Kaskus

Story

irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.

Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).

Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.

Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.

Status : On going
Cerita Waras (untold story)


Quote:


Spoiler for Q&A:


Spoiler for INDEX:


Quote:

Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
aryanti.storyAvatar border
MenthogAvatar border
wong.tanpo.aranAvatar border
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
#73
Chapter 51 : Hobi Membawa Petaka
"Sebaik-baiknya hubungan, rasanya memang akan hampa tanpa adanya restu."

 Setelah lama menjalin hubungan serius dengan pasangan, modal yang dibutuhkan untuk melangkah ke jenjang selanjutnya adalah restu orang tua. Membina hubungan rumah tangga bisa diibaratkan menyatukan dua keluarga besar. Agar hubungan ke depannya bisa lancar, restu dari keluarga besar menjadi sangat penting. Lalu bagaimana jika restu tak kunjung didapatkan, apa yang harus dilakukan?

 Pertanyaan itu sering kali berterbangan di dalam kepala, menghantui setiap hari-hariku. Bahkan kata-kata dari Ibuku waktu itu seakan melekat erat di dalam isi kepalaku. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Aku tidak mungkin begitu saja meninggalkan cinta yang telah lama aku perjuangkan dengan sepenuh hati, namun di sisi lain, aku juga tidak ingin melukai hati orang tuaku.

Maret 2014

 Siang itu, aku masih duduk termenung memandangi kedua piala yang tersusun di atas lemari kaca, piala itu sengaja aku simpan di bengkel sebagai hiasan dan bukti bahwa aku juga memiliki peran dalam organisasi ini. Sebuah prestasi yang belum pernah didapatkan oleh para mekanik sebelum aku di sini. Satu piala juara 1 TTL1 2012, dan satu plakat juara 2 TTL2 2013.

 "Hemm" Aku sedikit tersenyum melihat piala-piala itu, bukan karna bangga, tapi untuk apa sih itu semua jika masa depanku tidak bisa berubah. Hanya akan menjadi kotor dan berdebu seiring berjalannya waktu. Seperti masa depanku ini yang tak lama juga akan menjadi debu.

 Azan Dzuhur sudah berkumandang, waktu sudah hampir jam 12 siang, perutku juga sudah mulai lapar. Akhirnya aku putuskan untuk pulang istirahat sebentar ke rumah. Kebetulan, rumahku juga tak jauh dari bengkel, hanya 5 menit saja sudah sampai.

 Ayunda sudah mulai berhenti dari kerjanya menjaga toko, dan sekarang dia benar-benar jadi pengangguran. Aku sedikit lega, karna aku lebih khawatir akan kesehatan dia yang selalu saja dapat shif malam. Membuat dia kadang lesu dan pucat karna kelelahan. Saat ini aku masih perlahan mengumpulkan uang untuk masa depan kami, meskipun angsuran motor belum lunas, tapi masih aku sempatkan untuk mengisi tabunganku. Aku tetap dengan pendirianku untuk mempersunting Ayunda, meskipun nantinya aku harus berhadapan lagi dengan orangtuaku. Biarkan saja waktu berlalu, semoga saja orangtuaku bisa berubah fikiran.

 Belakangan ini, aku punya hobi baru, yaitu memancing. Kebetulan bengkel juga lagi sepi, jadi dalam seminggu biasanya aku sempatkan untuk menyalurkan hobiku ini. Setelah makan siang, aku pergi ke rumah nenekku yang tak jauh dari rumah kami. Di ruang tamu sudah ada Om Maji yang sedang mengelap beberapa joran pancingnya. Om Maji adalah adik bungsu dari Ibuku. Dialah orang yang selalu menjadi temanku memancing.

 "Om, mau pergi mancing ke mana lagi nih?" Aku langsung masuk saja ke rumah nenekku, dan duduk di sebelah Om Maji yang sedang asik mengelap satu demi satu joran dan reel pancingnya.

 "Mau mancing ke laut, kamu mau ikut engga?" Tanya dia sambil menatapku dengan senyum khasnya.

 "Di pantai, Om?"

 "Bukan, di laut. Kita pakai perahu motor nanti"

 Aku sedikit menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Malam ini aku sudah janji bakal menemui Ayunda, namun aku juga pengen ikutan mancing ke laut. Secara aku juga belum pernah sebelumnya.

 "Jauh engga Om?" Tanyaku lagi.

 "Ya jauh lah, ke tengah laut sana. Tapi kita berangkatnya sore" Jawab dia lagi. Padahal aku belum mengiyakan, namun sepertinya dia sudah bisa menebak dari ekspresiku saat itu.

 "Ya udah, aku ikut deh" Akhirnya aku pun mau ikut. Kapan lagi kan mancing ke tengah laut.

 Sore itu, sebelum berangkat. Aku menelpon Ayunda sebentar, untuk memberi tahu kalau malam ini aku tidak jadi kerumahnya.

 "Yank, maaf ya. Malam ini Om ku minta ditemenin mancing ke laut" Aku sedikit menyisipkan kebohongan.

 "Lama engga Yank?" Suara Ayunda terdengar sedikit kecewa.

 "Engga juga sih, paling nanti malam pulang"

 "Emmmb, yaudah deh. Terserah kamu" Tut! Panggilan dimatikan.

 Aku tau dia pasti bakalan ngambek, tapi itu urusan belakangan aja. Aku membatin.

 Singkat cerita, kami berdua akhirnya sampai di lokasi yang sudah dijanjikan. Di sana sudah ada dua orang yang menunggu kami. Bayu, teman Om ku sekaligus salah satu konsumen setiaku juga dan satu orang lagi pemilik perahu yang bakal ikut memancing dengan kami juga, sebut saja namanya Pak Ruslan.

 Kurang lebih pukul 4.30 sore. Kami mulai berangkat dari bibir pantai menggunakan perahu motor yang lebarnya kurang lebih 1,5 meter. Aku duduk di bagian paling depan. Perahu mulai melaju, menerjang ombak laut yang bergelora di sepanjang lintasan. Aku bisa melihat pantai yang perlahan semakin jauh, bahkan pepohonan hijau semakin tampak kecil dan menghilang di ujung pandangan.

 Entah sudah berapa jauh jarak kami dari daratan, aku sudah tidak bisa melihat daratan manapun lagi. Yang terlihat hanya hamparan lautan luas sejauh mata memandang. Cahaya matahari yang akan segera terbenam memancarkan kemerahan, cahaya itu membias seperti meresap ke dalam lautan. Hari ini, laut sangat tenang, semakin jauh semakin pelan pula ombak menggoyangkan perahu.

 Aku masih terduduk memandangi indahnya pesona langit di sore itu, berada di tengah lautan yang tenang dengan angin yang sejuk seperti membuatku ikut merasakan ketenangan dari dasar jiwa. Cahaya itu semakin memerah, dan perlahan redup lalu menjadi gelap seiring tenggelamnya matahari. Sekarang yang terlihat hanyalah kegelapan, sejauh mata memandang. Namun kemerlap bintang di langit, sedikit memberi cahaya, seperti sebuah harapan. Bintang itu tampak seperti sangat dekat, seolah-olah aku bisa menggapainya dengan kedua tanganku, namun itu tidak mungkin. Semoga saja, harapanku nanti tak seperti harapanku yang ingin menggapai bintang itu.

 Satu lemparan perdana dari pancingku, aku lontarkan ke dasar laut. Tali pancingku tidak berhenti, saking dalamnya laut itu. Hanya dalam hitungan detik, aku pun strike. Entah ikan apa yang memakan umpanku, pancingku terasa berat, bahkan jorannya sampai melengkung seperti ingin patah. Aku masih mempertahankan posisi berdiri, sampai perahu sedikit miring ke arahku. Jarak antara permukaan laut dan batas pinggiran perahu hanya tinggal selebar telapak tangan saja. Aku bisa melihatnya dengan jelas dari soroton lampu senter yang terpasang di kapalaku.

 "Hati-hati, Rul" Teriak Bayu seketika membuatku cemas. Aku terpaksa kembali mengulur tali pancing dan membiarkan ikan itu membawanya lebih dalam. Perahu pun kembali ke posisi semula.

 "Ga bisa kalau pakai joran pancing, bisa patah nanti pancingmu itu" ujar Pak Ruslan yang berjalan ke arahku. Ikut memegangi tubuhku yang sedang kesulitan menahan perlawanan dari ikan misterius itu.

 "Jadi gimana nih Pak?" Aku bingung harus berbuat apa sekarang. Tangan dan kakiku sudah lelah menahan. Bahkan perahu kami ikut bergerak mengikuti arah berenangnya ikan.

 "Sudah, kamu potong saja talinya" ujar Pak Ruslan.

 "Om, bawa pisau engga?" Aku menoleh ke Om Maji yang duduk tak jauh dari posisiku. Sebelah tangannya masih berpegangan pada sisi perahu, sementara sebelahnya lagi mengambil pisau dari saku kecil yang ada di ikat pinggangnya.

 "Nih, buruan putusin saja" ujar dia sembari menyerahkan pisau kecil itu ke tanganku. Aku pun dengan cepat meraih pisau itu, segera kupotongkan ke tali pancingku. Seketika, perahu yang tadinya bergerak, perlahan kembali tenang.

 Aku masih penasaran dengan ikan itu. Sambil duduk mengatur nafas, aku mencoba menenangkan diri.

 "Baru strike pertama sudah begini, apalagi selanjutnya" batinku.

 Kegelapan malam itu, seketika terang saat Pak Ruslan mulai menyalakan lampu LED yang dijepitkan ke bekas Aki mobil. Lampu itu terpasang tepat di tengah badan perahu. Dengan digantung pada sebuah kayu kecil yang diikatkan pada sisi perahu.

 "Kita menangkap cumi dulu buat umpan" Pak Rusli mengambil sebuah jaring dan mulai duduk di pinggir perahu.

 Aku masih memperhatikan, tak lama, muncul bintik-bintik cahaya dari dasar laut. Cahaya itu semakin banyak, berkumpul di bawah cahaya lampu yang diarahkan ke permukaan air.

 "Clup!!" Pak Ruslan mengayunkan jaring itu ke dalam air. Tampak beberapa ekor cumi-cumi berhasil ditangkapnya.

 "Nih, potong kecil-kecil buat umpan" Dia menyodorkan beberapa cumi-cumi itu kepadaku. Aku pun berjalan perlahan mendekat sembari meraih ember kecil berisi cumi-cumi dari tangannya.

 "Kamu pakai roll pancinganku saja, itu ada di keranjang" ujar dia lagi, lalu menunjuk ke arah keranjangnya.

 Akhirnya aku pun berhenti memancing menggunakan joran, dan beralih menggunakan roll pancingan. Malam itu aku habiskan untuk memancing sampai menjelang pagi.

***

 Selesai bergadang semalaman di tengah laut. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Matahari sudah mulai terbit kembali, aku lumayan banyak memperoleh tangkapan malam itu. Ku lihat di sebelahku, Om Maji sudah tepar akibat mabuk laut, untung saja aku bisa menahannya.

 Perahu sedikit lagi berlabuh ke sisi pantai, ombak di pinggir pantai kembali menerjang berkali-kali. Aku yang berusaha menjaga keseimbangan, seketika terjatuh dan HP ku juga ikutan jatuh ke celah-celah papan yang menjadi dasar untuk aku berpijak. Aku mencoba meraih HP ku itu, namun terlambat, HP ku sudah tenggelam ke dalam genangan air yang ada di dasar perahu.

 "Aduh gawat, HP ku" Aku sedikit panik saat sadar kalau aku tidak bisa lagi mengabari Ayunda nanti.

 Aku pun turun dari perahu dengan rasa gelisah, bukannya senang, fikiranku malah semakin terbayang-bayang saat Ayunda akan marah besar nanti kepadaku.

 "Pasti dia ngambek, pasti!" Ujarku dalam hati.

 Aku duduk sebentar di sebuah pondok kecil yang ada di tebing pantai, membayangkan nasib buruk yang akan terjadi jika aku tidak segera mengabari Ayunda. Aku kembali memandangi HP di tanganku, mencoba membuka dan melepas baterainya, mengeringkannya sebentar lalu menyalakannya kembali, namun sial, itu tidak berhasil. Aku akhirnya pasrah akan situasi berat yang siap menyambutku nanti.

Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 04-07-2021 18:40
ekopermono
Menthog
Menthog dan ekopermono memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.