- Beranda
- Stories from the Heart
Cerita Waras (untold story)
...
TS
irulfm24
Cerita Waras (untold story)
Setelah sekian lama vakum dalam dunia perceritaan, aku kembali terniat ingin berbagi cerita dan kisah hidupku.
Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Sebenarnya sebelum ini aku sudah pernah membuat sebuah cerita di sini. Tapi sepertinya aku tidak bisa untuk melanjutkan cerita tersebut. Maaf ya.
Jika seandainya tulisanku ini kurang menarik. Harap maklum ya gan, aku cuma lulusan TSM (teknik sepeda motor).
Tapi aku akan mencoba menyampaikan kisah ini semaksimal mungkin.
Jangan berharap ada hal menarik dari kisah ini, karena ini hanya perjalanan hidupku. Aku hanya menceritakan apa adanya saja.
Status : On going

Quote:
Spoiler for Q&A:
Spoiler for INDEX:
Quote:
Quote:
Diubah oleh irulfm24 11-07-2022 08:19
wong.tanpo.aran dan 10 lainnya memberi reputasi
9
16.7K
243
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irulfm24
#72
Spesial Chapter 10.5 : Ciuman Di Kala Hujan
<<Sebelumnya Spesial Chapter 10.4 "Obat Batuk"
Lanjut>> Chapter 11 Godaan
Entah kena angin apa, siang itu Inui tiba-tiba mampir ke bengkel tempat gue bekerja. Teman-teman gue yang merasa asing dan baru pernah melihat cewek ini datang ke bengkel, masih terus memandangi dia dengan wajah penasaran.
"Eh, Inui. Tumben mampir ke sini" sapa gue sambil berjalan mendekati dia yang masih berada di atas motor. Dia hanya menjawab dengan senyuman manis di wajahnya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya gue lagi sambil bercanda dengan bahasa formal.
"Pengen liat kamu kerja aja, hehe... Eh, sekalian nih, gantiin oli motorku yah" ujar dia lalu mematikan kunci kontak motornya sembari turun dan berjalan ke arah kursi yang ada di ruang tunggu.
Gue pun meraih stang motornya dan membawanya ke atas bike lift. Dia yang sedang duduk tak jauh dari ruang kerja gue, masih terus memandangi gue yang berpakaian serba putih, dengan sepatu safety dan celemek berwarna merah berlogo sayap.
"Kamu habis dari mana, Nui. Tumben lewat arah sini?" Gue sekalian mengajaknya ngobrol sambil membuka baut oli motornya.
"Tadi habis dari rumah temen, kebetulan ga sengaja liat kamu tadi di depan. Jadi aku sekalian mampir deh" balas dia. Sekarang bahasa kami sudah tidak gue-elo, entah kenapa pertemanan kami ini semakin akrab saja. Namun, tidak ada hubungan yang lebih dari itu.
"Sekalian rem belakangnya disetel ya, Rul" ujarnya sambil terus memperhatikan gue menservis motornya.
"Siap, tenang aja beres" Jawab gue.
"Enak ya jadi motor diservisin mulu, aku juga mau dong diservisin hihi" Dia mulai menggoda gue dengan candaannya.
"Ntar malem gue servisin loe tenang aja" Jawab gue lalu tertawa.
"Haha, engga kok. Becanda" Dia pun ikut tertawa. Gue yang tadinya sok sibuk, seketika jadi terpesona melihat tawanya yang lucu.
Setelah Inui pulang, teman-teman gue pun mulai menghujani gue dengan berbagai pertanyaan. Siapa dia? Siapa Namanya? Apa dia pacarmu? Atau jangan-jangan selingkuhanmu? Akhh!!! Berisik deh pokoknya. Gue pun cuma bisa menjawab kalau dia cuma temen gue, gak lebih dan gak kurang.
Malam itu hujan deras disertai petir, gue belum bisa tidur dan hanya rebahan sambil liat-liat HP saja di kamar. Tiba-tiba ada panggilan masuk di HP gue. Dan ternyata itu adalah panggilan dari Inui.
"Hallo"
"hiks hiks" Gue mendengar suara tangisan.
"Nui, kamu kenapa?" Gue heran kenapa dia menelpon larut malam begini, sambil nangis pula.
"Bisa jemput gue engga" ujarnya dengan suara yang masih menangis.
"Jemput di mana? Kamu kenapa?" Gue mendadak khawatir dengan keadaan dia, takutnya kenapa-kenapa.
"Aku habis putus, sekarang aku ditinggal sendirian di pinggir jalan. Aku takut" Dia masih terus berbicara sambil menangis.
"Oke, kamu tenang dulu. Sekarang aku bakal jemput kamu. Kamu lokasinya ada di mana?" Balas gue yang benar-benar khawatir sekaligus kasian dengan dia, apalagi sekarang sedang hujan, sudah larut malam lagi.
Gue pun segera berangkat, saat itu sudah jam 10 malam, namun hujan belum juga reda. Akhirnya gue melaju di tengah derasnya hujan dan petir malam itu. Entah sudah berapa kali pula petir menyambar ketika gue masih dalam perjalanan menuju lokasi yang diberitahu olehnya. Fikiran gue semakin tidak tenang, takut, khawatir dengan keadaan dia saat ini. Meskipun dia hanya sekedar teman, tetap saja dia adalah seorang perempuan. Gue sebagai laki-laki tidak mungkin mengabaikannya begitu saja. Apalagi dia langsung menelpon gue, itu artinya dia percaya sama gue.
Hampir setengah jam, gue akhirnya sampai di lokasi. Hujan sudah sedikit reda, namun kilat masih tampak berekelipan di langit, angin yang sangat dingin masih berhembus menerbangkan daun-daun pepohonan. Gue berhenti sejenak di pinggir jalan, mengeluarkan HP yang sengaja gue bungkus dengan plastik bening agar tidak basah. Gue pun mencoba menghubungi nomor Inui. Namun nomornya sudah tidak aktif. Gue makin tambah khawatir. Kekhawatiran gue semakin bertambah saat gue sadar lokasi itu tak jauh dari lokasi kuburan yang jalanannya sepi sekali saat itu. Bahkan lampu penerangan jalan saja hanya ada beberapa yang menyala.
Akhirnya gue mencari Inui sambil bermotor pelan, sembari memperhatikan ke sekeliling jalan. Tak jauh di depan gue, ada sebuah warung yang sudah tutup dan gelap. Tampak dari lampu motor, seseorang sedang duduk di sana. Gue pun segera mendekati orang itu. Dan ternyata itu adalah Inui.
"Nui, ini aku. Kamu gpp kan?" Tanya gue yang saat itu benar-benar khawatir.
Dia yang tadinya tertunduk diam, langsung menoleh ke atas, memandang gue. Gue bisa melihat wajahnya dari penerangan lampu jalan yang ada di sebelah warung. Tampak wajahnya yang pucat dan matanya bengkak akibat menangis. Dia langsung memeluk gue tanpa berkata apa-apa. Dia kembali menangis di pelukan gue. Gue hanya bisa menenangkan dan membalas pelukannya. Kekhawatiran gue sedikit reda saat tau dia masih baik-baik saja.
"Udah, jangan menangis lagi" Gue coba mengusap rambutnya yang basah terkena hujan. Jujur baju gue juga basah, karna tidak sempat lagi untuk mencari jas hujan yang entah di mana gue simpan.
"Aku takut" ujarnya sambil terus menangis. Siapa sih laki-laki brengsek yang sudah meninggalkan dia di sini. Kejam sekali laki-laki itu, ingin rasanya gue baku hantam dengan orangnya.
Gue masih terdiam berdiri di depannya, sedangkan dia duduk di kursi dan masih terus memeluk gue dengan erat. Hujan yang tadinya reda, sekarang kembali turun dengan derasnya. Gue pun memindahkan motor gue yang tadinya ada di pinggir jalan, kemudian gue seret ke teras warung itu. Tempat ini benar-benar sepi. Tidak ada kendaraan yang berlalu-lalang, mungkin karna sedang hujan juga. Gue pun memutuskan untuk duduk di sebelahnya sambil menunggu hingga hujan reda.
Gue masih terdiam, memandangi wajahnya yang sedih. Dia sepertinya shockatas kejadian yang baru saja dia alami. Gue ga mau menanyakan apapun ke dia. Biarkan dia sendiri yang bercerita.
"Maaf ya Rul, udah ngerepotin kamu" ujarnya dengan suara pelan, bibirnya tampak gemetar akibat kedinginan.
"Gpp, aku ikhlas bantuin kok. Jujur aku tadi sempat khawatir sama kamu. Apalagi sakarang cuaca buruk, tengah malem lagi" balas gue.
"Hmm, makasih banyak ya" Dia mencoba tersenyum lalu langsung memeluk gue lagi. Gue pun dengan senang membalas pelukannya.
Jujur, saat ini gue masih berstatus pacaran dengan Rini, namun di sisi lain gue juga ada sedikit rasa kepada Inui. Entah Inui juga merasakan hal yang sama seperti gue atau tidak, gue tidak tau. Yang gue tau, dia cukup baik dengan gue, bahkan melebihi pacar gue sendiri.
"Aku suka saat berada di dekatmu" kata-kata itu terdengar samar ditelan suara hujan, namun gue masih bisa sedikit mendengarnya.
"Aku juga senang saat bersamamu" balas gue pelan.
"Rul" dia mengangkat kepalanya, dan menatap mata gue. Kami pun saling bertatapan.
"Iya" balas gue.
"Cupp" dengan tiba-tiba dia langsung mengecup bibir gue, gue yang kebingungan namun masih membiarkan bibirnya mencium bibir gue. Hujan yang semakin deras sudah tidak gue hiraukan lagi. Entah berapa lama kami berciuman, sambil tubuh kami masih berpelukan erat menahan dinginnya malam.
Sejenak, dia perlahan melepaskan ciumannya, kemudian balik menatap gue.
"Gpp kan, aku nyium pacar orang" ujarnya tersenyum.
Gue hanya bisa membalas senyumnya dan menyentuh kedua pipinya. Gue tau yang gue lakukan ini salah, tapi gue juga merasa dilema. Gue ga memutuskan untuk menjawab, namun gue malah membalas untuk kembali mencium bibirnya. Dia pun hanya pasrah menerima ciuman dari gue, dan kami kembali berciuman entah berapa lama sampai akhirnya hujan pun reda.
"Yuk kita pulang" ujar gue sembari memeriksa jam di HP, ternyata sudah hampir jam 12 malam.
"Hmmm" Dia terdiam sejenak, seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Udah hampir jam 12 nih, nanti orang tuamu khawatir"
"Kamu ga pengen sesuatu dari aku?" Tanya dia dengan wajah seperti memberi kode. Gue yang gak ngerti kode-kodean pun hanya keheranan sambil mengangkat kedua alis mata.
"Hee, ya udah. Yuk kita pulang aja" balas dia lagi, sembari tersenyum menatap gue. Jujur gue ga ngerti maunya dia apa.
Kami berdua pun akhirnya pulang. Di perjalanan, dia masih memeluk gue dengan erat, sambil kepalanya bersandar di pundak gue.
"Rul, hubungan kita ini apa ya? Hehe" Tanya dia tiba-tiba.
"Ga tau, ga jelas soalnya haha" balas gue tertawa.
"Tapi aku lebih nyaman dengan hubungan kita yang seperti ini, daripada berpacaran"
"Yah, anggap saja kita ini teman tapi mesra" jawab gue lagi.
"hahaha, terserah kamu deh" balasnya lagi sambil tertawa.
Kami berdua terus mengobrol dan bercanda, bukan sebagai sepasang kekasih, namun sebagai teman akrab.
Setelah kejadian malam itu, kami masih beberapa kali ketemuan dan jalan bareng. Gue ga mau tau apakah gue dianggap selingkuh atau apa, namun gue benar-benar nyaman saat berada di dekat dia. Meskipun terkadang gue berfikir kalau dia hanyalah pelarian gue, atau sebaliknya gue yang jadi pelarian dia, tapi gue tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Gue masih merasa nyaman dengan hubungan yang tidak jelas ini.
Bahkan setelah gue putus dengan Rini, gue masih terus berhubungan dengan Inui, tanpa ada status. Sampai akhirnya dia menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Dia mulai mendapatkan pacar baru, yang tak lain adalah teman gue sendiri. Gue sedikit kecewa, namun gue juga tidak masalah karna gue tau, cinta itu tidak bisa dipaksakan.
Terakhir gue bertemu Inui saat pergi menonton konser dengan Zaky, dia juga ikut datang dengan kekasihnya. Kami masih seperti biasa, layaknya teman biasa. Meskipun gue tau ada sedikit rasa cinta gue terhadap dia, tapi entah kenapa gue lebih memilih untuk tidak mengungkapkannya. Gue lebih nyaman dengan hubungan ini, daripada berpacaran. Bahkan sampai hari ini, gue masih tidak pernah memberitahukan perasaan gue terhadap dia. Karna gue tau, apa yang gue inginkan, apa yang kami berdua inginkan. Sudah kami rasakan berdua.
Cinta itu tidak harus diungkapkan, namun cinta bisa kita rasakan. Begitulah gue mendefinisikan tentang sebuah cinta. Kenangan tak terlupakan saat hujan di malam itu seperti terlukis dalam sebuah lagu Lyla yang berjudul Hujan.
"Eh, Inui. Tumben mampir ke sini" sapa gue sambil berjalan mendekati dia yang masih berada di atas motor. Dia hanya menjawab dengan senyuman manis di wajahnya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya gue lagi sambil bercanda dengan bahasa formal.
"Pengen liat kamu kerja aja, hehe... Eh, sekalian nih, gantiin oli motorku yah" ujar dia lalu mematikan kunci kontak motornya sembari turun dan berjalan ke arah kursi yang ada di ruang tunggu.
Gue pun meraih stang motornya dan membawanya ke atas bike lift. Dia yang sedang duduk tak jauh dari ruang kerja gue, masih terus memandangi gue yang berpakaian serba putih, dengan sepatu safety dan celemek berwarna merah berlogo sayap.
"Kamu habis dari mana, Nui. Tumben lewat arah sini?" Gue sekalian mengajaknya ngobrol sambil membuka baut oli motornya.
"Tadi habis dari rumah temen, kebetulan ga sengaja liat kamu tadi di depan. Jadi aku sekalian mampir deh" balas dia. Sekarang bahasa kami sudah tidak gue-elo, entah kenapa pertemanan kami ini semakin akrab saja. Namun, tidak ada hubungan yang lebih dari itu.
"Sekalian rem belakangnya disetel ya, Rul" ujarnya sambil terus memperhatikan gue menservis motornya.
"Siap, tenang aja beres" Jawab gue.
"Enak ya jadi motor diservisin mulu, aku juga mau dong diservisin hihi" Dia mulai menggoda gue dengan candaannya.
"Ntar malem gue servisin loe tenang aja" Jawab gue lalu tertawa.
"Haha, engga kok. Becanda" Dia pun ikut tertawa. Gue yang tadinya sok sibuk, seketika jadi terpesona melihat tawanya yang lucu.
Setelah Inui pulang, teman-teman gue pun mulai menghujani gue dengan berbagai pertanyaan. Siapa dia? Siapa Namanya? Apa dia pacarmu? Atau jangan-jangan selingkuhanmu? Akhh!!! Berisik deh pokoknya. Gue pun cuma bisa menjawab kalau dia cuma temen gue, gak lebih dan gak kurang.
***
Malam itu hujan deras disertai petir, gue belum bisa tidur dan hanya rebahan sambil liat-liat HP saja di kamar. Tiba-tiba ada panggilan masuk di HP gue. Dan ternyata itu adalah panggilan dari Inui.
"Hallo"
"hiks hiks" Gue mendengar suara tangisan.
"Nui, kamu kenapa?" Gue heran kenapa dia menelpon larut malam begini, sambil nangis pula.
"Bisa jemput gue engga" ujarnya dengan suara yang masih menangis.
"Jemput di mana? Kamu kenapa?" Gue mendadak khawatir dengan keadaan dia, takutnya kenapa-kenapa.
"Aku habis putus, sekarang aku ditinggal sendirian di pinggir jalan. Aku takut" Dia masih terus berbicara sambil menangis.
"Oke, kamu tenang dulu. Sekarang aku bakal jemput kamu. Kamu lokasinya ada di mana?" Balas gue yang benar-benar khawatir sekaligus kasian dengan dia, apalagi sekarang sedang hujan, sudah larut malam lagi.
Gue pun segera berangkat, saat itu sudah jam 10 malam, namun hujan belum juga reda. Akhirnya gue melaju di tengah derasnya hujan dan petir malam itu. Entah sudah berapa kali pula petir menyambar ketika gue masih dalam perjalanan menuju lokasi yang diberitahu olehnya. Fikiran gue semakin tidak tenang, takut, khawatir dengan keadaan dia saat ini. Meskipun dia hanya sekedar teman, tetap saja dia adalah seorang perempuan. Gue sebagai laki-laki tidak mungkin mengabaikannya begitu saja. Apalagi dia langsung menelpon gue, itu artinya dia percaya sama gue.
Hampir setengah jam, gue akhirnya sampai di lokasi. Hujan sudah sedikit reda, namun kilat masih tampak berekelipan di langit, angin yang sangat dingin masih berhembus menerbangkan daun-daun pepohonan. Gue berhenti sejenak di pinggir jalan, mengeluarkan HP yang sengaja gue bungkus dengan plastik bening agar tidak basah. Gue pun mencoba menghubungi nomor Inui. Namun nomornya sudah tidak aktif. Gue makin tambah khawatir. Kekhawatiran gue semakin bertambah saat gue sadar lokasi itu tak jauh dari lokasi kuburan yang jalanannya sepi sekali saat itu. Bahkan lampu penerangan jalan saja hanya ada beberapa yang menyala.
Akhirnya gue mencari Inui sambil bermotor pelan, sembari memperhatikan ke sekeliling jalan. Tak jauh di depan gue, ada sebuah warung yang sudah tutup dan gelap. Tampak dari lampu motor, seseorang sedang duduk di sana. Gue pun segera mendekati orang itu. Dan ternyata itu adalah Inui.
"Nui, ini aku. Kamu gpp kan?" Tanya gue yang saat itu benar-benar khawatir.
Dia yang tadinya tertunduk diam, langsung menoleh ke atas, memandang gue. Gue bisa melihat wajahnya dari penerangan lampu jalan yang ada di sebelah warung. Tampak wajahnya yang pucat dan matanya bengkak akibat menangis. Dia langsung memeluk gue tanpa berkata apa-apa. Dia kembali menangis di pelukan gue. Gue hanya bisa menenangkan dan membalas pelukannya. Kekhawatiran gue sedikit reda saat tau dia masih baik-baik saja.
"Udah, jangan menangis lagi" Gue coba mengusap rambutnya yang basah terkena hujan. Jujur baju gue juga basah, karna tidak sempat lagi untuk mencari jas hujan yang entah di mana gue simpan.
"Aku takut" ujarnya sambil terus menangis. Siapa sih laki-laki brengsek yang sudah meninggalkan dia di sini. Kejam sekali laki-laki itu, ingin rasanya gue baku hantam dengan orangnya.
Gue masih terdiam berdiri di depannya, sedangkan dia duduk di kursi dan masih terus memeluk gue dengan erat. Hujan yang tadinya reda, sekarang kembali turun dengan derasnya. Gue pun memindahkan motor gue yang tadinya ada di pinggir jalan, kemudian gue seret ke teras warung itu. Tempat ini benar-benar sepi. Tidak ada kendaraan yang berlalu-lalang, mungkin karna sedang hujan juga. Gue pun memutuskan untuk duduk di sebelahnya sambil menunggu hingga hujan reda.
Gue masih terdiam, memandangi wajahnya yang sedih. Dia sepertinya shockatas kejadian yang baru saja dia alami. Gue ga mau menanyakan apapun ke dia. Biarkan dia sendiri yang bercerita.
"Maaf ya Rul, udah ngerepotin kamu" ujarnya dengan suara pelan, bibirnya tampak gemetar akibat kedinginan.
"Gpp, aku ikhlas bantuin kok. Jujur aku tadi sempat khawatir sama kamu. Apalagi sakarang cuaca buruk, tengah malem lagi" balas gue.
"Hmm, makasih banyak ya" Dia mencoba tersenyum lalu langsung memeluk gue lagi. Gue pun dengan senang membalas pelukannya.
Jujur, saat ini gue masih berstatus pacaran dengan Rini, namun di sisi lain gue juga ada sedikit rasa kepada Inui. Entah Inui juga merasakan hal yang sama seperti gue atau tidak, gue tidak tau. Yang gue tau, dia cukup baik dengan gue, bahkan melebihi pacar gue sendiri.
"Aku suka saat berada di dekatmu" kata-kata itu terdengar samar ditelan suara hujan, namun gue masih bisa sedikit mendengarnya.
"Aku juga senang saat bersamamu" balas gue pelan.
"Rul" dia mengangkat kepalanya, dan menatap mata gue. Kami pun saling bertatapan.
"Iya" balas gue.
"Cupp" dengan tiba-tiba dia langsung mengecup bibir gue, gue yang kebingungan namun masih membiarkan bibirnya mencium bibir gue. Hujan yang semakin deras sudah tidak gue hiraukan lagi. Entah berapa lama kami berciuman, sambil tubuh kami masih berpelukan erat menahan dinginnya malam.
Sejenak, dia perlahan melepaskan ciumannya, kemudian balik menatap gue.
"Gpp kan, aku nyium pacar orang" ujarnya tersenyum.
Gue hanya bisa membalas senyumnya dan menyentuh kedua pipinya. Gue tau yang gue lakukan ini salah, tapi gue juga merasa dilema. Gue ga memutuskan untuk menjawab, namun gue malah membalas untuk kembali mencium bibirnya. Dia pun hanya pasrah menerima ciuman dari gue, dan kami kembali berciuman entah berapa lama sampai akhirnya hujan pun reda.
"Yuk kita pulang" ujar gue sembari memeriksa jam di HP, ternyata sudah hampir jam 12 malam.
"Hmmm" Dia terdiam sejenak, seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Udah hampir jam 12 nih, nanti orang tuamu khawatir"
"Kamu ga pengen sesuatu dari aku?" Tanya dia dengan wajah seperti memberi kode. Gue yang gak ngerti kode-kodean pun hanya keheranan sambil mengangkat kedua alis mata.
"Hee, ya udah. Yuk kita pulang aja" balas dia lagi, sembari tersenyum menatap gue. Jujur gue ga ngerti maunya dia apa.
Kami berdua pun akhirnya pulang. Di perjalanan, dia masih memeluk gue dengan erat, sambil kepalanya bersandar di pundak gue.
"Rul, hubungan kita ini apa ya? Hehe" Tanya dia tiba-tiba.
"Ga tau, ga jelas soalnya haha" balas gue tertawa.
"Tapi aku lebih nyaman dengan hubungan kita yang seperti ini, daripada berpacaran"
"Yah, anggap saja kita ini teman tapi mesra" jawab gue lagi.
"hahaha, terserah kamu deh" balasnya lagi sambil tertawa.
Kami berdua terus mengobrol dan bercanda, bukan sebagai sepasang kekasih, namun sebagai teman akrab.
***
Setelah kejadian malam itu, kami masih beberapa kali ketemuan dan jalan bareng. Gue ga mau tau apakah gue dianggap selingkuh atau apa, namun gue benar-benar nyaman saat berada di dekat dia. Meskipun terkadang gue berfikir kalau dia hanyalah pelarian gue, atau sebaliknya gue yang jadi pelarian dia, tapi gue tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Gue masih merasa nyaman dengan hubungan yang tidak jelas ini.
Bahkan setelah gue putus dengan Rini, gue masih terus berhubungan dengan Inui, tanpa ada status. Sampai akhirnya dia menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Dia mulai mendapatkan pacar baru, yang tak lain adalah teman gue sendiri. Gue sedikit kecewa, namun gue juga tidak masalah karna gue tau, cinta itu tidak bisa dipaksakan.
Terakhir gue bertemu Inui saat pergi menonton konser dengan Zaky, dia juga ikut datang dengan kekasihnya. Kami masih seperti biasa, layaknya teman biasa. Meskipun gue tau ada sedikit rasa cinta gue terhadap dia, tapi entah kenapa gue lebih memilih untuk tidak mengungkapkannya. Gue lebih nyaman dengan hubungan ini, daripada berpacaran. Bahkan sampai hari ini, gue masih tidak pernah memberitahukan perasaan gue terhadap dia. Karna gue tau, apa yang gue inginkan, apa yang kami berdua inginkan. Sudah kami rasakan berdua.
Cinta itu tidak harus diungkapkan, namun cinta bisa kita rasakan. Begitulah gue mendefinisikan tentang sebuah cinta. Kenangan tak terlupakan saat hujan di malam itu seperti terlukis dalam sebuah lagu Lyla yang berjudul Hujan.
Quote:
Lanjut>> Chapter 11 Godaan
Diubah oleh irulfm24 03-07-2021 01:19
Menthog dan 2 lainnya memberi reputasi
3













