Quote:
"Kamu kangen sama aku, Ben?" Senyuman itu. Senyuman yang kutunggu beberapa Minggu lalu. Wanita itu, wanita yang sangat kurindu. Tampilannya membuatku terpesona, sehingga aku ingin sekali memeluknya.
"Kamu udah makan? Kita makan dulu, yu. Aku yang bayar" Kataku, dan mengelus rambutnya.
"Ayo, aku pengen kamu yang mesen, ya" Kata Anggun.
"Kamu jangan nyebelin, ya" Kataku.
"Hahaha, kamu tuh. Masa mesen makanan enggak bisa, nanti aku ajarin" Kata Anggun.
Kami berdua mengitari salah satu mall yang berada di ibukota. Anggun memeluk lenganku, sambil sesekali melihat seisi mall, dan mencari tempat makanan yang kami inginkan. Terkadang sesekali, Anggun ingin melihat-lihat toko pakaian dan make up. Tetapi ketika kita sudah hampir masuk ke dalam tokonya, Anggun malah ingin melanjutkan mencari makanan. Aku hanya bisa menurutinya, dan terus mencari tempat makan.
"Tadi aku pengen beli baju yang itu" Kata Anggun, ketika kami sudah selesai memesan makanan.
"Kenapa enggak jadi? Udah 3 toko lho" Tanyaku.
"Aku bingung, kemarin aku udah banyak belanja di sana. Mamah aja sampai ngomelin, kalo kamu tau, kamu juga pasti marah" Kata Anggun.
"Sekarang aku tau, aku boleh marah?" Kataku.
"Kita baru aja ketemu, emang kamu bisa marah?" Tanya Anggun, yang memeletkan lidahnya.
"Kamu nih, ya" Kataku sambil menjitak kepalanya.
Kita makan berdua, ini tempat makan yang biasa sering kami datangi. Aku memesan nasi goreng special, dan Anggun memesan roti bakar. Anggun tampak lahap memakan cemilannya. Terkadang, dia melihatiku sambil tersenyum. Entah kenapa bisa, aku yang tidak pernah mengenal dia sebelumnya, tiba-tiba menjadi manusia yang sangat disayanginya. Mengingat pertemuan yang terlalu singkat, aku yang hanya bermodal ingin memphotonya, dan dari obrolan yang sampai larut malam. Sekarang kami menjadi dua manusia yang saling menyayangi. Entah, apa jadinya nanti kita berdua.
Handphoneku bergetar... Mei menelponku, dan Anggun melihatnya.
"Angkat tuh teleponnya" Kata Anggun, dia belum curiga.
"Nanti aja" Kataku, berlagak biasa-biasa saja.
Tiba-tiba Anggun mengangkatnya, dan seperti cowok yang ketakutan pada umumnya.
"Hallo, siapa nih?" Tanya Anggun.
Aku tidak bisa mendengar Mei yang berbicara apa, karena tidak dipeaker oleh Anggun.
"Bennya lagi gak ada, emang ini siapanya?" Tanya Anggun.
Ekspresi Anggun mulai berubah perlahan-lahan. Aku tetap cuek, dan menunggu gimana kelanjutannya.
"Yaudah, nanti gue bilangin ke Benyamin" Kata Anggun, dan langsung ditutup telephonenya.
Anggun menaruh hapeku di meja. Aku menganggap biasa-biasa saja. Supaya Anggun berfikir, aku tidak berbuat macam-macam.
"Siapa cewek itu? Kamu mau main-main?" Tanya Anggun.
"Cewek itu siapa? Mei? Itu teman aku, Nggun" Kataku.
"Teman kamu cuma Shania sama Hasan doang, Ben. Kamu jangan bohong ya sama aku" Kata Anggun.
"Siapa yang bohong sih, Nggun?" Kataku.
"Kok kamu emosi gitu ngomongnya?" Tanya Anggun, dia melihati mataku dengan tajam.
Aku menghela nafas, ini adalah waktu yang sulit untuk membicarakannya. Aku hanya terdiam, dan sesekali melihatinya juga. Anggun terlihat murung, mungkin kaget dengan intonasi bicaraku yang tiba-tiba sedikit membentak. Karena selama kami berpacaran, ini adalah pertengkaran secara langsung yang kami lakukan.
Aku mengambil handphoneku, kulihat pesan yang masuk. Ternyata isinya adalah Mei yang meminta tolong untuk menjemputnya di tempat kerjanya. Hanya aku baca, tidak aku balas pesannya. Anggun masih saja cuek kepadaku, makanannya masih sedikit tersisa, begitupun minumannya yang hanya sedikit ia teguk.
"Kamu udah selesai makannya?" Tanyaku, mencoba melarutkan amarahnya.
"Gak usah pegang-pegang" Kata Anggun, dia menyingkirkan tanganku.
"Aku yang bayar, ya, sayang" Kataku.
Tiba-tiba dia langsung berdiri dan menuju kasir. Belum sempat aku mengejarnya, dia sudah balik lagi ke tempat duduk dan mengajakku pulang.
"Karcisnya sama kamu" Kataku.
"Iyaa" Jawabnya, cuek.
Kami seperti anak kecil yang sedang bermusuhan, menuju parkiran dengan posisi berjauhan. Aku hanya bisa memakluminya, dan ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya. Aku ingin dia keluarkan semua amarahnya, supaya tidak punya rasa yang mengganjal di hati dan pikirannya. Mungkin ketika nanti di perjalanan pulang, aku masih punya kesempatan untuk menurunkan tensi amarahnya. Sebisa mungkin aku harus menjadi telinga sekaligus mata untuknya.
"Kamu mau denger lagu?" Tanyaku, ketika kami berhenti di sebuah warung untuk membeli rokokku yang sudah habis.
"Lagu apa, aku gamau lagu dangdut ya" Kata Anggun.
"Lagu Sheila On7 full album 2 jam" Kataku, sambil mencolek pipinya.
Anggun mulai sedikit tersenyum, dan itu membuatku sedikit lega. Kami arungi perjalanan dengan lantunan lagu yang menenangkan jiwa. Walaupun Anggun masih sedikit marah denganku, tetapi pasti dia menikmatinya.
Genggam tanganku saat tubuhku terasa linu
Kupeluk erat tubuhmu saat dingin menyerangmu
Kita lawan bersama dingin dan panas dunia
Saat kaki tlah lemah kita saling menopang
Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati
Sampai jumpa di kehidupan yang lain
-
Seperti biasa, ketika aku pulang, pasti kucingku yang langsung menyambutku. Aku ingin bermain sebentar dengannya, sedikit melepaskan rasa lelah. Kulihat, di ruang tamu ada ayah dan mamahku yang sedang berduaan. Tadinya aku tidak ingin mengganggunya, tetapi mereka sadar, kalau anaknya baru saja pulang dan aku disuruh mengobrol sebentar dengan mereka.
"Dari mana a?" Tanya ayahku.
"Urusan, yah" Kataku.
"Aa gapernah cerita-cerita lagi sama ayah tentang aktivitas aa" Kata ayahku.
Aku sedikit menarik nafas, sebenarnya pertanyaan ini sudah kupendam lumayan lama.
"Emang ayah punya waktu buat dengerin curhatan aa?" Tanyaku.
Ayahku hanya diam dan mengisap dalam-dalam rokok yang sedang dihisapnya.
Handphoneku berbunyi, dan itu dari Anggun. Mungkin masalah yang tadi akan segera kami lanjuti. Aku izin pamit untuk pergi ke atas, kembali ke kamarku merebahkan badan. Tempat paling nyaman untukku bercerita tentang semuanya...
Sementara itu, Anggun masih saja menanyaiku dan mengomeliku. Aku hanya diam mendengarkannya, tidak mau mengganggunya dalam mengeluarkan seluruh amarahnya.
"Kamu gausah bohong"
"Itu siapa?"
"Jadi cewek kecentilan banget"
"Ngapain minta jemput segala"
"Emangnya dia gapunya kaki?"
"Kamu juga, kenapa diem, hah? Aku lagi ngomong sama orang yang punya otak, tapi enggak tau, punya hati atau enggak" Ocehan Anggun.
"Udah ngomongnya?" Tanyaku.
"Terserah kamu lah" Kata Anggun, lalu dia matikan telephonennya.
Aku hanya bisa menghela nafas. Aku tidak berfikir kalau bakal begini tadinya. Kenapa Anggun sekarang-sekarang ini mulai gampang curigaan dan emosian? Dalam hal ini memang aku yang salah, aku mengerti hal itu. Tetapi kenapa gampang sekali mengambil suatu keputusan? Aku juga tidak tau, apa saja yang tadi Mei dan Anggun bicarakan. Kenapa Anggun bisa semarah ini denganku, ya?
"Coba kamu tenang dulu. Gimana kalo itu bener-bener teman aku yang lagi kesusahan? Kamu marah karena apa? Karena dia cewek? Kamu emang belom ngerasa aku prioritaskan? Atau kamu masih mengira kalau kamu, aku nomor duakan?" Kataku, setelah beberapa kali Anggun menolak telephone dariku.
"Kamu gabisa jelasin kan, kalo dia itu siapa? Kamu gausah banyak omong. Kalau dia emang bener-bener temen kamu, dia enggak bakal kaget, kalau aku itu pacar kamu" Kata Anggun.
"Itu doang alesan kamu? Sampai-sampai kita berantem kayak gini? Kamu juga tadi enggak ngomong apa-apa ke aku" Kataku.
"Kamu kira, aku orang gila? Aku harus marah-marah sama cowok aku di depan semua orang? Kamu mau kita berantem ditontonin?" Nada bicara Anggun mulai sedikit terbata-bata. Aku tau, dia pasti sedang menangis di sana.
"Kalau kayak begini caranya. Ngapain kita cape-cape saling percaya? Seharusnya pikiran kamu lebih luas dan sebelum-sebelumnya. Aku tau, ini pertama kali kita berantem. Aku juga wajarin itu, dan kamu cemburu, kan?" Kataku.
"Enggak, aku gak cemburu sama situ" Kata Anggun.
"Yaudah ya sayang, kamu besok harus kerja, aku juga kerja. Kamu istirahat, pakai baju tidurnya, terus cuci muka" Kataku.
"Cuci muka dulu, baru ganti baju. Kamu salah" Kata Anggun.
Huft....
"Iyaa, aku salah. Aku salah, sayang. Kamu istirahat, ya. Terima kasih udah mau muncul di hadapan aku lagi. Aku kangen banget sama kamu. Nanti kita ketemu lagi, ya. Aku masih kangen sama kamu. Sebelum kamu tutup hari ini dengan doa, aku masih pengen ngebuat kamu terus bahagia" Kataku.
Lalu kami berbaikan. Anggun mengirim photo dengan memakai baju tidurnya, dan mata yang sedikit masih kelihatan ketika habis mengeluarkan air mata. Sungguh, aku tidak tega. Selamat terlelap, Nggun. Terima kasih, untuk hari yang aku nanti-nanti, waktu kamu masih di Bali.