- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThreadโข51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#95
Chapter 65 : Masihkah Aku?
Sebelum masuk ke dalam cerita, ada sebuah lagu yang pantas untuk menggambarkan kisah ini. Sebuah lagu yang sempat ku nyanyikan saat aku putus dengan seorang mantanku saat dulu. Sekarang lagu ini kembali terngiang di kepalaku, seolah-olah ia meminta untuk di dengar kembali oleh ku. Aku tau masih banyak lagu yang bisa menggambarkan patah hati, namun kali ini. Inilah lagu yang aku pilih. Sebuah lagu dari Five Minutes yang berjudul, Masihkah Aku.
Quote:
"Ternyata kamu selingkuh!" Pesanku pada Ayunda lewat inbox facebooknya.
"Maksud kamu?" Pesan itu langsung dibalasnya.
"Ga usah pura-pura engga tau deh. Aku udah liat sendiri"
"Kamu buka akunku? Itu cuma temen"
"Udahlah, gak usah banyak alasan!"
"Trus sekarang mau kamu apa?"
Awalnya aku langsung pengen bilang putus, namun aku lebih memilih untuk menggantung hubungan ini. Aku tau tidak ada gunanya lagi mempertahankan, tapi aku punya rencana lain. Jika dia yang minta putus, ya sudah biarkan saja. Intinya bukan aku yang putusin.
"Aku mau kamu jelasin, apa alasan kamu jalan sama dia?"
"Kami engga ngapa-ngapain, cuma jalan keliling-keliling aja"
Halah, aku tidak akan percaya begitu saja. Di pikiranku, mereka pasti sudah melakukan banyak hal di belakangku. Tak terkecuali, bisa saja mereka check inhotel. Itulah yang terlintas di fikiranku. Apalagi bagi seorang yang sudah pernah merasakan hubungan seks, pasti di saat kesepian, ada keinginan untuk melakukannya lagi.
Aku semakin over thinking, fikiranku semakin berkecamuk, tidak ada lagi alasan untuk aku tinggal di negeri ini. Aku pun tidak membalas pesan dari Ayunda, ku biarkan saja pesan itu menggantung tanpa ada pertanyaan atau jawaban lagi.
Sore itu, kami pulang kerja lebih awal. Karna target untuk hari ini sudah lebih dari cukup. Lahan ini sudah semakin luas sekarang, beberapa bukit di ujung sana juga sudah selesai kami bersihkan, tinggal menunggu alat berat yang nantinya akan mengolah bukit tersebut menjadi teras-teras (sengkedan) untuk ditanami.
Seusai mandi, aku turun dari rumah kemudian menyalakan motor. Aku ingin menenangkan fikiranku dengan duduk bersantai di bukit paling ujung, yang baru selesai kami tanami kemarin.
Kurang lebih 10 menit, aku pun tiba di sana. Di sebuah bukit yang lumayan besar dan tinggi, namun di bagian puncaknya terdapat dataran yang luasnya kurang lebih dua lapangan volly. Bukit itu berbatasan dengan sebuah hutan yang pohonnya masih lumayan besar-besar. Sangat berbeda dengan bukit-bukit lain yang kami bersihkan dari pohon-pohon kecil sebesar lengan dan betis untuk ditanami sawit. Mungkin hutan di belakang ku ini adalah batas dari lahan.
Aku memarkirkan sepeda motor tepat di sebelah pohon besar yang tumbuh di perbatasan lahan. Cahaya matahari sore ini sudah mulai redup, jam di layar HP menunjukkan pukul 16.20 PM. Aku pun duduk di atas pohon besar yang sudah tumbang di sana. Pohon itu sudah mati, dan hanya menyisakan bulatan batangnya saja. Aku duduk terdiam memandangi bukit yang lain, di sebelah kiri bukit tersebut, tampak Bang Udin masih sibuk membangun teras dengan Bulldozer. Teras itu mulai terbentuk satu demi satu, mulai dari atas bukit, lalu berjejer ke bawah, seperti susunan tangga yang sangat besar.
Beberapa hari ini, aku lebih sering diam. Moodku sedang tidak baik, bahkan beberapa kali aku tidak konsen saat bekerja. Membuat Bapakku bertanya-tanya, bahkan tak jarang dia menegurku saking kesalnya dengan tingkah laku aneh yang sering kulakukan. Bagaimana tidak, saat pergi kerja tanpa sadar kadang aku terpisah dari mereka dan berjalan ke arah lain. Atau saat menggali lobang untuk menanam pohon, aku sering salah saat menghitung jaraknya. Dan yang paling parah, aku semakin sering berbicara sendiri. Aku menggerutu dengan suara pelan, di saat-saat aku sedang sendiri.
"Sial!, Sial!, Sial!" Kata-kata itu terus saja terucap tanpa sadar dari bibirku.
Stress! Itulah yang kala itu aku alami.
Aku kembali melihat foto-foto lama di galeri HP baruku. Aku tidak berhasil memindahkan semua isinya karna memory yang lama terserang virus, beberapa file dan foto lama jadi rusak saat dikirim atau dipindahkan secara langsung. Yang tersisa hanyalah foto-foto saat aku sudah bekerja di negeri ini.
Di foto itu, aku melihat banyak sekali perubahan pada diriku. Tubuhku semakin kurus, pipi di wajahku semakin kempes, bahkan raut mataku tampak cekung dan menghitam. Mirip seperti orang yang kecanduan obat-obatan.
Aku pun mengupload beberapa foto-fotoku saat bekerja ke akun facebook. Tak butuh waktu lama, sudah ada beberapa orang yang mengomentari. Yang paling sering berkomentar adalah mantan ipar Ayunda. Abang dari Ayunda adalah mantan suaminya, bukan karna bercerai, namun karna suaminya sudah meninggal dunia.
Aku sudah terbiasa dengan komentar dari dia, namun ada satu orang baru yang menarik perhatianku. Orang tersebut mulai menghujani foto-fotoku dengan boom like. Yah, bisa dibilang dia tidak benar-benar orang baru. Aku kenal dia. Dan hari ini, orang itu tiba-tiba ikut berkomentar.
"Duh,,, rajinnya... ๐ค" Komentar dari orang itu.
"Hehe, biasalah๐" balasku di kolom komentar.
"Udah ga kerja bengkel lagi Bang?"
"Ini lagi di Malaysia"
"Wah, kapan perginya?"
Kami pun terus berbalas komen di sana. Lalu tiba-tiba, ada sebuah inbox yang masuk. Aku pun membuka pesan itu.
"Lagi asik nih ya sama mantan!" Sebuah pesan dari Ayunda.
Aku sengaja tidak membalas pesan itu. Namun, dia kembali mengirim pesan baru lagi.
"Udah lah, gak usah pedulikan aku lagi! Kita putus!"
Untuk kesekian kali, akhirnya aku kembali diputusin, mungkin ini adalah untuk terakhir kalinya. Karna aku sudah benar-benar kecewa, rasanya hatiku benar-benar hancur saat itu juga.
Aku tetap tidak membalas pesan itu, segera aku keluar dari akun dan kembali mencoba membuka akun milik Ayunda. Namun, kata sandinya sudah diganti. Ya sudah, aku pun ikut mengganti kata sandi akunku juga. Sekarang sudah waktunya kita memilih jalan masing-masing. Namun aku tidak akan diam begitu saja, aku akan terus menghantui hidupnya dengan caraku sendiri.
Setelah putus, sengaja aku tidak memblokir akun Ayunda. Akun ku juga tidak diblokirnya. Aku akan membiarkan dia melihat aktivitas ku di sosmed. Tentu saja, yang ingin aku perlihatkan adalah kelakuanku yang mulai aktif menggoda cewek-cewek di facebook.
Aku mulai menambahkan teman satu demi satu, tidak peduli apakah aku mengenal mereka atau tidak, yang pasti semuanya akun cewek. Saking asiknya menambahkan teman, aku sampai tidak sadar akan komentar dari orang tadi yang belum sempat ku balas.
Aku pun memilih untuk mengirim pesan saja lewat inbox, siapa tau dia masih mau melayani pesanku. Ya, dia adalah mantanku, bukan Nadiah, bukan juga Inui. Dia adalah Rini. Zahrini, itulah nama akunnya saat itu.
"Hi dek, gimana kabarnya?" Sengaja aku memanggilnya dengan panggilan khas ku pada dia saat masih pacaran dulu.
"Hmm, Alhamdulillah baik Bang, Abang gimana kabarnya?"
"Kabar Abang kurang baik Dek, pengen pulang aja ke kampung๐"
"Kenapa emangnya?"
"Tadinya mau ngumpulin uang buat modal nikah, tapi semuanya hancur"
"Hancur kenapa? Putus?"
"Iya. Rasanya sakit banget. Lebih sakit saat kita putus saat itu, hehe"
"Hmm, sabar ya. Masih ada aku kok, hihi๐"
"Engga ah, ntar Adek putusin Abang lagi kaya dulu"
"Maaf, dulu kan Adek masih labil banget. Tapi sekarang udah dewasa kok. In sya Allah๐"
"Iya sih, kalau diliat-liat, makin cantik juga, wkwk"
""Ih, bisa aja. Abang juga makin kurus sekarang, hihi๐"
Kami pun terus berbalas pesan, entah kenapa rasa sedihku sedikit terobati dengan adanya perhatian dari Rini. Aku tau, dulu dia juga sempat ketahuan selingkuh. Dan akhirnya kami berdua putus. Bukan berarti juga aku berharap untuk balikan sama Rini, namun kalau difikir-fikir, tidak ada salahnya juga untuk kembali akrab lagi. Aku senang karna beberapa mantanku tidak menaruh dendam terhadapku. Meskipun masa lalu kami sangat berat, tapi tidak ada salahnya untuk saling melupakan kesalahan dan kembali memaafkan.
Tanpa terasa, hari sudah semakin gelap. Aku pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Malam itu, aku duduk termenung memandangi langit. Tidak ada satupun bintang yang tampak di sana, hanya kegelapan yang pekat seperti melukiskan impianku yang kini sirna.
"Kamu kenapa dari kemarin diam terus Rul?" Tanya Bapak secara tiba-tiba.
Aku pun menoleh ke arahnya yang kala itu sedang duduk di depan meja, sembari mengecharge Hpnya.
"Gapapa" Jawabku singkat.
"Kamu putus sama pacarmu?"
Aku hanya diam.
"Baru putus saja sudah kaya orang gila kamu. Bapak dengar kamu tiap malam ngomong "Sial! Sial" mulu. Belum juga jadi istrimu"
"Iya Rul, masih banyak perempuan di luar sana. Santai aja kali" Syahdan pun ikut berbicara, namun matanya masih sibuk memandangi foto-foto cewek di facebook.
"Jangan sampai gara-gara itu pula kamu jadi malas bekerja dan putus asa. Umurmu juga masih muda. Gak harus sekarang-sekarang juga nikah" Ujar Bapak lagi.
Aku yang tengah pusing, kemudian memilih pergi meninggalkan mereka. Aku turun dari rumah, lalu berjalan ditengah kegelapan malam. Ku nyalakan layar HP untuk menerangi langkahku. Aku pergi menuju ke atas bukit yang ada di depan. Kemudian duduk di sebuah batu besar yang ada di sana.
Dari sini, aku bisa melihat rumah dengan jelas. Lampu-lampu tampak menyala terang di setiap kamar. Suara mesin genset masih menderu terdengar sangat jelas dari sini. Malam ini aku tidak tau ingin melakukan apa. Biasanya, aku pasti sudah menelpon Ayunda. Namun kali ini, semua telah berubah. Aku benar-benar kesepian.
Ku geser naik turun daftar kontak di HP ku. Siapa yang akan ku telpon malam ini?
Rini? Tidak. Aku tidak punya nomornya.
Pandanganku terhenti pada sebuah nama. Seseorang yang sudah pernah aku telpon sebelumnya, ya bahkan aku juga sudah pernah chatingan dengan orang tersebut.
Devi.
Itulah namanya. Dia adalah teman masa kecil Ayunda. Aku sudah lama mendapatkan nomornya, bahkan aku sampai lupa sejak kapan nomornya ada di daftar kontakku. Beberapa kali, aku juga sempat menyapa Devi lewat sms, sedikit bercerita atau sekedar curhat.
"Dev, bisa temenin ngobrol engga?" Tanyaku setelah telponku diangkat olehnya.
"Iya Rul, tumben nelpon malem-malem"
"Gue galau nih"
"Galau kenapa?"
"Gue putus sama Ayunda"
"Serius Rul? Kok bisa, padahal kalian udah serasi banget, dan udah lama banget pacaran"
"Dia selingkuh, Dev?"
"Hah? Sama siapa?"
"Gak kenal gue, dia pernah cerita engga sama lu?"
"Gak pernah sih. Yang sabar ya Rul. Kalau lu butuh temen ngobrol, lu bisa kok telpon gue. Gue juga jomblo nih, haha"
Akhirnya malam itu ku putuskan untuk menelpon Devi saja. Sekarang aku seperti terombang-ambing tanpa arah tujuan. Tidak tau ingin berlabuh di mana, rasanya ingin terjun saja ke lautan yang dalam.
Ternyata rasanya diselingkuhi itu benar-benar sangat sakit. Apalagi saat sedang dalam hubungan jarak jauh. Di sini aku menderita karna pekerjaan yang berat, di tengah negeri yang asing, kesepian dan tertekan. Di tambah luka batin yang semakin parah ku rasakan.
Aku tau, dulu aku juga pernah selingkuh. Mungkin ini adalah karma yang aku dapatkan. Satu-satunya tujuanku setelah ini, adalah pulang ke kampung halaman. Tidak ada tujuan lain lagi selain itu.
Setelah gaji bulan depan, aku harus pulang.
Bersambung...
"Maksud kamu?" Pesan itu langsung dibalasnya.
"Ga usah pura-pura engga tau deh. Aku udah liat sendiri"
"Kamu buka akunku? Itu cuma temen"
"Udahlah, gak usah banyak alasan!"
"Trus sekarang mau kamu apa?"
Awalnya aku langsung pengen bilang putus, namun aku lebih memilih untuk menggantung hubungan ini. Aku tau tidak ada gunanya lagi mempertahankan, tapi aku punya rencana lain. Jika dia yang minta putus, ya sudah biarkan saja. Intinya bukan aku yang putusin.
"Aku mau kamu jelasin, apa alasan kamu jalan sama dia?"
"Kami engga ngapa-ngapain, cuma jalan keliling-keliling aja"
Halah, aku tidak akan percaya begitu saja. Di pikiranku, mereka pasti sudah melakukan banyak hal di belakangku. Tak terkecuali, bisa saja mereka check inhotel. Itulah yang terlintas di fikiranku. Apalagi bagi seorang yang sudah pernah merasakan hubungan seks, pasti di saat kesepian, ada keinginan untuk melakukannya lagi.
Aku semakin over thinking, fikiranku semakin berkecamuk, tidak ada lagi alasan untuk aku tinggal di negeri ini. Aku pun tidak membalas pesan dari Ayunda, ku biarkan saja pesan itu menggantung tanpa ada pertanyaan atau jawaban lagi.
Sore itu, kami pulang kerja lebih awal. Karna target untuk hari ini sudah lebih dari cukup. Lahan ini sudah semakin luas sekarang, beberapa bukit di ujung sana juga sudah selesai kami bersihkan, tinggal menunggu alat berat yang nantinya akan mengolah bukit tersebut menjadi teras-teras (sengkedan) untuk ditanami.
Seusai mandi, aku turun dari rumah kemudian menyalakan motor. Aku ingin menenangkan fikiranku dengan duduk bersantai di bukit paling ujung, yang baru selesai kami tanami kemarin.
Kurang lebih 10 menit, aku pun tiba di sana. Di sebuah bukit yang lumayan besar dan tinggi, namun di bagian puncaknya terdapat dataran yang luasnya kurang lebih dua lapangan volly. Bukit itu berbatasan dengan sebuah hutan yang pohonnya masih lumayan besar-besar. Sangat berbeda dengan bukit-bukit lain yang kami bersihkan dari pohon-pohon kecil sebesar lengan dan betis untuk ditanami sawit. Mungkin hutan di belakang ku ini adalah batas dari lahan.
Aku memarkirkan sepeda motor tepat di sebelah pohon besar yang tumbuh di perbatasan lahan. Cahaya matahari sore ini sudah mulai redup, jam di layar HP menunjukkan pukul 16.20 PM. Aku pun duduk di atas pohon besar yang sudah tumbang di sana. Pohon itu sudah mati, dan hanya menyisakan bulatan batangnya saja. Aku duduk terdiam memandangi bukit yang lain, di sebelah kiri bukit tersebut, tampak Bang Udin masih sibuk membangun teras dengan Bulldozer. Teras itu mulai terbentuk satu demi satu, mulai dari atas bukit, lalu berjejer ke bawah, seperti susunan tangga yang sangat besar.
Beberapa hari ini, aku lebih sering diam. Moodku sedang tidak baik, bahkan beberapa kali aku tidak konsen saat bekerja. Membuat Bapakku bertanya-tanya, bahkan tak jarang dia menegurku saking kesalnya dengan tingkah laku aneh yang sering kulakukan. Bagaimana tidak, saat pergi kerja tanpa sadar kadang aku terpisah dari mereka dan berjalan ke arah lain. Atau saat menggali lobang untuk menanam pohon, aku sering salah saat menghitung jaraknya. Dan yang paling parah, aku semakin sering berbicara sendiri. Aku menggerutu dengan suara pelan, di saat-saat aku sedang sendiri.
"Sial!, Sial!, Sial!" Kata-kata itu terus saja terucap tanpa sadar dari bibirku.
Stress! Itulah yang kala itu aku alami.
Aku kembali melihat foto-foto lama di galeri HP baruku. Aku tidak berhasil memindahkan semua isinya karna memory yang lama terserang virus, beberapa file dan foto lama jadi rusak saat dikirim atau dipindahkan secara langsung. Yang tersisa hanyalah foto-foto saat aku sudah bekerja di negeri ini.
Di foto itu, aku melihat banyak sekali perubahan pada diriku. Tubuhku semakin kurus, pipi di wajahku semakin kempes, bahkan raut mataku tampak cekung dan menghitam. Mirip seperti orang yang kecanduan obat-obatan.
Aku pun mengupload beberapa foto-fotoku saat bekerja ke akun facebook. Tak butuh waktu lama, sudah ada beberapa orang yang mengomentari. Yang paling sering berkomentar adalah mantan ipar Ayunda. Abang dari Ayunda adalah mantan suaminya, bukan karna bercerai, namun karna suaminya sudah meninggal dunia.
Aku sudah terbiasa dengan komentar dari dia, namun ada satu orang baru yang menarik perhatianku. Orang tersebut mulai menghujani foto-fotoku dengan boom like. Yah, bisa dibilang dia tidak benar-benar orang baru. Aku kenal dia. Dan hari ini, orang itu tiba-tiba ikut berkomentar.
"Duh,,, rajinnya... ๐ค" Komentar dari orang itu.
"Hehe, biasalah๐" balasku di kolom komentar.
"Udah ga kerja bengkel lagi Bang?"
"Ini lagi di Malaysia"
"Wah, kapan perginya?"
Kami pun terus berbalas komen di sana. Lalu tiba-tiba, ada sebuah inbox yang masuk. Aku pun membuka pesan itu.
"Lagi asik nih ya sama mantan!" Sebuah pesan dari Ayunda.
Aku sengaja tidak membalas pesan itu. Namun, dia kembali mengirim pesan baru lagi.
"Udah lah, gak usah pedulikan aku lagi! Kita putus!"
Untuk kesekian kali, akhirnya aku kembali diputusin, mungkin ini adalah untuk terakhir kalinya. Karna aku sudah benar-benar kecewa, rasanya hatiku benar-benar hancur saat itu juga.
Aku tetap tidak membalas pesan itu, segera aku keluar dari akun dan kembali mencoba membuka akun milik Ayunda. Namun, kata sandinya sudah diganti. Ya sudah, aku pun ikut mengganti kata sandi akunku juga. Sekarang sudah waktunya kita memilih jalan masing-masing. Namun aku tidak akan diam begitu saja, aku akan terus menghantui hidupnya dengan caraku sendiri.
Setelah putus, sengaja aku tidak memblokir akun Ayunda. Akun ku juga tidak diblokirnya. Aku akan membiarkan dia melihat aktivitas ku di sosmed. Tentu saja, yang ingin aku perlihatkan adalah kelakuanku yang mulai aktif menggoda cewek-cewek di facebook.
Aku mulai menambahkan teman satu demi satu, tidak peduli apakah aku mengenal mereka atau tidak, yang pasti semuanya akun cewek. Saking asiknya menambahkan teman, aku sampai tidak sadar akan komentar dari orang tadi yang belum sempat ku balas.
Aku pun memilih untuk mengirim pesan saja lewat inbox, siapa tau dia masih mau melayani pesanku. Ya, dia adalah mantanku, bukan Nadiah, bukan juga Inui. Dia adalah Rini. Zahrini, itulah nama akunnya saat itu.
"Hi dek, gimana kabarnya?" Sengaja aku memanggilnya dengan panggilan khas ku pada dia saat masih pacaran dulu.
"Hmm, Alhamdulillah baik Bang, Abang gimana kabarnya?"
"Kabar Abang kurang baik Dek, pengen pulang aja ke kampung๐"
"Kenapa emangnya?"
"Tadinya mau ngumpulin uang buat modal nikah, tapi semuanya hancur"
"Hancur kenapa? Putus?"
"Iya. Rasanya sakit banget. Lebih sakit saat kita putus saat itu, hehe"
"Hmm, sabar ya. Masih ada aku kok, hihi๐"
"Engga ah, ntar Adek putusin Abang lagi kaya dulu"
"Maaf, dulu kan Adek masih labil banget. Tapi sekarang udah dewasa kok. In sya Allah๐"
"Iya sih, kalau diliat-liat, makin cantik juga, wkwk"
""Ih, bisa aja. Abang juga makin kurus sekarang, hihi๐"
Kami pun terus berbalas pesan, entah kenapa rasa sedihku sedikit terobati dengan adanya perhatian dari Rini. Aku tau, dulu dia juga sempat ketahuan selingkuh. Dan akhirnya kami berdua putus. Bukan berarti juga aku berharap untuk balikan sama Rini, namun kalau difikir-fikir, tidak ada salahnya juga untuk kembali akrab lagi. Aku senang karna beberapa mantanku tidak menaruh dendam terhadapku. Meskipun masa lalu kami sangat berat, tapi tidak ada salahnya untuk saling melupakan kesalahan dan kembali memaafkan.
Tanpa terasa, hari sudah semakin gelap. Aku pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Malam itu, aku duduk termenung memandangi langit. Tidak ada satupun bintang yang tampak di sana, hanya kegelapan yang pekat seperti melukiskan impianku yang kini sirna.
"Kamu kenapa dari kemarin diam terus Rul?" Tanya Bapak secara tiba-tiba.
Aku pun menoleh ke arahnya yang kala itu sedang duduk di depan meja, sembari mengecharge Hpnya.
"Gapapa" Jawabku singkat.
"Kamu putus sama pacarmu?"
Aku hanya diam.
"Baru putus saja sudah kaya orang gila kamu. Bapak dengar kamu tiap malam ngomong "Sial! Sial" mulu. Belum juga jadi istrimu"
"Iya Rul, masih banyak perempuan di luar sana. Santai aja kali" Syahdan pun ikut berbicara, namun matanya masih sibuk memandangi foto-foto cewek di facebook.
"Jangan sampai gara-gara itu pula kamu jadi malas bekerja dan putus asa. Umurmu juga masih muda. Gak harus sekarang-sekarang juga nikah" Ujar Bapak lagi.
Aku yang tengah pusing, kemudian memilih pergi meninggalkan mereka. Aku turun dari rumah, lalu berjalan ditengah kegelapan malam. Ku nyalakan layar HP untuk menerangi langkahku. Aku pergi menuju ke atas bukit yang ada di depan. Kemudian duduk di sebuah batu besar yang ada di sana.
Dari sini, aku bisa melihat rumah dengan jelas. Lampu-lampu tampak menyala terang di setiap kamar. Suara mesin genset masih menderu terdengar sangat jelas dari sini. Malam ini aku tidak tau ingin melakukan apa. Biasanya, aku pasti sudah menelpon Ayunda. Namun kali ini, semua telah berubah. Aku benar-benar kesepian.
Ku geser naik turun daftar kontak di HP ku. Siapa yang akan ku telpon malam ini?
Rini? Tidak. Aku tidak punya nomornya.
Pandanganku terhenti pada sebuah nama. Seseorang yang sudah pernah aku telpon sebelumnya, ya bahkan aku juga sudah pernah chatingan dengan orang tersebut.
Devi.
Itulah namanya. Dia adalah teman masa kecil Ayunda. Aku sudah lama mendapatkan nomornya, bahkan aku sampai lupa sejak kapan nomornya ada di daftar kontakku. Beberapa kali, aku juga sempat menyapa Devi lewat sms, sedikit bercerita atau sekedar curhat.
"Dev, bisa temenin ngobrol engga?" Tanyaku setelah telponku diangkat olehnya.
"Iya Rul, tumben nelpon malem-malem"
"Gue galau nih"
"Galau kenapa?"
"Gue putus sama Ayunda"
"Serius Rul? Kok bisa, padahal kalian udah serasi banget, dan udah lama banget pacaran"
"Dia selingkuh, Dev?"
"Hah? Sama siapa?"
"Gak kenal gue, dia pernah cerita engga sama lu?"
"Gak pernah sih. Yang sabar ya Rul. Kalau lu butuh temen ngobrol, lu bisa kok telpon gue. Gue juga jomblo nih, haha"
Akhirnya malam itu ku putuskan untuk menelpon Devi saja. Sekarang aku seperti terombang-ambing tanpa arah tujuan. Tidak tau ingin berlabuh di mana, rasanya ingin terjun saja ke lautan yang dalam.
Ternyata rasanya diselingkuhi itu benar-benar sangat sakit. Apalagi saat sedang dalam hubungan jarak jauh. Di sini aku menderita karna pekerjaan yang berat, di tengah negeri yang asing, kesepian dan tertekan. Di tambah luka batin yang semakin parah ku rasakan.
Aku tau, dulu aku juga pernah selingkuh. Mungkin ini adalah karma yang aku dapatkan. Satu-satunya tujuanku setelah ini, adalah pulang ke kampung halaman. Tidak ada tujuan lain lagi selain itu.
Setelah gaji bulan depan, aku harus pulang.
Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 25-07-2021 23:18
Menthog dan limdarmawan memberi reputasi
2













