- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#45
Chapter 41 : Pertemuan Tak Terduga
"Rul, kemana pacarmu Syahrini, kok Bapak udah engga pernah liat kamu bawa dia ke rumah?" Tiba-tiba saja, bapak ku menanyakan kabar mantan pacarku itu saat kami tengah makan malam bersama.
"Iya nih, Ibu juga udah kangen sama dia" Ibu juga ikut berbicara.
Aku yang sedang asik makan, langsung berhenti setelah mendengar pertanyaan mereka, lalu menjawab cuek "kami udah putus"
"Yah, sayang banget padahal cantik dan baik orangnya" kata bapak ku.
"Sekarang, udah dapat pacar baru belum?" Lanjut, Ibuku yang bertanya.
"Ada Bu, baru sebulan jadian"
"Orang mana? Kok engga dikenalin ke Ibu sama bapak?"
"Orang S*kura bu" jawab ku singkat. Aku males kalau ditanyain terus.
"Eh, kok orang S*kura sih. Pasti orangnya malas. Ibu ga suka, coba cari orang lain aja" Tiba-tiba ibuku membuat spekulasi subjektif seperti itu.
Aku cuma diam dan mulai sedikit kesal mendengarnya. "Apaan sih nih orang tua, sok tau dah"ucapku dalam hati.
"Ibu dari zaman SMP sampai tamat SMA, sudah lama tinggal di S*kura, dan punya banyak teman di sana. Makanya ibu tau sifat orang di sana tuh kebanyakan kaya gitu. Di sana kan udah ala-ala orang kota. Mana mau dia nanti kerja di sawah bantuin Ibu" Ibuku lanjut berbicara.
"Iya Rul, kalau kamu mau nyari calon istri itu harus yang mau disuruh kerja, mau hidup susah, bukan cuma bisa di kamar atau sekedar dandan aja" Sekarang bapakku malah ikutan bersuara.
"Lah siapa juga yang mau hidup susah, belum kenal udah ngejudge aja nih orang tua" batinku lagi. Karna kesal mendengar ucapan mereka, aku lalu menjawab "Bu, jangan disamain lah semua orang, lagipula kita juga baru pacaran. Toh ga tau bakal jadi istri apa engga"
"Iya, cuma ngasih tau aja" jawab ibuku. Karna mood makanku sudah hilang, aku pun berhenti makan, lalu masuk ke kamar.
Kali ini, hubunganku dengan Ayunda sudah berjalan 5 bulan. Sekarang adalah hari raya Idul Adha. Aku kembali membawa Ayunda ke rumah. Setelah sebelumnya, pada lebaran Idul Fitri juga sudah pernah aku kenalkan Ayunda ke kedua orang tuaku, reaksi mereka ya biasa-biasa saja. Namun kali ini, mereka sepertinya sudah bisa menerima kehadiran Ayunda. Melihat Ayunda yang ramah, dan rajin ikut membantu ibuku membereskan sisa makanan saat lebaran, berkemas dan mencuci piring membuat persepsi ibuku terhadapnya sedikit berubah.
Yah, setidaknya untuk saat ini.
"Rul, kamu ada rencana engga tiga hari lebaran nanti?" Suara seorang pria dari telepon. Sebut saja, namanya Idam, dia adalah temanku dari SD, kita temenan akrab bahkan sampai ke hari aku menulis cerita ini.
"Ga tau nih, ada saran engga, Dam?" jawabku.
"Gimana kalau ikut gw aja ke Temajuk" ajak dia.
"Wah boleh juga, gw kebetulan belum pernah ke sana" Aku pun meng-iyakan ajakan dia. Ku dengar, Temajuk adalah sebuah desa wisata yang terletak di ujung ekor pulau kalimantan, tak jauh dari sana juga langsung berbatasan dengan negara tetangga. Yaitu Malaysia.
Singkat cerita, akhirnya aku berangkat berdua dengan Ayunda, sedangkan Idam bersama pacarnya. Pagi itu, aku mengisi tangki motorku Full Tank, karna perjalanan kali ini lumayan jauh, kurang lebih berjarak 65 km. Aku harus menjemput Ayunda dengan arah yang berlawanan, di persimpangan pasar, aku berpisah dengan Idam, dia dengan pacarnya berbelok ke kiri sedangkan aku berbelok ke kanan.
"Nanti gw nunggu loe di penyeberangan Ceremai" teriak dia sambil membelokkan sepeda motornya ke arah kiri lalu perlahan menjauh. Aku yang harus melewati arah yang berbeda, sudah pasti akan sampai lebih lama, karna harus mutar melewati jalan lain lagi untuk menyusulnya di penyeberangan nanti. Yah, inilah yang selalu kami alami, mau ke mana-mana pasti harus melewati sungai.
Jalanan hari ini benar-benar ramai, penuh, dengan orang-orang yang berlalu lalang entah mau pergi ke mana. Ku dengar, saat ini BBM sedang langka, entah apa penyebabnya yang pasti dengan ramainya pengguna kendaraan sepeda motor akan menambah kelangkaan pasokan BBM.
Kurang lebih jam 7 pagi, aku tiba di rumah Ayunda. Ayunda terlihat sudah selesai berkemas, kami tidak berencana bermalam, jadi rencananya nanti sore harus segera pulang. Tidak perlu menunggu lama lagi, kami langsung berangkat.
Di perjalanan, Ayunda memeluk ku dari belakang, namun tidak bisa begitu dekat karna kepala kami terhalang oleh helm yang sesekali berbenturan saat aku mendadak menekan tuas rem.
Aku tidak ingin momen hari ini hilang begitu saja, karna baru kali ini kami melakukan perjalanan jauh.
"Kira-kira berapa lama waktu kami yang akan tersisa di sana nanti?"Aku bergumam dalam hati. Karna perjalanan yang jauh, pasti akan membuang banyak waktu kami juga. Apalagi sore sudah harus pulang. Berapa waktu yang tersisa. Rumus matematika dan angka-angka pun bermunculan di dalam kepala, menghitung waktu yang tersisa untuk kami berdua di sana nanti. Aku pun menarik handle gas lebih besar, menambah kecepatan untuk mengurangi jumlah waktu yang terbuang. Dan segera menyusul Idam yang mungkin sudah lebih dulu menyeberang.
Kurang lebih satu jam perjalanan, kami terpaksa berhenti karna kemacetan yang amat sangat panjang disebabkan oleh banyaknya antrian sepeda motor di area penyeberangan Sungai Sumpit. Ternyata hari ini ramai sekali orang yang ingin pergi ke Temajuk, sedangkan di penyeberangan hanya ada beberapa perahu motor saja. Pelabuhan Feri juga belum selesai di bangun. Yang tersedia hanya Feri kayu yang dibuat oleh warga setempat.
Sungai ini sangat besar, bahkan dua kali lebih besar dari sungai Sekura yang sering aku lewati saat ingin ke luar kota. Bahkan, sungai ini terhubung langsung ke laut, membuat air laut tercampur dengan air sungai saat pasang besar, tak jarang gelombang air laut juga ikut menghempas perahu yang berlalu-lalang di sana. Yang lebih mengerikan adalah, kamu bisa melihat buaya dengan bebas berkeliaran di sungai ini. Seperti sudah tidak asing dengan kehadiran manusia.
Sudah lebih dua jam, kami menyusuri antrian panjang, akhirnya sekarang giliran kami untuk menyeberang. Sambil menunggu tukang perahu merapikan sepeda motor. Aku duduk di sebuah kursi yang ada di salah satu toko dekat pelabuhan.
"Ramai banget ya Bang orang yang mau nyeberang?" Tanyaku ke salah satu pemilik perahu motor.
"Iya, kami juga kaget. Baru kali ini rame pengunjung yang datang menyeberang, karna tidak ada persiapan awal jadinya kami semua kerepotan" jawab dia sambil mengusap keringat di keningnya dengan tangan.
Perahu yang bakal ku tumpangi ini lumayan besar, dibanding perahu lainnya. Mungkin bisa memuat 10 unit sepeda motor. Aku pun mengeluarkan sebungkus rokok, dan menyalakannya. Ku lepas helm ku, sambil memperhatikan sekeliling yang ramai sekali. Ayunda berdiri di sebelahku, dia sepertinya sedang sibuk berfoto ria. Aku yang malas di ajak berfoto, lebih memilih berjalan-jalan sebentar di lokasi dermaga.
Baru beberapa langkah aku berjalan meninggalkan Ayunda yang sibuk berfoto, tiba-tiba suara seseorang memanggil namaku.
"Rul, irull..... " itu adalah suara seorang cewek. Aku yang mendengar, masih mencari-cari arah suara tadi.
"Rul" suara itu kembali terdengar, kali ini aku menoleh tepat ke arahnya. Dia melambaikan tangan. Seorang cewek yang ku kenal.
Seorang yang dulu pernah mengisi hari-hariku, seorang yang dulu pernah mengungkapkan perasaanya padaku. Namanya adalah...
Nadiah
Lanjut >> Spesial Chapter 41.1 Namanya Nadiah
"Iya nih, Ibu juga udah kangen sama dia" Ibu juga ikut berbicara.
Aku yang sedang asik makan, langsung berhenti setelah mendengar pertanyaan mereka, lalu menjawab cuek "kami udah putus"
"Yah, sayang banget padahal cantik dan baik orangnya" kata bapak ku.
"Sekarang, udah dapat pacar baru belum?" Lanjut, Ibuku yang bertanya.
"Ada Bu, baru sebulan jadian"
"Orang mana? Kok engga dikenalin ke Ibu sama bapak?"
"Orang S*kura bu" jawab ku singkat. Aku males kalau ditanyain terus.
"Eh, kok orang S*kura sih. Pasti orangnya malas. Ibu ga suka, coba cari orang lain aja" Tiba-tiba ibuku membuat spekulasi subjektif seperti itu.
Aku cuma diam dan mulai sedikit kesal mendengarnya. "Apaan sih nih orang tua, sok tau dah"ucapku dalam hati.
"Ibu dari zaman SMP sampai tamat SMA, sudah lama tinggal di S*kura, dan punya banyak teman di sana. Makanya ibu tau sifat orang di sana tuh kebanyakan kaya gitu. Di sana kan udah ala-ala orang kota. Mana mau dia nanti kerja di sawah bantuin Ibu" Ibuku lanjut berbicara.
"Iya Rul, kalau kamu mau nyari calon istri itu harus yang mau disuruh kerja, mau hidup susah, bukan cuma bisa di kamar atau sekedar dandan aja" Sekarang bapakku malah ikutan bersuara.
"Lah siapa juga yang mau hidup susah, belum kenal udah ngejudge aja nih orang tua" batinku lagi. Karna kesal mendengar ucapan mereka, aku lalu menjawab "Bu, jangan disamain lah semua orang, lagipula kita juga baru pacaran. Toh ga tau bakal jadi istri apa engga"
"Iya, cuma ngasih tau aja" jawab ibuku. Karna mood makanku sudah hilang, aku pun berhenti makan, lalu masuk ke kamar.
***
Oktober 2012
Oktober 2012
Kali ini, hubunganku dengan Ayunda sudah berjalan 5 bulan. Sekarang adalah hari raya Idul Adha. Aku kembali membawa Ayunda ke rumah. Setelah sebelumnya, pada lebaran Idul Fitri juga sudah pernah aku kenalkan Ayunda ke kedua orang tuaku, reaksi mereka ya biasa-biasa saja. Namun kali ini, mereka sepertinya sudah bisa menerima kehadiran Ayunda. Melihat Ayunda yang ramah, dan rajin ikut membantu ibuku membereskan sisa makanan saat lebaran, berkemas dan mencuci piring membuat persepsi ibuku terhadapnya sedikit berubah.
Yah, setidaknya untuk saat ini.
***
"Rul, kamu ada rencana engga tiga hari lebaran nanti?" Suara seorang pria dari telepon. Sebut saja, namanya Idam, dia adalah temanku dari SD, kita temenan akrab bahkan sampai ke hari aku menulis cerita ini.
"Ga tau nih, ada saran engga, Dam?" jawabku.
"Gimana kalau ikut gw aja ke Temajuk" ajak dia.
"Wah boleh juga, gw kebetulan belum pernah ke sana" Aku pun meng-iyakan ajakan dia. Ku dengar, Temajuk adalah sebuah desa wisata yang terletak di ujung ekor pulau kalimantan, tak jauh dari sana juga langsung berbatasan dengan negara tetangga. Yaitu Malaysia.
Singkat cerita, akhirnya aku berangkat berdua dengan Ayunda, sedangkan Idam bersama pacarnya. Pagi itu, aku mengisi tangki motorku Full Tank, karna perjalanan kali ini lumayan jauh, kurang lebih berjarak 65 km. Aku harus menjemput Ayunda dengan arah yang berlawanan, di persimpangan pasar, aku berpisah dengan Idam, dia dengan pacarnya berbelok ke kiri sedangkan aku berbelok ke kanan.
"Nanti gw nunggu loe di penyeberangan Ceremai" teriak dia sambil membelokkan sepeda motornya ke arah kiri lalu perlahan menjauh. Aku yang harus melewati arah yang berbeda, sudah pasti akan sampai lebih lama, karna harus mutar melewati jalan lain lagi untuk menyusulnya di penyeberangan nanti. Yah, inilah yang selalu kami alami, mau ke mana-mana pasti harus melewati sungai.
Jalanan hari ini benar-benar ramai, penuh, dengan orang-orang yang berlalu lalang entah mau pergi ke mana. Ku dengar, saat ini BBM sedang langka, entah apa penyebabnya yang pasti dengan ramainya pengguna kendaraan sepeda motor akan menambah kelangkaan pasokan BBM.
Kurang lebih jam 7 pagi, aku tiba di rumah Ayunda. Ayunda terlihat sudah selesai berkemas, kami tidak berencana bermalam, jadi rencananya nanti sore harus segera pulang. Tidak perlu menunggu lama lagi, kami langsung berangkat.
Di perjalanan, Ayunda memeluk ku dari belakang, namun tidak bisa begitu dekat karna kepala kami terhalang oleh helm yang sesekali berbenturan saat aku mendadak menekan tuas rem.
Aku tidak ingin momen hari ini hilang begitu saja, karna baru kali ini kami melakukan perjalanan jauh.
"Kira-kira berapa lama waktu kami yang akan tersisa di sana nanti?"Aku bergumam dalam hati. Karna perjalanan yang jauh, pasti akan membuang banyak waktu kami juga. Apalagi sore sudah harus pulang. Berapa waktu yang tersisa. Rumus matematika dan angka-angka pun bermunculan di dalam kepala, menghitung waktu yang tersisa untuk kami berdua di sana nanti. Aku pun menarik handle gas lebih besar, menambah kecepatan untuk mengurangi jumlah waktu yang terbuang. Dan segera menyusul Idam yang mungkin sudah lebih dulu menyeberang.
Kurang lebih satu jam perjalanan, kami terpaksa berhenti karna kemacetan yang amat sangat panjang disebabkan oleh banyaknya antrian sepeda motor di area penyeberangan Sungai Sumpit. Ternyata hari ini ramai sekali orang yang ingin pergi ke Temajuk, sedangkan di penyeberangan hanya ada beberapa perahu motor saja. Pelabuhan Feri juga belum selesai di bangun. Yang tersedia hanya Feri kayu yang dibuat oleh warga setempat.
Sungai ini sangat besar, bahkan dua kali lebih besar dari sungai Sekura yang sering aku lewati saat ingin ke luar kota. Bahkan, sungai ini terhubung langsung ke laut, membuat air laut tercampur dengan air sungai saat pasang besar, tak jarang gelombang air laut juga ikut menghempas perahu yang berlalu-lalang di sana. Yang lebih mengerikan adalah, kamu bisa melihat buaya dengan bebas berkeliaran di sungai ini. Seperti sudah tidak asing dengan kehadiran manusia.
Sudah lebih dua jam, kami menyusuri antrian panjang, akhirnya sekarang giliran kami untuk menyeberang. Sambil menunggu tukang perahu merapikan sepeda motor. Aku duduk di sebuah kursi yang ada di salah satu toko dekat pelabuhan.
"Ramai banget ya Bang orang yang mau nyeberang?" Tanyaku ke salah satu pemilik perahu motor.
"Iya, kami juga kaget. Baru kali ini rame pengunjung yang datang menyeberang, karna tidak ada persiapan awal jadinya kami semua kerepotan" jawab dia sambil mengusap keringat di keningnya dengan tangan.
Perahu yang bakal ku tumpangi ini lumayan besar, dibanding perahu lainnya. Mungkin bisa memuat 10 unit sepeda motor. Aku pun mengeluarkan sebungkus rokok, dan menyalakannya. Ku lepas helm ku, sambil memperhatikan sekeliling yang ramai sekali. Ayunda berdiri di sebelahku, dia sepertinya sedang sibuk berfoto ria. Aku yang malas di ajak berfoto, lebih memilih berjalan-jalan sebentar di lokasi dermaga.
Baru beberapa langkah aku berjalan meninggalkan Ayunda yang sibuk berfoto, tiba-tiba suara seseorang memanggil namaku.
"Rul, irull..... " itu adalah suara seorang cewek. Aku yang mendengar, masih mencari-cari arah suara tadi.
"Rul" suara itu kembali terdengar, kali ini aku menoleh tepat ke arahnya. Dia melambaikan tangan. Seorang cewek yang ku kenal.
Seorang yang dulu pernah mengisi hari-hariku, seorang yang dulu pernah mengungkapkan perasaanya padaku. Namanya adalah...
Nadiah
Lanjut >> Spesial Chapter 41.1 Namanya Nadiah
Diubah oleh irulfm24 23-06-2021 17:25
Menthog dan 2 lainnya memberi reputasi
3













