Bagaimanalah urusan ini? Aku gregetan, gemas, menggenggam kertas kecil dari Mei yang sejak semalam kukantongi. Aku harus menemui Mei. Tapi mendekati Mei yang bersama Papanya, itu mustahil, bukan percakapan yang akan kudapatkan, bahkan aku tidak punya ide bagaimana memulai menyapa Papa Mei. Aku gent
Hari ini aku tidak mendatangi rumah Mei, atau sekolahnya. Sejak pagi Ibu sudah mengingatkan, juga Cik Tulani saat aku lewat depan warungnya, juga Koh Acung saat aku melintasi warung kelontongnya, dan tentu saja Andi sepanjang siang di bengkel—yang semangat sekali saat mendengar aku mengajaknya....
“Baru pulang dari bengkel?” Sarah meraih tas besar di bawah meja. Aku mengangguk. “Tidak ada masalah kan, di bengkel?” Sarah bertanya, menatap heran wajah kusutku. “Paling juga dia habis bertengkar dengan pemilik mobil.” Pak Tua berkata santai, sudah mengenakan kemeja baru yang cocok ...
“Ayolah, tersenyum sikit, Kawan.” Andi menyikutku. Aku ber-hmm-hmm pelan. Tidak berselera menanggapi Andi. “Ayolah, apa susahnya tersenyum.” Andi tidak menyerah, sengaja terus menggangguku. Baiklah, aku tersenyum—yang lebih mirip seringai kuda. Andi tertawa, “Nah, itu baru bagus. Ngom...
"Percayalah, jika seseorang memang cinta sejati kau, mau semenyakitkan apapun, mau seberapa sulit liku yang harus kalian lalui, dia akan tetap bersama kau kelak, suatu saat nanti. Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru....
“Kami terburu-buru, bisa kau bereskan lima belas menit.” “Tenang saja, Pak. Bengkel ini punya semboyan, ‘memperbaiki seperti pit-stop balapan Formula 1’, lima belas menit lebih dari cukup.” Andi sigap mendorong sedan ke dalam area parkiran bengkel. “Kau tidak bergurau.” Andi menun...
“Selamat malam, Borno.” Pak Tua tertawa riang melihatku, berkata santai, “Itu rantang makanan dari Saijah, bukan? Ibu kau itu tidak pernah absen mengirimi orang tua ini masakan setiap minggu.” Aku bergegas meletakkan rantang di meja, ada banyak yang ingin kutanyakan pada Pak Tua, aku tahu...
"Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bes...
“Borno! Maju sepit kau.” Petugas timer berteriak. Aku meletakkan buku, menarik pedal gas, proSENSOR berputar lebih kencang, gelembung air menyeruak ke permukaan, sepitku melesat anggun ke bibir steher, tempat belasan penumpang sudah berdiri antri. “Bangku kosongnya biarkan saja, Oom. Aku ti...
Kejutan besar. Dari jarak dua puluh meter aku sudah bingung melihat kenapa rumah papan Ibu terlihat ramai malam ini? Ada beberapa orang yang kukenali dan tidak kukenali terlihat di beranda. “Dari mana saja kau, Borno.” Bang Togar menyapaku saat aku baru mau naik anak tangga, dia sedang merapik
“Bengkelnya ditutup?” Aku bertanya pada Andi yang justeru sibuk menarik gerbang besi saat aku persis tiba. Menatap bingung peralatan bengkel yang dirapikan. Dua motor trail yang seminggu terakhir kukerjakan juga diselimuti penutup. Sekarang baru pukul dua siang, setelah narik sepit sepanjang ...
“Bapak belum mati!” Aku berteriak marah. “Bapak kau tahu persis apa yang dilakukan, Borno.” Ibu bersimbah air-mata memelukku erat-erat. “Bapak belum mati! Kenapa dadanya dibelah!” Aku berusaha menyibak tangan Ibu. “Secara klinis sudah meninggal.” Itu penjelasan singkat dokter bebe...
Adalah lima menit dokter itu, eh, maksudku Sarah memberikan instruksi lebih-lanjut untuk Andi, dia berbaik hati menyebutkan secara detail pantangan selama masih sakit gigi, memberikan resep obat kumur tradisional dan kebiasaan baik demi kesehatan gigi. Sarah juga memberikan beberapa tips lanjutan...
Aku belum pernah ke dokter gigi, siapa sih yang mau sakit gigi? Tetapi aku bisa membayangkanlah sedikit bagaimana bentuk rupa tempat berpraktek dokter gigi. Ruangan yang kaku, serba putih, bau obat menyengat, wajah perawat yang datar, ruang tunggu dengan majalah lama, dan kursi periksa pasien yan...
"Berasumsi dengan perasaan, sama saja dengan membiarkan hati kau diracuni harapan baik, padahal boleh jadi kenyataannya tidak seperti itu, menyakitkan." *Tere Liye
“Kudengar besok kau mau plesir keliling Pontianak bersama pacar baru kau, Borno?” Cik Tulani bertanya santai sambil menyerahkan tiga rantang makanan. “Pacar baruku? Plesir keliling pontianak?” Aku hampir tersedak, pertama karena Cik Tulani tanpa pangkal-muasal bertanya soal itu (padahal aku
“Kenapa wajah kau sedih macam induk beruang kehilangan anak?” Aku nyengir, duduk sembarang di antara tumpukan mesin rusak, ban motor dan sebagainya. “Memangnya kau pernah lihat induk beruang?” Andi menatapku datar—sebenarnya sebal tiba-tiba melamunnya diganggu. “Belum, sih.” Aku meng
Amboi, aku kehabisan kata. Jangan tanya sepitku, langsung meliuk kembali ke bibir steher, tidak peduli seruan kaget dan protes sebal penumpang yang hampir jatuh ke air. Aku mendongak menatap Mei, yang walau ngos-ngosan tetap tersenyum manis bukan kepalang. “Nah, akhirnya kutemukan kau di sini, Bo
sejauh ini yang ane ketahui gan, everytime dan accidentally in love -nya agan robotpintar dan sepengetahuan ane, di forum ini cerita2 yg "laris" jarang yg segaris dengan kaidah pernovelan, mayoritas berkisar ttg pengalaman hidup yg diceritakan kembali, tp cenderung seperti bercerita pad...
coba cerita ini om tere .. tulisannya ava mauza http://www.kaskus.co.id/thread/54ccd1aa925233e63e8b4567/somewhere-only-we-know/ Ini novel avamauza. Sudah sy baca dan komentari. Insya Allah di lain waktu bisa jadi bahan referensi sy menulis novel.