Kaskus

Story

irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.

Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).

Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.

Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.

Status : On going
Cerita Waras (untold story)


Quote:


Spoiler for Q&A:


Spoiler for INDEX:


Quote:

Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
aryanti.storyAvatar border
MenthogAvatar border
wong.tanpo.aranAvatar border
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
irulfm24Avatar border
TS
irulfm24
#84
Chapter 59 : Indahnya Sebuah Kabar
 Seberapa penting sih sebuah kabar? Dulu aku menganggap sebuah ungkapan "Apa Kabar?" itu hanyalah sebuah formalitas basa-basi yang biasa diucapkan oleh orang-orang. Dan menurutku tidak penting jika setiap hari kamu harus memberi kabar, karna itu hanya sekedar basa-basi saja. Namun semua itu berubah, setelah aku merasakan hari-hari yang sangat berat, berada di sebuah negri nan jauh, membuatku selalu merindukan kata itu. Seolah-olah sebuah kabar adalah hal wajib yang harus ku ungkapkan setiap hari. Sebuah kata yang sederhana, yang seketika menjadi kata yang sangat berarti sebagai ungkapan kerinduan.

 Satu minggu sudah aku berada di sini. Hari-hari yang ku lalui hanya bekerja dan bekerja. Kami terpaksa harus berjalan kaki menuju lokasi kerja yang lumayan jauh dari rumah, semakin lama semakin jauh pula lokasi kerja kami. Tidak ada kendaraan yang mengantar kami bekerja kala itu. Tak seperti perusahaan lain. Ku dengar, di tempat lain, para pekerja akan selalu diantar jemput oleh kendaraan khusus setiap hari. Namun, berbeda dengan kami. Kami seperti pekerja yang tak dianggap. Sudahlah ditempatkan di lokasi paling jauh. Tidak ada fasilitas apapun yang memadai di sini. Benar-benar seperti merasakan kerja paksa secara tidak langsung.

 Setiap pagi, aku harus memikul tongkat dodos sepanjang 2 meter itu di bahuku. Tongkat itu lumayan berat, sedangkan dipunggung, aku harus menggendong tas yang berisi bekal makanan dan air minum. Kami harus berjalan, menaiki bukit, menuruni lembah, baik saat berangkat maupun pulang kerja. Aku terpaksa harus merasakan penderitaan itu setiap hari, sampai-sampai betisku terasa bengkak.

 Aku teringat akan coretan-coretan yang banyak tertulis di tembok rumah. Baik di rumah yang kami tempati, maupun di rumah hantu yang tak berpenghuni yang ada di depan rumah kami itu. Coretan-coretan itu seperti sebuah pesan. Pesan dari masa lalu yang ditinggalkan oleh para pekerja terdahulu sebelum kami.

 "Hidup di sini sangat tersiksa!"

 "Camp Gelap, penuh kegelapan"

 "Bekerja di sini = Cari Mati"

 "Romusha"


 Dan masih banyak lagi coretan-coretan yang lain, semua itu adalah ungkapan kekesalan yang mereka tuliskan. Ada rasa penyesalan, bahkan kesedihan yang tergambar dari tulisan mereka. Ya, kini aku juga bisa merasakan penderitaan mereka. Saat ini, batinku benar-benar tersiksa.

***

 Pagi itu, aku terbangun dengan rasa penat di sekujur tubuh. Yang paling parah ku rasakan adalah dibagian betis dan telapak tanganku. Setiap pagi, aku pasti tidak bisa mengepalkan tanganku, bahkan untuk menggerakkan jari-jari tangan saja aku sudah kewalahan. Aku harus menekan jariku dengan sisi tangan yang lain, agar jari-jariku bisa kembali lemas.

 Ku lihat kedua telapak tanganku, penuh dengan bekas tusukan duri dari pelepah sawit. Bahkan duri-duri itu terkadang masih ada yang tertinggal di dalam kulit tanganku. Selain bekas tusukan duri, telapak tanganku juga dipenuhi bekas kapalan. Itu semua adalah hasil yang aku dapatkan karna bekerja menggunakan tongkat kayu. Apalagi tongkat itu sangat besar dan berat. Itulah sebabnya, setiap pagi telapak tanganku tidak bisa dikepalkan. Namun bersyukur, rasa kram itu tak berangsur lama. Satu jam setelah bangun pagi, tangan dan kakiku mulai lemas dan bisa digerakkan dengan leluasa kembali.

 Hari ini, kami akan menuju lokasi baru. Lokasi itu lumayan jauh, mungkin jika berjalan kaki, akan memakan waktu satu jam baru sampai. Jam 6 pagi, kami sudah mulai turun dari rumah. Tak lupa, aku pasti selalu membawa HP ku setiap kali pergi kerja.

 Hari-hari berlalu, mesin listrik tak kunjung tiba. Kami terpaksa harus menitipkan HP ke mandor yang setiap hari memantau kami kerja. Dia akan mengecharge HP itu ke Office, dan mengembalikannya esok hari. Beruntung, Mandor itu sangat baik. Dan dia tidak pernah meminta bayaran apapun saat menolong kami mengecharge HP yang lumayan banyak itu ke Office.

 Cuaca hari ini lumayan cerah, peluhku mulai bercucuran dan membasahi setengah dari pakaianku. Dodosku sudah lumayan tajam, dan aku sudah mulai terbiasa menggunakannya. Meskipun masih terasa berat, namun aku sudah bisa melakukan pruning di beberapa sawit kecil berukuran 1 sampai 2 meter. Hasil yang kudapatkan, masih belum seberapa, namun suara perut sudah mulai terdengar seperti berteriak kelaparan. Akupun akhirnya memutuskan untuk beristirahat sebentar.

 Aku duduk di bawah sebatang pohon sawit yang sudah selesai dipruning. Berteduh dari panasnya sengatan cahaya matahari siang itu. Ku lihat, Bapak dan Bang Dikin juga sudah mulai kelelahan dan mereka juga datang menghampiriku untuk beristirahat. Kami bekerja memang berkelompok, dan satu kelompok kami ini, ada aku, Bapak dan Bang Dikin. Sedangkan Ridwan hanya berdua dengan Bapaknya. Mereka berdua bekerja di bagian lokasi yang lain. Dan aku juga tidak tau mereka di mana. Karna lahan ini sangat luas.

 Setelah makan siang, seperti biasa, aku mengeluarkan HP dari saku celanaku. Ku lihat jam menunjukkan pukul 12.05 PM. Tidak ada satupun sinyal di HPku. Akupun mengangkat ke atas tanganku, sembari memegang HP menggerakkannya ke kiri dan ke kanan, berharap bisa menemukan sinyal di sini.

 Di sisi lain, Bang Dikin juga sibuk mencari sinyal, tak kalah Bapakku juga ikut-ikutan.

 "Eh, ada nih sinyalnya" Teriak Bang Dikin yang sedang duduk di tengah jalan kala itu.

 Akupun berjalan menghampiri dia. Dan ternyata benar, aku juga bisa mendapatkan sinyal di sini. Alhamdulillah, aku benar-benar bersyukur. Tak heran di sini kami kemungkinan bisa menemukan sinyal, karna lokasi ini lumayan tinggi. Di pinggir jalan itu, adalah sebuah tebing. Dari sana, aku bisa melihat hamparan lahan sawit yang sangat luas sejauh mata memandang. Bahkan samar-samar aku juga bisa melihat jalanan aspal dan pemukiman kecil di tengah-tengah hamparan hijau itu. Di kejauhan, aku juga melihat beberapa kepulan asap dari pabrik pengolahan minyak sawit. Namun aku tidak bisa menemukan perkotaan dari sini. Ternyata kota masih lumayan jauh. Kami benar-benar ada di pelosok negeri.

 Karna sudah mendapatkan sinyal, aku mencoba menelpon nomor Ayunda dengan menggunakan kode negara +62, namun sayang seribu sayang. Pulsaku tidak mencukupi untuk melakukan panggilan. Setelah aku tau dari Bang Dikin, ternyata untuk menelpon ke Indonesia dengan tarif murah, aku harus membeli paket nelpon khusus panggilan luar negeri. Bagaimana aku mau membeli paket itu, sedangkan pulsa yang aku punya hanyalah nominal awal saat aku membeli kartu baru ini kemarin. Dan bodohnya aku lupa mengisi pulsanya.

 Aku belum menyerah, meskipun tidak bisa menelpon. Ternyata kartu ini masih bisa digunakan untuk internetan. Hal yang menarik adalah, di Malaysia, kamu tidak perlu membeli kuota. Selama masa berlaku kartumu masih aktif. Kamu tetap bisa menggunakannya untuk internetan. Yah, tapi aku tidak tau sih. Apakah sekarang masih seperti itu atau tidak. Yang pasti selama di Malaysia, aku tidak pernah sekalipun kehabisan kuota, beli kuota aja engga pernah.

 Di tengah waktu istirahat yang sedikit itu, kusempatkan untuk mengirimi chat kepada Ayunda.

 "Yank, maaf baru kasih kabar. Aku sudah di lokasi kerja. Dan di sini tidak ada sinyal. Aku harus naik bukit dulu baru bisa memperoleh sinyal. Nanti malam, aku chat lagi ya"

 Aku pun meninggalkan pesan itu. Meskipun tidak langsung dibalas. Namun hari ini, aku benar-benar bersyukur karna setelah sekian lama akhirnya aku bisa memberi kabar kepada Ayunda. Rasanya, tak ada satu hal pun yang menggembirakan daripada itu.

 Malam itu, bulan bersinar dengan terangnya. Seperti tersenyum menyapaku dari atas sana. Suasana hatiku juga sedang senang, karna aku akhirnya menemukan sinyal dan bisa kembali memberi kabar kepada Ayunda. Akupun pergi sendirian dari rumah, karna cahaya bulan malam itu lumayan terang. Aku tidak membawa apapun selain sepasang baju, sendal dan HP di tanganku.

 Langkah demi langkah kutapaki jalanan di tengah perkebunan sawit itu. Aku masih bisa melihat dengan jelas jalanan dari pancaran cahaya rembulan. Meskipun di beberapa ruas jalan, sedikit lebih gelap karna cahaya tertutup dedauan sawit, namun itu tidak mengurungkan niatku untuk tetap melanjutkan pergi ke puncak sana. Tempat di mana kami menemukan sinyal tadi siang.

 Selang waktu berjalan, aku sedikit lagi hampir sampai ke tempat tujuan. Namun, langkahku terhenti ketika sesosok bayangan hitam menungguku di depan. Bayangan itu seperti berdiri, lalu duduk di tengah jalan. Entahlah, yang pasti dia menatap ke arahku. Aku masih diam sejenak, berdiri memandangi sosok hitam itu. Tubuhnya dipenuhi bulu-bulu tebal. Entah kenapa, saat itu keinginanku untuk mendapatkan sinyal lebih besar dibanding rasa takut. Perlahan, aku terus melangkah, satu demi satu sampai aku memulai berpapasan dengan sosok itu.

 Saat itu, tubuhku sedikit merinding. Namun, aku masih bisa berbicara. Akupun dengan sengaja menyapa sosok itu. Dengan keberanian, tanpa menoleh ke arahnya. Aku berkata "Aku datang bukan untuk mengganggumu, dan aku juga tidak ingin engkau menggangguku". Tidak ada ayat apapun yang ku lapaskan, dan aku tidak panik sama sekali. Karna aku tau, aku harus terbiasa merasakan hidup berdampingan dengan mereka di sini. Aku orang datang, dan mereka orang lama, dan sudah jelas aku tidak berani berbuat yang tidak-tidak.

 Aku terus berjalan, meninggalkan sosok itu di belakang. Dari sudut mata, aku masih bisa melihat sosok itu mengikutiku dari belakang. Karna semakin ke puncak, bulan semakin terang, rasa takutku pun semakin hilang. Aku membiarkan saja makhluk itu berdiri di belakangku, dan menganggapnya seolah bayangan saja.

 Singkat cerita, aku mengeluarkan HP sambil duduk di sebuah batu besar yang ada di sisi jalan. Aku mulai membuka facebook dan memeriksa chat. Ternyata Ayunda sudah membalas pesanku tadi siang. Dia juga sepertinya sedang online.

 "Alhamdulillah, syukurlah kalau sudah sampai dengan Selamat. Iya, gpp, kalau pas ada sinyal aja ngasih kabarnya" Balasan chat dari Ayunda

 "Yank, gimana kabarmu? Aku kangen banget sama kamu" Aku pun memulai chat. Seketika chatku pun dibalas.

 "Baik sayang, kok kamu bisa online?"

 "Ini aku lagi di atas bukit"

 "Kamu sama siapa?"

 Aku pun menjelaskan kalau aku sendirian. Kami terus berbalas chat, saling bercerita, memberi kabar dan melepas rindu. Malam itu benar-benar malam yang sangat indah yang pernah ku rasakan lagi. Bahkan rasa takutku terkalahkan oleh besarnya keinginan untuk memberi kabar pada sang kekasih.

 Kali ini, aku benar-benar sadar, betapa pentingnya sebuah kabar. Seolah kata "Apa kabar?" itu menjadi pengganti "Aku rindu" dan kata "Jaga dirimu baik-baik" menjadi pengganti "Aku sayang kamu". Dan tidak ada kata lain yang lebih indah dari itu, sebuah kata yang ingin aku ucapkan dan sebuah kata yang ingin aku dengar, dari seseorang yang selama ini aku rindukan.

Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 14-07-2021 22:54
limdarmawan
pulaukapok
Menthog
Menthog dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.