Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bedulokAvatar border
TS
OWNER
bedulok
Milanisti Kaskus | A. C. Milano 20/21 | Sempre Insieme, Forza Milan! - Part 1


Quote:







SOCCER ROOM GENERAL RULES
Read This Before Posting



Spoiler for Rules:





*Peraturan dapat direvisi/dirubah sewaktu waktu emoticon-shakehand


Peraturan Baru di Sub Forum Milkas





SAYEMBARA MILANISTI KASKUS

Quote:

Quote:


Quote:
Diubah oleh bedulok 25-12-2020 17:40
kenshin90
boznayan
hydenista
hydenista dan 52 lainnya memberi reputasi
47
756.4K
26.7K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Milanisti Kaskus
Milanisti Kaskus
240Thread1.8KAnggota
Tampilkan semua post
ilozenAvatar border
ilozen
#2136
Pierre Kalulu
Oleh: Magico Milan

Dalam laut boleh diajuk, dalam hati siapa tahu. Begitulah pada mulanya sosok-sosok penting di manajemen Olympique Lyon tak terlalu memedulikan perasaan sang presiden klub Jean-Michel Aulas. Bagi manajemen, sang presiden tentu mafhum dengan kondisi klub yang sudah surplus bek kanan. Saat itu mereka memiliki tidak tanggung-tanggung, tiga bek kanan.

Pertama Rafael, senior, kenyang pengalaman, pernah membela Manchester United serta timnas Brasil dan sudah bergabung bersama klub sejak 2015. Kedua Leo Dubois, didatangkan dari Nantes pada 2018 dan sudah pula merasakan caps bersama Les Bleus (timnas Prancis). Ketiga, Kenny Tete, sudah pula tiga tahun bersama klub dan rajin membela timnas Belanda.

Dalam kondisi demikian, sudah pasti tidak ada tempat bagi anak muda berusia 20 tahun yang minim pengalaman. Dia baru sebatas membela tim cadangan Lyon yang berkompetisi di Championnat de France amateur, kasta keempat liga sepakbola Prancis. Tentu bakal sulit baginya untuk mentas dari sepakbola amatir menuju jalur profesional. Bakal susah untuk merangsek masuk ke jajaran elit tim senior Lyon.

Barulah setelah si anak muda itu ternyata menjalin kesepakatan dengan klub lain, kekecewaan diungkapkan langsung sang presiden. Rasa getun yang tentunya mengagetkan jajaran manajemen. “Kami kehilangan dia. Mungkin karena kami melakukan kesalahan dengan tidak menyadari dia akan sangat berguna untuk masa depan,” kata juragan perangkat lunak itu kepada televisi Olympique Lyon pertengahan Juli 2020.

Tidak mau menimbulkan rasa bersalah yang lebih pada direktur olahraga yaitu Juninho Pernambucano, master freekick pada zamannya. Juga tidak mau memantik perselisihan dengan pelatih Rudi Garcia, Aulas kemudian menambahkan kalimatnya. “Memang dalam tahun dimana kami berada dalam kesulitan yang sangat, pelatih dan direktur olahraga cenderung menggunakan pemain berpengalaman,” kata Aulas.

Anak muda yang disesalkan kepergiannya oleh Aulas itu tidak lain Pierre Kalulu Kyatengwa. Bagi publik sepakbola Lyon, kota tempat bengawan Rhone dan Saone berciuman, Kalulu serupa masa depan yang sangat layak dipertahankan.

Sayang beribu sayang. Di Lyon bakat besar dia justru menimbulkan perselisihan. Dia menjadi sumber perdebatan dua sosok penting di sisi rekrutmen dan perencanaan teknis Lyon, Rudi Garcia dan Juninho. Nama pertama berkeinginan menjadikan Pierre Kalulu sebagai bek tengah karena kemampuan versalitasnya. Nama kedua berkemauan menjadikan Kalulu sebagai bek kanan.

Perdebatan tak berkesudahan menimbulkan dilema bagi pemain. Dia memikirkan masa depannya. Bagi remaja sepertinya, negosiasi untuk masuk ke kancah profesional akan sangat berat tanpa ketertarikan pelatih. Di sebelah sisi, pinangan dari klub lain memberi iming-iming lebih buat pengembangan karier. Apalagi godaan datang dari dua klub besar di Eropa. Pertama AC Milan, kedua Bayern Muenchen, ketiga Sevilla.

Apa boleh buat keputusan harus diambil meski sang presiden merasa gundah gulana. Kalulu menjatuhkan pilihan: AC Milan.

***

Geoffrey Moncada merupakan salah satu pemandu bakat terbaik di dunia. Dia membangun tim Monaco yang berjaya pada 2016-17, memenangkan Ligue 1 dan mencapai semifinal Liga Champions. Saat itu ada Kylian Mbappe, Radamel Falcao, Bernardo Silva, dkk.

Dia direkrut Elliott pada Desember 2018 untuk menangani rekrutmen Milan. Dalam sebuah wawancara dengan The Athletic, Moncada membeberkan filosofi pencarian pemain Milan demi bisa kembali ke jalur elit Eropa.

“Saya melihat kami digambarkan sebagai 007 di media dan sejujurnya memang seperti itu. Anda harus melakukan itu atau setidaknya mencobanya. Semua klub besar, Bayern Muenchen dan Manchester City, misalnya, melakukan pekerjaan luar biasa dalam pencarian bakat di level yunior,” katanya.

“Jika pemain berusia 20 tahun bermain buruk, mendapat nilai empat dari skala 10, tetapi memiliki potensi besar, itu lebih penting bagi saya. Saya suka jika seorang pemandu bakat melihatnya dan berkata kepada saya: 'Lihat, dia tidak bermain bagus hari ini, tapi dia berbakat'. Kami akan terus memantaunya. Pada akhirnya kami memiliki laporan komprehensif dengan semua info dan statistik,” kata pria berkebangsaan Prancis itu.

Berbicara lebih spesifik tentang apa yang dia inginkan dari jaringan pemandu bakat, Moncada menekankan pentingnya hubungan antarmanusia.

“Saya tidak membutuhkan pemandu bakat yang hanya pergi ke pertandingan. Saya butuh orang yang menonton latihan, berbicara dengan orang tuanya dan direktur akademi,” katanya. “Terlalu mudah untuk melihat laga kemudian menulis laporan. Kami bisa melakukannya dari kantor. Kami harus memiliki intel yang melihat situasi kontrak, seperti apa keluarganya. Detail kecil membuat perbedaan. Hubungan manusia membuat perbedaan,” katanya lebih lanjut.

Filosofi itu terus dibawa sejak Moncada masuk Milan hingga sebelum mengawali musim 2020. Di tengah pandemi, awal 2020, Milan menyadari titik lemah pada sisi bek kanan. Davide Calabria dan Andrea Conti belum pada level konsisten saat itu. Apalagi Conti rawan cedera. Pilihan murah berkualitas di pasar transfer juga tak banyak. Serge Aurier tak bakal mudah dilepaskan Spurs. Harganya mahal, sekitar 20-25 juta euro. Denzel Dumfries sami mawon, dibanderol tinggi oleh PSV Eindhoven, 25 juta euro.

Di sinilah Moncada bergerak mencari alternatif. Pucuk dicinta ulam tiba. Lama bergelut dengan sepakbola Prancis, nama Kalulu sudah ada dalam buku catatannya. Negosiasi langsung digencarkan. Dipimpin langsung Paolo Maldini dan Frederic Masara mendekati agennya Eduardo Marinho dan keluarga Kalulu.

“Pembicaraan dengan Maldini sangat penting, itu memberinya gambaran lengkap tentang Serie A dan Milan, serta memberikan nasihat penting bagi Pierre. Krusial bagi talenta muda untuk mendapat dukungan dari pemain berpengalaman seperti Maldini, saran itu penting. Sudah pasti posisi yang disukainya adalah bek kanan,” kata Eduardo Marinho.

Kisah berikutnya tinggal sejarah. Kalulu meneken kontrak lima tahun dengan Milan. Anda tahu nilai transfernya? Gratis. Gajinya kurang dari Rp 10 miliar setahun. Sepersepuluh gaji Serge Aurier setahun di Spurs!

***

Lahir dari peranakan Zaire di Lyon pada 2000, Pierre Kalulu mulai bermain bola pada usia sangat dini 4 tahun. Dia bergabung dengan akademi Lyon pada usia 10 tahun. Tidak aneh kenapa dia mengawali karier sedemikian mula, tak lain karena dia datang dari keluarga bola.

Semua saudaranya bermain bola. Dua kakaknya Aldo Kalulu da Gedeon Kalulu juga bergabung akademi Lyon. Tiga bersaudara semuanya menjalani karier sepakbola profesional. Aldo bermain sebagai penyerang membela FC Basel dan sempat dipinjamkan ke Swansea City. Gedeon, bermain sebaagai bek kanan untuk Ajaccio.

Dibanding dua kakaknya, karier Kalulu terlihat lebih moncer. Semua itu ditunjukkannya dalam beberapa pekan terakhir bersama Milan. Kemampuan defensifnya di atas rata-rata. Antisipasinya dahsyat. Positioningnya mumpuni. Kemampuan intervensi luar biasa. Passing quality-nya keren. Basis tekniknya kuat. Kepercayaan dirinya oke. Holding ball-nya gahar. Andaikata dia makin kuat untuk duel udara, niscaya bakal jadi bek tangguh komplet. Sungguh! dia pemain murah tapi tak murahan.
radenmas82
smurf06
chefnco7
chefnco7 dan 27 lainnya memberi reputasi
28
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.