Kaskus

News

tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
MISTERI ISLAM AWAL [M.I.A] | Reconstruct Early Islamic History out of Tradition
MISTERI ISLAM AWAL [M.I.A] | Reconstruct Early Islamic History out of Tradition


أتاني بإسناده مخبر، وقد بان لي كذب الناقل
"Dia datang kepadaku mengabarkan isnad-nya, dan aku menukilkan sebuah dusta"
(Abul-'Ala Al-Ma'arri- Diwan No. 23265)

TEMPORARY INDEX


Selamat Datang di MIA
Pengantar Umum

HISTORIOGRAFI
  1. Sumber-sumber Tertulis Non-Muslim s.d. 690
  2. Sumber-sumber Tertulis "Muslim" s.d. 690
  3. Literatur Apokaliptika
  4. Sumber-sumber Tertulis Non-Muslim s.d. 900 : (coming soon)
  5. Pandangan Saksi Hidup Tentang Muslim Awal


KRITIK ASAL-USUL HADITS
  1. Pengantar Singkat Tentang Hadits
  2. "Keunikan" Al-Muwaththa'
  3. Pembuktian Awa'il
  4. Misteri Hadits Abu Bakar-'Umar-'Utsman-'Ali
  5. Asal-Usul Konsep Sunnah
  6. Pengembangan Hadits di Kota-kota Besar dan Karakter Isnad
  7. Isnad Hijazi
  1. Isnad Madinah
  2. Isnad Makkah
  1. Isnad Mesir
  2. Isnad Syria
  3. Isnad Iraqi
  1. Isnad Bashrah
  2. Isnad Kufah
  1. Thalabul-'Ilm dan "Dua Wajah" Anas bin Malik
  2. Asal-Usul Thalabul-'Ilm


KRITIK-HISTORIS HADITS
  1. Peranan Qadhi Perawi dan "Terduga" Perawi
  2. Daftar Qadhi Perawi (s.d. 850an)
  3. Kejanggalan Hadits-hadits Mutawatir
  1. Hadits Larangan Meratapi Mayit
  2. Hadits Larangan Berdusta Atas Nama Nabi
  1. Kritik Sumber Rijal Sanad
  2. Teori Sintesis Kontemporer:
  1. Teori Common Link Juynboll
  2. Teori Projecting Back Schacht-Juynboll
  3. Teori Isnād cum Matn Motzki


ASAL-USUL FIQH
1. Madzahib Kuno Pra-Syafi'i
2. Ikonoklasme Leo III dan Yazid II
3. Rivalitas Muhaddits Bashrah vs Kufah
4. Asal-Usul Sunnah
5. Abu Hanifah dan Murid-muridnya
6. Rivalitas Ahlur-Ra'yi vs Ahlul-Hadits
7. Mu'tazilah dan Kebijakan Mihnah
8. Kebangkitan Asy'ari dan Penyeragaman 'Aqidah
9. Persekusi Ekstrimis Hanabilah

AL-QUR'AN TERTULIS
1. Masalah Dalam Tradisi
2. Tradisi Sab'atu Ahruf
3. Scriptio Defectiva dan Scriptio Plena
4. Manuskrip-Manuskrip Tertua
5. Evolusi Rasm Al-Qur'an

AL-QUR'AN ORAL
1. Al-Qur'an Pada Periode Primitif
2. Markers of Orality
- Karakteristik & Proporsi

- Abraham & Pengumuman Tentang Anaknya
- Clausula & Contoh Exegesis Alkitabiah
3. Contoh: Polemik Al-Ma'idah: 41-87
4. Konten Al-Qur'an

KRITIK-HISTORIS SIRAH
1. Kepenulisan Sirah
2. Konten Sirah
3. Karakteristik Sirah Ibnu Ishaq
4. Maghazi dan Asal-Usul Hudud
- Kritik Kisah Penghukuman Bani 'Urainah
- Kritik Kisah Perjanjian Hudaibiyyah
- Kritik Kisah Perang Badar dan Uhud
- Kritik Kisah Pengusiran Bani Quraizhah
- Kritik Kisah Fat'hu Makkah
- Kritik Kisah Pengepungan Khaibar
- Kritik Kisah Fadak
- Kritik Kisah Peristiwa Tsaqifah dan Bani Sa'idah
5. Muhammad mitologis VS Muhammad historis


MUHAMMAD
- Masalah Dalam Tradisi
- Salvation History
- Biografi Tradisional
- Misteri Kehidupan Muhammad
- Hanifisme
- Pengasingan Terhadap Karakter Muhammad
- Hilangnya "Putra" Muhammad

YAHUDI, MUHAMMAD, DAN ISLAM KLASIK
- Yahudi Mosaik vs Yahudi Hellenistik
- Yahudi dan Militansinya
- Beta Israel
- Gerakan Penafsiran Torah di Iraq
- Yahudi di Jazirah Arab
- Umma Document (1)
- Umma Document (2)
- Umma Document (3)
- Kronologi Evolusi Islam (1)
- Kronologi Evolusi Islam (2)
- Kronologi Evolusi Islam (3)

BAHASA ARAB DAN AL-QUR'AN
- Manuskrip-Manuskrip Al-Qur'an s.d. 900
- Bahasa Arab Kuno s.d. Bahasa Arab Klasik
- Pengaruh Bahasa-bahasa Asing
- Konten Dalam Al-Qur'an
- Al-Qur'an Hari Ini
- Corpus Coranicum
- Prophetic Logia

KESARJANAAN
- Tradisionalisme dan Orientalisme Lama
- Revisionisme dan Orientalisme Baru
- Neo-Revisionisme / Neo-Tradisionalisme

MISCELLANEOUS
- Geografi Arab Pra Muhammad
- Prasasti Yudeo-Arab Pra Muhammad
- Literatur Arab dan Evolusi Arab Klasik
- Ortografi Arab Kuno
- Kekeliruan Cara Berpikir Anti-Islam

FAQ
Diubah oleh tyrodinthor 15-05-2021 12:53
TroopakillaAvatar border
Bathara semarAvatar border
awanriskAvatar border
awanrisk dan 88 lainnya memberi reputasi
73
134.8K
1.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
KASKUS Official
6.5KThread11.5KAnggota
Tampilkan semua post
tyrodinthorAvatar border
TS
tyrodinthor
#50
AL-QUR'AN
MASALAH DALAM TRADISI
BAG. III


Bagi Burton, siapapun yang membaca secara cermat riwayat-riwayat tradisi seputar pengumpulan Al-Qur'an akan memperoleh suatu isyarat yang menyiratkan bahwa mush-hafUtsmani tidak lengkap. Maksudnya, ada ayat-ayat tertentu yang pernah diwahyukan kepada Muhammad, namun tidak ditemukan dalam Al-Qur'an. Suyuthi dan Abu Dawud telah merekam berbagai keluhan shahabah bahwa mereka tidak menemukan dalam mush-haf Utsmani ayat-ayat yang biasa mereka tutur pada masa Muhammad masih hidup atau menemukan surat-surat tertentu dalam mush-haf Utsmani yang pendek dari yang mereka miliki sebelumnya. Menurut Burton, semua riwayat tentang pengumpulan Al-Qur'an itu merupakan suatu konstruksi narasi fiktif untuk mendukung sebuah argumen yuridis, yaitu argumen bahwa "Al-Qur'an adalah pedoman (huddan) tertinggi, namun wajib meninjau sunnah (hadits)". Pada mulanya terdapat suatu masalah ketika ketentuan hukum Al-Qur'an tidak sejalan dengan hukum yang sudah berlaku secara universal dalam pemerintahan 'Umayyah. Salah satunya hukum berzina dalam Al-Qur'an adalah 100x cambuk/dera (QS 24:2). Namun, para faqih (fuqaha'uddin/ahli-ahli yurisprudensi Islam) klasik lebih condong pada hukum rajam, dimana hukum itu selain sejalan dengan kitab-kitab Yahudi dan Nashrani, juga merupakan hukum yang berlaku di bawah pemerintahan Islam di masa itu. Maka, para faqih mengembangkan suatu doktrin abrogasi yang disebut nasakh, yang salah satunya berimplikasi pada tetap diberlakukannya hukum rajam walaupun teksnya "sudah tidak ada lagi" dalam Al-Qur'an, dan berlanjut pada klausul yang diatur dalam ushul-fiqh, misalnya, hukuman rajam bagi zina muhshan dan cambuk bagi zina ghairu muhshan. Implikasi ini pada akhirnya membentuk berbagai riwayat tentang pengumpulan Al-Qur'an, yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh penulis-penulis Muslim di abad 13 seperti Suyuthi dan Zarkasyi yang mengandalkan kapasitas rijal.

Menurut Burton, informasi tentang pengumpulan Al-Qur'an pada zaman Abu Bakar ataupun Utsman tidak historis. Para faqih perlu membuat-buat cerita tentang mush-haf Utsmani yang tidak lengkap melalui komplain-komplain para shahabah yang disebabkan oleh adanya praktik hukum yang telah berjalan yang tidak ada sandaran hukumnya dalam Al-Qur'an. Untuk menyelamatkan praktik-praktik hukum itu, para faqih ini mendaku bahwa sebenarnya Al-Qur'an mendukung praktik-praktik hukum seperti ini walaupun tidak lagi ditemui dalam Al-Qur'an. Prinsip abrogasi ini dikenal dengan jargon: naskhat-tilawah, dunal-hukm (نسخ التلاوة دون الحكم) -"abrogasi bacaan, namun hukum tetap berjalan"- dan menjadi salah satu dari jenis-jenis nasakh lainnya. Fenomena qira'at bagi Burton juga sama, yakni untuk memberikan kesan ketidak-lengkapan Al-Qur'an yang sudah kadung dipercayai kaum Muslim akan keterpeliharaan dan kelestariannya langsung dari Tuhan. Riwayat-riwayat simpang-siur apapun sanadnya juga dimaknai sebagai bagian dari drama kontestasi antara reliabilitas dan otentisitas Al-Qur'an di satu sisi, dengan kebutuhan legalitas untuk memayungi hukum yang telah berlaku, menjadi suatu yang kita sebut sebagai syari'ah. Lantas, jika kisah pengumpulan Al-Qur'an itu ahistoris, maka kapankah Al-Qur'an mulai dikumpulkan? Burton berkesimpulan bahwa Al-Qur'an yang kita miliki hari ini adalah asli peninggalan Muhammad, benar-benar berasal dari Muhammad, dengan format surat, ayat, dan juz yang sama persis.

Daniel Madigan dalam tesisnya yang berjudul The Qur'an's Self-Image (2001) mengkritik hipotesis Burton telah melompat terlalu jauh dari data-data yang dianalisisnya. Keunggulan hipotesis Burton adalah bahwa memang pada akhirnya kita menemukan manuskrip tertua yang sezaman dengan Muhammad (atau lebih tua) yaitu Manuskrip Birmingham dengan format surat dan ayat yang sama dengan Al-Qur'an modern. Namun, kelemahan hipotesisnya adalah Burton tidak menjelaskan bagaimana riwayat-riwayat yang ditulis 7 abad setelah Muhammad wafat itu dapat menggantikan memori historis tentang teks-teks Al-Qur'an yang berasal dari Muhammad. Memang benar, riwayat-riwayat itu penuh kontradiksi dan inkonsisten, tapi kita tidak bisa mengabaikan fakta adanya kesepakatan, yaitu Al-Qur'an pernah ditulis di zaman Muhammad, namun baru dikumpulkan dan dibukukan dalam satu mush-haf di zaman Utsman.

Kita harus menyadari bahwa pendekatan yang digunakan kesarjanaan Muslim dengan Barat berbeda. Bagi kaum Muslim, Al-Qur'an adalah sumber moral dan keagamaan. Pada umumnya, Al-Qur'an dipelajari untuk tujuan keagamaan, karena di dalamnya banyak sekali doktrin teologis dan hukum yang menjadi sandaran hidup bagi ummat Muslim. Jarang sekali ditemui kesarjanaan Muslim (Muslim scholarship) mengkaji Al-Qur'an untuk menggali aspek-aspek historis. Sebaliknya, kesarjanaan Barat (Western scholarship) mengkaji Al-Qur'an semata-mata untuk kepentingan penelitian historis. Dari narasi Al-Qur'an, mereka benar-benar ingin meneliti lebih dalam mengenai kemunculan Islam awal, karir kenabian Muhammad, dan situasi keagamaan yang terjadi pada masanya, yaitu gejolak sektarian antara agama Abrahamik. Pertanyaannya, sejauh mana Al-Qur'an dapat menyuguhkan informasi mengenai Islam awal, Muhammad, dan gejolak sektarian serta hubungannya dengan agama lain? Analisis yang umum digunakan adalah analisis teks. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa yang sebenarnya dikatakan Al-Qur'an. Analisis ini tidak mudah dilakukan, teks Al-Qur'an tergolong sulit dipahami, selain karena bukan merupakan suatu kronik sejarah dan tidak tematis, Al-Qur'an juga sering mengandung majazi dan tidak memberikan informasi secara detil untuk dapat dipahami.

Sebenarnya, analisis teks juga dilakukan dalam kesarjanaan Muslim yang bertujuan mengembangkan berbagai pendekatan dan metode tafsir. Akan tetapi, tidak satupun ada pertanyaan kritis yang diajukan, sebagai misal, berasal darimana teks-teks Al-Qur'an yang ada di hadapan kita saat ini. Pertanyaan semacam ini tidak menarik perhatian karena selain diimani begitu saja, juga karena Al-Qur'an telah tersedia dalam format "siap saji" dan bahan-bahan dasar segala penafsiran dapat ditemui dari tradisi. Padahal, mush-haf resmi yang kita gunakan saat ini adalah sebenarnya merupakan edisi Kairo tahun 1923 yang pada mulanya menjadi Al-Qur'an standard di Mesir di bawah pengawasan langsung Sultan Fuad I (1922-1936). Berkat dukungan dari Arab Saudi, Al-Qur'an edisi Kairo 1923 itu diterima secara universal hari ini, baik yang digunakan oleh kesarjanaan Muslim, maupun yang kita miliki saat ini. Dengan diperkenalkannya edisi Kairo ini, kita tidak lagi diperkenalkan dengan varian qira'at (bacaan) Al-Qur'an, baik secara oral maupun tulisan. Padahal, Al-Qur'an edisi Kairo 1923 hanyalah salah satu dari versi qira'at dari 7 qira'at (menurut Ibnu Mujahid) atau 10 s.d. 14 qira'at yang umum digunakan kaum Muslim sebelum tahun 1923. Al-Qur'an edisi Kairo 1923 merupakan adopsi dari qira'at versi Hafs (Hafsh bin Sulaiman Al-Kufi; 706-796) yang periwayatan ayat-ayatnya melalui 'Ashim bin Abu Najud (qira'at ini dikenal sebagai qira'at Hafs). Qira'at Hafs sekarang telah menjadi Al-Qur'an standard modern yang diterima di seluruh dunia, termasuk Indonesia (kecuali Afrika Utara dan Afrika Barat).

Jadi, berdasarkan tradisi maupun informasi faktual, telah diketahui bahwa Al-Qur'an memiliki varian mush-haf dan qira'at. Yang manapun varian itu, tetap keduanya membuat iman menjadi tidak nyaman. Sumber-sumber tradisional, baik hadits, sirah, maupun tafsir adalah aktivitas literer yang merefleksikan suatu fiksi "sejarah keselamatan" (salvation history) dengan pola yang umum dijumpai dalam berbagai legenda dan mitos dunia lainnya, yaitu kelahiran, kenaikan, keajaiban, permusuhan, kemenangan, wafat, dan penerus, hingga pada akhirnya berbaur dengan peristiwa-peristiwa faktual pada abad-abad setelahnya. Selain sejarah Islam tradisional dan mitologi Alkitabiah, pola semacam juga ditemui pada mitologi lainnya.

Hal menarik lain adalah Al-Qur'an mengandung beberapa ayat repetitif yang hampir serupa satu sama lain, namun dengan versi yang berbeda. Suatu misal dialog antara Allah dengan Musa dalam matriks sbb:

kaskus-image


Garis-besar narasi ayat-ayat pada ketiga surat di atas memiliki kasus yang sama dengan narasi hadits yang dibahas sebelumnya, yaitu satu peristiwa dengan versi narasi berbeda. Peristiwanya adalah ketika Musa menerima wahyu Tuhan, dimana dia berbicara langsung dengan Allah, dan Allah memberikan mu'jizat berupa tongkat yang bisa menjadi ular. Tapi narasi yang disampaikan berbeda-beda. Masalah cerita Musa di atas tidak dapat diselesaikan hanya dengan berkesimpulan bahwa ayat-ayat di atas hanya saling melengkapi dan tidak bertentangan. Sebab, atribut kelengkapan dan klaim tanpa kontradiksi yang ditawarkan justru tidak sesuai dengan narasi Al-Qur'an di atas apa adanya. Selain itu, masalah versi cerita di atas juga tidak membuktikan bahwa Al-Qur'an adalah karangan Muhammad semata, sebaliknya, masalah di atas justru menyiratkan bahwa Al-Qur'an tidak ditulis oleh satu orang penulis. Variasi cerita Musa di atas menggambarkan suatu hal, bahwa "penulis Qur'an" memperoleh riwayat berdasarkan tradisi lokalitas yang dijumpai, sehingga tersiratlah bahwa "penulis"-nya dari berbagai orang berbeda, atau dengan istilah lebih sopan, Al-Qur'an merupakan koleksi riwayat tradisional dari berbagai lokasi.

Lalu bagaimana membuktikan hal ini?

Berangkat dari masalah di atas, serta masalah-masalah pada sumber-sumber tradisional yang sudah dibahas sebelumnya, maka tidaklah mengherankan jika kemudian studi kritik-historis Al-Qur'an menggunakan pendekatan intertekstual (what is in the text, what is before the text). Sebelumnya, kritik-historis masih menggunakan pendekatan lama, yaitu pendekatan tekstual what is behind the text. Pendekatan ini menyuguhkan suatu jawaban tendensius yang saat ini sering dijumpai dalam kajian-kajian anti-Islam, bahwa sumber-sumber tradisional dapat diandalkan untuk menjelaskan kepalsuan Muhammad, semisal Al-Qur'an dikarang Muhammad, Al-Qur'an ditulis sesuai kepentingan karir kenabian Muhammad, sebuah ayat Al-Qur'an yang diproduksi hanya untuk melegitimasi tindakan-tindakan terror dan cabul Muhammad, dan Muhammad tidak 'ummi(buta huruf). Pendekatan ini sudah tidak lagi digunakan dalam studi sejarah Islam dan studi Al-Qur'an pada Kesarjanaan Barat, karena untuk menganalisa dan mengkritik Al-Qur'an, maka haruslah menggunakan pendekatan yang lebih tepat. Pendekatan tekstual menghasilkan bias analisis, karena selain mengandalkan tradisi (hadits dan sirah) sepenuhnya, pendekatan ini seringkali menjadi propaganda anti-Islam dan digunakan dalam tradisi apologetik Kristen. Sedangkan pendekatan intertekstual menghasilkan analisis yang koheren dan komprehensif, karena pendekatan ini mengandalkan setiap sumber yang benar-benar berada pada zamannya, atau tidak jauh dari sebelum dan sesudahnya, sesuai paradigma keilmuan yang berkembang di masa kontemporer.

Namun, pendekatan intertekstual ini tidak dapat sepenuhnya mandiri dari tradisi. Setiap tradisi oral yang ditulis oleh 'alim 'ulama klasik (tradisionis) ataupun Al-Qur'an bukanlah sebagai suatu cerita rekayasa atau rekaan semata para penulisnya. Hal ini terbukti dari bagaimana kitab-kitab tradisional itu disusun, dimana para penulisnya benar-benar mengumpulkan riwayat-riwayat yang ada. Meskipun tradisi yang shahih dan tidak shahih selalu bermasalah dalam hal otentisitas dan verifikasi, namun para tradisionis telah cukup apa adanya. Namun, tidak menutup kemungkinan jika rekayasa itu benar-benar terjadi pada masa tradisi oral murni masih berlangsung sebelum memasuki periode penulisan hadits dan sirah. Oleh sebab itu, pendekatan intertekstual tidak cukup untuk sekedar menganalisa suatu peristiwa yang dapat diverifikasi di zamannya, sebab banyak sekali sumber-sumber yang ditulis sesuai pada zamannya, mulai dari periode penaklukan Muslim awal sampai masa pemerintahan Abbasiyyah. Tapi, pendekatan intertekstual juga harus bisa menjelaskan bagaimana proses transisi doktrin Islam dari periode tsb menuju periode klasik (akan dibahas pada bab hadits).

Pendekatan intertekstual menghadapi tantangan besar dalam menganalisa Al-Qur'an, sebab sumber-sumber tertulis lain yang berada pada zaman ketika Al-Qur'an baru lahir tidak menjelaskan apapun, baik tentang Al-Qur'an maupun Muhammad. Maka, metode pengujian yang dilakukan adalah analisis ortografi dan paleografi terhadap manuskrip-manuskrip Al-Qur'an paling awal, serta perbandingan kebahasaannya dengan karya-karya literatur dan arkeologi lainnya, baik yang sezaman dengan manuskrip-manuskrip tsb (seperti prasasti, puisi, naskah-naskah Muslim awal, dll) maupun yang mendahului sebelumnya (Alkitab, pseudopigrafa, dan literatur hagiografi). Berangkat dari sini, mari kita telaah lebih dalam dimulai dari berbagai temuan manuskrip Al-Qur'an yang ada pada masa paling awal.

>> Lanjut ke BAB. II. Scriptio Defectiva
>> Kembali ke Bag. II
Diubah oleh tyrodinthor 24-10-2019 08:28
yoseful
pakisal212
pakisal212 dan yoseful memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.