- Beranda
- Stories from the Heart
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
...
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami
私のスレッドへようこそ
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!
Quote:
Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):
Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):
Spoiler for PERATURAN:
1. Cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi di hidup gue dan Emi (@dissymmon08), tapi mohon maaf kami nggak menulis keseluruhan kejadian aslinya demi kepentingan privasi. Namun semua cerita di sini telah kami pilah sebagaimana mestinya agar tidak merusak jalannya cerita.
2. Ikuti peraturan standar H2H ya!
3. Agan sista bebas memberikan komentar baik berupa masukan atau kritikan buat kami, tapi hapunten pisan mohon untuk tidak memberikan komentar yang mengandung kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
4. Semua nama dan tempat kejadian akan disamarkan untuk kepentingan privasi. Jika agan sista mengetahui nama atau tempat kejadian yang kami ceritain di trit ini, mohon untuk disimpan untuk agan sista aja ya! Kami mohon dengan sangat!
5. Trit ini mengandung konten 18+ (dan tidak selalu berasiosiasi dengan dunia lendir ya), mohon agar jadi perhatian agan sista disini untuk lebih bijak ya dalam menyikapinya.
6. Kalau agan sista puas dengan cerita ini, mohon keikhlasannya untuk memberikan cendol
dan bintang 5 
7. Selamat membaca dan mohon maaf apabila ada salah-salah kata!
2. Ikuti peraturan standar H2H ya!
3. Agan sista bebas memberikan komentar baik berupa masukan atau kritikan buat kami, tapi hapunten pisan mohon untuk tidak memberikan komentar yang mengandung kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
4. Semua nama dan tempat kejadian akan disamarkan untuk kepentingan privasi. Jika agan sista mengetahui nama atau tempat kejadian yang kami ceritain di trit ini, mohon untuk disimpan untuk agan sista aja ya! Kami mohon dengan sangat!
5. Trit ini mengandung konten 18+ (dan tidak selalu berasiosiasi dengan dunia lendir ya), mohon agar jadi perhatian agan sista disini untuk lebih bijak ya dalam menyikapinya.
6. Kalau agan sista puas dengan cerita ini, mohon keikhlasannya untuk memberikan cendol
dan bintang 5 7. Selamat membaca dan mohon maaf apabila ada salah-salah kata!
Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:
HAPPY READING! 
Quote:
Original Posted By yanagi92055►
TERIMA KASIH BANYAK GANSIS READERS SEMUANYA. DENGAN APRESIASINYA TRIT INI BERHASIL HT UNTUK PERTAMA KALINYA. SEMOGA PRESTASI INI DAPAT MENJADI SEMANGAT UNTUK KAMI MENGEMAS CERITA MENJADI SEMAKIN SERU UNTUK DIBACA DAN DIIKUTI.
SEKALI LAGI, TERIMA KASIH BANYAK!
SEKALI LAGI, TERIMA KASIH BANYAK!
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175.1K
3K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#269
Belum Rezeki_Part 3
“Heh! Bengong aja lo kayak orang susah… Lagi mikir ngajakin gue nginep di hotel ya abis ini? Rumah gue aja lagi kosong. Hahaha.” Tifani sukses mengagetkan gue.
“Hahaha. Anjir lo ah ngagetin gue aja. Coba video callcewek lo, Ja.”
“Lah kenapa mesti video call cewek gue?”
“Biar dia tau kalo lo jalan sama gue. Biar doi kenal gue juga.”
“Ya janganlah! Dia bisa mikir macem-macem entar!”
Tifani keliatan bingung. “Mikir macem-macem, Ja? Lo nggak ngomong jujur sama cewek lo kalo lo ketemuan sama gue, Ja? Atau lo bohong sama dia? Iya, Ja?”
“………” Gue kehabisan kata-kata. Gue nggak tau mesti jawab apa ke dia.
Tidak lama, pesanan Tifani datang. Dia memesan cheese burger, beef burger, chicken burger, chicken wings, french fries, potato wedges, dan beberapa minuman soda. Bener kan yang gue bilang tadi? Dia asal nunjuk makanan dan minuman yang ada di menu. Obrolan pun dilanjutkan setelah gue mengucapkan terima kasih ke waiter yang mengantarkan makanan.
“Lo bohong ya sama cewek lo kalo lo lagi ketemu gue?”
“Nggak! Gue nggak bohong kok!”
“Ja, apa bedanya lo sama mantan gue kalo lo sekarang bohong! Hah? Dih gue siram minuman juga nih komuk lo! Kesel gue denger cowok tukang bohong!”
“Kok lo maen nuduh gue tukang bohong aja sih?”
“Ya terus kenapa lo nggak mau video call cewek lo pas sama gue? Lo ijin apa sama cewek lo emang?”
Gue nggak mau Tifani tau apa yang sebenernya terjadi di hubungan gue sama Emi. “Cewek gue lagi nggak bisa dihubungi kalo lagi kerja begini. Jadi, gue nggak kasih tau dia kalo kita ketemuan. Coba lo pikir, kalo misalnya gue mendadak video call terus kita lagi berduaan. Apa menurut lo dia mau dengerin sedikitpun penjelasan gue? Yang ada pikiran dia udah keburu kacau dan rusak juga hubungan gue sama kayak lo, Tif.” Gue berusaha jujur sebisa gue, tanpa menjelaskan apa yang terjadi. Semoga aja Arasti nggak nongol abis ini. Ambyar udah semua.
“Bener juga ya kata lo…” Tifani emang bukan pemikir yang handal. Dia nggak akan tuh direkrut sama Emi kalo misalnya Emi bikin FBI Club. Hahaha.
“Iyalah. Gue paham dia. Dia itu super baperan. Gue nggak mau dia jadinya baper terus macem-macem di sana.”
“Nggak akan cewek lo macem-macem… Emang lakik gue. Cih. Benci banget gue sama dia.”
“Dia selama ini fake apa gimana? Kata lo dia mau menerima segala kekurangan lo, minta lo berenti kerja, nerima lo apa adanya, terus mengukuhkan keluarga lo. Kenapa mendadak pas lo udah mau nikah, dia malah phone s*x sama cewek lain? Terus dia ngebatalin nikahan lo gitu?”
“Dia nggak fake, Ja. Dia nggak pernah fake dan gue tau banget itu. Untuk ini, gue udah nge-tes dia beberapa bulan awal pacaran kita. Gue pura-pura nggak punya, pura-pura pengangguran, dan banyak deh tes dia. Dia nerima gue apa adanya, banget. Ketika gue nunjukin aslinya, dia sempet kecewa sama gue karena gue yang ternyata fake sama dia. Tapi gue ngebujuk dia akhirnya dia mau nerima gue. Akhirnya jadilah beberapa tahun hubungan gue berjalan dan berujung ke pernikahan kayak bulan kemarin.”
“Terus?”
“Bentar… Gue minum dulu.”
“Hmm. Gue sekalian makan makanan lo ya…”
“Iyalah. Gue bayarin buat kita berdua. Hahaha.”
“Iye udah. Terus gimana?”
“Dia bilang kalo dia phone s*x begitu karena dia takut ngecewain gue. Dia takut misalnya nanti dia nggak bisa menghidupi gue. Dia takut keluarga besar dia nggak akan sebanding sama keluarga besar gue. Apalagi pas tau persiapan pernikahan mewah kita, KATANYA SI ANJ*NG ITU, dia semakin dibikin jiper. Dan di sanalah dia kenal sama satu cewek dari KAMPUNG MISKIN dia! Bilang aja kalo dia nggak bisa komitmen! Dia nggak berani ambil resiko! Dia nggak bisa tanggung jawab!”
“Jangan maen asal nuduh begitulah lo.”
“Masalahnya, gue kenal itu cewek. Itu tuh salah satu Office Girl di kantor dia. Gue sering disiapin minuman sama itu cewek. Entah kenapa gue tolol banget nggak ngeh kalo mereka lagi selingkuh di hadapan gue! Lebih gilanya, itu cewek udah miskin eh mau aja diajak phone s*x sama lakik orang! Nggak punya harga diri banget itu cewek!”
“Sabar, Tif. Buset. Emang lo nggak pernah kasih dia?”
“Gue udah kasih segalanya ke dia, Ja! Lo ngerti kan arti ‘SEMUANYA’? Bodinya lebih bagus gue, mukanya lebih cakep gue, kameranya juga jauh lebih bagus gue. Entah kenapa ini cewek miskin yang dia pilih buat jadi selingkuhan. Apa cuma karena biasa susah kali ya terus mau diajak susah sama doi? HAHAHA. Kesel gue!”
“Hmm. Dia nggak coba ngejelasin ke lo dan balikan sama lo?”
“Setelah gue bilang ke dia kalo dia nggak bisa komitmen dan segala tetek bengeknya, dia katanya sadar terus minta waktu. Dia mau COBA BERUBAH…”
“Terus lo nggak kasih dia kesempatan?”
“Dia aja nggak bisa ngejelasin alasan dia kenapa selingkuh sama itu cewek terus gue perlu kasih dia kesempatan kedua sama dia buat berubah? Ja, cowok itu udah sekali selingkuh nggak akan pernah sembuh. Asli dah. Selingkuh itu udah kayak es teh manis temen makannya bakso, bikin nagih. Jadi lo nggak akan pernah bisa bener-bener berubah.”
“………” Gue nggak tau mesti ngerespon apa untuk pernyataan dia ini.
“Lagipula lo pikir aja, masa cuma dengan minta maaf gue bisa dengan mudahnya maafin dia?” Dia menunjuk dahinya dengan telunjuk. “Di sini nih… Di dalem kepala gue, memori tentang perselingkuhan dia emang bisa gue lupain begitu aja?” Dia kemudian menunjuk belahan dada dia. “Terus di sini, di dalem hati gue. Jangan liatin t*ket gue ya lo! Hahaha. Di dalem hati gue, emang perasaan dan kepercayaan gue yang udah dirusak sama dia bisa gitu kembali kayak semula?”
“Maybe?”
“Halah! Nih ya…” Dia menyobek tisu yang ada di hadapan dia kemudian dia celupkan tisu itu ke dalam minuman yang dia pesan. “Bentar…” Dia mengeluarkan kembali tisu yang sudah basah itu ke tray makanan dia. “Noh liat. Apa lo pikir itu tisu bisa kembali kayak semua? Nah hati gue kayak begitu! Udah mantan gue ragu buat berkomitmen eh selingkuh pula nya dia! Gue nggak akan pernah kasih kesempatan kedua sama cowok. Kalo mau jujur ya jujur, kalo udah selingkuh which is artinya dia udah bohong sama gue ya bye bye aja selamanya.”
“Walopun cuma sekali ketauan selingkuhnya?”
“Emang mesti selingkuh berapa kali dulu baru gue kasih dia kesempatan hah? Noh liat itu tisu, sekali disobek aja nggak bisa balik, masa bolak balik gue sobek? Udah jadi abu rokok kali!” Dia kembali menghembuskan vape beraroma grape ke muka gue. “Lagipula mana ada cewek yang masih kasih kesempatan ke cowok yang bolak balik selingkuh? Udah gobl*k aja cewek kayak begitu. Nggak akan pernah bahagia seumur hidupnya dah kalo dia mau terus maafin dan kasih kesempatan sama cowok kang selingkuh begitu.”
Jleb.
Saat itu gue berasa ditusukin berbagai macam samurai yang ada di dunia. Kepala gue berasa keruntuhan durian. Tangan gue berasa dimasukkan ke dalam mangkok berisi es batu. Gue terdiam.
“Emang sih bokap nyokap gue jadinya kecewa banget sama gue. Soalnya pas mantan gue ke rumah dan minta maaf dengan alasan ‘Khilaf dan nggak tau apa yang saya lakuin saat itu…’ terus dia bahkan berani jelasin kejadian aslinya. Tapi gue udah say no dan nggak mau kasih kesempatan, walaupun bokap nyokap gue udah mohon-mohon karena percaya BANGET BANGEEET sama mantan gue. Nope. Gue tetep nggak mau…”
“Karena?”
“Lo kan pinter, Ja. Gue tadi udah jelasin segitu panjang, masa lo tetep nggak ngerti? Nggak akan ada kesempatan kedua.” kata dia sambil melahap beef burger yang dia pesa-n sebelumnya. “Lagipula mana ada sih cewek atau cowok yang mau dibohongin? Apalagi diselingkuhin? Untuk alasan apapun ya. Baik itu ISENG, NGGAK SENGAJA, atau ‘NAMANYA KUCING DIKASIH IKAN ASIN MANA NOLAK’. Nggak ada!”
“Tapi nih ya… Di luar sana ada loh yang sebaik itu.”
“Sebaik apa? Laki gue?”
“Bukan. Sebaik itu masih mau kasih kesempatan kedua buat pasangannya yang ternyata selingkuh.”
“Mau gue kata bego, tapi kadang emang ada yang begitu sih. Tapi ini lebih ke prinsip sih. Prinsip hidup gue mah nggak akan mau begitu. Titik. Mestinya nih ya…” kata dia sambil mengunyah cheese burger. “Orang yang udah dikasih kesempatan begitu tuh banyak-banyak bersyukur karena berarti di luar sana, nggak ada yang lebih baik buat dia dibandingin pasangan dia. Kenapa karena dia berarti ditunjukin juga punya sifat kurang bersyukur dan tamak dimana dia nggak akan pernah puas sama pasangannya. Jadi mau pasangannya secantik Isyana Sarasvati atau seseksi gue, dia bakalan terus aja selingkuh. Dan gue jamin, di luar sana sekarang makin banyak cewek kayak gue. Siap-siap aja cowok kayak begitu jomblo sampe mati! Hahaha.”
“Ya nggak sampe mati juga lah, Tif.”
“Berarti lo demen selingkuh ya? Lo tadi ngomongin cewek lo kan?” Tifani langsung menembak gue dengan pertanyaan itu.
“Kok jadi gue sih, Tif?”
“Hahaha. Becanda, Ja. Gue percaya kok kalo lo itu setia orangnya. Jujur dan penyayang banget sama pasangan lo. Makanya dulu gue sempet suka sama lo. Hahaha. Nih ya…” Kemudian dia full menceritakan bagaimana ceritanya dia bisa suka sama gue. Mohon maaf banget, Tif. Suaranya semakin mengecil di telinga gue. Gue nggak fokus mendengarkan karena saat ini gue sedang mempertanyakan prinsip dan komitmen gue.
Apakah gue termasuk golongan orang yang kurang bersyukur dan tamak?
---
Sekarang sudah hampir jam 22.00. Tidak terasa gue sudah 2 jam ngobrol dengan Tifani. Dan hingga jam segini, Arasti pun tidak kunjung datang. Entah apa yang menghambat kedatangan dia sehingga dia melewatkan pertemuan kami.
“Apa malah sekarang dia sedang mencoba tarik ulur hubungan kami supaya gue jadinya mengejar dia? Apa gue perlu menghubungi dia?” tanya gue dalem hati.
“Apa sih yang lo cek dari tadi, Ja? Lo lagi nungguin orang lagi?”
“Ah nggak kok. Mau siapa lagi? Lagian udah malem. Gue kayaknya mau balik. Soalnya ini gue mesti balik ke rumah cewek gue. Gue mau angkut bokap nyokapnya buat jemput cewek gue besok.”
“Ribet amat ngajak bokap nyokap dia segala cuman buat jemput dia?”
“Ini first time dia naik pesawat. Gue mau dia dijemput sama bokap nyokap dia biar dia hepi aja. Itung-itung sekalian ajak keluarga mereka jalan-jalan lah…”
Tifani tersenyum sama gue. “Lo perhatian banget ya, Ja? Nggak salah dulu gue pernah suka sama lo. Lo bener-bener penyayang. Andai lo nggak pernah ketemu pacar lo. Mungkin gue ngidam pengen nikahin lo kali. Hahaha.”
“Kalo lo nggak batal nikah, lo nggak akan ngehubugin gue juga kali. Hahaha.”
“Iya juga sih…”
Tifani melirik jam di HP dia. “Gue balik dulu yah, Ja. Gue mau istirahat. Capek banget gue.” Dia merapihkan bekas makan kami.
“Jangan mabuk lagi, Tif. Kalo lo mau curhat, hubungi gue lah. Nggak usah lo nongkrong sama temen-temen kantor lo yang demen nongkrong itu. Nggak bener mereka.”
“Iya, Ja. Oke. Tapi sekarang gue udah bener-bener lega sih. Sama mereka gue nggak pernah cerita ini semua. Tapi sama lo, gue bisa ngeluapin semuanya. Tengs berat, Ja.” Ujarnya sambil mengelus pipi gue.
“Siip…”
Kami jalan sambil keluar dari dalam mall. Karena kami sama-sama bawa mobil, gue jadi nggak bisa mengantarkan Tifani pulang. Lagipula gue baliknya ke rumah Emi, bukan rumah gue.
Tifani mencium pipi gue sebelum masuk ke dalam mobil dia. “Makasih udah ada di waktu yang tepat ya, Ja. Kalo gue nggak cerita sama lo, mungkin gue udah ngobat kali.”
“Makasih juga udah mau berbagi sama gue ya, Tif. Inget janji lo. Jangan mabuk lagi.”
“Siap! Gue nggak suka dibohongin, jadi gue nggak akan ingkar janji.”
“Good. Ati-ati, Tif!”
“Lo juga, Ja!”
Dret. Dret. Dret.
Mendadak HP gue bunyi. Ada chat masuk dari orang yang gue tunggu-tunggu dari sore tadi. Arasti.
(ARASTI CHAT)
“Wait, wait? Kok jadi begini?”
“Hahaha. Anjir lo ah ngagetin gue aja. Coba video callcewek lo, Ja.”
“Lah kenapa mesti video call cewek gue?”
“Biar dia tau kalo lo jalan sama gue. Biar doi kenal gue juga.”
“Ya janganlah! Dia bisa mikir macem-macem entar!”
Tifani keliatan bingung. “Mikir macem-macem, Ja? Lo nggak ngomong jujur sama cewek lo kalo lo ketemuan sama gue, Ja? Atau lo bohong sama dia? Iya, Ja?”
“………” Gue kehabisan kata-kata. Gue nggak tau mesti jawab apa ke dia.
Tidak lama, pesanan Tifani datang. Dia memesan cheese burger, beef burger, chicken burger, chicken wings, french fries, potato wedges, dan beberapa minuman soda. Bener kan yang gue bilang tadi? Dia asal nunjuk makanan dan minuman yang ada di menu. Obrolan pun dilanjutkan setelah gue mengucapkan terima kasih ke waiter yang mengantarkan makanan.
“Lo bohong ya sama cewek lo kalo lo lagi ketemu gue?”
“Nggak! Gue nggak bohong kok!”
“Ja, apa bedanya lo sama mantan gue kalo lo sekarang bohong! Hah? Dih gue siram minuman juga nih komuk lo! Kesel gue denger cowok tukang bohong!”
“Kok lo maen nuduh gue tukang bohong aja sih?”
“Ya terus kenapa lo nggak mau video call cewek lo pas sama gue? Lo ijin apa sama cewek lo emang?”
Gue nggak mau Tifani tau apa yang sebenernya terjadi di hubungan gue sama Emi. “Cewek gue lagi nggak bisa dihubungi kalo lagi kerja begini. Jadi, gue nggak kasih tau dia kalo kita ketemuan. Coba lo pikir, kalo misalnya gue mendadak video call terus kita lagi berduaan. Apa menurut lo dia mau dengerin sedikitpun penjelasan gue? Yang ada pikiran dia udah keburu kacau dan rusak juga hubungan gue sama kayak lo, Tif.” Gue berusaha jujur sebisa gue, tanpa menjelaskan apa yang terjadi. Semoga aja Arasti nggak nongol abis ini. Ambyar udah semua.
“Bener juga ya kata lo…” Tifani emang bukan pemikir yang handal. Dia nggak akan tuh direkrut sama Emi kalo misalnya Emi bikin FBI Club. Hahaha.
“Iyalah. Gue paham dia. Dia itu super baperan. Gue nggak mau dia jadinya baper terus macem-macem di sana.”
“Nggak akan cewek lo macem-macem… Emang lakik gue. Cih. Benci banget gue sama dia.”
“Dia selama ini fake apa gimana? Kata lo dia mau menerima segala kekurangan lo, minta lo berenti kerja, nerima lo apa adanya, terus mengukuhkan keluarga lo. Kenapa mendadak pas lo udah mau nikah, dia malah phone s*x sama cewek lain? Terus dia ngebatalin nikahan lo gitu?”
“Dia nggak fake, Ja. Dia nggak pernah fake dan gue tau banget itu. Untuk ini, gue udah nge-tes dia beberapa bulan awal pacaran kita. Gue pura-pura nggak punya, pura-pura pengangguran, dan banyak deh tes dia. Dia nerima gue apa adanya, banget. Ketika gue nunjukin aslinya, dia sempet kecewa sama gue karena gue yang ternyata fake sama dia. Tapi gue ngebujuk dia akhirnya dia mau nerima gue. Akhirnya jadilah beberapa tahun hubungan gue berjalan dan berujung ke pernikahan kayak bulan kemarin.”
“Terus?”
“Bentar… Gue minum dulu.”
“Hmm. Gue sekalian makan makanan lo ya…”
“Iyalah. Gue bayarin buat kita berdua. Hahaha.”
“Iye udah. Terus gimana?”
“Dia bilang kalo dia phone s*x begitu karena dia takut ngecewain gue. Dia takut misalnya nanti dia nggak bisa menghidupi gue. Dia takut keluarga besar dia nggak akan sebanding sama keluarga besar gue. Apalagi pas tau persiapan pernikahan mewah kita, KATANYA SI ANJ*NG ITU, dia semakin dibikin jiper. Dan di sanalah dia kenal sama satu cewek dari KAMPUNG MISKIN dia! Bilang aja kalo dia nggak bisa komitmen! Dia nggak berani ambil resiko! Dia nggak bisa tanggung jawab!”
“Jangan maen asal nuduh begitulah lo.”
“Masalahnya, gue kenal itu cewek. Itu tuh salah satu Office Girl di kantor dia. Gue sering disiapin minuman sama itu cewek. Entah kenapa gue tolol banget nggak ngeh kalo mereka lagi selingkuh di hadapan gue! Lebih gilanya, itu cewek udah miskin eh mau aja diajak phone s*x sama lakik orang! Nggak punya harga diri banget itu cewek!”
“Sabar, Tif. Buset. Emang lo nggak pernah kasih dia?”
“Gue udah kasih segalanya ke dia, Ja! Lo ngerti kan arti ‘SEMUANYA’? Bodinya lebih bagus gue, mukanya lebih cakep gue, kameranya juga jauh lebih bagus gue. Entah kenapa ini cewek miskin yang dia pilih buat jadi selingkuhan. Apa cuma karena biasa susah kali ya terus mau diajak susah sama doi? HAHAHA. Kesel gue!”
“Hmm. Dia nggak coba ngejelasin ke lo dan balikan sama lo?”
“Setelah gue bilang ke dia kalo dia nggak bisa komitmen dan segala tetek bengeknya, dia katanya sadar terus minta waktu. Dia mau COBA BERUBAH…”
“Terus lo nggak kasih dia kesempatan?”
“Dia aja nggak bisa ngejelasin alasan dia kenapa selingkuh sama itu cewek terus gue perlu kasih dia kesempatan kedua sama dia buat berubah? Ja, cowok itu udah sekali selingkuh nggak akan pernah sembuh. Asli dah. Selingkuh itu udah kayak es teh manis temen makannya bakso, bikin nagih. Jadi lo nggak akan pernah bisa bener-bener berubah.”
“………” Gue nggak tau mesti ngerespon apa untuk pernyataan dia ini.
“Lagipula lo pikir aja, masa cuma dengan minta maaf gue bisa dengan mudahnya maafin dia?” Dia menunjuk dahinya dengan telunjuk. “Di sini nih… Di dalem kepala gue, memori tentang perselingkuhan dia emang bisa gue lupain begitu aja?” Dia kemudian menunjuk belahan dada dia. “Terus di sini, di dalem hati gue. Jangan liatin t*ket gue ya lo! Hahaha. Di dalem hati gue, emang perasaan dan kepercayaan gue yang udah dirusak sama dia bisa gitu kembali kayak semula?”
“Maybe?”
“Halah! Nih ya…” Dia menyobek tisu yang ada di hadapan dia kemudian dia celupkan tisu itu ke dalam minuman yang dia pesan. “Bentar…” Dia mengeluarkan kembali tisu yang sudah basah itu ke tray makanan dia. “Noh liat. Apa lo pikir itu tisu bisa kembali kayak semua? Nah hati gue kayak begitu! Udah mantan gue ragu buat berkomitmen eh selingkuh pula nya dia! Gue nggak akan pernah kasih kesempatan kedua sama cowok. Kalo mau jujur ya jujur, kalo udah selingkuh which is artinya dia udah bohong sama gue ya bye bye aja selamanya.”
“Walopun cuma sekali ketauan selingkuhnya?”
“Emang mesti selingkuh berapa kali dulu baru gue kasih dia kesempatan hah? Noh liat itu tisu, sekali disobek aja nggak bisa balik, masa bolak balik gue sobek? Udah jadi abu rokok kali!” Dia kembali menghembuskan vape beraroma grape ke muka gue. “Lagipula mana ada cewek yang masih kasih kesempatan ke cowok yang bolak balik selingkuh? Udah gobl*k aja cewek kayak begitu. Nggak akan pernah bahagia seumur hidupnya dah kalo dia mau terus maafin dan kasih kesempatan sama cowok kang selingkuh begitu.”
Jleb.
Saat itu gue berasa ditusukin berbagai macam samurai yang ada di dunia. Kepala gue berasa keruntuhan durian. Tangan gue berasa dimasukkan ke dalam mangkok berisi es batu. Gue terdiam.
“Emang sih bokap nyokap gue jadinya kecewa banget sama gue. Soalnya pas mantan gue ke rumah dan minta maaf dengan alasan ‘Khilaf dan nggak tau apa yang saya lakuin saat itu…’ terus dia bahkan berani jelasin kejadian aslinya. Tapi gue udah say no dan nggak mau kasih kesempatan, walaupun bokap nyokap gue udah mohon-mohon karena percaya BANGET BANGEEET sama mantan gue. Nope. Gue tetep nggak mau…”
“Karena?”
“Lo kan pinter, Ja. Gue tadi udah jelasin segitu panjang, masa lo tetep nggak ngerti? Nggak akan ada kesempatan kedua.” kata dia sambil melahap beef burger yang dia pesa-n sebelumnya. “Lagipula mana ada sih cewek atau cowok yang mau dibohongin? Apalagi diselingkuhin? Untuk alasan apapun ya. Baik itu ISENG, NGGAK SENGAJA, atau ‘NAMANYA KUCING DIKASIH IKAN ASIN MANA NOLAK’. Nggak ada!”
“Tapi nih ya… Di luar sana ada loh yang sebaik itu.”
“Sebaik apa? Laki gue?”
“Bukan. Sebaik itu masih mau kasih kesempatan kedua buat pasangannya yang ternyata selingkuh.”
“Mau gue kata bego, tapi kadang emang ada yang begitu sih. Tapi ini lebih ke prinsip sih. Prinsip hidup gue mah nggak akan mau begitu. Titik. Mestinya nih ya…” kata dia sambil mengunyah cheese burger. “Orang yang udah dikasih kesempatan begitu tuh banyak-banyak bersyukur karena berarti di luar sana, nggak ada yang lebih baik buat dia dibandingin pasangan dia. Kenapa karena dia berarti ditunjukin juga punya sifat kurang bersyukur dan tamak dimana dia nggak akan pernah puas sama pasangannya. Jadi mau pasangannya secantik Isyana Sarasvati atau seseksi gue, dia bakalan terus aja selingkuh. Dan gue jamin, di luar sana sekarang makin banyak cewek kayak gue. Siap-siap aja cowok kayak begitu jomblo sampe mati! Hahaha.”
“Ya nggak sampe mati juga lah, Tif.”
“Berarti lo demen selingkuh ya? Lo tadi ngomongin cewek lo kan?” Tifani langsung menembak gue dengan pertanyaan itu.
“Kok jadi gue sih, Tif?”
“Hahaha. Becanda, Ja. Gue percaya kok kalo lo itu setia orangnya. Jujur dan penyayang banget sama pasangan lo. Makanya dulu gue sempet suka sama lo. Hahaha. Nih ya…” Kemudian dia full menceritakan bagaimana ceritanya dia bisa suka sama gue. Mohon maaf banget, Tif. Suaranya semakin mengecil di telinga gue. Gue nggak fokus mendengarkan karena saat ini gue sedang mempertanyakan prinsip dan komitmen gue.
Apakah gue termasuk golongan orang yang kurang bersyukur dan tamak?
---
Sekarang sudah hampir jam 22.00. Tidak terasa gue sudah 2 jam ngobrol dengan Tifani. Dan hingga jam segini, Arasti pun tidak kunjung datang. Entah apa yang menghambat kedatangan dia sehingga dia melewatkan pertemuan kami.
“Apa malah sekarang dia sedang mencoba tarik ulur hubungan kami supaya gue jadinya mengejar dia? Apa gue perlu menghubungi dia?” tanya gue dalem hati.
“Apa sih yang lo cek dari tadi, Ja? Lo lagi nungguin orang lagi?”
“Ah nggak kok. Mau siapa lagi? Lagian udah malem. Gue kayaknya mau balik. Soalnya ini gue mesti balik ke rumah cewek gue. Gue mau angkut bokap nyokapnya buat jemput cewek gue besok.”
“Ribet amat ngajak bokap nyokap dia segala cuman buat jemput dia?”
“Ini first time dia naik pesawat. Gue mau dia dijemput sama bokap nyokap dia biar dia hepi aja. Itung-itung sekalian ajak keluarga mereka jalan-jalan lah…”
Tifani tersenyum sama gue. “Lo perhatian banget ya, Ja? Nggak salah dulu gue pernah suka sama lo. Lo bener-bener penyayang. Andai lo nggak pernah ketemu pacar lo. Mungkin gue ngidam pengen nikahin lo kali. Hahaha.”
“Kalo lo nggak batal nikah, lo nggak akan ngehubugin gue juga kali. Hahaha.”
“Iya juga sih…”
Tifani melirik jam di HP dia. “Gue balik dulu yah, Ja. Gue mau istirahat. Capek banget gue.” Dia merapihkan bekas makan kami.
“Jangan mabuk lagi, Tif. Kalo lo mau curhat, hubungi gue lah. Nggak usah lo nongkrong sama temen-temen kantor lo yang demen nongkrong itu. Nggak bener mereka.”
“Iya, Ja. Oke. Tapi sekarang gue udah bener-bener lega sih. Sama mereka gue nggak pernah cerita ini semua. Tapi sama lo, gue bisa ngeluapin semuanya. Tengs berat, Ja.” Ujarnya sambil mengelus pipi gue.
“Siip…”
Kami jalan sambil keluar dari dalam mall. Karena kami sama-sama bawa mobil, gue jadi nggak bisa mengantarkan Tifani pulang. Lagipula gue baliknya ke rumah Emi, bukan rumah gue.
Tifani mencium pipi gue sebelum masuk ke dalam mobil dia. “Makasih udah ada di waktu yang tepat ya, Ja. Kalo gue nggak cerita sama lo, mungkin gue udah ngobat kali.”
“Makasih juga udah mau berbagi sama gue ya, Tif. Inget janji lo. Jangan mabuk lagi.”
“Siap! Gue nggak suka dibohongin, jadi gue nggak akan ingkar janji.”
“Good. Ati-ati, Tif!”
“Lo juga, Ja!”
Dret. Dret. Dret.
Mendadak HP gue bunyi. Ada chat masuk dari orang yang gue tunggu-tunggu dari sore tadi. Arasti.
(ARASTI CHAT)
Quote:
“Wait, wait? Kok jadi begini?”
Diubah oleh yanagi92055 19-02-2021 11:58
caporangtua259 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup