampai di Desa Temajuk. Aku tidak tau Mardi sekarang ada di mana. Yang pasti tujuan kami saat ini adalah menemukan penginapan yang cocok.
Kami mulai berkeliling-keliling lokasi Desa yang luas itu. Beberapa tempat penginapan di pasar sudah mulai penuh. Kami akhirnya menyusuri jalan setapak yang ada di dekat lokasi pantai. Di sana ternyata masih banyak penginapan yang kosong, namun harganya sedikit lebih mahal karna lokasinya dekat dengan pantai.
Kami pun sampai di lokasi paling ujung. Di sana ada penginapan yang murah, tapi sayangnya kamar mandinya di luar. Aku pun turun dari motor lalu berjalan ke area sekeliling. Tak jauh dari sana, ada lagi penginapan yang tersedia dengan berbagai macam fasilitas. Tak butuh waktu lama, aku akhirnya menemukan sebuah penginapan untuk dua orang dengan ukuran kamar kurang lebih 6 x 6 meter. Penginapan itu ada dua pintu dengan atap yang saling terhubung. Kamar yang ada di sebelahnya sudah terisi, namun kami tidak melihat siapa penghuninya. Yang terlihat hanya ada dua buah motor yang sudah terparkir tepat di samping bangunan itu.
Kami berdua pun membuka pintu kamar. Di dalam terdapat satu tempat tidur springbed yang hanya diletakkan di atas lantai ubin sedangkan di langit-langit kamar ada satu buah kipas angin gantung berukuran sedang. Di dalam sudah terdapat satu buah kamar mandi dengan dua fungsi. Sedangkan di sisi ruangan ada satu jendela kecil.
Penginapan seharga Rp. 250 ribu ini tampak sangat sempit kalau dilihat dari dalam. Hanya saja di luar dilengkapi dengan teras yang lebarnya kurang lebih 1 meter. Bisalah digunakan untuk bersantai-santai.
Nuri mulai merapikan tas-tas kami. Ia menyalakan kipas angin, lalu menutup pintu kamar.
Aku melepas sweaterku, lalu menggantungnya di tempat yang tersedia. Kemudian duduk di atas springbed, disusul Nuri yang kemudian ikut duduk di sebelahku.
Kini ia sudah melepas jaket dan celana panjangnya, menyisakan kaos tipis dan celana pendek yang membalut tubuhnya.
"Kalau mau mandi, duluan aja Dek" Ujarku lalu merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
"Nanti aja Bang. Masih gerah nih" Jawab dia sembari menoleh ke arahku yang saat itu tengah telentang.
Ahh..Rasanya penat sekali. Otot-otot tangan dan kakiku seperti kaku saking lamanya mengendarai sepeda motor. Aku tidak berkata apa-apa lagi saat itu. Kibasan dari baling-baling kipas angin membuatku semakin mengantuk. Aku pun tanpa sadar, langsung terlelap.
***
Suara guyuran air dari kamar mandi membuatku terbangun. Kepalaku sedikit terasa pusing, aku melihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 06.10 PM. Aku pun melepas jam itu lalu membuka baju kaosku. Kini aku hanya mengenakan celana jeans panjang saja, tanpa baju. Aku memeriksa sebentar HPku, ternyata benar tidak ada sinyal di sini.
Tempat ini tepat berada di ekor Pulau Kalimantan. Di belakang penginapan ini ada sebuah gunung besar, sedangkan di bagian depannya sudah terpampang jelas pantai yang hanya berjarak kurang dari 100 meter saja.
Beberapa pesan masuk dari Ayunda pun baru sempat ku baca. Dan bersyukur isinya hanya basa-basi seperti biasa. Aku akan membalas sms itu kalau nanti aku dapat sinyal saja.
Tak lama, Nuri keluar dari kamar mandi dengan berbungkus sehelai handuk. Aroma harum dari shamponya kini memenuhi seisi ruang kamar.
"Udah bangun Bang? Ayo buruan mandi" Ujar dia.
"Iya nih. Aku mandi dulu ya" Jawabku sembari berjalan ke kamar mandi dengan handuk yang sudah tergantung di bahu.
Selesai mandi, ku lihat Nuri sudah siap dengan baju kaos tipisnya. Kali ini ia memakai kaos yang berbeda, namun tampaknya ia semakin terlihat seksi dengan lekuk tubuh yang tampak sangat jelas membuat mataku tak berkedip melihatnya.
"Habis ini kita makan dulu ya Dek, di depan situ ada kantin kok. Punya penginapan ini juga" Ujarku sembari melepaskan handuk tepat di depan wajahnya.
Ia terdiam sejenak dan terus memandangiku yang kini hanya mengenakan celana dalam saja. Matanya tampak tertuju pada titik yang ada di tengah celanaku.
"I-Iya. Terserah kamu deh" Jawab dia, namun matanya masih tak bergeming menatap ke sana.
"Kenapa Dek?" Tanyaku dengan sengaja, pura-pura tidak tau.
"Gapapa, hehe"
Aku pun mulai mengenakan pakaianku. Dengan celana pendek dan baju kaos.
Singkat cerita, kami berdua akhirnya makan di kantin yang tak jauh dari depan penginapan. Kantin itu tepat berada di tengah-tengah area yang di sekelilingnya juga terdapat penginapan lain. Sedangkan di tebing pantai, ada beberapa tempat bersantai yang dihiasi lampu-lampu. Beberapa pepohonan rindang juga ikut menghiasi lokasi penginapan itu.
Selesai makan. Kami berdua duduk bersantai sebentar di tebing pantai. Nuri duduk di sebuah ayunan, sedangkan aku berdiri di belakangnya dan mengayun-ngayunkan perlahan dirinya.
"Bang, aku seneng banget bisa sampai ke sini" Ujarnya sambil duduk di atas ayunan dan memandangi laut.
"Aku juga baru kali ini bermalam di sini"
"Masa sih? Emang dulu langsung pulang ya?"
"Iya, dan rasanya cape banget"
"Kalau sekarang masih cape engga?"
"Emmm.. dikit lah, hehe"
"Nanti Adek pijitin ya"
"Iyaa...."
"Anginnya makin dingin.. pengen dipeluk" Ujarnya manja.
Aku pun langsung memeluknya dari belakang. Angin yang dingin, berhembus kencang dari arah laut, suara ombak pun terdengar semakin keras. Kami berdua masih terus memandangi laut yang tampak gelap itu. Hanya sedikit cahaya dari lampu-lampu yang terpasang diantara pepohonan yang menerangi sisi dari pantai itu.
Aku yang tidak ingin basa basi,, langsung membisikkan kata ke telinganya.
"Dek. Kita balik ke kamar yuk"
"Udah ngantuk Bang?"
"Hmmb. Aku pengen itu"
"Hihihi. Pengen apa?" Dia sedikit tertawa.
"Masa engga tau sih. Biasalah" Duh, jadi basa basi kan.
"Gendooong" Jawab dia manja.
Aku pun mencoba menggendongnya dari ayunan itu, namun aku tidak kuat. Dia pun malah mentertawaiku.
"Ya udah, hayuk" Ajak dia.
Setelah sampai di kamar, aku langsung memeluknya dengan erat dan menciumi bibirnya. Dia tampak hanya pasrah dan menikmati semua itu. Aku tidak segan-segan mengajaknya karna dulu dia sudah pernah bercerita kalau sebelumnya dia juga sudah pernah melakukannya dengan pacarnya.
Saat itu aku tengah curhat tentang hubunganku dengan Ayunda. Aku termasuk orang yang jujur dan tidak munafik. Aku menceritakan semua hal-hal yang sudah aku lakukan dengan Ayunda kepadanya. Namun ternyata dia juga tidak segan berbagi ceritanya denganku. Sebelumnya, dia sudah pernah berhubungan dengan pacarnya yang saat ini tengah merantau. Aku tidak tau apakah saat ini mereka masih pacaran atau tidak. Yang pasti aku juga tidak mau tau lebih dalam tentang hubungannya.
Kami berdua kini sudah terbaring di tempat tidur. Aku masih terus menciumi bibirnya sedangkan tanganku mulai liar meraba ke dalam sela-sela pakaiannya.
Kunaikkan perlahan bajunya dan ku ciumi kedua dadanya dengan lembut.
"Mmpphhhhhss" Dia mulai sedikit mendesah.
Aku yang sudah tidak bisa menahan rasa, akhirnya melepas baju dan celanaku. Lalu ku lepas juga celana pendek miliknya, sedangkan ia melepas sendiri baju kaosnya.
Kini aku hanya mengenakan celana dalam. Begitu juga dengannya, namun bra yang menutupi dadanya kini sudah ikut terlepas bersama bajunya tadi. Aku pun kembali menciumi sekujur tubuhnya.
"Enak sayang... hangat... " Ia meracau sendiri.
Ku lepas perlahan celana dalamnya, lalu ku buka lebar kedua kakinya. Aku pun menyiksanya dengan permainan lidahku yang nakal.
Ia tak kuasa menahan gejolak, tubuhnya semakin liar bergerak kesana kemari. Menggeliat dan menggelinjang menahan kenikmatan itu.
"Udah Bang. Masukin" ucapnya pelan.
Tanpa berfikir panjang, aku pun melepas celana dalamku dan mengarahkan "senjataku" ke rongga selangkangannya.
Tampaknya ia sudah mulai basah dan tak sabar ingin segera dijamah. Aku pun mendorong perlahan batangku dan "bless" masuk dengan sempurna.
Sudah tidak perawan ya? Ya jelas lah.
Aku pun mulai memompa dengan pelan sembari memeluk tubuhnya. Rasa hangat kini menyelimuti tubuh kami yang saling bersentuhan. Semakin lama, semakin cepat pula permainanku. Ia pun tampak ikut menikmati dan mulai menciumi bibirku dengan penuh nafsu.
Malam itu, untuk yang kesekian kalinya. Aku kembali menikmati tubuh wanita lain. Bahkan saking nafsunya, aku tanpa sadar tidak menggunakan pengaman.
Apakah kalian bisa menebak apa yang akan terjadi jika berhubungan seks tanpa pengaman? Tebak-tebak saja sendiri.
Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 25-08-2021 23:31
Menthog dan limdarmawan memberi reputasi
2













