Kaskus

Story

irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.

Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).

Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.

Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.

Status : On going
Cerita Waras (untold story)


Quote:


Spoiler for Q&A:


Spoiler for INDEX:


Quote:

Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
aryanti.storyAvatar border
MenthogAvatar border
wong.tanpo.aranAvatar border
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
#91
Chapter 63 : Tiada Kabar
 Pagi itu Bapak menelpon Tauke, menceritakan kejadian yang menimpaku, dan sekaligus meminta untuk dibelikan beberapa obat. Aku masih merasakan sekujur tubuhku terasa kaku, kaki dan leherku masih berat untuk digerakkan. Namun aku masih bisa berbicara perlahan atau menggerakkan sebagian anggota badanku yang jauh dari lokasi sengatan. Seperti kedua tangan, dan kaki kiriku.

 Selang waktu berjalan, terdengar suara mobil yang datang kemudian berhenti tak jauh di luar rumah. Aku bisa mendengar suara pintu mobil ditutup, disusul suara langkah kaki yang berjalan semakin mendekat. Lalu muncul seseorang yang naik dan berdiri di depan pintu. Ternyata itu adalah Bang Udin. Beliau kemudian mendekat ke arahku yang masih terbaring tak berdaya di tempat tidur yang beralaskan busa tipis.

 "Bagaimana keadaanmu sekarang?" Bang Udin duduk, sembari menengok ke arahku.

 "Kakiku ga bisa digerakkan Bang, Leher ku juga sakit" Jawabku dengan suara pelan, seperti tertahan.

 "Sementara kamu makan obat ini dulu, kalau besok tidak ada perubahan, kita pergi ke Hospital saja" Ujarnya, sembari menyerahkan beberapa kaplet obat yang baru dibelinya.

 Sambil menahan rasa sakit, aku pun mencoba bangkit dari posisi rebahan, lalu menerima obat itu darinya.

 "Kalau ke Hospital, passport ku mati Bang"

 "Tidak apa, itu biar kami yang urus nanti"

 Aku sedikit senang karna mendapat perhatian yang sangat besar seperti saat ini. Sembari meraih botol mineral yang ada di sebelahku, aku pun menelan beberapa obat tersebut sesuai dosis. Tampak kekhawatiran terukir dari wajah Bang Udin, yang kala itu masih memperhatikan kondisiku.

 Pandangannya beralih ke arah bekas sengatan di telingaku, lalu bertanya.

 "Berapa ekor kamu kena sengat?"

 "Dua ekor Bang"

 Beliau pun menggeleng-gelengkan kepala, kemudian sedikit bercerita kepadaku, yang membuatku terkaget mendengarnya.

 "Dulu, pernah ada tiga orang perempuan kerja di sini. Saat sedang nyeprai, salah satunya tersengat Gamaeng sampai 3 ekor" Ujarnya.

 "Mungkin karna dia perempuan, dan tidak sanggup menahan sakit, dia akhirnya meninggal" Lanjut Bang Udin.

 Aku hampir tidak percaya mendengar cerita itu, tapi dari rasa sakit yang ku rasakan, aku yakin seorang perempuan mungkin tidak akan sanggup menahannya. Apalagi jika tersengat pada bagian tubuh yang vital, dan penanganan yang terbatas. Aku benar-benar bersyukur, sampai saat ini aku masih bisa bertahan dari rasa sakit itu.

 Kurang lebih dua hari, aku tidak bisa bekerja. Karna aku masih kesulitan untuk berjalan. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah memasak makanan untuk Bapak dan Syahdan di rumah.

 Aku rutin mengkonsumsi obat, dan istirahat dengan cukup. Perlahan, kakiku yang tadinya membengkak, kini sudah sedikit membaik. Aku mulai merasakan sedikit gatal di bagian luka bekas sengatan itu, yang kini tampak mulai mengering. Setelah badanku mulai benar-benar sembuh, aku pun akhirnya kembali bekerja.

***

 Satu minggu telah berlalu, kami akhirnya meninggalkan rumah tua itu dan pindah ke lokasi selanjutnya. Sore itu, kami kembali diantar oleh Tauke menuju lahan besar yang rencananya akan menjadi perusahaan baru itu. Waktu perjalanan hanya memakan waktu kurang lebih satu jam saja, sampai akhirnya kami sampai ke sebuah lokasi yang tepat berada di belakang pemukiman atau perkampungan warga.

 Di sepanjang jalanan beraspal mulus itu, aku bisa melihat banyak sekali lahan sawit di sekelilingnya, setelah itu kami melewati beberapa pemukiman yang sangat padat penduduknya, bahkan aku melihat beberapa sekolahan yang dibangun di sana. Mobil kemudian berbelok ke sebuah jalanan kecil berpasir, dalam sekejap kami pun tiba di lokasi lahan itu.

 Tauke membawa kami berkeliling sebentar di area lahan yang tampak sangat luas. Di sana, aku melihat pepohonan sawit sedikit lebih kecil dibanding tempat awal kami sebelum datang ke sini. Lahan yang luas itu terdiri dari bukit-bukit kecil dan lembah. Di ujung lahan, tampak masih belum ditanami sawit. Rencananya bukit-bukit kecil itu akan kami bersihkan lalu kemudian ditanami, begitu pula dengan bagian lembahnya yang tampak tak begitu dalam.

 Selesai mengelilingi lahan. Kami kembali lagi ke jalanan awal kami masuk. Di sana ada sebuah rumah panjang yang berdiri tepat di seberang sungai kecil. Sudah ada 3 orang yang mendiami rumah tersebut. Ada sepasang suami istri lalu satu orang laki-laki tua yang sudah layak dipanggil kakek-kakek. Mereka tampaknya pekerja senior di sini.

 Hari itu, kami semua disambut dengan ramah. Aku tidak tau apakah senyum ramah mereka itu tulus, atau hanya dibuat-buat. Yang pasti, aku tidak begitu mempercayai mereka secara langsung. Alasannya, karena mereka berasal dari suku yang berbeda. FYI, di Malaysia, sangat jarang ada lokasi kerja yang memperbolehkan satu lokasi didiami oleh beberapa suku yang berbeda, karna sangat rawan sekali terjadi perselisihan atau konflik antar suku. Tapi, meskipun begitu, aku mencoba tetap berfikir jernih. Karna semua kembali pada jati diri dan sifat masing-masing, dan kita tidak boleh menyamaratakan semua orang.

***

 Kemena Balingian

 Itulah nama kampung yang kami tempati saat ini. Di sini, aku merasakan kehidupanku sedikit lebih baik. Kami sudah tidak merasakan kegelapan lagi saat malam hari, karna di rumah ini sudah ada mesin Genset untuk kebutuhan listrik kami. Sinyal HP juga sangat banyak. Dua hal itu saja rasanya sudah cukup membuatku bahagia.

 Pagi itu, aku terbangun sangat awal sekali. Di ujung bukit sana, aku bisa melihat cahaya mentari kian muncul. Sinar terang itu tampak menembus sela-sela awan yang menutupi langit. Beberapa ekor Anjing tampak masih tertidur lelap di halaman rumah. Sedangkan para kucing-kucing sudah mulai bangun.

 Sambil mengelus tubuh si kucing gendut yang saat itu sedang duduk di pangkuanku. Aku menghirup segelas kopi hangat. Udara pagi ini terasa sangat dingin. Namun sebenarnya ada satu hal yang membuatku terbangun sangat awal pagi ini. Sudah dua hari, aku tidak mendapat kabar dari Ayunda.

 Sambil duduk memandangi langit pagi, aku menaruh gelas kopi di atas lantai, kemudian menyalakan HP. Ku buka kembali pesan yang aku kirim ke Ayunda lewat facebook. Pesan itu masih belum juga dibaca. Aku semakin khawatir, rasa gelisah mulai menyelimuti hati. Aku pun mencoba untuk menelpon Ayunda.

 "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan" Lagi dan lagi, nomornya juga tidak aktif.

 Aku akhirnya memutuskan untuk mengirimi chat ke Ananda, dan beberapa teman dekat Ayunda. Mungkin mereka sedikit tau keadaan Ayunda.

 Sampai siang hari, aku masih belum tau kabar Ayunda. Bahkan Ananda juga tidak tau bagaimana kabarnya. Begitu juga dengan teman-temannya.

 "Ke mana dia?" Aku membatin. Perasaanku semakin gelisah. Aku bahkan tidak bisa fokus untuk bekerja hari itu.

 Siang berganti malam. Aku sudah tidak tau lagi harus berbuat apa. Satu-satunya harapan, adalah menunggu. Semoga dia baik-baik saja di sana. Dan semoga esok, ada kabar darinya. Ya, aku tau tidak ada masalah apapun dari kami. Tidak ada pertengkaran apapun. Aku tau dia tidak mungkin menghilang begitu saja. Pasti ada sebab.

 Malam itu, bulan bersinar sangat terang. Aku mencoba menghibur hati, sembari duduk memandangi langit yang terang. Di atas sebuah bukit, aku mendengarkan sebuah lagu. Entah kenapa, saat mendengar lagu itu, aku merasakan kembali memori lama yang telah kami lalui bersama. Sebuah lagu yang pernah kami dengar bersama, sebuah lagu yang pernah ku nyanyikan untuknya.


Quote:


Bersambung....
Diubah oleh irulfm24 23-07-2021 21:49
limdarmawan
Menthog
Menthog dan limdarmawan memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.