Kaskus

Story

irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.

Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).

Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.

Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.

Status : On going
Cerita Waras (untold story)


Quote:


Spoiler for Q&A:


Spoiler for INDEX:


Quote:

Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
aryanti.storyAvatar border
MenthogAvatar border
wong.tanpo.aranAvatar border
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
#101
Chapter 66 : Gagal Pulang Kampung
Desember 2014

 Tepat di awal bulan, kami kembali gajian. Kali ini gaji kami semakin bertambah dibanding bulan sebelumnya. Namun, bulan ini aku memilih untuk pulang saja ke kampung halaman.

 Hari ini, seperti biasa setelah selesai bekerja aku duduk bersantai di atas bukit. Aku mendapat kabar menyedihkan dari kampung halaman. Beberapa jam yang lalu, aku membaca sebuah postingan di facebook bahwa temanku Arini, baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Jujur saja selama ini aku tidak tau kalau dia menderita kanker otak. Aku hanya bisa mengirimkan do'a untuknya dari sini. Semoga amal ibadahmu diterima di sisi-Nya, temanku.

 "Wusssshhhh....!!!" Angin berhembus pelan menyapa tubuhku..

 Aku seketika mengingat kembali kenangan saat kami sering ngumpul di rumahnya dulu. Bahkan dia juga sering menemaniku chat hampir setiap hari juga pada masa itu. Pada masa dia masih berada di bangku SMP.

 Baru beberapa bulan di rantauan, rasanya seperti beberapa tahun. Mungkin saja aku ketinggalan banyak informasi yang ada di kampung halaman. Karna, baru beberapa bulan ini aku aktif kembali di facebook.

 Aku kembali menggeser-geser halaman facebook, lalu berpindah ke menu chat. Ku lihat Rini sedang aktif saat itu. Begitu pula dengan facebook Ayunda.

 Aku membuka chatan lamaku dengan Ayunda, membacanya kembali, menggesernya semakin jauh hingga ke masa lalu. Rasanya seperti mimpi saja, kenapa harus berakhir seperti ini. Padahal aku sudah bersungguh-sungguh untuk mencintai dia. Tapi kenapa aku dikhianati. Tapi mau bagaimana lagi. Hatiku benar-benar terasa perih, seperti tiada obat lagi untuk aku sembuh dari rasa sakit ini. Entah sedang apa dia di sana, mungkin sedang bahagia dengan kekasih barunya ya.

 Aku keluar dari kolom chat, dan menutup aplikasi facebook. Ada seseorang yang ingin ku telpon saat ini. Tiba-tiba saja, aku ingin orang ini tau kalau hubunganku dengan Ayunda sudah berakhir.

 "tuuuuuutt..... tuuuuttt...!!! cekleg"

 "Hallo...? siapa ya?" Telponku diangkat, syukurlah nomornya ternyata masih aktif.

 "Hallo, ini Irul"

 "Oww..Irul, gimana kabarnya. Tumben nelpon, hehe" Jawab orang itu, suaranya mengingatkanku dengan Ayunda, siapa lagi kalau bukan kembarannya, Ananda.

 "Alhamdulillah baik, gpp pengen nelpon kalian aja di sana"

 "Pengen ngobrol sama Ibu, Rul?"

 "Engga, sama kamu aja gpp"

 "Oww.. kapan pulang?, hehe"

 "Rencananya bulan ini aku mau pulang Nan"

 "Ciee.. Gak lama lagi nikah dong? hihihi"

 "Ga jadi nikah" jawabku pelan.

 "Hah? Gimana?" Terdengar suaranya yang kaget.

 "Aku udah putus sama Ayunda"

 "Lah, kok bisa. Ah paling nanti kalian balik lagi"

 "Engga, ini benar-benar putus buat selamanya.... kayanya"

 Ananda terdiam sejenak, lalu kembali bertanya "Gimana ceritanya kok bisa putus gitu?"

 "Dia selingkuh, aku udah liat sendiri chat dia sama cowok itu"

 "Hmm.. Mungkin kamu salah faham kali, coba tanya baik-baik lagi"

 "Udah jelas semuanya, gak ada yang perlu ditanyain lagi. Lagipula dia yang putusin aku"

 "Terus gimana dong, jadi ini alasan kamu mau segera pulang?"

 "Ya gak gimana-gimana, ya udahlah, semua udah terjadi"

 "Hmmb, tapi aku tetap doain kalian balikan lagi kok. Aku lebih setuju kalau dia sama kamu. Bapak sama Ibu juga udah setuju sama hubungan kalian, pasti mereka kecewa kalau tau kabar kalian putus"

 Aku terdiam memikirkan kata-kata dari Ananda. Aku tau ini keputusan yang berat. Tapi percuma jika memaksakan hati yang tidak bisa menyatu.

***

 Malam itu, aku sudah membulatkan tekadku. Aku memberanikan diri untuk menyampaikan keinginan egoisku itu kepada Bapak.

 "Pa, aku pengen pulang saja. Aku sudah tidak betah. Lagipula aku sudah putus dengan Ayunda" Ujarku dengan tatapan penuh keyakinan.

 "Terserah kamu saja. Bapak liat kamu kerja pun sudah tidak semangat. Tapi kamu pulang sendiri saja" Bapak menjawab dengan nada kecewa.

 Aku hanya terdiam mendengar kata-kata Bapak.

 "Passport kamu itu mati, apa kamu siap kalau ada razia di perjalanan nanti?" Tanya Bapak lagi.

 "Minta tolong sama Om Salin aja Pak, siapa tau dia bisa bantu capin passportku"

 "Iya kalau dia ada di sini. Kalau dia ada di kampung. Mau minta tolong sama siapa?"

 Aku kembali terdiam melihat Bapak yang tampak semakin kesal.

 Namun beberapa saat kemudian, dia tampak menggeser-geser kontak nomor di HPnya, lalu menghubungi seseorang.

 "Hallo, Lin. Sekarang kamu di mana?" Bapak langsung menghubungi Om Salin.

 "Hallo, aku lagi di Bintulu. Kenapa?" Terdengar jelas suara itu dari speaker HP.

 "Ini, Irul katanya mau pulang. Kamu bisa bantu Cap passportnya gak?"

 "Oh Bisa, kapan dia mau pulang?"

 "Kalau bisa besok, besok juga dia pulang"

 "Cap passport minimal 1 minggu karna harus dikirim ke PLBN, tapi besok bisa ketemu gak di pasar Tatau?"

 "Bisa sih, jam berapa?"

 "Jam 2 sore lah besok"

 Dan akhirnya mereka selesai menelpon. Aku sedikit senang dan mulai membayangkan kampung halamanan, karna tidak lama lagi aku akan pulang.

***

 Siang itu, Bapak dan Syahdan ikut menemaniku mengantarkan Passport ke Om Salin dan rencananya akan bertemu di Pasar Tatau. Kami diantar oleh mandor baru, yang menggantikan Bang Udin. Namanya Bang Anas. Bang Udin mengundurkan diri setelah gajian bulan ini, karna beliau sudah sangat tua dan lebih memilih untuk fokus ke pekerjaan pribadinya.

 Bang Anas sedikit lebih muda, dia selalu ditemani oleh anak laki-lakinya yang berumur 11 Tahun.

 Di perjalanan, Aku dan Syahdan mengobrol-ngobrol dengan anaknya Bang Anas, yang aku tau namanya adalah Alvin. Di depan, tampak Bapak juga asik mengobrol dengan Bang Anas. Tanpa terasa, perjalanan kurang lebih 2 jam akhirnya kami sampai di Pasar Tatau.

 Singkat cerita, di sana kami bertemu dengan Om Salin. Aku menyerahkan passportku dan mempercayakan padanya. Sekaligus aku juga langsung membayar biaya pengiriman passport dan biaya transportku untuk pulang nanti. Jadi setelah seminggu nanti, aku hanya perlu menunggu di halte bus yang ada di depan persimpangan Kemena saja.

 Ya.. katanya begitu..

***

 Selang seminggu telah berlalu, Om Salin menelpon, memberitahukan bahwa aku harus menyusulnya di Bintulu. Aku yang tadinya berfikir tinggal menunggu saja, akhirnya kerepotan dan harus menambah biaya lagi.

 Pagi itu aku sudah mengemasi semua pakaianku. Aku segera pamit dengan dua tetangga kamar kami, Syahdan dan juga Bapak. Namun aku diantar oleh Bapak menggunakan sepeda motor sampai menuju Halte Bus. Setelah mencium tangan Bapak, aku pun menaiki bus. Aku memberanikan diri pergi ke Bintulu tanpa membawa Passport.

 Kurang lebih 3 jam perjalanan, akhirnya aku sampai di Terminal Bintulu. Aku menelpon Om Salin untuk menemuiku di terminal. Tak butuh waktu lama, dia pun datang menghampiriku.

 "Udah lama Rul?" Tanya Om Salin.

 "Baru saja sampai om"

 "Ya udah, kita makan dulu yuk"

 Kami pun pergi makan sejenak, aku menggendong tas lalu mengikutinya dari belakang.

 Selesai makan, aku mencoba bertanya pada Om Salin lagi.

 "Om, kapan kita berangkatnya?"

 "Kita berangkatnya besok siang, Bus nya masih di Sibu, lagi ngantar penumpang. Bus itu sengaja udah kita carter dan akan mengantar langsung ke Sambas nanti" Jawab dia.

 Aku pun mengangguk seolah mengerti.

 Malam itu, aku pun ditempatkan di sebuah kamar hotel. Di dalam kamar tersebut ternyata sudah ada yang menempati. Mungkin satu keluarga, aku ingat mungkin empat atau lima orang, bahkan dua tempat tidur itu tidak cukup dan aku terpaksa harus tidur di lantai.

 Karna sudah terlalu capek, aku pun tidak mempermasalahkan hal itu. Aku tetap bisa tertidur walau harus berbaring di lantai.

 Keesokan harinya, aku berkeliling-keliling sebentar mengitari pasar yang sangat luas itu. Pergi ngopi dan bersantai-santai. Aku sempat menelpon Ibu dan memberitahu Beliau kalau siang ini aku akan segera berangkat. Ibu pun tampak senang mendengar kabar itu.

 Namun kegembiraanku seketika berubah, sudah jam 3 sore, tapi masih tidak ada kabar kalau kami akan berangkat. Aku kembali ke hotel, mondar-mandir bahkan tidak sempat mandi. Aku menunggu Om Salin datang membawa kabar baik. Dan akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun datang.

 Namun bukannya kabar baik yang ku dapatkan. Dia menyerahkan kembali passportku yang ternyata masih belum di cap. Jadi selama seminggu ini, dia ngapain aja?

 Alasannya pada saat itu sedang banyak pemeriksaan di jalan bahkan di PLBN, jadi Agen tidak bisa dengan mudah untuk mengirimkan passport tersebut. Banyak bus yang dirazia juga dijadikan alasan kalau sampai saat ini bus kami belum juga sampai.

 Malam itu aku sedikit kecewa, begitu juga dengan orang-orang yang tinggal sekamar denganku. Mereka tampak sedikit marah dan mulai kecewa. Karna mereka sudah hampir kehabisan uang selama menunggu berhari-hari di sini.

 Aku pun kembali menelpon Ibu kalau hari ini, aku gagal berangkat pulang. Ibu hanya bisa bilang sabar, mungkin besok sudah pulang. Ya mau tidak mau, aku pun mencoba bersabar..

***

 Keesokan harinya, tanpa alasan yang jelas, kami dipindahkan oleh Om Salin ke sebuah penginapan yang tidak layak. Benar-benar tidak layak, sebuah gedung tua yang tidak ada sama sekali penerangan lampunya. Bahkan kamar mandinya juga tidak terawat.

 Di ruangan ini, rencananya kami akan menunggu bus itu lagi. Tak hanya aku sendiri, namun ada banyak sekali pemumpang lain yang ingin pulang pada saat itu. Mereka juga ikut Om Salin dan mempercayakan semua kepada Beliau. Tampak dari raut wajah mereka mulai kecewa, bahkan tak jarang mereka mulai curiga kalau kami saat ini sudah ditipu.

 Aku yang tidak ingin mendengar pembicaraan mereka, memilih untuk pergi keluar. Hari sudah hampir kembali sore, aku sudah mulai merasakan hal yang tidak enak. Jika aku bermalam satu malam lagi di sini, maka seluruh uangku akan habis. Namun, aku masih mencoba percaya dengan Om Salin. Sampai salah seorang menegurku.

 "Dek, kamu bawaan Agen siapa? Seorang laki-laki tua menyapaku.

 "Om Salin, Pak"

 "Kalian mau pulang atau mau berangkat kerja, saya lihat sudah beberapa hari kalian di sini" Ujar Bapak itu lagi. Dia berbicara dengan Bahasa Sambas pada saat itu.

 "Kami mau pulang Pak, sudah tiga hari di sini. Katanya mau nunggu Bus yang dicarter"

 "Bus dari mana sampai 3 hari. Itu bus di sana yang kemarin pergi sekarang udah balik lagi. Pasti uang kalian sudah dijudikan sama dia. Aku liat sendiri dia beberapa hari ini asik main judi di belakang pasar sana" Ujarnya sembari menunjuk ke arah pasar yang ada di ujung terminal.

 "Ah yang benar saja Pak?" Aku benar-benar kaget pada saat itu.

 "Saya berani sumpah. Saya kenal sekali dengan Salin. Bahkan dia sempat mau pinjam uang juga sama saya"

 Sontak fikiranku langsung kacau, jantungku berdetak sangat kencang sampai darahku terasa mengalir deras ke kepala. Tega sekali Om Salin yang sudah aku percaya sebagai keluarga menipuku seperti ini. Aku mulai memutar otak dan berfikir.

 Aku ingin menelpon Bapak agar menyuruh Tauke menjemputku kembali di Terminal. Namun aku baru sadar kalau pulsaku habis.

 Uang yang aku punya saat itu hanya tinggal 15 Ringgit. Benar-benar hanya segitu saja. Uang itu cukup jika dibelikan pulsa. Namun bagaimana jika Tauke tidak ada di sini?

 Tiba-tiba aku teringat kalau ongkos dari Halte Kemena menuju terminal Bintulu kemarin juga 15 Ringgit. Mungkin sebaiknya aku langsung pulang dengan bus saja. Namun, siapa yang akan menjemputku di sana nanti?

 Aku mencoba membuka facebook, ternyata internetku masih bisa. Syukurlah.

 Aku pun memberanikan diri berbicara dengan salah satu supir Bus yang tak jauh dari tempatku berdiri.

 "Bos, kalau antar sampai simpang kemena berapa?"

 "Bawa passport kah, atau gelap?" Jawab supir bus itu yang usianya mungkin seumuran Tauke.

 "Gelap bos"

 "Kasih 15 Ringgit saja"

 "Oke, kapan mau berangkat?"

 "Ini sudah mau berangkat"

 "Tunggu bentar ya bos, aku ambil tas dulu"

 Aku segera berlari sekuat tenaga menuju penginapan gelap tadi. Menaiki tangga dan mengambil tas ku yang sempat ku tinggalkan di sana. Salah satu penumpang yang menunggu di sana, penasaran dan bertanya kepadaku.

 "Udah datang kah bus nya?" Tanya salah satu Ibu ibu

 "Gak ada busnya. Bus hantu ada buk. Kita semua ditipu. Uang kita habis buat berjudi" Jawabku sembari meraih tas dan menggendongnya.

 "Apa!!! Kurang ajar Si Salin itu. Apa ku bilang dia pasti penipu!" Seorang laki-laki tampak marah mendengar apa yang baru saja aku katakan.

 Aku hanya menoleh ke arahnya dan tidak memperdulikannya. Aku terus berjalan meninggalkan mereka.

 "Kamu mau pergi ke mana dek?" Ibu ibu tadi kembali bertanya.

 "Aku mau balik lagi ke Kemena, Buk" Aku menjawab sambil menoleh sedikit.

 "Kurang ajar sekali Salin itu. Akan ku tebas dia pakai parang. Mana parangku tadi" Laki-laki yang tampaknya adalah suami Ibu ibu tadi mulai gelap mata dan mengeluarkan sebilah parang dari dalam kardus yang dibawanya.

 Aku yang melihat hal itu terus mempercepat langkah kaki dan menuruni tangga. Aku terus berlari sampai ke terminal. Di sana, bus yang tadi menungguku tampak sudah siap berangkat. Segera setelah aku naik, bus itu langsung berjalan.

 Dengan rasa kecewa yang amat besar, aku terpaksa harus balik lagi ke tempat kerja. Di dalam bus itu, aku mencoba mengirimi pesan ke Bapak lewat facebook. Aku pun menceritakan kejadian yang baru saja aku alami. Lima belas menit kemudian, HP ku berbunyi. Aku menjawab panggilan tersebut, yang ternyata adalah panggilan dari Bapak.

 "Rul, sekarang kamu di mana?" Suara Bapak terdengar khawatir.

 "Aku udah di dalam Bus, Pa. Udah diperjalanan"

 "Uangmu masih ada engga?"

 "Ada, 15 Ringgit cukup sampai simpang kemena"

 "Ya sudah, nanti Bapak jemput kamu di simpang kemena"

 Di dalam bus itu, aku duduk termenung. Mengapa nasibku harus seperti ini? Apa yang salah dengan diriku?

 Tanpa terasa, hari semakin gelap. Jalanan mulai tampak dipenuhi oleh lampu-lampu kendaraan yang berlalu-lalang, serta lampu-lampu jalan yang berjejer di sepanjang sisi jalan. Aku mencoba untuk menahan rasa kantuk, agar tidak kelewatan nantinya.

 Beruntung aku sudah mulai hafal dengan sekeliling jalan di dekat simpang kemena. Aku terus memperhatikan ke sebelah kanan jalan, satu demi satu persimpangan ku lihati. Dan benar saja, supir bus sempat kelewatan saat melintasi simpang kemena. Kebetulan saat itu aku duduk paling belakang. Aku pun beranjak dari tempat duduk dan mencoba menyuruh supir untuk berhenti.

 Dengan sedikit usaha, karna saat itu ramai sekali penumpang. Aku pun berhasil menyuruh supir untuk menghentikan bus yang sempat kelewatan kurang lebih 200 meter.

 Setelah turun dari bus. Aku melihat Bapak sudah ada di dekat Halte, tampaknya dia sudah lama menunggu di sana.

 Akhirnya malam itu, aku tidak jadi pulang kampung. Aku kembali ke perkebunan dan terpaksa harus bekerja lagi selama satu bulan ke depan. Karna saat ini uangku benar-benar habis.

Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 28-07-2021 23:28
pulaukapok
limdarmawan
Menthog
Menthog dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.