Quote:
"Aku seneng bisa ketemu mamah sama ayah kamu" Kata Anggun. Sekarang, aku sudah berada didepan rumahnya Anggun.
"Nanti aku ajak lagi kapan-kapan ya" Kataku.
"Makasih Ben" Kata Anggun sambil tersenyum.
Aku duduk diatas motor, sedangkan Anggun berdiri didepanku.
"Sini dong deketan" Kataku.
Anggun mendekat ke arahku. Anggun tersenyum, salah satu karunia Tuhan yang aku bisa rasakan. Aku elus rambutnya yang lembut, turun ke pipinya yang sedikit memerah.
"Kamu kenapa natap aku sampe begitu?" Tanya Anggun.
"Aku suka liatin kamu, aku bisa suka, karena dulu ngeliatin kamu" Kataku sambil terus mengelus pipinya.
"Aku enggak nyangka kalo dulu kamu se-berani itu buat photoin aku didepan temen-temen aku" Kata Anggun.
"Aku juga enggak percaya kalo aku ngelakuin hal itu" Kataku.
Anggun mengangkat tangannya, dia mengelus rambutku. Aku hanya bisa melihati senyumannya diatas motor yang aku standarkan. Anggun mendekatkan badannya, dia memelukku. Aku hanya bisa mengelus rambutnya perlahan sambil sesekali melihati rembulan seraya berkata "Aku cinta salah satu makhlukmu yang tidak sempurna yang ingin namanya ku pertahankan"
"Aku sayang sama kamu"
"Aku sayang banget sama kamu"
"Kamu hati-hati ya pulangnya"
"Jangan ngebut ya Po"
"Jangan main kemana-mana lagi ya" Kata Anggun sambil mengelus pipiku.
"Iyaa, aku pulang ya? Salam sama mama papah didalem" Kataku.
Anggun tersenyum lagi, lalu aku pamit pulang dari hadapannya karena tidak mau terlalu malam ketika diperjalanan.
Aku menyusuri malam dengan senyuman dan perasaan yang gembira. Tidak terasa juga bisa secepat ini aku mencintainya. Malam panjang penuh cerita yang sebentar lagi berganti hari karena waktu yang terus berjalan dengan sendirinya. Ah, indahnya cinta.
"Assalamualaikum" Ucapku ketika membuka pintu rumah. Ternyata semuanya sudah masuk ke kamarnya masing-masing. Hanya ada Ciko yang menyambutku dengan bulunya yang tebal itu.
"Belom tidur nang?" Kataku sambil mengelus badannya yang gempal.
Perutku lapar, padahal tadi sudah makan bersama Anggun. Di kulkas ada mie goreng instan lengkap dengan telurnya. Aku ambil mie instant itu, lalu ku nyalakan kompor serta meracik bumbunya diatas piring yang ku ambil di tempatnya. Mungkin, sambil memakan mie instant, aku bisa memainkan laptop sebentar, lagipun besok hari libur. Aku ingin memanjakan diri malam ini sampai besok pagi.
Tidak butuh waktu lama untuk menyiapkannya, akan aku nikmati malam ini dengan memakan mie goreng instan dan minumnya kopi capucino dingin sambil memainkan laptop yang kuambil tadi diatas kamarku.
Baru saja beberapa suap, nada panggilan telepon membuatku harus mengangkatnya. Siapa ini, pagi-pagi seperti ini menelpon? Anggun sudah tidur sepertinya..
"Hallo, siapa ya?" Tanyaku.
"Ini Farah, Ben" Itu Farah, mantanku dulu waktu SMP.
Boleh aku bercerita sedikit tentang sosok Farah? Supaya tidak ada keliruan ketika kalian membacanya. Baiklah, begini ceritanya.
Waktu aku kelas 1 SMP, aku sempat suka dengan kakak kelasku. Aku sangat mengaguminya, sampai-sampai satu sekolahpun tau aku suka padanya. Tapi aku harus berputus asa karena yang aku dengar, kakak kelasku tidak menyukaiku, malah bisa dibilang dia tidak mau aku menyukainya.
Diusiaku waktu itu yang masih terbilang seperti anak-anak yang baru mengenal cinta. Aku merasakan sedikit kepahitan, sampai tak terasa aku akan menginjak kelas 2. Sebelum aku melaksanakan ujian, ada kabar yang berhembus kalau salah satu anak paduan suara suka denganku. Aku tidak menggubrisnya, karena aku tidak tau dan tidak kenal dengan orangnya. Tapi salah satu temanku terus-terusan mendukungku sampai akupun ikut antusias mencari tau siapa orang tersebut.
"Farah Fauziyah anak paduan suara Ben, masa lo gak tau" Kata temanku, Wiga namanya.
"Gua gatau, yang mana sih orangnya?" Kataku.
Sampai suatu ketika pelajaran Seni Budaya berlangsung, ada 2 orang wanita yang datang ke kelasku, aku tidak tau apa keperluan mereka, aku juga tidak mau tau apa yang mereka lakukan sehingga datang ke kelasku.
"Bu, mau minjam minyak kayu putih" Kata salah satu wanita yang masuk kedalam kelasku, sedang yang satunya menunggu didepan pintu.
"Itu yang namanya Farah" Kata Wiga.
Itu yang namanya Farah? Mukanya putih bersih mengenakan hijab ditambah badannya yang cukup berisi tapi tidak terlalu gemuk.
"Ohh ada nih Far" Kata guruku sambil memberinya minyak tersebut.
Aku terus memperhatikannya, sampai-sampai guruku memperhatikanku juga.
"Benyamin, kenapa ngeliatin Farah sampai segitunya? Cie Farah" Kata guruku menggodai kami.
"Apasih ibu" Kata Farah sambil tersenyum kecil.
"Farah suka bu sama Benyamin" Kata temanku Wiga.
"Farah, Benyamin nih"
"Far, si Ben tuh" Kata temanku yang lainnya.
Setelah dikiranya selesai meminjam, Farah meninggalkan kelasku dengan terburu-buru, mungkin malu juga karena diledeki hampir satu kelas.
-
"Kenapa Far nelpon jam segini?" Tanyaku.
"Ganggu gak Ben?" Tanya Farah.
Sebenarnya memang sedikit terganggu karena aku masih ingin memakan makananku, tapi tak apa, kami sudah lama tidak juga tidak berkomunikasi seperti ini.
"Enggak kok, ada apa Far?" Tanyaku.
"Gapapa Ben, pengen nelpon aja" Kata Farah.
"Oalah" Jawabku.
"Lu masih tinggal dirumah yang dulu Ben?" Tanya Farah.
"Masih Far, mau pindah kemana lagi?" Tanyaku.
"Kirain pindah ke Bandung, kan waktu itu lu sempet pindah kesana, berarti sekarang masih di Setia Kawan (Rumahku yang sekarang)?" Tanya Farah.
"Tadi maunya begitu Far, tapi kayanya lebih sering bulak-balik kesinih, jadinya disini aja deh" Kataku sambil sesekali melahap sisa mie instan.
"Tadi pas gua kerumah, lu gak ada Ben?" Tanya Farah.
"Gua tadi jemput orang Far, maaf ya gabisa nemuin, terima kasih juga udah nyempetin ngasih undangan" Kataku.
"Iyaa Ben, sama-sama, gua mau lu yang jadi ketua. Sebenernya bukan gua aja sih, yang lain juga maunya lu. Lu kan simbol angkatan kita" Kata Farah.
Ciko datang menghampiriku, lalu dia tiduran disampingku.
"Hehe, harusnya jangan gua terus Far, biar yang lain maju. Btw, gimana kabar lu sama keluarga? Pacar gimana?" Tanyaku.
"Gak ada lagi Ben, lu doang. Alhamdulillah Ben, sehat semua kok. Kemaren ada yang ngedeketin Ben, tapi ya gitu, kelamaan, gua agak kurang suka" Kata Farah.
"Enggak kayak gua ya waktu itu? Haha" Kataku.
-
Hari rabu yang mendung. Aku sudah tau yang namanya Farah Fauziyah. Dan yang membuatku aneh, kenapa aku bisa suka juga dengannya seiring waktu yang berjalan. Kenapa sekarang malah jadi aku yang penasaran? Kenapa aku yang jadi tertarik padanya. Padahal, dibilang kenal pun tidak, aku saja baru tau namanya dari teman-temanku yang sering mengatakannya padaku. Sepertinya, aku mulai suka dengannya.
"Gua mau nembak Farah nih" Kataku ke temanku yang sering dipanggil Dejon.
"Ayo Ben, gue temenin" Kata Dejon.
Hari ini freeclass karena ada rapat yang diadakan pihak sekolah dengan mengundang para orang tua murid. Mamahku juga datang hari ini, tapi aku belum melihatnya sampai sekarang.
Aku dan Dejon turun dari lantai 3 gedung sekolahku yang berwarna hijau itu ke lantai dasar. Aku mencari wanita yang mempunyai nama Farah Fauziyah. Aku berniat untuk mengungkapkannya secara langsung. Cukup berani juga ya aku ini, haha.
"Yah gak ketemu Jon" Kataku.
"Telat Ben, die udah pulang kali" Kata Dejon.
"Terus gimana Jon? Besok pasti lebih susah buat ketemu" Kataku.
"Santai Ben, nanti juga jadian" Kata Dejon sambil menepuk pundakku.
Akhirnya aku pulang bersama yang lainnya dengan kondisi hujan-hujanan. Aku pulang bersama gerombolan anak-anak yang tinggal di satu daerah yang sama. Mungkin nama kerennya BASIS (Barisan Siswa). Sekolahku punya beberapa BASIS, kami terbagi menjadi 4 basis dengan masing-masing punya wilayahnya tersendiri. Dan kini, aku dan basisku sedang hujan-hujanan untuk menembus perjalanan pulang.
"Aduh, hp gua basah" Kataku. Aku lupa kalau membawa handphone hari ini. Handphone dengan merek BB itu seperti kedinginan.
"Tutupin pake plastik" Kata temanku.
Akhirnya aku taruh didalam tumpukan buku mata pelajaran yang ku bawa. Dulu, aku memakai handphone BB. Dan itu satu-satunya yang ku punya, kalau yang ini rusak, bakal susah mencari penggantinya.
Akhirnya aku sampai rumah dengan kondisi basah. Tidak perlu ditanya bagaimana reaksi mamahku ketika melihat anaknya pulang, ya.
"Ujan-ujanan kamu mah, tadi bukannya bareng mamah, cepet ke kamar mandi" Kata mamahku.
Lalu aku melepas pakaianku yang basah, sekaligus memandikan badan yang habis terkena hujan. Selagi aku memakai pakaian yang kering, mamahku memasakan mie goreng instan, kebetulan, aku juga lapar.
"Mah, hp Ben kena basah" Kataku.
"Taro di beras, diemin bentar" Kata mamahku. Hah? Emang bisa ya?
"Emang bisa?" Tanyaku.
"Udah cepet kamu makan" Kata mamahku.
Akhirnya aku buka tempat penyimpanan beras, setelah itu aku bergegas makan. Setelah menghabiskan makananku, aku mengambil kembali hp BB ku yang ku taruh ke dalam beras, lalu ku colokan ke chargernya, dan ternyata menyala!!! Wah, hebat.
"Hidup nih" Kataku, senang.
Lalu aku nyalakan dan memainkannya sambil mengecasnya, salah satu kebiasaan burukku sampai sekarang.
"Kayanya gua berteman deh sama Farah di Facebook" Kataku.
Lalu aku mencari namanya, dan ternyata aku berteman dengannya. Tapi kok aku enggak sadar ya, apa aku terlalu cuek untuk masalah seperti ini?
"Ada nomor teleponnya nih, langsung telepon aja ah" Kataku dengan kepedean tingkat tinggi.
Aku menelponya dengan perasaan yang tidak karuan. Ini baru pertama kalinya aku seperti ini.
Tuuttt... Tuuttt...
"Hallo" Itu suaranya.
"Hallo" Kataku.
"Ini siapa?" Kata Farah, dia belum menyadari kalau ini aku yang menelponnya.
"Ini Benyamin anak 39 (Nama sekolahanku)" Kataku.
"Benyamin? Kok dapet nomornya dari mana?" Tanya Farah.
"Dari Facebook" Kataku.
"Kirain siapa, kenapa Ben?" Tanya Farah.
"Hmm.. Gua pengen ngomong sesuatu Far"
"Gua suka sama lu, lu mau gak jadi pacar gua?" Kataku dengan perasaan gugup.
Farah diam, tidak ada suara yang ku dengar.
"Far?" Kataku.
"Ohh iya, nanti gua telepon balik" Katanya.
-
"Haha, iyaa ya, waktu itu lu percaya diri banget Ben" Kata Farah sambil tertawa kecil.
"Iyalah, gak ada cowok se simpel gua yang nembak cewek cuma 5 menit langsung diterima" Kataku dengan nada tertawa.
-
Triiinggg
"Hallo" Jawabku.
"Iyaa Ben, gua mau" Kata Farah.
"Mau apa?" Tanyaku, memperjelas maksudnya.
"Mau jadi pacar lu" Kata Farah.
Aku langsung bergembira saat mendengar jawabannya. Aku peluk gulingku erat-erat sambil masih tidak percaya apa yang aku dapatkan. Hari itu, 16 Desember, aku dan Farah resmi berpacaran.
-
"Masalahnya itu Ben, gua lebih suka sama cowok yang to the point. Kalo kelamaan, gua malah bosen" Kata Farah.
"Bentar Far, gua mau naro piring kotor" Kataku sambil berdiri lalu menuju ke dapur.
"Hallo Far" Kataku.
"Lu lagi makan kok gak bilang-bilang?" Kata Farah.
"Kenapa harus bilang bilang?" Kataku.
"Itu namanya ngeganggu lu lagi makan" Kata Farah.
"Enggak Far. Tadi lu bilang kalo cowok ngedeketinnya kelamaan lu bakal bosen ya?" Kataku.
"Iyaa Ben, gimana ya ngadepinnya, apa gua tolak aja ya?" Kata Farah.
"Far, bosen itu kan lu atau dia yang nyiptain. Mungkin pembahasan dia yang kurang menarik dan lu'nya juga yang bales seadanya, karena itu lu ngerasa bosen. Beda dengan ketika keduanya saling mencari lalu dipertemukan. Kalo lu udah ngerasa cocok, gua yakin kok lu gak bakal nemuin kata bosen itu sendiri" Kataku.
"Mungkin guanya kali ya Ben yang terlalu cuek? Gua juga gamau ngasih harapan lebih Ben, cuma mau begini aja" Kata Farah.
"Ya kalo lu mau begini aja, berarti gak ada lagi yang harus lu kejar dan lu bakal stuck disitu aja" Kataku.
"Okelah, bakal gua pikirin lagi Ben kedepannya, jangan lupa save nomor gua Ben" Kata Farah, mungkin dia udah ngantuk.
"Iyaa Far, mau tidur lu? Yaudah, matiin dah" Kataku.
"Iyaa Ben, makasih udah nemenin ya" Kata Farah, lalu dia izin mematikan teleponnya.
"Buset si Ciko udah ngeringkuk aja" Kataku yang melihat kucingku yang sudah tertidur pulas dengan posisi tidur meringkuk.
Akhirnya aku bereskan kembali laptopku yang tidak jadi kupakai karena waktunya ku habiskan bertelponan dengan mantanku, Farah Fauziyah.
Quote:
Mantan adalah kenangan yang sering kita ingin lupakan. Tapi dia akan tetap ada pada masanya. Dan sekarang kamu hanya perlu memotivasi diri, supaya tidak kembali, apalagi sampai mengulangi