- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#115
Spesial Chapter 65.3 : Nurul
<<Sebelumnya Spesial Chapter 65.2 Pergi Dengan Nurul
Lanjut>> Spesial Chapter 65.4 Rumit
Adalah teman akrab Rini, pacar gue. Dia saat itu kebetulan adalah pacarnya teman akrab gue, Idam. Gue punya kisah tersendiri yang gue alami dengan Nurul, yang mana kisah itu sampai saat ini masih gue ingat dengan jelas. Mungkin juga kejadian inilah yang menjadi pemicu renggangnya hubungan gue dengan Rini setelah ini, tapi gue tetap bakal ceritain ini tahap demi tahap.
Pagi itu, gue sudah berada di depan rumah Nurul. Saat itu kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Hanya adek laki-lakinya saja yang menemaninya saat itu.
"Nur, orang tua kamu ke mana?" Tanya gue saat berada di halaman rumahnya. Saat itu, dia kebetulan sudah menunggu gue di teras.
"Lagi pada ke kebun Rul, yuk naik dulu ke rumah" balas dia.
Gue pun memarkirkan sepeda motor di halaman rumahnya, lalu berjalan perlahan dan ikut masuk ke dalam rumahnya. Gue duduk sembari memperhatikan seisi ruangan tamu di rumahnya saat itu.
"Kamu ada ketemu Rini ga tadi?" Tanya Nurul yang saat itu ikut duduk di kursi yang ada di depan gue.
"Ga ada Nur, gue fikir tadi dia ke rumahmu"
"Tadi udah aku sms dia, buat main sebentar ke sini. Tapi smsku tidak dibalasnya" ujar Nurul sembari kembali mengeluarkan HPnya dan memeriksa pesan masuk.
"Sama Nur, sms gue juga tidak dibalasnya" ujar gue balik.
Gue jadi kefikiran, apa mungkin Rini ngambek ya? Udah lah, nanti bakal ada kok dia bales sms gue. Mungkin emang kebetulan lagi sibuk aja. Batin gue saat itu.
"Eh Nur, kamu beneran udah izin sama orangtua kamu?" Tanya gue sedikit khawatir.
"Sudah kok, tenang aja" bales dia dengan senyum.
"Emang kamu bilangnya gimana?"
"Bu, besok aku mau nonton konser bareng sama pacarnya Rini" ujarnya sambil mencontohkan percakapan dengan ibunya.
"Hah? Kamu bilang gitu? Terus respon ibu kamu gimana?"
"Terus dia jawab. Iya gapapa pergi aja" balas dia, sembari kembali tersenyum.
"Baik ya Ibu kamu. Terus ayah kamu gimana?"
"Ya Ayahku sih, kalau ibu udah setuju, dia ikutan setuju, hihi"
Gue pun hanya bisa diam dan menggeleng-gelengkan kepala. Memang jika diperhatikan, tingkah laku Nurul ini termasuk anak yang manja namun tetap patuh sama orang tua. Gue juga kaget sih, kok orang tuanya setuju-setuju aja. Padahal mereka bahkan belum pernah liat muka gue.
Tak lama, terdengar suara motor yang tampaknya berhenti di depan rumah. Disusul suara klakson yang ditekan dua kali.
Kami pun melihat ke luar, ternyata itu adalah Sifa dan kakaknya.
"Eh Irul, udah lama sampai?" Tanya Sifa setelah melepas helmnya.
"Ga juga sih, baru lima menit, hehe"
"Kamu serius mau bawa Nurul?" Tanya dia lagi dengan tatapan meledek.
"Ya mau gimana lagi" balas gue.
"Nanti Rini cemburu loooh, hihi"
"Gue udah izin kok sama dia, tenang aja"
"Terus, Idam apa engga marah kamu bawa pacarnya?"
"Gue udah izin juga sama Idam, udah lah. Hayuk berangkat, ntar kesiangan, panas" balas gue mengakhiri pembicaraan.
Singkat cerita, kami akhirnya berangkat. Gue mengikut di belakang Sifa dan kakaknya. Kami hanya empat orang saja. Di perjalanan, gue sesekali mengajak Nurul mengobrol, agar dia tidak bosan. Karna gue takut, nanti tiba-tiba dia malah tidur lagi pas diboncengin.
Pagi itu cuaca sangat cerah, matahari bersinar sangat terik. Kami berhenti sejenak untuk membeli beberapa minuman. Gue kembali memeriksa balasan sms dari Rini, namun tidak ada satupun pesan yang masuk di HP gue. Begitu juga dengan Nurul, tidak ada satupun sms dari Idam yang masuk ke HP nya. Gue mulai merasa tidak nyaman.
Kurang lebih 3 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di tempat tujuan. Gue dengan senang hati membayarkan tiket masuk buat Nurul, meskipun dia bersikeras untuk bayar sendiri. Yah mau gimana lagi, emang udah niat gue untuk mentraktir dia seharian ini. Gue juga termasuk orang yang tidak pelit kalau masalah duit. Karna saat itu gue juga sudah punya penghasilan sendiri dari hasil kerja sampingan gue selain dari magang.
Tidak ada hal yang menarik saat kami tengah menonton konser pada hari itu. Yang menarik perhatian gue hanya tingkah laku Nurul yang tampak sangat polos dan seperti anak kecil. Gue tidak punya perasaan apapun pada Nurul, bahkan gue seperti pergi jalan-jalan dengan adik kandung saja.
Kebetulan lokasi konser tersebut berada di dekat pantai, setelah selesai menonton, kami berempat pun jalan-jalan di pantai. Di pantai tersebut, tak jauh ada sebuah gunung dengan bebatuan besar yang bertaburan. Gue pun menemai Nurul yang kala itu asik berfoto-foto dengan Sifa dan kakaknya.
Tanpa terasa, hari semakin sore. Setelah selesai makan, kami berencana untuk segera pulang.
Di awal perjalanan pulang, tiba-tiba Nurul berbisik.
"Rul, aku pengen pipis"
"Pipis? Di sini ga ada toilet" balas gue.
Kebetulan saat itu kami tengah melewati jalanan kecil berpasir yang di sekelilingnya di penuhi tanaman kelapa dan rumput ilalang.
"Sabar ya, kita cari toilet dulu" Ujar gue sembari memperhatikan sekeliling jalan.
"Duuuhh udah ga tahaaan" balas dia sambil merengek kaya anak kecil.
Gue pun mau engga mau akhirnya berbelok ke jalanan yang agak sepi lalu berhenti.
"Kamu pipis di sana saja" Ujar gue sembari menunjuk ke arah rerumputan ilalang yang tumbuh rimbun di sela-sela pohon kelapa.
"Nanti kalau ada orang gimana?" Tanya dia dengan ragu-ragu.
"Pake saja helm mu. Udah buruan, ntar pipis di celana lagi"
Dia pun turun dari motor, lalu berjalan tergesa-gesa menuju rerumputan tadi, kemudian berhenti sejenak lalu menoleh ke arah gue.
"Awas kalau ngintip" teriak dia sambil menunjuk ke arahku.
"Iya ga ngintip" teriak gue, lalu memalingkan wajah.
Namun, seperti yang kalian duga. Gue sedikit curi-curi pandang. Yang bisa gue liat saat itu hanyalah dia yang sedang jongkok membelakangi gue, dengan kepala yang masih terbungkus helm. Gue ga bisa melihat bagian bawahnya karna tertutupi oleh rimbunnya rumput ilalang. Tak butuh waktu lama, dia pun berdiri, dan saat itu gue kembali memalingkan pandangan gue.
"Heh, kamu ngintip yaaa" ujarnya bercanda.
"Engga, ngapain gue ngintip? Kurang kerjaan"
Dia pun hanya membalas dengan senyum malu.
Di sebuah persimpangan, tampaknya Sifa tengah menunggu kami. Saat itu mereka tengah mengobrol dengan dua orang cowok yang gue sama sekali tidak kenal. Yang gue lihat, mereka kemudian saling bertukar goncengan. Sifa dengan satu cowok dan cowok yang satunya lagi membonceng kakaknya.
Kami kembali melanjutkan perjalanan pulang, namun satu masalah telah terjadi. Jembatan penyeberangan yang kami lalui tadi saat datang, tiba-tiba roboh. Memang jambatan itu masih terbuat dari kayu dan itu satu-satunya akses paling dekat menuju jalan raya.
Mau tidak mau, kami pun diarahkan oleh polisi yang saat itu bertugas menjaga keamanan untuk melewati jalan pintas.
Jalan pintas tersebut adalah jalan kecil yang ada di tengah perkebunan kelapa. Karna jalan tersebut jarang dilewati sepeda motor, tak jarang kami terpaksa harus melewati titian jembatan yang hanya terbuat dari sekeping papan atau hanya balok kayu sebesar pohon kelapa saja.
Sempat terjadi kemacetan saat melewati jalan yang kecil itu, karna beberapa motor harus didorong untuk bisa melewati jembatan kecil dari titian kayu tersebut. Gue ingat, ada satu kejadian saat itu, di mana salah satu pengendara motor dan pacarnya yang jatuh ke parit gara-gara pacarnya tidak mau turun dari motor. Alangkah malunya mereka saat itu. Apalagi parit tersebut sangat dalam dan mereka pun basah kuyup. Beruntung orang-orang mau membantu bergotong-royong untuk menaikkan sepeda motornya.
Kurang lebih satu jam kami melewati jalan pintas, akhirnya kami sampai di sebuah jalanan setapak yang menuju ke jalan raya.
Gue kembali mengikuti rombongan Sifa dan kakaknya, karna gue tidak enak kalau harus berpisah. Meskipun gue sebenarnya tau arah jalan pulang.
Saking asiknya mengekor di belakang, tanpa sadar kini kami malah menuju ke suatu perkampungan yang gue ga tau itu di mana? Tiba-tiba saja kami sampai di sebuah rumah. Yang gue tau, itu adalah rumah dari keluarganya Sifa.
Tanpa terasa, hari semakin sore. Gue berencana untuk segera mengantar Nurul pulang, karna gue ga enak sama kedua orangtuanya. Namun lagi-lagi muncul suatu masalah. Tiba-tiba cuaca yang tadinya cerah, kini berubah menjadi awan gelap dan hujan pun turun dengan derasnya disertai angin kencang.
Azan magrib pun sudah berkumandang, namun tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Perasaan gue semakin tidak enak, namun berbanding terbalik dengan Nurul dan teman-temannya. Mereka tampak masih asik mengobrol saling tertawa. Apa mereka tidak sadar kalau hari sudah malam?
Gue pun melihat jam di layar HP, sudah hampir jam 7 malam. Gue berjalan mendekati Nurul dan menyuruhnya untuk menelpon orang tuanya. Karna hujan tampak tidak mau berhenti.
"Bermalam aja Rul di sini" ajak Sifa dengan santainya.
"Gue ga enak sama orang tua Nurul" balas gue.
"Nur, mending kamu telpon Ibu kamu deh. Bilang kalau di sini hujan deras kalau tidak kunjung reda, terpaksa malam ini kita bermalam" ujar gue ke Nurul.
Dia pun setuju lalu menelpon Ibunya. Gue yang kala itu merasa bertanggung jawab, akhirnya ikut berbicara dengan Ibunya lewat telpon.
"Buk, kami rencananya mau pulang, tapi di sini hujan deras, angin kencang juga" Ujar gue.
"Kalian sekarang ada di mana?"
"Kami ada di rumah keluarganya Sifa, Buk"
"Owh, ya sudah. Kalau cuaca buruk, kalian bermalam saja"
Gue kaget dong, gampang banget ya dapat kepercayaan dari Ibunya Nurul? Tapi gue masih bersikeras untuk membawa Nurul pulang.
"Iya Buk, tapi nanti kalau hujannya reda. Kami pulang kok"
"Gpp, ga usah dipaksain kalau hujan, ya" balas dia lagi.
"Hmmb, baiklah buk. Makasih ya atas izinnya. Assalamualaikum"
"Iya, hati-hati ya. Walaikumsalam" tuuut...... panggilan pun berakhir.
Gue terdiam sejenak, saat itu gue sudah mulai membayangkan kalau malam ini gue bakal bermalam dengan Nurul. Namun, tak lama setelah kami menelpon Ibunya, hujan tiba-tiba reda.
Setelah menunggu setengah jam, tampaknya hujan sudah berhenti sepenuhnya. Tanpa berfikir panjang, kami pun memutuskan untuk segera pulang.
Saat di perjalanan, Sifa mengajak kami untuk melewati rute jalanan Kabupaten, karna lebih bagus dan ramai. Berbeda dengan jalanan lurus yang kami lewati saat berangkat tadi. Saat malam, jalanan itu sangat sepi dan terkenal angker. Namun, jika melewati jalan kabupaten, gue terpaksa harus menyeberang sungai dua kali.
Gue ga tau dengan jalan fikiran Sifa saat itu. Dia tampaknya lebih memilih jalan kabupaten yang jaraknya lumayan jauh. Memang sih jalan tersebut lebih enak dan bagus. Tapi gue saat ini lagi kejar waktu. Gue harus secepatnya sampai ke rumah dan mengantar Nurul. Akhirnya, di persimpangan penyeberangan, kami pun berpisah. Gue memilih jalan lurus, sedangkan Sifa dan kakaknya yang kala itu dibonceng sama cowok-cowok, lebih memilih jalan kabupaten.
Kami berdua meneruskan perjalanan. Malam itu jalanan lumayan sepi karna habis hujan. Semakin jauh, jalanan tampak semakin gelap, tidak ada lampu penerangan di sekeliling jalan.
Gue kembali mengajak Nurul untuk terus mengobrol agar dia tidak terlalu merasa takut saat melewati jalanan sepi itu. Tidak ada kendaran yang berlalu-lalang malam itu. Di tengah perjalanan, tiba-tiba gue pengen pipis. Gue pun memberitahu Nurul kalau gue mau berhenti sebentar.
"Nur, kita berhenti sebentar ya. Gue mau pipis" ujar gue.
Namun tidak ada jawaban dari Nurul. Gue memanggil namanya berkali-kali, tetap saja dia hanya diam. Gue mulai merasa merinding, namun gue memberanikan diri berhenti lalu membuka kaca helmnya.
"Astagfirullahalazim, ternyata dia tidur saudara-saudara"
Sempat-sempatnya dia tidur di motor. Emang dah, kaya anak kecil banget si Nurul ini. Tapi dia lucu kok, serius. FYI, sekarang dia sudah jadi ibu bidan loh.. haha
Gue menepuk-nepuk perlahan pipinya, agar dia bangun.
"Nur.. weii.. bangun" sambil gue tepuk-tepuk perlahan pipinya yang lembut.
Dia terkaget lalu membuka mata. Sambil mengucek-ngucek matanya yang sipit. Dia kebingungan.
"Kita di mana?"
"Masih di jalan, gue mau pipis bentar"
"Jangan jauh-jauh, aku takut" ujarnya sambil melihat sekeliling jalan yang tampak gelap dan sepi.
"Iya, gue pipis di sini saja" balas gue.
Tanpa peduli, gue pun akhirnya pipis di hadapannya. Ya membelakangi dia dong pastinya, tapi ga jauh, hanya jarak satu meter dari dia. Dan dia pasti bisa mendengar dengan jelas suara air mancur yang keluar dari pistol air gue lalu mengguyur deras jatuh di atas dedaunan.
Singkat cerita, setelah itu gue melarang dia agar tidak tidur lagi saat dibonceng. Gue takut nanti dia malah jatuh lagi dari motor.
Kurang lebih jam 10 malam, akhirnya gue sampai di depan rumah Nurul. Gue memilih langsung pulang saja, padahal gue ingat saat itu Ibunya menyuruh gue untuk mampir sebentar. Namun, karna sudah larut malam, gue juga udah cape dan ngantuk, gue pun memutuskan untuk segera pulang saja.
Pagi itu, gue sudah berada di depan rumah Nurul. Saat itu kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Hanya adek laki-lakinya saja yang menemaninya saat itu.
"Nur, orang tua kamu ke mana?" Tanya gue saat berada di halaman rumahnya. Saat itu, dia kebetulan sudah menunggu gue di teras.
"Lagi pada ke kebun Rul, yuk naik dulu ke rumah" balas dia.
Gue pun memarkirkan sepeda motor di halaman rumahnya, lalu berjalan perlahan dan ikut masuk ke dalam rumahnya. Gue duduk sembari memperhatikan seisi ruangan tamu di rumahnya saat itu.
"Kamu ada ketemu Rini ga tadi?" Tanya Nurul yang saat itu ikut duduk di kursi yang ada di depan gue.
"Ga ada Nur, gue fikir tadi dia ke rumahmu"
"Tadi udah aku sms dia, buat main sebentar ke sini. Tapi smsku tidak dibalasnya" ujar Nurul sembari kembali mengeluarkan HPnya dan memeriksa pesan masuk.
"Sama Nur, sms gue juga tidak dibalasnya" ujar gue balik.
Gue jadi kefikiran, apa mungkin Rini ngambek ya? Udah lah, nanti bakal ada kok dia bales sms gue. Mungkin emang kebetulan lagi sibuk aja. Batin gue saat itu.
"Eh Nur, kamu beneran udah izin sama orangtua kamu?" Tanya gue sedikit khawatir.
"Sudah kok, tenang aja" bales dia dengan senyum.
"Emang kamu bilangnya gimana?"
"Bu, besok aku mau nonton konser bareng sama pacarnya Rini" ujarnya sambil mencontohkan percakapan dengan ibunya.
"Hah? Kamu bilang gitu? Terus respon ibu kamu gimana?"
"Terus dia jawab. Iya gapapa pergi aja" balas dia, sembari kembali tersenyum.
"Baik ya Ibu kamu. Terus ayah kamu gimana?"
"Ya Ayahku sih, kalau ibu udah setuju, dia ikutan setuju, hihi"
Gue pun hanya bisa diam dan menggeleng-gelengkan kepala. Memang jika diperhatikan, tingkah laku Nurul ini termasuk anak yang manja namun tetap patuh sama orang tua. Gue juga kaget sih, kok orang tuanya setuju-setuju aja. Padahal mereka bahkan belum pernah liat muka gue.
Tak lama, terdengar suara motor yang tampaknya berhenti di depan rumah. Disusul suara klakson yang ditekan dua kali.
Kami pun melihat ke luar, ternyata itu adalah Sifa dan kakaknya.
"Eh Irul, udah lama sampai?" Tanya Sifa setelah melepas helmnya.
"Ga juga sih, baru lima menit, hehe"
"Kamu serius mau bawa Nurul?" Tanya dia lagi dengan tatapan meledek.
"Ya mau gimana lagi" balas gue.
"Nanti Rini cemburu loooh, hihi"
"Gue udah izin kok sama dia, tenang aja"
"Terus, Idam apa engga marah kamu bawa pacarnya?"
"Gue udah izin juga sama Idam, udah lah. Hayuk berangkat, ntar kesiangan, panas" balas gue mengakhiri pembicaraan.
Singkat cerita, kami akhirnya berangkat. Gue mengikut di belakang Sifa dan kakaknya. Kami hanya empat orang saja. Di perjalanan, gue sesekali mengajak Nurul mengobrol, agar dia tidak bosan. Karna gue takut, nanti tiba-tiba dia malah tidur lagi pas diboncengin.
Pagi itu cuaca sangat cerah, matahari bersinar sangat terik. Kami berhenti sejenak untuk membeli beberapa minuman. Gue kembali memeriksa balasan sms dari Rini, namun tidak ada satupun pesan yang masuk di HP gue. Begitu juga dengan Nurul, tidak ada satupun sms dari Idam yang masuk ke HP nya. Gue mulai merasa tidak nyaman.
Kurang lebih 3 jam perjalanan, kami akhirnya sampai di tempat tujuan. Gue dengan senang hati membayarkan tiket masuk buat Nurul, meskipun dia bersikeras untuk bayar sendiri. Yah mau gimana lagi, emang udah niat gue untuk mentraktir dia seharian ini. Gue juga termasuk orang yang tidak pelit kalau masalah duit. Karna saat itu gue juga sudah punya penghasilan sendiri dari hasil kerja sampingan gue selain dari magang.
Tidak ada hal yang menarik saat kami tengah menonton konser pada hari itu. Yang menarik perhatian gue hanya tingkah laku Nurul yang tampak sangat polos dan seperti anak kecil. Gue tidak punya perasaan apapun pada Nurul, bahkan gue seperti pergi jalan-jalan dengan adik kandung saja.
Kebetulan lokasi konser tersebut berada di dekat pantai, setelah selesai menonton, kami berempat pun jalan-jalan di pantai. Di pantai tersebut, tak jauh ada sebuah gunung dengan bebatuan besar yang bertaburan. Gue pun menemai Nurul yang kala itu asik berfoto-foto dengan Sifa dan kakaknya.
Tanpa terasa, hari semakin sore. Setelah selesai makan, kami berencana untuk segera pulang.
Di awal perjalanan pulang, tiba-tiba Nurul berbisik.
"Rul, aku pengen pipis"
"Pipis? Di sini ga ada toilet" balas gue.
Kebetulan saat itu kami tengah melewati jalanan kecil berpasir yang di sekelilingnya di penuhi tanaman kelapa dan rumput ilalang.
"Sabar ya, kita cari toilet dulu" Ujar gue sembari memperhatikan sekeliling jalan.
"Duuuhh udah ga tahaaan" balas dia sambil merengek kaya anak kecil.
Gue pun mau engga mau akhirnya berbelok ke jalanan yang agak sepi lalu berhenti.
"Kamu pipis di sana saja" Ujar gue sembari menunjuk ke arah rerumputan ilalang yang tumbuh rimbun di sela-sela pohon kelapa.
"Nanti kalau ada orang gimana?" Tanya dia dengan ragu-ragu.
"Pake saja helm mu. Udah buruan, ntar pipis di celana lagi"
Dia pun turun dari motor, lalu berjalan tergesa-gesa menuju rerumputan tadi, kemudian berhenti sejenak lalu menoleh ke arah gue.
"Awas kalau ngintip" teriak dia sambil menunjuk ke arahku.
"Iya ga ngintip" teriak gue, lalu memalingkan wajah.
Namun, seperti yang kalian duga. Gue sedikit curi-curi pandang. Yang bisa gue liat saat itu hanyalah dia yang sedang jongkok membelakangi gue, dengan kepala yang masih terbungkus helm. Gue ga bisa melihat bagian bawahnya karna tertutupi oleh rimbunnya rumput ilalang. Tak butuh waktu lama, dia pun berdiri, dan saat itu gue kembali memalingkan pandangan gue.
"Heh, kamu ngintip yaaa" ujarnya bercanda.
"Engga, ngapain gue ngintip? Kurang kerjaan"
Dia pun hanya membalas dengan senyum malu.
Di sebuah persimpangan, tampaknya Sifa tengah menunggu kami. Saat itu mereka tengah mengobrol dengan dua orang cowok yang gue sama sekali tidak kenal. Yang gue lihat, mereka kemudian saling bertukar goncengan. Sifa dengan satu cowok dan cowok yang satunya lagi membonceng kakaknya.
Kami kembali melanjutkan perjalanan pulang, namun satu masalah telah terjadi. Jembatan penyeberangan yang kami lalui tadi saat datang, tiba-tiba roboh. Memang jambatan itu masih terbuat dari kayu dan itu satu-satunya akses paling dekat menuju jalan raya.
Mau tidak mau, kami pun diarahkan oleh polisi yang saat itu bertugas menjaga keamanan untuk melewati jalan pintas.
Jalan pintas tersebut adalah jalan kecil yang ada di tengah perkebunan kelapa. Karna jalan tersebut jarang dilewati sepeda motor, tak jarang kami terpaksa harus melewati titian jembatan yang hanya terbuat dari sekeping papan atau hanya balok kayu sebesar pohon kelapa saja.
Sempat terjadi kemacetan saat melewati jalan yang kecil itu, karna beberapa motor harus didorong untuk bisa melewati jembatan kecil dari titian kayu tersebut. Gue ingat, ada satu kejadian saat itu, di mana salah satu pengendara motor dan pacarnya yang jatuh ke parit gara-gara pacarnya tidak mau turun dari motor. Alangkah malunya mereka saat itu. Apalagi parit tersebut sangat dalam dan mereka pun basah kuyup. Beruntung orang-orang mau membantu bergotong-royong untuk menaikkan sepeda motornya.
Kurang lebih satu jam kami melewati jalan pintas, akhirnya kami sampai di sebuah jalanan setapak yang menuju ke jalan raya.
Gue kembali mengikuti rombongan Sifa dan kakaknya, karna gue tidak enak kalau harus berpisah. Meskipun gue sebenarnya tau arah jalan pulang.
Saking asiknya mengekor di belakang, tanpa sadar kini kami malah menuju ke suatu perkampungan yang gue ga tau itu di mana? Tiba-tiba saja kami sampai di sebuah rumah. Yang gue tau, itu adalah rumah dari keluarganya Sifa.
Tanpa terasa, hari semakin sore. Gue berencana untuk segera mengantar Nurul pulang, karna gue ga enak sama kedua orangtuanya. Namun lagi-lagi muncul suatu masalah. Tiba-tiba cuaca yang tadinya cerah, kini berubah menjadi awan gelap dan hujan pun turun dengan derasnya disertai angin kencang.
Azan magrib pun sudah berkumandang, namun tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Perasaan gue semakin tidak enak, namun berbanding terbalik dengan Nurul dan teman-temannya. Mereka tampak masih asik mengobrol saling tertawa. Apa mereka tidak sadar kalau hari sudah malam?
Gue pun melihat jam di layar HP, sudah hampir jam 7 malam. Gue berjalan mendekati Nurul dan menyuruhnya untuk menelpon orang tuanya. Karna hujan tampak tidak mau berhenti.
"Bermalam aja Rul di sini" ajak Sifa dengan santainya.
"Gue ga enak sama orang tua Nurul" balas gue.
"Nur, mending kamu telpon Ibu kamu deh. Bilang kalau di sini hujan deras kalau tidak kunjung reda, terpaksa malam ini kita bermalam" ujar gue ke Nurul.
Dia pun setuju lalu menelpon Ibunya. Gue yang kala itu merasa bertanggung jawab, akhirnya ikut berbicara dengan Ibunya lewat telpon.
"Buk, kami rencananya mau pulang, tapi di sini hujan deras, angin kencang juga" Ujar gue.
"Kalian sekarang ada di mana?"
"Kami ada di rumah keluarganya Sifa, Buk"
"Owh, ya sudah. Kalau cuaca buruk, kalian bermalam saja"
Gue kaget dong, gampang banget ya dapat kepercayaan dari Ibunya Nurul? Tapi gue masih bersikeras untuk membawa Nurul pulang.
"Iya Buk, tapi nanti kalau hujannya reda. Kami pulang kok"
"Gpp, ga usah dipaksain kalau hujan, ya" balas dia lagi.
"Hmmb, baiklah buk. Makasih ya atas izinnya. Assalamualaikum"
"Iya, hati-hati ya. Walaikumsalam" tuuut...... panggilan pun berakhir.
Gue terdiam sejenak, saat itu gue sudah mulai membayangkan kalau malam ini gue bakal bermalam dengan Nurul. Namun, tak lama setelah kami menelpon Ibunya, hujan tiba-tiba reda.
Setelah menunggu setengah jam, tampaknya hujan sudah berhenti sepenuhnya. Tanpa berfikir panjang, kami pun memutuskan untuk segera pulang.
Saat di perjalanan, Sifa mengajak kami untuk melewati rute jalanan Kabupaten, karna lebih bagus dan ramai. Berbeda dengan jalanan lurus yang kami lewati saat berangkat tadi. Saat malam, jalanan itu sangat sepi dan terkenal angker. Namun, jika melewati jalan kabupaten, gue terpaksa harus menyeberang sungai dua kali.
Gue ga tau dengan jalan fikiran Sifa saat itu. Dia tampaknya lebih memilih jalan kabupaten yang jaraknya lumayan jauh. Memang sih jalan tersebut lebih enak dan bagus. Tapi gue saat ini lagi kejar waktu. Gue harus secepatnya sampai ke rumah dan mengantar Nurul. Akhirnya, di persimpangan penyeberangan, kami pun berpisah. Gue memilih jalan lurus, sedangkan Sifa dan kakaknya yang kala itu dibonceng sama cowok-cowok, lebih memilih jalan kabupaten.
Kami berdua meneruskan perjalanan. Malam itu jalanan lumayan sepi karna habis hujan. Semakin jauh, jalanan tampak semakin gelap, tidak ada lampu penerangan di sekeliling jalan.
Gue kembali mengajak Nurul untuk terus mengobrol agar dia tidak terlalu merasa takut saat melewati jalanan sepi itu. Tidak ada kendaran yang berlalu-lalang malam itu. Di tengah perjalanan, tiba-tiba gue pengen pipis. Gue pun memberitahu Nurul kalau gue mau berhenti sebentar.
"Nur, kita berhenti sebentar ya. Gue mau pipis" ujar gue.
Namun tidak ada jawaban dari Nurul. Gue memanggil namanya berkali-kali, tetap saja dia hanya diam. Gue mulai merasa merinding, namun gue memberanikan diri berhenti lalu membuka kaca helmnya.
"Astagfirullahalazim, ternyata dia tidur saudara-saudara"
Sempat-sempatnya dia tidur di motor. Emang dah, kaya anak kecil banget si Nurul ini. Tapi dia lucu kok, serius. FYI, sekarang dia sudah jadi ibu bidan loh.. haha
Gue menepuk-nepuk perlahan pipinya, agar dia bangun.
"Nur.. weii.. bangun" sambil gue tepuk-tepuk perlahan pipinya yang lembut.
Dia terkaget lalu membuka mata. Sambil mengucek-ngucek matanya yang sipit. Dia kebingungan.
"Kita di mana?"
"Masih di jalan, gue mau pipis bentar"
"Jangan jauh-jauh, aku takut" ujarnya sambil melihat sekeliling jalan yang tampak gelap dan sepi.
"Iya, gue pipis di sini saja" balas gue.
Tanpa peduli, gue pun akhirnya pipis di hadapannya. Ya membelakangi dia dong pastinya, tapi ga jauh, hanya jarak satu meter dari dia. Dan dia pasti bisa mendengar dengan jelas suara air mancur yang keluar dari pistol air gue lalu mengguyur deras jatuh di atas dedaunan.
Singkat cerita, setelah itu gue melarang dia agar tidak tidur lagi saat dibonceng. Gue takut nanti dia malah jatuh lagi dari motor.
Kurang lebih jam 10 malam, akhirnya gue sampai di depan rumah Nurul. Gue memilih langsung pulang saja, padahal gue ingat saat itu Ibunya menyuruh gue untuk mampir sebentar. Namun, karna sudah larut malam, gue juga udah cape dan ngantuk, gue pun memutuskan untuk segera pulang saja.
Lanjut>> Spesial Chapter 65.4 Rumit
Diubah oleh irulfm24 02-09-2021 22:47
Menthog dan limdarmawan memberi reputasi
2













