- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#110
Chapter 69 : Pertikaian Dua Cewek Kembar
Masih di bulan Januari 2015, pagi itu aku duduk bersantai di depan teras sambil menikmati segelas kopi hangat. Akhirnya aku bisa mengirup kembali udara pagi nan sejuk di halaman rumah ini. Sebuah suasana yang sudah lama aku rindukan. Ku nyalakan sebatang rokok, menghirupnya perlahan lalu ku hembuskan asapnya ke udara. Aku memejamkan kedua mataku. Menikmati detik demi detik ketenangan.
Ibu datang menghampiriku sembari membawa sepiring pisang goreng yang masih hangat. Diletakkannya gorengan itu di atas meja, lalu duduk di kursi yang ada di sebelahku.
"Rul, habis ini kamu mau kerja di mana?" Tanya Ibu, dia menantapku dengan serius.
"Ga tau Bu, aku juga masih bingung. Aku udah nanya sih sama temen, ada lowongan mekanik, tapi lokasinya jauh" Jawabku, sembari mematikan rokok ke asbak, lalu mengambil satu pisang goreng.
"Sebulan yang lalu, Ibuk, istrinya bos kamu ada datang ke rumah. Nanyain kabar kamu, katanya nanti setelah kamu pulang, dia mau kamu kerja lagi di bengkelnya. Bahkan dia sampai nangis-nangis"
"Hah? Masa sih. Nangis kenapa?" Aku pun heran.
"Iya, katanya mekaniknya yang sekarang tidak jujur dan selalu bikin masalah. Dia lebih percaya dan yakin kalau kamu yang ngurusin bengkelnya"
Aku kembali terdiam. Rasanya tidak percaya kalau bos lamaku sampai bela-belain ke rumah hanya untuk menanyakan kabarku. Apakah aku sangat berarti buat mereka? Padahal aku sudah meninggalkan mereka, tapi mereka ternyata masih mengharapkanku.
Tanpa terasa, matahari sudah terbang semakin tinggi. Hari sudah semakin siang. Aku mengeluarkan sepeda motorku dari parkiran, lalu memarkirkannya dengan standar tengah di tepi sungai, tepat di depan rumah. Sudah lama aku tidak memandikan Si Hitam, motor matic satu-satunya milikku.
Ku basuh body motor itu, siraman demi siraman dengan gayung. Lalu kusabuni Ia perlahan. Aku kembali mengingat kenangan-kenanganku bersama Ayunda dengan motor ini. Tak ada satu orang pun cewek yang pernah ku bonceng dengan motor ini, selain dia. Namun setelah ini, apakah dia akan membawa Ayunda kembali, atau malah membawa wanita lain? Hmmm, entahlah. Hanya Tuhan dan penulis cerita ini yang tau.
Setelah selesai memandikan motor, aku pun berkemas untuk pergi jalan-jalan. Siang ini aku berencana untuk memotong rambut, lalu membeli kartu SIM yang baru. Karna SIM yang lama sempat rusak gara-gara kupotong dengan pisau. Saat itu, aku mencoba untuk mengubah ukurannya yang terlalu besar agar muat saat dipasangkan di HP model baru, ternyata malah patah. Ya, harap maklum saat itu aku tinggalnya kan di hutan.
Aku pun menyalakan motor, memanaskan mesinnya sebentar lalu mulai ku kendarai. Ah.. rasanya sedikit aneh, aku sudah lama tidak mengandarai motor ini. Seperti orang yang baru belajar naik motor saja, aku berkendara sangat pelan dan hati-hati. Ku rasakan hembusan angin yang mulai menerpa tubuhku, aku ingin menikmati suasana ini sedikit lebih lama.
Di perjalanan, aku menoleh sekejap ke arah bengkel tempatku bekerja dulu. Ku lihat bengkelnya sangat sepi sekali. Berbeda jauh saat dulu aku masih bekerja di sana. Aku pun terus melaju sampai akhirnya aku tiba di pasar. Aku berkeliling sebentar mencari salon langgananku dulu. Ternyata lokasinya sudah pindah. Namun masih berada di sekitaran pasar itu. Setelah menemukannya, aku pun berhenti dan masuk ke dalam.
Singkat cerita, setelah memotong rambut, aku singgah sebentar ke bengkel Mardi. Kebetulan, Ia belum tau kalau aku sudah pulang kampung.
Aku pun menghentikan sepeda motorku tepat di depan wajahnya yang saat itu kelihatan sedang sibuk memperbaiki barang sembari duduk di atas bangku kecil. Dia yang tampak kaget, langsung menoleh ke arahku.
"Wehh! Irul. Kapan kamu pulang?" Tanya dia dengan wajah kaget bercampur senang.
"Kemarin pagi Mar. Ini baru sempat keluar" Jawabku sembari mematikan mesin motor, lalu turun.
Mardi pun menghentikan sejenak pekerjaannya, kemudian berdiri dan mempersilahkanku untuk duduk.
Aku pun mengalihkan sepeda motorku ke tempat parkir yang benar, lalu kembali berjalan menuju kursi panjang yang ada di bengkelnya.
"Pesan minuman dulu gih" Ujarnya sembari ikut duduk di sebelahku.
"Minuman apa nih, pesan dimana?"
"Pesan teh es saja. Itu di depan, pesan sama cewek itu" Jawabnya sembari menunjuk ke arah seorang cewek dengan jilbab merah.
Aku pun menoleh ke arah cewek itu. Kok, aku kaya kenal ya?
"Itu bukannya Nurizan ya?" Tanyaku heran.
"Iya, kamu kenal?"
"Kami sering chatan di facebook, katanya dapat akunku dari kamu"
"Hahaha.. Ya emang, emang itu dia kok" Mardi pun tertawa.
Aku pun memberanikan diri, beranjak dari duduk, lalu berjalan mendekati Nuri.
"Dek, pesan teh es dua ya?"
Dia menoleh, kemudian terdiam lama memandangiku.
"Kok kaya kenal" Ujarnya dengan tatapan heran.
"Ini aku, Irul" balasku dengan senyum.
"Duh, yang bener nih" Diapun menutup wajahnya karna malu. Mungkin malu karna di chat kami manggilnya Abang-Adek.
"Iya bener. Eh, awas jangan sampai lupa ya. Teh es dua" Ujarku lagi sambil menunjukkan dua jari tangan.
"Iya Bang, tunggu bentar ya" balasnya dengan senyum.
Setelah selesai memesan minuman, Aku pun kembali duduk dengan Mardi.
"Rul, gimana hasilnya kerja di malaysia?" Tanya Mardi.
"Ga seberapa Mar, kurang lebih hasil kerja bengkel juga. Malah lebih enak kerja di bengkel"
"Kamu sempat beberapa kali pindah ya kemarin?"
Saat di Malaysia, aku memang sesekali menelpon Mardi, untuk sekedar bercerita atau curhat dengannya. Aku juga sempat bercerita kalau aku putus dengan Ayunda, dan gagal untuk menikah. Aku memang sangat terbuka dengan Mardi. Karna saat ini, hanya tinggal dia saja satu-satunya sahabat yang aku punya.
Kami pun terus mengobrol dengan asiknya. Tanpa sadar, Nuri tiba-tiba datang membawakan dua gelas minuman.
"Cieee... ketemu Abang Irul, ahihihi" Ejek Mardi pada Nurizan.
"Ihhh, apaan sih" balas Nuri dengan wajah memerah, lalu kembali berjalan ke arah tokonya.
"Dia sering tuh nanyain tentang kamu ke aku" Ujar Mardi sembari menghirup sedikit teh es miliknya.
"Masa sih, kok dia engga nanya langsung ke aku ya. Padahal sering chat kok" Balasku, aku pun ikut menghirup teh es milikku. Sesekali aku ikut memperhatikan ke arah Nuri yang saat itu tampak sibuk melayani pelanggan di tokonya.
Dia bekerja di sebuah toko bakso yang kebetulan tepat di samping bengkel Mardi. Sang pemilik toko ternyata adalah Tantenya sendiri.
Di tengah kesibukannya, tampak sesekali dia memandang ke arahku. Namun kembali mengalihkan pandangan saat sadar aku juga ikut memandanginya.
"Dia punya kembaran juga loh" Ujar Mardi lagi.
"Kembar? Kok aku ga tau juga ya.. haha.. banyak yang aku ga tau nih"
"Iya, tapi kembarannya udah menikah. Tapi lebih cantik dia kok daripada kembarannya"
"Hmmmh" Aku mengangguk pelan.
"Kamu kan suka sama cewek kembar ya. Cocok deh kalau kalian jadian, hahaha" Lagi-lagi Mardi meledekku.
Malam itu aku menelpon Nuri untuk mengajaknya jalan, kebetulan juga sedang malam minggu. Dia pun menerima dengan senang hati.
Aku sengaja tidak memberitahu Ayunda tentang nomor baruku ini. Sudah beberapa hari aku juga tidak aktif di facebook. Rencananya malam ini aku mau mengajak Nuri pergi ke pasar Sekura dan berkeliling-keliling.
Singkat cerita, aku pun sampai di rumah Nuri. Dia tampaknya sudah siap untuk berangkat. Malam ini penampilannya sangat berbeda. Dia tidak menggunakan jilbab dan pakaiannya juga pas ke body, membuatnya terlihat sangat seksi. Rambutnya juga hitam panjang terurai dengan poni yang lurus hampir menutupi alis matanya.
"Kita jalan ke mana nih?" Tanya dia saat mulai naik di belakangku. Aroma parfumnya yang harum, menusuk ke rongga hidung .
"Kita pergi makan aja yuk, mau engga?"
"Hmm, terserah Abang aja deh. Adek ikut aja"
Aku pun mulai menjalankan sepeda motor. Malam ini, untuk pertama kalinya Si Hitam diboncengi oleh wanita lain. Kedua tangan Nuri perlahan mulai memegangi perutku. Dia semakin dekat ke arahku, membuat punggungku sedikit merasakan gundukan kecil yang menempel dan menekan-nekan dengan lembut.
Nuri sudah tau kalau aku sudah putus dengan Ayunda, sedangkan aku, aku taunya dia tidak punya pacar. Seperti itulah yang dia bilang.
Sesampainya di pasar Sekura, aku terniat untuk kembali mengisi pulsa, karna pulsa dari kartu SIM yang aku beli isinya sangat sedikit. Kami pun berhenti di depan sebuah konter HP. Aku turun dari motor, sedangkan Rini ikut berjalan di belakangku.
"Kak, isi pulsa" Ujarku ke seorang cewek yang menunggu konter itu, cewek yang tadinya tengah tertunduk, menoleh ke arahku.
"Irul? Kapan kamu pulangnya?" Ternyata cewek itu adalah Ananda, kembarannya Ayunda.
"Eh, Ananda. Baru beberapa hari aku nyampai di kampung"
"Btw, itu siapa?" Tanya Ananda pelan sembari menoleh ke arah Nuri yang berdiri sedikit jauh di belakangku.
"Itu? Itu kenalan.. he he"
"Kamuu.. Selingkuh yaaa" Ananda menunjuk ke mukaku sambil memasang wajah curiga.
"Eh, udah buruan isiin pulsa" Aku pun mengalihkan pembicaraan.
"Hem, iya iya"
Dia pun mencatat nomor HP ku sembari mengisikan pulsanya. Setelah selesai, aku langsung pergi.
Aku dan Nuri singgah ke sebuah kafe, kami berdua makan dan saling bercerita. Jika di perhatikan, Nuri tampaknya cantik juga dan dia ternyata sangat ramah dan asik kalau diajak ngobrol. Tanpa terasa, malam itu pun kami habiskan berdua.
Di perjalanan pulang, tiba-tiba HPku bergetar. Aku sudah yakin kalau itu adalah panggilan dari Ayunda, pasti Ananda sudah memberikan nomorku tadi ke dia. Aku sengaja membiarkan HP di sakuku itu terus bergetar, barkali-kali seperti tidak akan berhenti sebelum aku menjawabnya.
"Itu panggilan siapa Bang?" Nuri yang sadar, lalu bertanya-tanya.
Aku pun menghentikan sepeda motor lalu mengeluarkan HP dari saku celana.
"Ini Ayunda yang nelpon" Ujarku, lalu menekan tombol merah di layar HP.
"Kenapa diriject Bang, jawab aja gpp"
Kembali HP ku bergetar, aku pun menjawab panggilan tersebut.
"Hallo"
"Hallo, Yank kamu jalan sama cwe ya" Suara Ayunda terdengar marah dibalik telepon.
"Iya, kan kita sudah putus"
"Tapi.. Tapi aku kan udah minta maaf, aku mau kita balikan. Aku gak rela kamu jalan sama perempuan lain"
"Kamu marah? Ya kaya gini rasanya saat kamu jalan sama cowok itu dulu. Kamu fikir aku tidak sakit hati?"
"Mana perempuan itu?, aku mau ngomong sama dia"
Aku menoleh ke arah Nuri, lalu berkata.
"Katanya dia mau ngomong sama kamu?"
"Sini Bang HP nya, biar aku ngomong sama dia"
Aku pun menyerahkan HPku ke Nuri. Mereka berdua akhirnya saling bicara. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun yang aku dengar hanya perkataan dari Nuri.
"Heh kak, kan kalian sudah putus. Jadi gak salah dong kalau aku jalan sama Irul"
"Udah lah kak. Kakak gak sadar apa, sebelumnya udah bikin Irul sakit hati. Mending kakak cari yang lain aja"
"Terserah aku dong kak. Aku bukan ngerebut pacar orang. Kalian itu sudah putus. Jadi gak salah dong kalau nanti Irul jadian sama aku"
Sungguh sebuah kenyataan yang sulit dipercaya, seberapa gantengnya sih aku ini sampai direbutin sama dua cewek kembar. Hah! Cuih! Sok ganteng!
Tampaknya mereka berdua saling cek-cok. Aku jadi sedikit bersalah sudah mengadu mereka berdua. Tapi di sisi lain, aku juga menikmati pertikaian mereka itu. Tampaknya, jiwa psiko di dalam diriku sudah mulai tumbuh. Aku jadi tampak sangat kejam. Malam itu, dengan sadar aku telah melukai hati Ayunda.
Bersambung...
Ibu datang menghampiriku sembari membawa sepiring pisang goreng yang masih hangat. Diletakkannya gorengan itu di atas meja, lalu duduk di kursi yang ada di sebelahku.
"Rul, habis ini kamu mau kerja di mana?" Tanya Ibu, dia menantapku dengan serius.
"Ga tau Bu, aku juga masih bingung. Aku udah nanya sih sama temen, ada lowongan mekanik, tapi lokasinya jauh" Jawabku, sembari mematikan rokok ke asbak, lalu mengambil satu pisang goreng.
"Sebulan yang lalu, Ibuk, istrinya bos kamu ada datang ke rumah. Nanyain kabar kamu, katanya nanti setelah kamu pulang, dia mau kamu kerja lagi di bengkelnya. Bahkan dia sampai nangis-nangis"
"Hah? Masa sih. Nangis kenapa?" Aku pun heran.
"Iya, katanya mekaniknya yang sekarang tidak jujur dan selalu bikin masalah. Dia lebih percaya dan yakin kalau kamu yang ngurusin bengkelnya"
Aku kembali terdiam. Rasanya tidak percaya kalau bos lamaku sampai bela-belain ke rumah hanya untuk menanyakan kabarku. Apakah aku sangat berarti buat mereka? Padahal aku sudah meninggalkan mereka, tapi mereka ternyata masih mengharapkanku.
Tanpa terasa, matahari sudah terbang semakin tinggi. Hari sudah semakin siang. Aku mengeluarkan sepeda motorku dari parkiran, lalu memarkirkannya dengan standar tengah di tepi sungai, tepat di depan rumah. Sudah lama aku tidak memandikan Si Hitam, motor matic satu-satunya milikku.
Ku basuh body motor itu, siraman demi siraman dengan gayung. Lalu kusabuni Ia perlahan. Aku kembali mengingat kenangan-kenanganku bersama Ayunda dengan motor ini. Tak ada satu orang pun cewek yang pernah ku bonceng dengan motor ini, selain dia. Namun setelah ini, apakah dia akan membawa Ayunda kembali, atau malah membawa wanita lain? Hmmm, entahlah. Hanya Tuhan dan penulis cerita ini yang tau.
Setelah selesai memandikan motor, aku pun berkemas untuk pergi jalan-jalan. Siang ini aku berencana untuk memotong rambut, lalu membeli kartu SIM yang baru. Karna SIM yang lama sempat rusak gara-gara kupotong dengan pisau. Saat itu, aku mencoba untuk mengubah ukurannya yang terlalu besar agar muat saat dipasangkan di HP model baru, ternyata malah patah. Ya, harap maklum saat itu aku tinggalnya kan di hutan.
Aku pun menyalakan motor, memanaskan mesinnya sebentar lalu mulai ku kendarai. Ah.. rasanya sedikit aneh, aku sudah lama tidak mengandarai motor ini. Seperti orang yang baru belajar naik motor saja, aku berkendara sangat pelan dan hati-hati. Ku rasakan hembusan angin yang mulai menerpa tubuhku, aku ingin menikmati suasana ini sedikit lebih lama.
Di perjalanan, aku menoleh sekejap ke arah bengkel tempatku bekerja dulu. Ku lihat bengkelnya sangat sepi sekali. Berbeda jauh saat dulu aku masih bekerja di sana. Aku pun terus melaju sampai akhirnya aku tiba di pasar. Aku berkeliling sebentar mencari salon langgananku dulu. Ternyata lokasinya sudah pindah. Namun masih berada di sekitaran pasar itu. Setelah menemukannya, aku pun berhenti dan masuk ke dalam.
Singkat cerita, setelah memotong rambut, aku singgah sebentar ke bengkel Mardi. Kebetulan, Ia belum tau kalau aku sudah pulang kampung.
Aku pun menghentikan sepeda motorku tepat di depan wajahnya yang saat itu kelihatan sedang sibuk memperbaiki barang sembari duduk di atas bangku kecil. Dia yang tampak kaget, langsung menoleh ke arahku.
"Wehh! Irul. Kapan kamu pulang?" Tanya dia dengan wajah kaget bercampur senang.
"Kemarin pagi Mar. Ini baru sempat keluar" Jawabku sembari mematikan mesin motor, lalu turun.
Mardi pun menghentikan sejenak pekerjaannya, kemudian berdiri dan mempersilahkanku untuk duduk.
Aku pun mengalihkan sepeda motorku ke tempat parkir yang benar, lalu kembali berjalan menuju kursi panjang yang ada di bengkelnya.
"Pesan minuman dulu gih" Ujarnya sembari ikut duduk di sebelahku.
"Minuman apa nih, pesan dimana?"
"Pesan teh es saja. Itu di depan, pesan sama cewek itu" Jawabnya sembari menunjuk ke arah seorang cewek dengan jilbab merah.
Aku pun menoleh ke arah cewek itu. Kok, aku kaya kenal ya?
"Itu bukannya Nurizan ya?" Tanyaku heran.
"Iya, kamu kenal?"
"Kami sering chatan di facebook, katanya dapat akunku dari kamu"
"Hahaha.. Ya emang, emang itu dia kok" Mardi pun tertawa.
Aku pun memberanikan diri, beranjak dari duduk, lalu berjalan mendekati Nuri.
"Dek, pesan teh es dua ya?"
Dia menoleh, kemudian terdiam lama memandangiku.
"Kok kaya kenal" Ujarnya dengan tatapan heran.
"Ini aku, Irul" balasku dengan senyum.
"Duh, yang bener nih" Diapun menutup wajahnya karna malu. Mungkin malu karna di chat kami manggilnya Abang-Adek.
"Iya bener. Eh, awas jangan sampai lupa ya. Teh es dua" Ujarku lagi sambil menunjukkan dua jari tangan.
"Iya Bang, tunggu bentar ya" balasnya dengan senyum.
Setelah selesai memesan minuman, Aku pun kembali duduk dengan Mardi.
"Rul, gimana hasilnya kerja di malaysia?" Tanya Mardi.
"Ga seberapa Mar, kurang lebih hasil kerja bengkel juga. Malah lebih enak kerja di bengkel"
"Kamu sempat beberapa kali pindah ya kemarin?"
Saat di Malaysia, aku memang sesekali menelpon Mardi, untuk sekedar bercerita atau curhat dengannya. Aku juga sempat bercerita kalau aku putus dengan Ayunda, dan gagal untuk menikah. Aku memang sangat terbuka dengan Mardi. Karna saat ini, hanya tinggal dia saja satu-satunya sahabat yang aku punya.
Kami pun terus mengobrol dengan asiknya. Tanpa sadar, Nuri tiba-tiba datang membawakan dua gelas minuman.
"Cieee... ketemu Abang Irul, ahihihi" Ejek Mardi pada Nurizan.
"Ihhh, apaan sih" balas Nuri dengan wajah memerah, lalu kembali berjalan ke arah tokonya.
"Dia sering tuh nanyain tentang kamu ke aku" Ujar Mardi sembari menghirup sedikit teh es miliknya.
"Masa sih, kok dia engga nanya langsung ke aku ya. Padahal sering chat kok" Balasku, aku pun ikut menghirup teh es milikku. Sesekali aku ikut memperhatikan ke arah Nuri yang saat itu tampak sibuk melayani pelanggan di tokonya.
Dia bekerja di sebuah toko bakso yang kebetulan tepat di samping bengkel Mardi. Sang pemilik toko ternyata adalah Tantenya sendiri.
Di tengah kesibukannya, tampak sesekali dia memandang ke arahku. Namun kembali mengalihkan pandangan saat sadar aku juga ikut memandanginya.
"Dia punya kembaran juga loh" Ujar Mardi lagi.
"Kembar? Kok aku ga tau juga ya.. haha.. banyak yang aku ga tau nih"
"Iya, tapi kembarannya udah menikah. Tapi lebih cantik dia kok daripada kembarannya"
"Hmmmh" Aku mengangguk pelan.
"Kamu kan suka sama cewek kembar ya. Cocok deh kalau kalian jadian, hahaha" Lagi-lagi Mardi meledekku.
***
31 Januari 2015
31 Januari 2015
Malam itu aku menelpon Nuri untuk mengajaknya jalan, kebetulan juga sedang malam minggu. Dia pun menerima dengan senang hati.
Aku sengaja tidak memberitahu Ayunda tentang nomor baruku ini. Sudah beberapa hari aku juga tidak aktif di facebook. Rencananya malam ini aku mau mengajak Nuri pergi ke pasar Sekura dan berkeliling-keliling.
Singkat cerita, aku pun sampai di rumah Nuri. Dia tampaknya sudah siap untuk berangkat. Malam ini penampilannya sangat berbeda. Dia tidak menggunakan jilbab dan pakaiannya juga pas ke body, membuatnya terlihat sangat seksi. Rambutnya juga hitam panjang terurai dengan poni yang lurus hampir menutupi alis matanya.
"Kita jalan ke mana nih?" Tanya dia saat mulai naik di belakangku. Aroma parfumnya yang harum, menusuk ke rongga hidung .
"Kita pergi makan aja yuk, mau engga?"
"Hmm, terserah Abang aja deh. Adek ikut aja"
Aku pun mulai menjalankan sepeda motor. Malam ini, untuk pertama kalinya Si Hitam diboncengi oleh wanita lain. Kedua tangan Nuri perlahan mulai memegangi perutku. Dia semakin dekat ke arahku, membuat punggungku sedikit merasakan gundukan kecil yang menempel dan menekan-nekan dengan lembut.
Nuri sudah tau kalau aku sudah putus dengan Ayunda, sedangkan aku, aku taunya dia tidak punya pacar. Seperti itulah yang dia bilang.
Sesampainya di pasar Sekura, aku terniat untuk kembali mengisi pulsa, karna pulsa dari kartu SIM yang aku beli isinya sangat sedikit. Kami pun berhenti di depan sebuah konter HP. Aku turun dari motor, sedangkan Rini ikut berjalan di belakangku.
"Kak, isi pulsa" Ujarku ke seorang cewek yang menunggu konter itu, cewek yang tadinya tengah tertunduk, menoleh ke arahku.
"Irul? Kapan kamu pulangnya?" Ternyata cewek itu adalah Ananda, kembarannya Ayunda.
"Eh, Ananda. Baru beberapa hari aku nyampai di kampung"
"Btw, itu siapa?" Tanya Ananda pelan sembari menoleh ke arah Nuri yang berdiri sedikit jauh di belakangku.
"Itu? Itu kenalan.. he he"
"Kamuu.. Selingkuh yaaa" Ananda menunjuk ke mukaku sambil memasang wajah curiga.
"Eh, udah buruan isiin pulsa" Aku pun mengalihkan pembicaraan.
"Hem, iya iya"
Dia pun mencatat nomor HP ku sembari mengisikan pulsanya. Setelah selesai, aku langsung pergi.
Aku dan Nuri singgah ke sebuah kafe, kami berdua makan dan saling bercerita. Jika di perhatikan, Nuri tampaknya cantik juga dan dia ternyata sangat ramah dan asik kalau diajak ngobrol. Tanpa terasa, malam itu pun kami habiskan berdua.
Di perjalanan pulang, tiba-tiba HPku bergetar. Aku sudah yakin kalau itu adalah panggilan dari Ayunda, pasti Ananda sudah memberikan nomorku tadi ke dia. Aku sengaja membiarkan HP di sakuku itu terus bergetar, barkali-kali seperti tidak akan berhenti sebelum aku menjawabnya.
"Itu panggilan siapa Bang?" Nuri yang sadar, lalu bertanya-tanya.
Aku pun menghentikan sepeda motor lalu mengeluarkan HP dari saku celana.
"Ini Ayunda yang nelpon" Ujarku, lalu menekan tombol merah di layar HP.
"Kenapa diriject Bang, jawab aja gpp"
Kembali HP ku bergetar, aku pun menjawab panggilan tersebut.
"Hallo"
"Hallo, Yank kamu jalan sama cwe ya" Suara Ayunda terdengar marah dibalik telepon.
"Iya, kan kita sudah putus"
"Tapi.. Tapi aku kan udah minta maaf, aku mau kita balikan. Aku gak rela kamu jalan sama perempuan lain"
"Kamu marah? Ya kaya gini rasanya saat kamu jalan sama cowok itu dulu. Kamu fikir aku tidak sakit hati?"
"Mana perempuan itu?, aku mau ngomong sama dia"
Aku menoleh ke arah Nuri, lalu berkata.
"Katanya dia mau ngomong sama kamu?"
"Sini Bang HP nya, biar aku ngomong sama dia"
Aku pun menyerahkan HPku ke Nuri. Mereka berdua akhirnya saling bicara. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun yang aku dengar hanya perkataan dari Nuri.
"Heh kak, kan kalian sudah putus. Jadi gak salah dong kalau aku jalan sama Irul"
"Udah lah kak. Kakak gak sadar apa, sebelumnya udah bikin Irul sakit hati. Mending kakak cari yang lain aja"
"Terserah aku dong kak. Aku bukan ngerebut pacar orang. Kalian itu sudah putus. Jadi gak salah dong kalau nanti Irul jadian sama aku"
Sungguh sebuah kenyataan yang sulit dipercaya, seberapa gantengnya sih aku ini sampai direbutin sama dua cewek kembar. Hah! Cuih! Sok ganteng!
Tampaknya mereka berdua saling cek-cok. Aku jadi sedikit bersalah sudah mengadu mereka berdua. Tapi di sisi lain, aku juga menikmati pertikaian mereka itu. Tampaknya, jiwa psiko di dalam diriku sudah mulai tumbuh. Aku jadi tampak sangat kejam. Malam itu, dengan sadar aku telah melukai hati Ayunda.
Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 05-08-2021 17:43
Menthog dan 3 lainnya memberi reputasi
4













