- Beranda
- Stories from the Heart
TOMATO STRAWBERRY
...
TS
men.in.back
TOMATO STRAWBERRY
Jika aku bukanlah aku apakah kau masih mencintaiku
Spoiler for image:
Quote:
sebuah kisah cinta sederhana sepasang kekasih
Genre : romantic fantasi
Penulis : Gilang
Genre : romantic fantasi
Penulis : Gilang
Quote:
CHAPTER 1
Dimensi PART 1
Hari ini sopir angkot itu merasa kesal dengan celotehan istrinya, ia terus saja mengeluarkan kata-kata kasar hampir di setiap ucapannya, istrinya marah besar karena uang belanjanya makin hari makin berkurang, ia menyuruh suaminya untuk lebih giat dalam bekerja, dan menyuruhnya untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik, ia berpikir memang ada benarnya juga karena mulai sepi penumpang semenjak ada angkutan umum lainnya,
“nasib-nasib”, katanya mengeluh.
Tiba-tiba ia melihat keramaian di terminal angkot yang akan ia tuju, seorang pria menghampirinya, membentangkan tangannya memberhentikannya yang sedang melaju santai
“tolong pak, emergensi!” pekiknya,
“ada apa pak?”, tanya si sopir penasaran,
“ada anak SMP tertabrak truck”, tambah bapak itu,
si sopir memang sedang kesal, tapi ia sebenarnya orang yang baik hati, disamping itu ia memiliki anak yang seumuran korban, dan ia memutuskan untuk membantunya, membawa ke rumah sakit terdekat. Ia langsung memarkirkan mobilnya di sebelah kerumunan orang yang membantu bocah malang tersebut.
“bapak-bapak, Ibu-Ibu, tolong bantu naikan saja ke angkot saya”, pintanya tulus. Semua orang yang berada disitu langsung membantu si korban, mengangkatnya ke angkot,
“siapa yang mau ikut menemani?”, tanyanya global. Kerumunan orang-oarang itu saling pandang.. lalu anak SMP wanita dengan seragam yang sama dengan korban datang menerobos diantara kerumunan,
“saya, saya, biar saya pak”, tanpa basa basi ia menghambur masuk ke dalam angkot,
“ayo pak, tolong pak.. kita harus cepat demi keselamatannya!”. Si sopir langsung menancap gasnya, tanpa lihat kanan kiri.
“sabar ya Za kamu pasti selamat”, ujar gadis itu sambil terus menangis.
Si sopir akhirnya menghentikan mobilnya di depan UGD rumah sakit terdekat, si korban langsung di bawa oleh tim medis yang memang sigap untuk situasi seperti ini, gadis cantik itu berlari mengkikuti korban bersama si sopir sampai ia dihentikan oleh petugas rumah sakit, karena batas wilayah penjenguk atau pembantu korban hanya sampai di situ. Mereka berdua menunggu di tempat yang telah di sediakan, lalu gadis itu menghubungi wali kelas korban agar segera menghubungi orang tua korban.
“sepertinya adik temannya?”, tanya si supir angkot
“ya pak, dia teman baik saya”, jawab si gadis sambil terus memegang buku matematika yang ia pinjam dari si korban. Murung.
“baiklah, kalau begitu, saya pulang dulu ya dik, karena saya harus kembali bekerja”, ucapnya, pamit.
“tolong terima ini pak”, gadis itu memasukan uang lima ratus ribu rupiah ke kantong kemeja si sopir angkot,
“maaf pak saya memaksa, dan tidak menerima penolakan, jadi mohon bapak terima!”, tambahnya memaksa.
Si supir sangat berterimakasih, ia tidak menyangka perbuatan baiknya berbuah manis.
“oia pak, saya boleh minta nomor telepon bapak?”, tanya gadis itu,
“ada dik, tapi untuk apa ya?”, jawabnya sambil merogoh kantong celananya, untuk mengambil ponsel bututnya dan mereka saling bertukaran nomor.
“baik nanti saya akan hubungi bapak, tolong simpan, saya Sherly”, ujar si gadis,
“baik dik, saya Karto”, tapi untuk apa ya dik?, tanyanya semakin penasaran,
“ayah saya sedang membutuhkan sopir pribadi, bapak akan saya rekomendasikan”,
pucuk di cinta bulanpun tiba, sudah jatuh tertimpa mas murni teriaknya dalam hati. Ia sangat bersyukur sudah di beri uang, ia juga akan segera memiliki perkerjaan yang lebih layak seperti yang istrinya selalu inginkan, semua itu berkat keikhlasannya membantu orang lain.
**
Sulit untuk tidak membuka mata karena sinar terang memaksa menembus kelopak mata bocah malang itu, mau tak mau ia membuka matanya perlahan menghalau sinar yang begitu terang dengan sebelah tangannya, ia mencoba duduk dengan lengan kanannya sementara yang kiri tetap menghalau sinar yang menyilaukan pandangannya, pandangannya berkeliling, hanya padang rumput hijau dengan satu pohon besar sejauh apapun ia memandang yang ia lihat adalah rerumputan hijau setinggi mata kakinya. Ia terkejut melihat sesosok tubuh di sampingnya entah dari mana asalnya
Dimensi PART 1
Hari ini sopir angkot itu merasa kesal dengan celotehan istrinya, ia terus saja mengeluarkan kata-kata kasar hampir di setiap ucapannya, istrinya marah besar karena uang belanjanya makin hari makin berkurang, ia menyuruh suaminya untuk lebih giat dalam bekerja, dan menyuruhnya untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik, ia berpikir memang ada benarnya juga karena mulai sepi penumpang semenjak ada angkutan umum lainnya,
“nasib-nasib”, katanya mengeluh.
Tiba-tiba ia melihat keramaian di terminal angkot yang akan ia tuju, seorang pria menghampirinya, membentangkan tangannya memberhentikannya yang sedang melaju santai
“tolong pak, emergensi!” pekiknya,
“ada apa pak?”, tanya si sopir penasaran,
“ada anak SMP tertabrak truck”, tambah bapak itu,
si sopir memang sedang kesal, tapi ia sebenarnya orang yang baik hati, disamping itu ia memiliki anak yang seumuran korban, dan ia memutuskan untuk membantunya, membawa ke rumah sakit terdekat. Ia langsung memarkirkan mobilnya di sebelah kerumunan orang yang membantu bocah malang tersebut.
“bapak-bapak, Ibu-Ibu, tolong bantu naikan saja ke angkot saya”, pintanya tulus. Semua orang yang berada disitu langsung membantu si korban, mengangkatnya ke angkot,
“siapa yang mau ikut menemani?”, tanyanya global. Kerumunan orang-oarang itu saling pandang.. lalu anak SMP wanita dengan seragam yang sama dengan korban datang menerobos diantara kerumunan,
“saya, saya, biar saya pak”, tanpa basa basi ia menghambur masuk ke dalam angkot,
“ayo pak, tolong pak.. kita harus cepat demi keselamatannya!”. Si sopir langsung menancap gasnya, tanpa lihat kanan kiri.
“sabar ya Za kamu pasti selamat”, ujar gadis itu sambil terus menangis.
Si sopir akhirnya menghentikan mobilnya di depan UGD rumah sakit terdekat, si korban langsung di bawa oleh tim medis yang memang sigap untuk situasi seperti ini, gadis cantik itu berlari mengkikuti korban bersama si sopir sampai ia dihentikan oleh petugas rumah sakit, karena batas wilayah penjenguk atau pembantu korban hanya sampai di situ. Mereka berdua menunggu di tempat yang telah di sediakan, lalu gadis itu menghubungi wali kelas korban agar segera menghubungi orang tua korban.
“sepertinya adik temannya?”, tanya si supir angkot
“ya pak, dia teman baik saya”, jawab si gadis sambil terus memegang buku matematika yang ia pinjam dari si korban. Murung.
“baiklah, kalau begitu, saya pulang dulu ya dik, karena saya harus kembali bekerja”, ucapnya, pamit.
“tolong terima ini pak”, gadis itu memasukan uang lima ratus ribu rupiah ke kantong kemeja si sopir angkot,
“maaf pak saya memaksa, dan tidak menerima penolakan, jadi mohon bapak terima!”, tambahnya memaksa.
Si supir sangat berterimakasih, ia tidak menyangka perbuatan baiknya berbuah manis.
“oia pak, saya boleh minta nomor telepon bapak?”, tanya gadis itu,
“ada dik, tapi untuk apa ya?”, jawabnya sambil merogoh kantong celananya, untuk mengambil ponsel bututnya dan mereka saling bertukaran nomor.
“baik nanti saya akan hubungi bapak, tolong simpan, saya Sherly”, ujar si gadis,
“baik dik, saya Karto”, tapi untuk apa ya dik?, tanyanya semakin penasaran,
“ayah saya sedang membutuhkan sopir pribadi, bapak akan saya rekomendasikan”,
pucuk di cinta bulanpun tiba, sudah jatuh tertimpa mas murni teriaknya dalam hati. Ia sangat bersyukur sudah di beri uang, ia juga akan segera memiliki perkerjaan yang lebih layak seperti yang istrinya selalu inginkan, semua itu berkat keikhlasannya membantu orang lain.
**
Sulit untuk tidak membuka mata karena sinar terang memaksa menembus kelopak mata bocah malang itu, mau tak mau ia membuka matanya perlahan menghalau sinar yang begitu terang dengan sebelah tangannya, ia mencoba duduk dengan lengan kanannya sementara yang kiri tetap menghalau sinar yang menyilaukan pandangannya, pandangannya berkeliling, hanya padang rumput hijau dengan satu pohon besar sejauh apapun ia memandang yang ia lihat adalah rerumputan hijau setinggi mata kakinya. Ia terkejut melihat sesosok tubuh di sampingnya entah dari mana asalnya
Spoiler for INDEX:
INDEX
CHAPTER 1 DIMENSI PART 1
CHAPTER 2 DIMENSI PART 2
CHAPTER 3 DIMENSI PART 3 DAN SHERLY
CHAPTER 4 PENGACAU
CHAPTER 5 IBU
CHAPTER 6 MERRY
CHAPTER 7 PERTEMUAN PERTAMA
CHAPTER 8 SHERLY DEWASA
CHAPTER 9 CEMBURU
CHAPTER 10 TUNANGAN
CHAPTER 11 SHERLY MULAI...
CHAPTER 12 ALAM BAWAH SADAR
CHAPTER 13 INGGRIT
CHAPTER 14 INGGRIT PART 2
CHAPTER 15 SUARA MERDU
CHAPTER 16 TRAGIS MELANDA
CHAPTER 17 JATI DIRI SEBENARNYA
CHAPTER 18 LUNA
CHAPTER 19 SHERLY MENGHILANG
CHAPTER 20 KERINDUAN
CHAPTER 21 ANTON SEBENARNYA
CHAPTER 22 SHERLY MENGETAHUI
CHAPTER 23 GRAND OPENING
CHAPTER 24 MERIAH MENCEKAM
END!
CHAPTER 1 DIMENSI PART 1
CHAPTER 2 DIMENSI PART 2
CHAPTER 3 DIMENSI PART 3 DAN SHERLY
CHAPTER 4 PENGACAU
CHAPTER 5 IBU
CHAPTER 6 MERRY
CHAPTER 7 PERTEMUAN PERTAMA
CHAPTER 8 SHERLY DEWASA
CHAPTER 9 CEMBURU
CHAPTER 10 TUNANGAN
CHAPTER 11 SHERLY MULAI...
CHAPTER 12 ALAM BAWAH SADAR
CHAPTER 13 INGGRIT
CHAPTER 14 INGGRIT PART 2
CHAPTER 15 SUARA MERDU
CHAPTER 16 TRAGIS MELANDA
CHAPTER 17 JATI DIRI SEBENARNYA
CHAPTER 18 LUNA
CHAPTER 19 SHERLY MENGHILANG
CHAPTER 20 KERINDUAN
CHAPTER 21 ANTON SEBENARNYA
CHAPTER 22 SHERLY MENGETAHUI
CHAPTER 23 GRAND OPENING
CHAPTER 24 MERIAH MENCEKAM
END!
Diubah oleh men.in.back 02-01-2016 19:23
anasabila memberi reputasi
2
75.9K
Kutip
147
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
men.in.back
#64
Quote:
CHAPTER 13
Inggrit
Lelah juga bagi Riza menghadapi hari-harinya yang semakin rumit, ia harus ke luar kota untuk mengurusi semua bisnisnya,
dua minggu berlalu.
Ia akhirnya pulang, ia rindu pada Sherly mereka sudah semakin dekat layaknya dulu di masa mereka SMP mereka tetap berhubungan lewat telepon dengan baik. Tentu saja sebagai Anton bukan Riza.
Sesampainya di bandara ia menyempatkan diri untuk makan siang karena dari tadi pagi dia belum sarapan.
Bzzz.. bzzz,
dering ponsel Riza, ia menatap ponselnya dia tersenyum ketika nama Sherly yang ada di layar ponselnya.
“hallo..”, riza menjawab panggilan,
“kamu dimana?”, tanya Sherly di sana,
“aku baru saja tiba di bandara”, jawab Riza
“ohh.. oke, temui aku nanti sore”, pintanya
“ya oke-oke, sore aku jemput”, jawab riza lagi
“oke bye..”
“bye”.
Sherly menutup teleponnya. Riza masih berjalan menuju restoran bandara, tiba-tiba seorang wanita paruh baya menabraknya dari belakang Riza tersungkur ke depan dan menjatuhkan poselnya yang menyebabkan LCD ponselnya retak.
wanita itu memegang mulutnya merasa bersalah, Riza geram ia membalikkan tubuhnya dengan cepat bersiap untuk memaki orang tersebut..
Ibu ?? Pekiknya dalam hati.
Ternyata wanita yang menabraknya tadi adalah ibunya Riza yang selama ini dia cari.
Sepeninggalan anaknya Riza, ibunya pindah keluar kota, karena terlalu banyak kenangan bersama anaknya di rumah itu.
Riza memang sempat mencari namun tetangga-tetangganya tidak tahu ke mana ibunya pergi.
“maafkan saya, saya sedang melihat isi tas saya ketika berjalan, mengenai ponsel anda, izinkan saya untuk menggantinya”, katanya bersungguh-sungguh.
Riza hanya terpaku hampir saja ia meneteskan air mata, untungnya masih dapat tertahan dengan memalingkan Wajahnya ke arah lain, ia menguatkan diri dan berkata,
“ini bukan masalah, anda juga tidak sengaja menabrak saya, lupakan saja”, Riza melemparkan senyum lembut, agar ibunya tidak merasa bersalah, ponsel itu tak seberapa bila dibandingkan dengan hangatnya pertemuan ini.
“apa anda sedang terburu-buru? Jika tidak, maukah makan siang dengan saya?”, ajak Riza,
“ma.. maaf tapi saya...”, ibunya hampir menolak,
“anggap saja dengan menemani saya makan siang, permintaan maaf anda saya terima”, potongnya memaksa,
“baiklah”, jawab ibunya tersenyum tipis.
Mereka berdua menuju restoran siap saji di sekitar bandara, sambil terus berbincang ibunya sangat antusias karna memang ibunya Riza tipikal orang yang terbuka, hanya karena merasa bersalah jadi ia sedikit gugup, ia menceritakan dulu pernah tinggal di kota ini sampai suatu hari harus menghadapi kenyataan pahit dengan kepergian anak semata wayangnya.
Tanpa sadar Riza meneteskan air matanya.
“maaf apa anda baru saja menangis?” tanya ibunya iba.
“ah .. ohh.. tidak juga, sa... saya hanya terhanyut oleh cerita anda, maaf kalau dengan anda bercerita anda jadi sesedih ini”, riza menjawab.
Ibunya tak dapat lagi menahan air matanya dan menangis tersedu-sedu di hadapannya. Riza sebenarnyapun tak bisa menahan lagi, ia mengalihkan pandangannya tak sanggup melihat ibunya menangis.
“dia tetap ada Bu, anda hanya perlu mendoakannya selalu”, riza menyabarkan.
“ya saya tahu, maaf saya jadi bercerita dan menangis seperti ini”.
Suasana makan siang jadi haru, tapi sekaligus membuat Riza bahagia karena sekian lama berpisah akhirnya ia bertemu lagi dengan ibunda tercintanya, walau tak bisa memeluknya. Ia ingin ibunya tetap tinggal dengannya namun rasanya itu tak mungkin, Ia punya segalanya tapi ia jauh dari orang-orang yang ia sayangi entah dari mana harus memulai agar semuanya menjadi seperti dulu, saat orang-orang tercinta mengenal dan menyayanginya sebagai Riza.
“maaf, kalau saya boleh tahu, apa anda sudah menikah lagi?”, tanya Riza memberanikan diri, ini hal yang sangat ingin ia tanyakan.
“tidak, saya tidak bisa lagi menikah dengan orang lain, saya tidak mau lagi kehilangan orang yang saya sayangi”, jawabnya datar.
“saya ingin menceritakan hal ini pada Riza ketika ia sudah besar, saya tidak akan pergi dengan tenang jika tidak menceritakan rahasia ini, mungkin anda bisa membantuku?” katanya serius.
Hah.. rahasia? Apa ini menyangkut keluargaku?.
“mmm.. te.. tentu saja saya akan membantu, tapi apakah anda yakin? Kenapa anda pikir saya orang yang bisa anda percaya”, tanyanya khawatir.
“itu insting seorang ibu, saya tidak tahu kenapa logisnya, saya percaya anda bisa membantu saya, saya akan bercerita”, ungkapnya mulai serius,
“sebenarnya Riza memiliki adik kandung...”
Riza tercengang, rasanya semua darahnya naik memenuhi kepalanya...
**
Di Taxi pikiran Riza di penuhi tanda tanya besar, ia tak tahu bagaimana, memulai percakapan dengan adik kandungnya itu. Dia berpisah di bandara dengan ibunya, ia meninggalkan nomor ponselnya, jika suatu saat menemukan adik kandungya tersebut.
“aku akan mencari alamat ayah terlebih dahulu”, gumamnya, dan ia tahu di mana persisnya alamat ayahnya
...
“sudah 1 tahun beliau pindah, pak”, jelas wanita paruh baya yang merupakan tetangga dekat ayahnya.
“apa anda tau dimana alamatnya yang sekarang”, tanya Riza tergesa-gesa. Tetangganya itu kemudian mencatat alamatnya di kertas, karena ponsel Riza tidak bisa di gunakan.
Lalu ia menelusuri daerah perkampungan yang ada di pinggiran kota yang tidak bisa di lalui mobil, ia berjalan setelah bertanya pada orang-orang yang tinggal di daerah tersebut.
Sampailah ia di rumah sederhana, ia ragu-ragu untuk mengetuknya, tak tahu harus darimana ia memulai percakapan.
“Anton?”, suara gadis mengagetkannya dari belakang, hampir-hampir menjatuhkan ponselnya lagi.
“inggrit....????”, pekiknya, membelalakan mata,
“apa yang kamu lakukan di rumahku?”, tambahnya.. rumahnya??
“a.. aku tidak sengaja mencari alamat temanku kupikir ini rumahnya”, jawab Riza asal-asalan.
Inggrit mendekatkan wajahnya ke wajah Riza menyelidik,
“kamu ini seperti melihat alien, kenapa begitu ketakutan?”, ucapnya, menyiritkan alisnya, curiga.
“sudahlah karena kamu sudah disini silahkan masuk”, inggrit nyelonong masuk dan membukakan pintu rumahnya.
Riza terbengong-bengong, dia pikir adik yang diceritakan ibunya bukanlah inggrit, namanya Zeera.
“ayo masuk, kau seperti petugas Sensus, jika berdiri di situ terus”, ucapnya, dengan tomboynya.
Inggrit adalah gadis yang manis, rambut sebahu, setinggi Sherly, bedanya kulitnya cokelat sawo matang, memiliki mata bulat yang sangat cantik, ia sangat tomboy, hingga suatu hari ia pernah memukul teman sekolahnya sampai pingsan, ayahnya di panggil ke sekolah terlampau sering karena ia berkelahi atau merokok di sekolah.
“aku punya b*r di kulkas kamu mau”, tawarnya nyengir,
“kamu masih terlalu muda untuk meminum alcohol”, ujar Riza,
“apa maksudmu!? Aku 19 tahun, dan aku membelinya dengan uangku sendiri, aku bisa melakukan apapun yang aku mau”, ia menjulurkan lidah dan pergi ke dapur.
Riza memandang sekeliling untuk menemukan foto atau apapun yang bisa meyakinkannya, rumahnya sangat pengap hanya ada kipas angin gantung, dan sedikit fentilasi udara, hanya satu kamar, dan ruang tamu yang jadi satu dengan ruang TV .
Apakah ia salah rumah, ia berfikir untuk memberanikan diri menanyakan ayahnya pada inggrit. Inggrit kemudian kembali setelah mengganti pakaiannya dan membawa 2 botol b*r.
ia hanya menggunakan kaos belel dan short hitam, lebih mirip celana dalam karena terlalu pendek,
“ini minuman mu aku tidak punya minuman mahal atau sejenisnya, karena sangat pemborosan untuk gadis yang tinggal sendirian”, katanya sambil duduk, dan menyulut rokok, dengan kaki dinaikan silang ke atas kursi lebih mirip supir angkot yang sedang menikmati makanan di warung tegal.
“jadi kamu tinggal sendiri?”tanya Riza,
“hmmm.. ya begitulah, ayahku pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan sudah 5 bulan tak ada kabar bahkan ia tak pernah menelepon, nomornya juga tak pernah aktif”, jawabnya santai,
“jadi dari mana kamu membayar uang kuliahmu?”, tanya Riza lagi,
“aku penyanyi kafe atau bar atau sejenisnya, penghasilan aku kumpulkan untuk membayar kuliah dan biaya hidup”, jawabnya sambil menghisap rokok dan menghembuskannya lagi,
“oh ya, siapa kawan yang kamu cari? Siapa tahu aku mengenalnya”, tanya inggrit sekarang,
“joko.. joko calculus”.
Inggrit sempat terdiam lama, pandangannya kosong.
Inggrit
Lelah juga bagi Riza menghadapi hari-harinya yang semakin rumit, ia harus ke luar kota untuk mengurusi semua bisnisnya,
dua minggu berlalu.
Ia akhirnya pulang, ia rindu pada Sherly mereka sudah semakin dekat layaknya dulu di masa mereka SMP mereka tetap berhubungan lewat telepon dengan baik. Tentu saja sebagai Anton bukan Riza.
Sesampainya di bandara ia menyempatkan diri untuk makan siang karena dari tadi pagi dia belum sarapan.
Bzzz.. bzzz,
dering ponsel Riza, ia menatap ponselnya dia tersenyum ketika nama Sherly yang ada di layar ponselnya.
“hallo..”, riza menjawab panggilan,
“kamu dimana?”, tanya Sherly di sana,
“aku baru saja tiba di bandara”, jawab Riza
“ohh.. oke, temui aku nanti sore”, pintanya
“ya oke-oke, sore aku jemput”, jawab riza lagi
“oke bye..”
“bye”.
Sherly menutup teleponnya. Riza masih berjalan menuju restoran bandara, tiba-tiba seorang wanita paruh baya menabraknya dari belakang Riza tersungkur ke depan dan menjatuhkan poselnya yang menyebabkan LCD ponselnya retak.
wanita itu memegang mulutnya merasa bersalah, Riza geram ia membalikkan tubuhnya dengan cepat bersiap untuk memaki orang tersebut..
Ibu ?? Pekiknya dalam hati.
Ternyata wanita yang menabraknya tadi adalah ibunya Riza yang selama ini dia cari.
Sepeninggalan anaknya Riza, ibunya pindah keluar kota, karena terlalu banyak kenangan bersama anaknya di rumah itu.
Riza memang sempat mencari namun tetangga-tetangganya tidak tahu ke mana ibunya pergi.
“maafkan saya, saya sedang melihat isi tas saya ketika berjalan, mengenai ponsel anda, izinkan saya untuk menggantinya”, katanya bersungguh-sungguh.
Riza hanya terpaku hampir saja ia meneteskan air mata, untungnya masih dapat tertahan dengan memalingkan Wajahnya ke arah lain, ia menguatkan diri dan berkata,
“ini bukan masalah, anda juga tidak sengaja menabrak saya, lupakan saja”, Riza melemparkan senyum lembut, agar ibunya tidak merasa bersalah, ponsel itu tak seberapa bila dibandingkan dengan hangatnya pertemuan ini.
“apa anda sedang terburu-buru? Jika tidak, maukah makan siang dengan saya?”, ajak Riza,
“ma.. maaf tapi saya...”, ibunya hampir menolak,
“anggap saja dengan menemani saya makan siang, permintaan maaf anda saya terima”, potongnya memaksa,
“baiklah”, jawab ibunya tersenyum tipis.
Mereka berdua menuju restoran siap saji di sekitar bandara, sambil terus berbincang ibunya sangat antusias karna memang ibunya Riza tipikal orang yang terbuka, hanya karena merasa bersalah jadi ia sedikit gugup, ia menceritakan dulu pernah tinggal di kota ini sampai suatu hari harus menghadapi kenyataan pahit dengan kepergian anak semata wayangnya.
Tanpa sadar Riza meneteskan air matanya.
“maaf apa anda baru saja menangis?” tanya ibunya iba.
“ah .. ohh.. tidak juga, sa... saya hanya terhanyut oleh cerita anda, maaf kalau dengan anda bercerita anda jadi sesedih ini”, riza menjawab.
Ibunya tak dapat lagi menahan air matanya dan menangis tersedu-sedu di hadapannya. Riza sebenarnyapun tak bisa menahan lagi, ia mengalihkan pandangannya tak sanggup melihat ibunya menangis.
“dia tetap ada Bu, anda hanya perlu mendoakannya selalu”, riza menyabarkan.
“ya saya tahu, maaf saya jadi bercerita dan menangis seperti ini”.
Suasana makan siang jadi haru, tapi sekaligus membuat Riza bahagia karena sekian lama berpisah akhirnya ia bertemu lagi dengan ibunda tercintanya, walau tak bisa memeluknya. Ia ingin ibunya tetap tinggal dengannya namun rasanya itu tak mungkin, Ia punya segalanya tapi ia jauh dari orang-orang yang ia sayangi entah dari mana harus memulai agar semuanya menjadi seperti dulu, saat orang-orang tercinta mengenal dan menyayanginya sebagai Riza.
“maaf, kalau saya boleh tahu, apa anda sudah menikah lagi?”, tanya Riza memberanikan diri, ini hal yang sangat ingin ia tanyakan.
“tidak, saya tidak bisa lagi menikah dengan orang lain, saya tidak mau lagi kehilangan orang yang saya sayangi”, jawabnya datar.
“saya ingin menceritakan hal ini pada Riza ketika ia sudah besar, saya tidak akan pergi dengan tenang jika tidak menceritakan rahasia ini, mungkin anda bisa membantuku?” katanya serius.
Hah.. rahasia? Apa ini menyangkut keluargaku?.
“mmm.. te.. tentu saja saya akan membantu, tapi apakah anda yakin? Kenapa anda pikir saya orang yang bisa anda percaya”, tanyanya khawatir.
“itu insting seorang ibu, saya tidak tahu kenapa logisnya, saya percaya anda bisa membantu saya, saya akan bercerita”, ungkapnya mulai serius,
“sebenarnya Riza memiliki adik kandung...”
Riza tercengang, rasanya semua darahnya naik memenuhi kepalanya...
**
Di Taxi pikiran Riza di penuhi tanda tanya besar, ia tak tahu bagaimana, memulai percakapan dengan adik kandungnya itu. Dia berpisah di bandara dengan ibunya, ia meninggalkan nomor ponselnya, jika suatu saat menemukan adik kandungya tersebut.
“aku akan mencari alamat ayah terlebih dahulu”, gumamnya, dan ia tahu di mana persisnya alamat ayahnya
...
“sudah 1 tahun beliau pindah, pak”, jelas wanita paruh baya yang merupakan tetangga dekat ayahnya.
“apa anda tau dimana alamatnya yang sekarang”, tanya Riza tergesa-gesa. Tetangganya itu kemudian mencatat alamatnya di kertas, karena ponsel Riza tidak bisa di gunakan.
Lalu ia menelusuri daerah perkampungan yang ada di pinggiran kota yang tidak bisa di lalui mobil, ia berjalan setelah bertanya pada orang-orang yang tinggal di daerah tersebut.
Sampailah ia di rumah sederhana, ia ragu-ragu untuk mengetuknya, tak tahu harus darimana ia memulai percakapan.
“Anton?”, suara gadis mengagetkannya dari belakang, hampir-hampir menjatuhkan ponselnya lagi.
“inggrit....????”, pekiknya, membelalakan mata,
“apa yang kamu lakukan di rumahku?”, tambahnya.. rumahnya??
“a.. aku tidak sengaja mencari alamat temanku kupikir ini rumahnya”, jawab Riza asal-asalan.
Inggrit mendekatkan wajahnya ke wajah Riza menyelidik,
“kamu ini seperti melihat alien, kenapa begitu ketakutan?”, ucapnya, menyiritkan alisnya, curiga.
“sudahlah karena kamu sudah disini silahkan masuk”, inggrit nyelonong masuk dan membukakan pintu rumahnya.
Riza terbengong-bengong, dia pikir adik yang diceritakan ibunya bukanlah inggrit, namanya Zeera.
“ayo masuk, kau seperti petugas Sensus, jika berdiri di situ terus”, ucapnya, dengan tomboynya.
Inggrit adalah gadis yang manis, rambut sebahu, setinggi Sherly, bedanya kulitnya cokelat sawo matang, memiliki mata bulat yang sangat cantik, ia sangat tomboy, hingga suatu hari ia pernah memukul teman sekolahnya sampai pingsan, ayahnya di panggil ke sekolah terlampau sering karena ia berkelahi atau merokok di sekolah.
“aku punya b*r di kulkas kamu mau”, tawarnya nyengir,
“kamu masih terlalu muda untuk meminum alcohol”, ujar Riza,
“apa maksudmu!? Aku 19 tahun, dan aku membelinya dengan uangku sendiri, aku bisa melakukan apapun yang aku mau”, ia menjulurkan lidah dan pergi ke dapur.
Riza memandang sekeliling untuk menemukan foto atau apapun yang bisa meyakinkannya, rumahnya sangat pengap hanya ada kipas angin gantung, dan sedikit fentilasi udara, hanya satu kamar, dan ruang tamu yang jadi satu dengan ruang TV .
Apakah ia salah rumah, ia berfikir untuk memberanikan diri menanyakan ayahnya pada inggrit. Inggrit kemudian kembali setelah mengganti pakaiannya dan membawa 2 botol b*r.
ia hanya menggunakan kaos belel dan short hitam, lebih mirip celana dalam karena terlalu pendek,
“ini minuman mu aku tidak punya minuman mahal atau sejenisnya, karena sangat pemborosan untuk gadis yang tinggal sendirian”, katanya sambil duduk, dan menyulut rokok, dengan kaki dinaikan silang ke atas kursi lebih mirip supir angkot yang sedang menikmati makanan di warung tegal.
“jadi kamu tinggal sendiri?”tanya Riza,
“hmmm.. ya begitulah, ayahku pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan sudah 5 bulan tak ada kabar bahkan ia tak pernah menelepon, nomornya juga tak pernah aktif”, jawabnya santai,
“jadi dari mana kamu membayar uang kuliahmu?”, tanya Riza lagi,
“aku penyanyi kafe atau bar atau sejenisnya, penghasilan aku kumpulkan untuk membayar kuliah dan biaya hidup”, jawabnya sambil menghisap rokok dan menghembuskannya lagi,
“oh ya, siapa kawan yang kamu cari? Siapa tahu aku mengenalnya”, tanya inggrit sekarang,
“joko.. joko calculus”.
Inggrit sempat terdiam lama, pandangannya kosong.
0
Kutip
Balas