- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#57
Chapter 44 : Kesempatan
Karna kedatangan tamu tak diundang, aku menghentikan aktivitas "grepe-grepe manja" itu lalu mengganti posisi duduk santai. Ayunda yang menyadari, lalu bertanya.
"Siapa yang datang itu, yank?"
"Itu, Nadiah sama pacarnya" kami berdua masih memperhatikan mereka. Tiba-tiba, pacarnya kembali menyalakan motor lalu bergerak maju dan turun ke pantai. Di susul oleh Nadiah yang berjalan mengikutinya.
"Mau ke mana mereka itu?" Tanya Ayunda penasaran.
"Ga tau, mau mojok kali" Jawabku. Karna hari semakin gelap, kami memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Saat perjalanan pulang, aku berniat ingin mengisi bensin lagi di lokasi "check point" pertama yang kami lewati waktu berangkat tadi. Namun, sepertinya sudah tidak ada lagi bensin yang dijual. "Bensin habis" begitulah tulisan yang aku baca tergantung di tiang tempat menyusun jerigen bensin.
"Aduh gawat nih" batinku. Aku masih memandangi indikator jarum bensin yang hampir mendekati merah.
"Yank, coba turun dulu. Aku mau liat bensin di tangki" ujarku menyuruh Ayunda turun sebentar. Dia pun lalu turun dan berdiri, sedangkan aku mulai membuka jok motor, kemudian memutar tutup tangki berlawanan arah jarum jam. Aku mengarahkan lampu dari layar HP yang tidak begitu terang sambil sedikit menggoyangkan body motor.
"Bensin nya habis, yank?" Tanya Ayunda, terdengar khawatir.
"Engga, masih cukup lah buat sampai ke dermaga" Jawabku sambil menutup kembali tangki motor dan jok.
"Dah yuk, lanjut lagi" ujarku. Ayunda kemudian kembali naik, dan aku pun menyalakan kembali sepeda motor. Melanjutkan perjalanan di tengah jalanan yang gelap dan sepi.
Entah bagaimana, dari kejauhan tampak cahaya kemerahan. Seperti kebakaran. Ya, itu memang kebakaran. Padahal sebelumnya tidak ada kebakaran di lokasi itu. Pemandangan yang awalnya gelap, seketika berubah menjadi terang, merah, di sekeliling jalan seperti melewati "hamparan lautan api". Bagaimana tidak, api dengan ganasnya melahap kayu-kayu kering dan rumput ilalang yang banyak tumbuh liar. Tidak ada seorang pun yang berusaha memadamkan kebakaran itu. Karna angin kencang menerbangkan bunga-bunga api semakin tinggi ke udara. Kami berdua, dan orang-orang yang lewat hanya bisa menyaksikan, namun tidak ada yang berhenti di sana.
Tanpa terasa, akhirnya kami sampai di dermaga, bersiap untuk menyeberang. Aku memperhatikan sekeliling, mencari apakah masih ada yang berjualan bensin. Lalu aku melihat ada satu yang masih jualan di ujung dekat dermaga. Dengan cepat aku membawa motor ke sana, sedangkan di belakang ada satu buah motor yang mengikuti. Sepertinya dia juga hampir kehabisan bensin.
"Buk, masih ada bensin nya" Tanyaku ke Ibu-ibu penjual bensin.
"Ada, tapi tinggal satu liter" jawab dia sambil mengangkat satu jerigen yang isinya tinggal sedikit ke atas.
"Duh, gimana nih. Motorku udah nyendat-nyendat. Mana masih jauh lagi aku pulangnya" ujar pengendara yang ikut ingin mengisi bensin di belakangku. Aku lalu menolah ke arahnya, ternyata dia seorang cewek, yah terdengar juga dari suaranya. Aku kemudian memandang sekeliling lagi mencoba memastikan apakah masih ada yang berjualan bensin.
"Ga ada lagi buk, yang jualan bensin?" Tanyaku lagi.
"Ga ada, ini yang terakhir. Besok pagi baru datang. Ya, harap maklum lagi langka, jadi dapatnya juga sedikit-sedikit" jawab ibu-ibu itu. Aku lalu berfikir sejenak. Jujur, aku juga merasa kasian sama cewek yang ada di belakangku. Lagipula, mungkin di seberang sana nanti tidak sulit menemukan penjual bensin, fikirku.
"Ya sudah buk, kasih aku setengah liter aja" ujarku kepada ibu-ibu itu.
"Baiklah, yang penting nanti mudah-mudahan kalian bisa sampai ke penjual bensin berikutnya" Lalu dia pun membagi bensin yang tinggal sedikit itu menjadi dua. Aku kemudian memandang lagi ke arah cewek yang ada di belakang ku.
"Dek, setengahnya buat kamu aja ya" ujarku.
"Alhamdulillah, makasih banyak bang" Cewek itu terlihat senang, tampak senyum bahagia yang sederhana dari wajahnya.
Malam ini, angin sangat kencang seperti petanda akan tiba musim hujan. Air sungai terdengar bergemuruh oleh suara ombak yang saling bergejolak. Perahu-perahu yang terikat di pinggir dermaga pun ikut bergoyang naik turun. Aku yang mencoba tetap tenang dan berharap semua akan baik-baik saja.
Kami akhirnya menyeberang dengan sebuah perahu besar bermesin diesel. Karna perahu kecil tidak berani untuk menyeberang. Semakin ke tengah, semakin keras pula ombak menghempas perahu. Bahkan mesin perahu seperti tidak kuat menahan arus air pasang yang sangat deras. Ini memang sungai, tapi terhubung dengan laut. Ombak yang kuat ini datangnya dari angin kencang dan arus pasang besar dari arah laut. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berdoa berharap diberikan keselamatan sampai ke tujuan.
Tiba-tiba perahu semakin oleng, ke kiri dan ke kanan. Kami benar-benar sudah berada di tengah arus sungai. Teriakan dari para penumpang cewek yang panik, membuatku semakin resah. Ayunda yang berdiri di sebelahku, memegang erat tanganku. Kali ini dia benar-benar ketakutan. Sedangkan aku, masih mencoba tetap tenang sambil menahan posisi sepeda motor yang ikut bergoyang. Motor kami tidak ada yang diikat, masing-masing memegangi sepeda motornya sambil duduk di jok depan. Aku lalu menaikkan standar samping lalu menahan motor dengan kedua kaki, sambil duduk di jok depan. Aku mengunci handle rem belakang, sambil menahan motor mengimbangi perahu yang sedikit oleng ke kiri dan ke kanan.
Setelah beberapa menit, akhirnya kami sampai di dermaga dengan selamat. Semua penumpang terlihat lega namun tampak sedikit wajah trauma dari raut muka mereka. Begitu juga dengan kami. Karna baru kali ini aku mengalami pengalaman yang sangat menakutkan seperti itu.
Jam sudah menunjukkan pukul 09.05 PM. Kami masih terus melanjutkan perjalanan pulang. Beruntung setelah itu kami bisa dengan mudah menemukan penjual bensin. Perutku juga semakin lapar. Kami kemudian memutuskan untuk singgah sebentar di cafe sekaligus makan malam.
Entah jam berapa nanti kami sampai, aku harus mengantar Ayunda pulang terlebih dahulu, lalu kemudian pulang ke rumah. Mungkin aku akan pingsan di perjalanan, fikirku. Wajah Ayunda juga terlihat masih pucat mengingat peristiwa tadi, sambil menahan rasa ngantuk dan lapar.
Pesanan pun sampai, kami sedikit mengobrol sambil menikmati makanan.
"Yank, nanti kalau kamu cape, tidur di rumah aja" ujar Ayunda yang masih terlihat mengaduk-ngaduk kuah bakso yang baru saja dipesannya.
"Liat situasi aja nanti, kalau engga cape aku langsung pulang aja" jawabku. Lalu menyuap makanan ke mulut.
Singkat cerita, akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan lagi, kurang lebih satu setengah jam, akhirnya kami sampai di rumah Ayunda. Waktu menunjukkan sudah hampir jam 12 malam. Mungkin kami terlalu lama singgah di cafe. Badanku benar-benar cape, bahkan untuk melangkahkan kaki saja aku sudah tidak kuat. Aku kemudian duduk di teras, sedangkan Ayunda membuka pintu rumah. Sepertinya orang-orang di rumah sudah tidur. Semua lampu rumah sudah dimatikan. Kecuali lampu teras dan lampu kamar yang masih terlihat menyala. Aku masih duduk sendirian di teras, sementara Ayunda masuk ke dalam untuk mengganti pakaian dan datang kembali dengan segelas minuman dingin di tangannya.
"Minum dulu yank" ucap dia dengan lembut lalu meyerahkan gelas berisi air itu sambil ikut duduk di sebelahku. Aku pun langsung meneguk air itu, lalu bersadar di tiang teras rumahnya. Memandangi wajah Ayunda yang cantik membuat rasa lelah ini sedikit berkurang.
"Yank, nginap aja ya" ujar dia sambil mendekat dan memegang kedua kakiku yang terbujur, sadangkan tubuhku masih bersandar di tiang. Aku memandang ke arah matanya, lalu balik melihat jam di layar HP.
"Engga yank, aku pulang aja" jawabku, lagipula jarak ke rumahku paling hanya memakan waktu 20 sampai 25 menit saja.
Dia tiba-tiba semakin dekat ke arahku, sekarang dia pindah memegang telapak tanganku. Lalu berbisik.
"Kamar Farmy kosong yank".
Aku sedikit bingung lalu bertanya "Emang dia ke mana?". FYI, Farmy adalah adik perempuan Ayunda paling bungsu. Umurnya hanya selisih satu setengah tahun dari umur Ayunda.
"Tadi aku liat statusnya lagi ke Singkawang sama Monita" ujar Ayunda. Aku masih sedikit ragu, bagaimana nanti kalau dia tiba-tiba datang. Atau orang rumah tiba-tiba bangun.
"Dia bermalam kok, besok baru pulang. Nih liat aja statusnya" Ayunda mengarahkan layar HP ke wajahku. Tampak di situ terposting foto yang baru 15 menit dikirim. Foto dua orang cewek yang sedang berpose di kamar. Aku lalu kembali berfikir. Aku sudah tau kalau keinginan Ayunda mengajakku ke kamar Farmy adalah untuk itu.
"Tapi sebentar aja ya" ujarku dengan suara pelan. Dia pun tersenyum dan mengangguk.
Aku lalu membereskan motorku, membawanya ke halaman sekolah yang pintu pagarnya tidak dikunci tak jauh dari rumah Ayunda. Sambil menyeret, menyembunyikan sepeda motorku dalam kegelapan. Lalu balik berjalan, mengendap-endap dan masuk ke kamar Farmy. Tentu saja aku menyembunyikan sandalku sobat.
Ayunda keluar sebentar, mengunci pintu rumah. Sedangkan aku menunggu di kamar sambil menahan desa nafas agar tidak berisik. Tak butuh waktu lama, Ayunda pun masuk ke kamar yang sedikit gelap karna daya lampunya kecil lalu mengunci pintu kamar. Dan kami pun akhirnya ber-Anu-ria.
Bersambung...
"Siapa yang datang itu, yank?"
"Itu, Nadiah sama pacarnya" kami berdua masih memperhatikan mereka. Tiba-tiba, pacarnya kembali menyalakan motor lalu bergerak maju dan turun ke pantai. Di susul oleh Nadiah yang berjalan mengikutinya.
"Mau ke mana mereka itu?" Tanya Ayunda penasaran.
"Ga tau, mau mojok kali" Jawabku. Karna hari semakin gelap, kami memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Saat perjalanan pulang, aku berniat ingin mengisi bensin lagi di lokasi "check point" pertama yang kami lewati waktu berangkat tadi. Namun, sepertinya sudah tidak ada lagi bensin yang dijual. "Bensin habis" begitulah tulisan yang aku baca tergantung di tiang tempat menyusun jerigen bensin.
"Aduh gawat nih" batinku. Aku masih memandangi indikator jarum bensin yang hampir mendekati merah.
"Yank, coba turun dulu. Aku mau liat bensin di tangki" ujarku menyuruh Ayunda turun sebentar. Dia pun lalu turun dan berdiri, sedangkan aku mulai membuka jok motor, kemudian memutar tutup tangki berlawanan arah jarum jam. Aku mengarahkan lampu dari layar HP yang tidak begitu terang sambil sedikit menggoyangkan body motor.
"Bensin nya habis, yank?" Tanya Ayunda, terdengar khawatir.
"Engga, masih cukup lah buat sampai ke dermaga" Jawabku sambil menutup kembali tangki motor dan jok.
"Dah yuk, lanjut lagi" ujarku. Ayunda kemudian kembali naik, dan aku pun menyalakan kembali sepeda motor. Melanjutkan perjalanan di tengah jalanan yang gelap dan sepi.
Entah bagaimana, dari kejauhan tampak cahaya kemerahan. Seperti kebakaran. Ya, itu memang kebakaran. Padahal sebelumnya tidak ada kebakaran di lokasi itu. Pemandangan yang awalnya gelap, seketika berubah menjadi terang, merah, di sekeliling jalan seperti melewati "hamparan lautan api". Bagaimana tidak, api dengan ganasnya melahap kayu-kayu kering dan rumput ilalang yang banyak tumbuh liar. Tidak ada seorang pun yang berusaha memadamkan kebakaran itu. Karna angin kencang menerbangkan bunga-bunga api semakin tinggi ke udara. Kami berdua, dan orang-orang yang lewat hanya bisa menyaksikan, namun tidak ada yang berhenti di sana.
Tanpa terasa, akhirnya kami sampai di dermaga, bersiap untuk menyeberang. Aku memperhatikan sekeliling, mencari apakah masih ada yang berjualan bensin. Lalu aku melihat ada satu yang masih jualan di ujung dekat dermaga. Dengan cepat aku membawa motor ke sana, sedangkan di belakang ada satu buah motor yang mengikuti. Sepertinya dia juga hampir kehabisan bensin.
"Buk, masih ada bensin nya" Tanyaku ke Ibu-ibu penjual bensin.
"Ada, tapi tinggal satu liter" jawab dia sambil mengangkat satu jerigen yang isinya tinggal sedikit ke atas.
"Duh, gimana nih. Motorku udah nyendat-nyendat. Mana masih jauh lagi aku pulangnya" ujar pengendara yang ikut ingin mengisi bensin di belakangku. Aku lalu menolah ke arahnya, ternyata dia seorang cewek, yah terdengar juga dari suaranya. Aku kemudian memandang sekeliling lagi mencoba memastikan apakah masih ada yang berjualan bensin.
"Ga ada lagi buk, yang jualan bensin?" Tanyaku lagi.
"Ga ada, ini yang terakhir. Besok pagi baru datang. Ya, harap maklum lagi langka, jadi dapatnya juga sedikit-sedikit" jawab ibu-ibu itu. Aku lalu berfikir sejenak. Jujur, aku juga merasa kasian sama cewek yang ada di belakangku. Lagipula, mungkin di seberang sana nanti tidak sulit menemukan penjual bensin, fikirku.
"Ya sudah buk, kasih aku setengah liter aja" ujarku kepada ibu-ibu itu.
"Baiklah, yang penting nanti mudah-mudahan kalian bisa sampai ke penjual bensin berikutnya" Lalu dia pun membagi bensin yang tinggal sedikit itu menjadi dua. Aku kemudian memandang lagi ke arah cewek yang ada di belakang ku.
"Dek, setengahnya buat kamu aja ya" ujarku.
"Alhamdulillah, makasih banyak bang" Cewek itu terlihat senang, tampak senyum bahagia yang sederhana dari wajahnya.
Malam ini, angin sangat kencang seperti petanda akan tiba musim hujan. Air sungai terdengar bergemuruh oleh suara ombak yang saling bergejolak. Perahu-perahu yang terikat di pinggir dermaga pun ikut bergoyang naik turun. Aku yang mencoba tetap tenang dan berharap semua akan baik-baik saja.
Kami akhirnya menyeberang dengan sebuah perahu besar bermesin diesel. Karna perahu kecil tidak berani untuk menyeberang. Semakin ke tengah, semakin keras pula ombak menghempas perahu. Bahkan mesin perahu seperti tidak kuat menahan arus air pasang yang sangat deras. Ini memang sungai, tapi terhubung dengan laut. Ombak yang kuat ini datangnya dari angin kencang dan arus pasang besar dari arah laut. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berdoa berharap diberikan keselamatan sampai ke tujuan.
Tiba-tiba perahu semakin oleng, ke kiri dan ke kanan. Kami benar-benar sudah berada di tengah arus sungai. Teriakan dari para penumpang cewek yang panik, membuatku semakin resah. Ayunda yang berdiri di sebelahku, memegang erat tanganku. Kali ini dia benar-benar ketakutan. Sedangkan aku, masih mencoba tetap tenang sambil menahan posisi sepeda motor yang ikut bergoyang. Motor kami tidak ada yang diikat, masing-masing memegangi sepeda motornya sambil duduk di jok depan. Aku lalu menaikkan standar samping lalu menahan motor dengan kedua kaki, sambil duduk di jok depan. Aku mengunci handle rem belakang, sambil menahan motor mengimbangi perahu yang sedikit oleng ke kiri dan ke kanan.
Setelah beberapa menit, akhirnya kami sampai di dermaga dengan selamat. Semua penumpang terlihat lega namun tampak sedikit wajah trauma dari raut muka mereka. Begitu juga dengan kami. Karna baru kali ini aku mengalami pengalaman yang sangat menakutkan seperti itu.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 09.05 PM. Kami masih terus melanjutkan perjalanan pulang. Beruntung setelah itu kami bisa dengan mudah menemukan penjual bensin. Perutku juga semakin lapar. Kami kemudian memutuskan untuk singgah sebentar di cafe sekaligus makan malam.
Entah jam berapa nanti kami sampai, aku harus mengantar Ayunda pulang terlebih dahulu, lalu kemudian pulang ke rumah. Mungkin aku akan pingsan di perjalanan, fikirku. Wajah Ayunda juga terlihat masih pucat mengingat peristiwa tadi, sambil menahan rasa ngantuk dan lapar.
Pesanan pun sampai, kami sedikit mengobrol sambil menikmati makanan.
"Yank, nanti kalau kamu cape, tidur di rumah aja" ujar Ayunda yang masih terlihat mengaduk-ngaduk kuah bakso yang baru saja dipesannya.
"Liat situasi aja nanti, kalau engga cape aku langsung pulang aja" jawabku. Lalu menyuap makanan ke mulut.
Singkat cerita, akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan lagi, kurang lebih satu setengah jam, akhirnya kami sampai di rumah Ayunda. Waktu menunjukkan sudah hampir jam 12 malam. Mungkin kami terlalu lama singgah di cafe. Badanku benar-benar cape, bahkan untuk melangkahkan kaki saja aku sudah tidak kuat. Aku kemudian duduk di teras, sedangkan Ayunda membuka pintu rumah. Sepertinya orang-orang di rumah sudah tidur. Semua lampu rumah sudah dimatikan. Kecuali lampu teras dan lampu kamar yang masih terlihat menyala. Aku masih duduk sendirian di teras, sementara Ayunda masuk ke dalam untuk mengganti pakaian dan datang kembali dengan segelas minuman dingin di tangannya.
"Minum dulu yank" ucap dia dengan lembut lalu meyerahkan gelas berisi air itu sambil ikut duduk di sebelahku. Aku pun langsung meneguk air itu, lalu bersadar di tiang teras rumahnya. Memandangi wajah Ayunda yang cantik membuat rasa lelah ini sedikit berkurang.
"Yank, nginap aja ya" ujar dia sambil mendekat dan memegang kedua kakiku yang terbujur, sadangkan tubuhku masih bersandar di tiang. Aku memandang ke arah matanya, lalu balik melihat jam di layar HP.
"Engga yank, aku pulang aja" jawabku, lagipula jarak ke rumahku paling hanya memakan waktu 20 sampai 25 menit saja.
Dia tiba-tiba semakin dekat ke arahku, sekarang dia pindah memegang telapak tanganku. Lalu berbisik.
"Kamar Farmy kosong yank".
Aku sedikit bingung lalu bertanya "Emang dia ke mana?". FYI, Farmy adalah adik perempuan Ayunda paling bungsu. Umurnya hanya selisih satu setengah tahun dari umur Ayunda.
"Tadi aku liat statusnya lagi ke Singkawang sama Monita" ujar Ayunda. Aku masih sedikit ragu, bagaimana nanti kalau dia tiba-tiba datang. Atau orang rumah tiba-tiba bangun.
"Dia bermalam kok, besok baru pulang. Nih liat aja statusnya" Ayunda mengarahkan layar HP ke wajahku. Tampak di situ terposting foto yang baru 15 menit dikirim. Foto dua orang cewek yang sedang berpose di kamar. Aku lalu kembali berfikir. Aku sudah tau kalau keinginan Ayunda mengajakku ke kamar Farmy adalah untuk itu.
"Tapi sebentar aja ya" ujarku dengan suara pelan. Dia pun tersenyum dan mengangguk.
Aku lalu membereskan motorku, membawanya ke halaman sekolah yang pintu pagarnya tidak dikunci tak jauh dari rumah Ayunda. Sambil menyeret, menyembunyikan sepeda motorku dalam kegelapan. Lalu balik berjalan, mengendap-endap dan masuk ke kamar Farmy. Tentu saja aku menyembunyikan sandalku sobat.
Ayunda keluar sebentar, mengunci pintu rumah. Sedangkan aku menunggu di kamar sambil menahan desa nafas agar tidak berisik. Tak butuh waktu lama, Ayunda pun masuk ke kamar yang sedikit gelap karna daya lampunya kecil lalu mengunci pintu kamar. Dan kami pun akhirnya ber-Anu-ria.
Bersambung...
Diubah oleh irulfm24 25-06-2021 17:15
Menthog memberi reputasi
1













