Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ


AMOR & DOLOR (TRUE STORY)


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175.1K
3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#391
Pencarian Koin_Part 4
“Bapak Firzy, boleh ikut saya sekarang?” panggil Ibu Yuni. Gue diajak untuk ikut dan masuk kembali ke ruangan meeting sebelumnya. Ruangan yang berada di seberang ruang kerja Emi. Gue sengaja tidak menoleh ke arah ruangan Emi, untuk menghindari gue jadi berpikiran dan berkelakuan aneh-aneh karena melihat Emi yang bisa saja sedang bercengkrama dengan Ifan atau semacamnya.

Gue melalui proses wawancara hingga proses negosiasi gaji menghabiskan waktu selama kurang lebih 60 menit. Secara garis besar, ruang lingkup pekerjaan gue nanti sesuai dengan luaran dari kuliah Pascasarjana gue yaitu sebagai Asisten Manajer Bisnis. Apalagi ketika beliau bilang kalo user(alias manajer) mau menunggu gue menyelesaikan kuliah Pascasarjana untuk menyesuaikan gaji gue nantinya. Tetapi gue pun tidak ‘dihargai’ rendah ketika proses negosiasi gaji tadi, karena pada dasarnya gue pun sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai bidang bisnis itu sendiri.

Secara disiplin ilmu dan pengalaman kerja, ternyata gue lebih berpengalaman. Sementara dari tingkat pendidikan, gue dan kandidat lainnya sama-sama berlatar pendidikan Pascasarjana. Gue mengambil Prodi (Program Studi) Bisnis Manajemen, sementara lawan gue ini mengambil Marketing. Tidak jauh berbeda.

Ternyata memang standar yang ditetapkan di kantor ini cukup tinggi. Terbukti hanya dua orang saja yang bersaing untuk posisi Asisten Manajer Bisnis ini. Mungkin S2 ini yang menjadi saringan utama yang membuat kandidat lain tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Saat ini sepertinya banyak sekali orang yang mengambil S2, sehingga level pendidikan tersebut bukan lagi sesuatu yang langka. Takutnya, di masa depan, rekrutmen akan naik standarnya menjadi pendidikan minimal adalah S2.

“Baik Bapak Firzy, saya pikir sudah cukup semuanya. Apakah ada yang ingin Bapak tanyakan sebelumnya?”

“Kira-kira berapa lama ya saya bisa mendapatkan kabar mengenai keputusan status saya nantinya?” Menurut gue, ini adalah hal yang wajar untuk ditanyakan.

“Kurang lebih 2 minggu kedepan kami akan menghubungi Bapak Firzy kembali mengenai hasil rekrutmen hari ini, diterima atau tidaknya Bapak.”

“Jadi, Ibu Yuni yang akan menghubungi saya kembali ya, Bu?”

“Benar, Pak Firzy.”

“Ada yang ingin ditanyakan lagi, Pak?”

“Sudah cukup, Bu.

“Baik kalo begitu, Pak.” Ibu Yuni merapihkan berkas-berkas yang dia bawa sebelumnya, pertanda selesainya sesi wawancara kami. “Terima kasih atas waktunya, Pak.”

“Terima kasih kembali, Bu.” Gue berdiri dan berjabat tangan dengan dia.

Ibu Yuni jalan ke arah pintu untuk membukakan pintu. “Hati-hati di jalan ya, Pak Firzy.”

“Terima kasih sekali lagi, Bu.”

Tepat di sebrang gue, gue melihat Emi yang ternyata menunggu proses wawancara gue sampai selesai. Senyum pertama dia adalah hal pertama yang gue lihat ketika gue keluar dari ruangan tersebut.
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)



“Kenapa, Bu? Nungguin saya?” tanya Ibu Yuni ke Emi. Rasanya gue ingin tertawa ketika Emi ditanya seperti itu. Lagian katanya suruh keliatan profesional, kenapa dia malah senyum kayak begitu pas gue mau keluar? Hahaha.

“Ah nggak, Bu. Kebetulan aja Ibu buka pintu dan saya lagi senyum-senyum begini. Hehehe.” jawab Emi asal banget.

“Makanya…” Sesuai dugaan gue, selalu ada ini cowok dimanapun Emi berada. Untung saja gue melihat dia setelah gue menyelesaikan seluruh proses rekrutmen gue. Kalo tidak, mood gue sudah anjlok banget pasti. “Senyum-senyumnya ke arah gue aja.” Ifan mengubah posisi Emi berdiri hingga menghadap ke arah dia. Bukannya menolak, Emi malah tersenyum pada Ifan dan melanjutkan bercanda tidak lucu mereka. Orz.

“Apa sih? Nggak jelas banget.” gumam Ibu Yuni sembari melengos pergi meninggalkan pemandangan tersebut. Gue pun ikut mengundurkan diri tanpa berpamitan pada Emi.

“Masih jam 3 sore. Gue kemana dulu ya?”

Dret. Dret. Dret.

HP gue bunyi. Gue segera memeriksa HP gue. Siapa tau ada orang kantor atau mungkin Ibu Yuni yang kembali menghubungi gue.

(EMI CHAT)
Quote:


Entah kenapa dia senang sekali menolak untuk diantar atau dijemput oleh gue. Opsi untuk pergi sendiri selalu menjadi suggestion utama dia, seperti sekarang ini. Kita berdua berangkat bersama dan barang-barang gue pun jelas ada di rumah dia. Mengapa kami harus pulang sendiri-sendiri ketika hanya selisih dua jam?

(EMI CHAT)
Quote:


“Bener juga sih. Kalo di sini, nanti mood gue makin rusak gara-gara ngeliat Emi sama Ifan, atau malah ketemu sama Debby.” kata gue dalam hati.

(EMI CHAT)
Quote:


Gue keluar dari kantor Emi dan menunggu angkot lewat. Gue pura-pura fokus pada HP gue ketika gue melihat Ifan dan motornya lewat di depan gue. Dia menyapa gue dengan klaksonnya. Tetapi mungkin karena gue tidak menggubris dia, dia kembali melanjutkan perjalanan dia. Gue sedang tidak mood berbasa-basi dengan dia.

(EMI CHAT)
Quote:


Gue tidak menjawab lagi chat dia, daripada nanti gue malah terbawa emosi dan kembali merusak hubungan kami yang sedang mulai membaik? “Gue juga nggak ngerti apa yang gue rasain, Mi.”

---

(EMI CHAT)
Quote:


Cukup lama Emi tidak membalas chat gue lagi.

(EMI CHAT)
Quote:


“Dia sama sekali nggak ngerasa kalo Ifan yang mengikuti dia kesana sini. Heran gue. Well, masih mending sih ngintilin doang bukan ngont*lin. Hahaha.”

---

Emi menyandarkan kepalanya di bahu gue. Ini yang gue tunggu seharian ini. Selama gue luntang-lantung di mall sendirian tadi, gue banyak berpikir tentang kelakuan gue sehari ini. Gue tidak ingin membagi Emi dengan siapapun. Itu menjadi penyebab mengapa gue jadi uring-uringan tidak jelas ketika ada Ifan yang terlihat akrab dengan Emi. Untungnya Emi orangnya pemaaf. Jadinya dia tidak membawa ini sebagai masalah besar.
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)



“Bang Tyo udah mau nikah aja ya?” tanya dia mendadak. Gue pikir dia sudah tertidur.

“Perasaan selama ini dia ribut mulu mau cari cewek. Ini sekarang malah mau langsung tancap gas aja. Ngelangkahin kita lagi. Hahaha.”

“Makanya itu gue kaget. Kan kita yang selama ini sibuk buat persiapan nikah. Lah ini yang masih cari-cari cewek malah udah mau nikah aja. Hahaha. Nggak ketauan kapan ngurusin ini itunya. Kayaknya kita mesti ketemu dulu sama dia dan calonnya nih.”

“Buat apaan ketemu calonnya?”

“Ya buat ngenalin lo juga, Mi.”

“Ngenalin gue? Ke calonnya? Buat apa emang? Gue kan nggak sedeket itu sama dia dibandingin sama Bang Arko atau Bang Drian.”

“Ngenalin lo biar dia paham kalo band kita isinya nggak cuma 5 orang cowok, tapi ada 1 cewek juga yang suatu saat bisa ngehubungi Tyo kapanpun. Jangan sampe kayak bininya Arko noh yang jealoussama lo.”

“Iya juga ya.”

“Lo juga mesti inget kalo Drian dan Tyo itu demen banget isengin lo. Jangan sampe doi mikir yang aneh-aneh entar.”

“Kayak lo ya, kelakuannya aneh banget seharian ini.”

“Aneh apaan? Gue biasa aja kali.”

“Jangan-jangan lo kelakuannya aneh gara-gara jealous ya? Jealous sama siapa lo?”

Jealous? Apaan sih? Gue itu nggak pernah jealous kali. Mau pacaran sama siapapun, gue nggak pernah jealous.”

“Lo nggak pernah jealous sama gue? Berarti lo nggak ada perasaan apapun dong sama gue?”

Gue bingung, kenapa jealous jadi takaran seseorang ada perasaan apa nggak sih? “Kenapa kesimpulannya jadi begitu sih?”

“Ya lo nggak pernah sedikitpun jealous sama gue? Berarti lo nggak pernah ada perasaan apapun ke gue lah.”

“Kalo gue nggak ada perasaan apapun sama lo, ngapain gue nikahin lo yang berarti gue bakal ngabisin seumur idup gue sama lo? Terus lo mau mikir kayak gimana lagi sekarang?”

Dia terdiam. Kayaknya dia bingung, antara mau lanjut ngedebat gue atau lagi ngerasa malu karena kita diliatin orang di Commuterline. “Bacot lo, Zy. Udah kayak cowok PMS lo!” bisik dia.

“Pokoknya intinya, gue nggak mau ada orang-orang yang ngatur atau intervensi lagi soal urusan band. Gue juga nggak mau kejadian ribut-ribut sama Arko dulu gara-gara terlalu nurut sama bininya malah bikin kacau semuanya.”

“Hmm.” jawab dia singkat sembari memainkan HP dia. Dia sepertinya jadi berujung kesal dengan gue. Tetapi gue memang jujur, gue tidak pernah merasa jealous dengan pasangan gue ya karena pasangan gue selalu setia.

---

Kami sama-sama sedang fokus dengan pekerjaan kami di laptop kami masing-masing. Gue agak ragu mau menanyakan urusan kedekatan Emi dengan teman kantornya. Si Ifan itu. Takutnya gue malah merusak mood dia hari ini. Apalagi hari ini gue harus pulang ke rumah karena besok gue mau kontrol luka gue yang sudah mulai kering ini.

“Apa gue nggak usah ikut ke Singapore aja ya? Lagian kan kita ini lagi ngehemat pengeluaran. Pergi ke Singapore kan perlu ongkos juga.” gumam dia tanpa menengok ke arah gue.

“Kenapa jadi nggak ikut sih? Itu kan paspornya udah jadi. Ngapain ngurusin paspor kalo ujung-ujungnya lo nggak mau berangkat? Gimana sih? Lo bikin paspor itu udah make tabungan kita juga kan? Lagian nggak sebanding lah antara kesempatan survey ke luar negeri dibandingin ngebelain resepsi yang dipaksakan itu.”

Dia nengok ke arah gue. “Zy… Udah deh. Jangan mulai bahasan resepsi maksa-maksa gitu.”

“Ya kan emang iya? Karena resepsi-resepsi bullsh*t itu, makanya kita jadi terbatas ini itu. Mana nanti pas abis nikah nanti mulainya kudu dari minus lagi karena DAPAT DIPASTIKAN, kita udah punya utang-utangan yang entah harus ngabisin berapa lama buat ngelunasinnya. Beban utangnya nanti di kita untuk urusan yang sebenarnya bukan mau kita. Haha. Gobl*k banget perasaan hidup gue. Gue udah kayak hipokrit, dari yang ngata-ngatain konsep resepsi di Indonesia eh sekarang malah kita jadi calon pelakonnya.” Lucu ya? Gue yang awalnya tidak mau merusak mood dia, eh malah mood gue yang rusak sekarang.

“Kok lo malah jadi nyalahin diri sendiri sih, Zy?”

“Nggak nyalahin diri sendiri, Mi. Cuma lucu aja. Dari dulu gue sudah sangat nggak sreg dengan konsepsi resepsi yang cuma pingin dilihat keren dari luar aja. Padahal di dalemnya, kita berdarah-darah buat nyiapinnya. Udah gitu kita harus ngasih makan orang yang nggak kita kenal. Mending kalo dipuji? Nanti adanya kita malah dapet cap jelek dari orang, si Emi dan Ija yang mana ya? Oh yang waktu resepsi makanannya kurang enak itu ya. Haha. T*i!”

Emi mengerenyitkan alis mata dia. “Lo itu kenapa sih, Zy? Lo lagi ada masalah sama siapa sampe ngelampiasin sama gue? Sama nikahan kita?”

“Ya gue lagi kepikiran aja.”

“Kita udah ngebahas ini panjang lebar dan NGGAK CUMA SEKALI loh. GUE TANYA SEKALI LAGI, lo kenapa sih? Hah? Kalo lo nggak ikhlas ngejalanin nikahan kita, mending nggak usah—”

“STOP! AWAS LO BERANI-BERANINYA MASIH AJA NGOMONG SAMPAH ITU! KALO GUE NGGAK IKHLAS, GUE NGGAK AKAN PUSING NYARI DUIT SANA SINI!” Gue mematikan laptop gue dan segera merapihkan barang-barang gue. Pilihan bijak kayaknya untuk menjauh dari dia malam ini.

“Asli. Lo kenapa sih? Uring-uringan mulu dari kemaren!”

“Uring-uringan? Lo pikir aja apa penyebab gue uring-uringan mulu! Lo yang mestinya ngaca!” kata gue sembari keluar dan mengeluarkan gue untuk segera pulang dari rumah dia.

Sebelum gue menancap gas kuda besi, gue sempatkan untuk menengok ke arah rumah. Dia sama sekali tidak mengejar gue. Gue pasang earphone gue dan menyalakan playlist lagu-lagu keras gue. Gue pun langsung memacu motor gue semaksimal yang motor gue sanggup.

“Cuma karena kelakuan si bangs*t Ifan itu kan, gue sama Emi jadi kayak begini. Elah!” kata gue dalam hati.
hayuus
jiyanq
caporangtua259
caporangtua259 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.