Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ


AMOR & DOLOR (TRUE STORY)


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175K
3K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#212
Persiapan
Tanggal perkenalan sudah ditentukan. Sekarang saatnya untuk membicarakan masalah keuangan yang wajib untuk segera dibicarakan. Hal ini adalah salah satu yang terpenting mengingat keadaan finansial gue dan Emi boleh dibilang cukup pas-pasan.

Disini pula gue tersadar akan sesuatu. Keluarga gue, baik itu Mama maupun Dania, tidak satupun yang menanyakan perkembangan persiapan pernikahan gue. Bahkan saat kemarin ke rumah kakek Emi untuk memberikan sebuah pengumuman ke keluarga Emi pun nggak ditanyakan sama sekali. Minimal menanyakan apa reaksi keluarga Emi, atau apa kira-kira yang bakal di persiapkan dari pihak keluarga gue. Tetapi itu semua tidak keluar sama sekali dari mulut Mama maupun Dania.

Dania seakan meminta perhatian lebih dari Mama dengan alasan, “I’m a new mom.”Dan Mama pun meng-iya-kan permintaan Dania tersebut. Mama fokus mengurusi Dania dan anaknya. Mama kasihan sama Dania yang hampir tiap malam harus terjaga untuk menyusui anaknya, dan sebagainya. Semua waktu Mama sekarang adalah tentang Dania dan diri Mama sendiri.

Rasanya gue pengen nanya lagi ke Mama : Dimana posisi Ija sekarang di hati dan pikiran Mama?

Tapi ya sudahlah, gue nggak mau nambah beban pikiran gue dan juga bikin perkara di rumah. Gue nggak mau debat lagi sama Mama. Kalau Mama mau peduli dan bantu gue, gue sangat bersyukur. Kalau Mama mau melepas gue pun, gue bisa apa? Setidaknya beliau masih mau memberi restu untuk pernikahan gue ini.

Satu yang gue pegang untuk saat ini, gue akan hidup berdua dengan Emi dan pergi jauh dari kedua keluarga kami KALAU keadaannya terus seperti ini. Gue hanya akan kembali ketika roda kehidupan gue berputar kembali hingga di posisi terbaik gue nanti. Mungkin nggak 1 hingga 2 tahun. Mungkin bisa menghabiskan 5 tahun, atau mungkin 10 tahun? Entahlah. Gue juga belum membicarakan ini dengan Emi. Saat ini gue hanya sedang merasa dunia tidak adil dengan gue.

“Zy, buat acara perkenalan keluarga besok, biayanya mungkin sekitar 500.000. Nggak banyak-banyak soalnya kan yang dateng cuma sedikit dan keluarga aku juga mau nyumbang kue-kue gitu.” Ujar Emi ketika gue menjemput dia di stasiun kereta langganan kami.

“Kamu ada uangnya? Kalau kurang, insyaAllah aku ada uangnya kok ini.” jawab gue tanpa menoleh pada dia dan fokus pada jalan. Saat itu gue sedang mengendarai motor.

“Ada kok uangnya aku… Kamu pake uang kamu buat persiapan kamu aja. Kali aja kamu mau bawa-bawaan…”

“Lucu ya kita? Mau perkenalan keluarga aja kita yang nyiapin berdua, kita yang ngeluarin duit berdua. Nggak ada bantuan siapapun. Eh kamu juga tau pula apa aja yang bakalan aku bawain… Kan kocak. Nggak kayak orang-orang yang masih bisa terima enaknya aja semuanya disediain sama keluarganya.”

Gue lihat Emi terdiam. “Nggak apa-apa kok. Ya tiap orang udah punya rejekinya masing-masing. Ada jalan hidup yang uniknya masing-masing. Kita mestinya bersyukur masih punya rejeki buat ngadain Perkenalan Keluarga dulu, baru Lamaran dan Akad nikah. Mungkin aja di luar sana masih ada orang-orang yang kurang beruntung nggak bisa ngadain selengkap kita bukan?”

“Tapi kamu pasti kepingin kan kayak temen-temen kamu?”

“Temen-temen aku?”

“Temen SMA kamu deh siapa namanya itu. Ira apa namanya? Yang katanya diajak fitting sama Mertua dan Ibunya terus tinggal nunjuk. Milih ini itu pun tinggal pilih maunya dia dan calon suaminya yang mana. Kamu nggak pingin kayak mereka?”

“Munafik Zy kalau aku nggak pingin kayak mereka. Tapi aku sadar, gimana kondisi orang tua kita. Gimana kondisi kita berdua. Ya mungkin rejeki kita nggak di situ. Semuanya harus dengan usaha kita sendiri, tapi walaupun begitu. Aku tetap nikmatin segala prosesnya kok. Bismillah aja. Semoga setiap perjuangan kita ini nantinya ada balasannya dari Allah.”

Dret. Dret. Dret.

HP gue bergetar. Mumpung di depan ada persimpangan kereta, gue melipir ke pinggir jalan dulu. Gue mengeluarkan HP gue dan memeriksa notifikasi yang masuk. Ternyata notifikasi dari Hana. Soalnya Arasti bilang kalau dia harus lembur hari ini, jadi kemungkinan dia tidak akan menghubungi gue sampai malam nanti. Ana sudah puas ngobrol dengan gue seharian di kantor. Sedangkan Edna sudah gue telepon sore tadi. Hanya Hana yang belum ada kabarnya seharian ini.

Ya, gue (hampir) kembali jadi orang brengs*k.

“Baca aja dulu…” sahut Emi mendadak. Dia membuat gue langsung memasukkan kembali HP gue ke dalam saku celana gue.

“Ntar aja, nggak penting kok.” Sergah gue.

“Baca aja. Bales dulu. Takutnya nanti malah ditungguin. Kasian bikin orang nunggu kabar itu. Orangnya pasti khawatir kan? Lupa ya kabarin kalau lagi di jalan pulang?” Gumam Emi perlahan. Gue bingung, dia itu baca isi chat gue atau hanya asumsi saja? Soalnya gue sama sekali nggak membuka aplikasi Line gue.

“Kamu kenapa sih? Dari kemaren pas di rumah Om Asep juga kayak gitu. Nggak ngenakin banget. Kamu curiga apa lagi emangnya?”

“Curiga kenapa sih? Aku kan cuma nyaranin. Jangan bikin orang lain nunggu. Siapa tau orang itu emang nunggu kabar dari kamu bukan?” Katanya, datar saja.

Gue membalikkan badan gue. “Ya biarin aja orangnya nunggu. Lagian nggak penting, bukan siapa-siapa juga. Kecuali itu dari kantor atau dari Mama. Baru itu namanya penting. Aku juga lagi di jalan. Kalau orangnya marah, ya tinggal disuruh aja pake logikanya dia. Tau nggak kalau lagi di jalan itu nggak bisa sambil megang HP? Anj*ng banget. Begini doang dijadiin urusan. Heran gue. Kebiasaan banget sih lo? Pingin banget ngarah-ngarahin gue buat nggak bener melulu.” Ucap gue ketus.

“Kok lo malah jadi ngata-ngatain gue begitu sih? Gue cuma kasih tau, baca dulu dan bales dulu aja. Kenapa jadi nuduh kayak gini sih?”

“Bukan nuduh. Tapi kebiasaan kamu kayak gitu. Selalu aja ngarah-ngarahin untuk hal-hal yang nggak perlu, yang sebenernya kamu sendiri juga tau kalau itu nggak penting.”

“Terus mau lo apaan?” nadanya tiba-tiba meninggi. Orang-orang disekitar kami sudah mulai melirik ke arah kami. Sepertinya mereka menunggu adegan FTV dari gue dan Emi.

“Lah, kok lo nyolot sih, Mi? Ini tadi lagi ngomongin urusan duit loh. Kenapa malah ribut cuma gara-gara notifikasi di HP gue sih? Tau gitu nggak gue buka dulu ini HP. Bangs*t!”

“Lo juga bilang kalo gue ngarah-ngarahin lo. Emangnya gue ngarahin lo apaan? Emang lo belakangan ini juga lagi ada urusan sendiri kan? Makanya biar lo bisa fokus sama gue dan nggak banyak pikiran, selesein dulu aja urusan lo sendiri itu.”

“Yee… Mulai lagi kan nuduh-nuduh gue? Urusan gue apaan lagi sih? Freelancer miskin kayak gue nggak banyak urusan. Palingan juga ngurusin nikahan yang kayak bangs*t ini ribetnya.”

“Nikahan kayak bangs*t??? Lo nggak niat emang nikah? Kenapa baru bilang sekarang? Anj*ng.” Mood gue rusak dan ternyata menyulut penururan mood dia juga.

“Kok malah muter-muter begini sih? T*i!” Gue males melihat orang-orang sekitar mulai penasaran dengan keributan yang kami buat. Gue risih dengan ke-kepo-an mereka. Gue langsung tancap gas dengan kecepatan tertinggi yang masih aman untuk motor gue. Emi sama sekali nggak memeluk gue dari belakang seperti biasanya. Gue sedang dalam mood tidak baik dan tidak peduli mau dia gimana. “KITA PULANG AJA!” teriak gue. Entah Emi mendengar gue apa nggak.

Baru lewat satu hari pasca kembali dari rumah Kakek Emi, gue malah ribut hebat dengan dia. Ini H-6 hari sebelum acara Perkenalan Keluarga kami. Hari ini malah ribut nggak penting hanya karena gue ingin memeriksa notifikasi yang masuk ke HP gue. Gue yakin banget Emi nggak melihat isi chat-nya sama sekali. Tapi cara Emi menuduh gue, itu yang gue nggak suka. Dia bersikap seakan-akan tahu apa yang sedang gue hadapi saat itu.

Mungkin ini salah gue, tapi cara Emi menuduh gue (yang sebenarnya betul juga) itu nggak baik bukan? Siapa tahu kalau tadi yang chat gue bukan Hana? Apa baik dia menuduh gue seperti itu? Kenapa dia malah membuat gue nggak nyaman sehingga gue lebih nyaman ngobrol dengan cewek-cewek ini sih? Kenapa dia semakin seperti ini ketika hari besar kami sudah ditentukan?

---

Hari itu gue tidak mampir sama sekali ke rumah Emi. Gue pun tidak pamit pada dia. Setelah Emi turun, gue langsung tancap gas untuk pulang ke rumah gue. Di tengah perjalanan, gue menghentikan kendaraan gue di SPBU terdekat untuk mengisi kuda besi gue.

Mumpung di SPBU ini ada bangku untuk beristirahat, gue mampir sebentar kesana untuk sekedar meluruskan kaki gue. Sembari menunggu kopi gue dingin, gue menanggapi chat Hana. Chat terakhir Hana ini nggak gue balas sama sekali, karena dia curhat masalah pubertas lingkungan sekolahnya. Drama-drama kecil ala cerita teenlit begitulah kurang lebih. Itulah sebabnya dia nggak ada kabar seharian ini.

Hana, cewek manis yang masih duduk di bangku SMA dan punya obsesi menjadi manajer band gue, lebih tepatnya jadi manajer gue pribadi. Sebuah hal muluk-muluk dan terlalu berhalusinasi sekali. Tetapi generasi zoomers sepertinya memang punya tingkat imajinasi dan halusinasi yang tinggi. Jika dilihat dari kacamata positif, hal tersebut bisa membuat generasi ini memiliki tingkat kreatifitas tinggi dan bahkan bisa memiliki pemikiran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh generasi pendahulunya.

Seperti umumnya cewek-cewek SMA yang sedang puber, Hana juga memiliki sebuah keinginan yang muluk-muluk. Memiliki pasangan yang jauh lebih dewasa dan bahkan sudah mapan menjadi cita-cita cewek-cewek seumurannya untuk jaman sekarang sepertinya. Menjadi sebuah hal yang tidak aneh mungkin ya kalau melihat masa pertumbuhan anak-anak jaman sekarang yang seperti lebih tua dari umur mereka sebenarnya.

Dulu, ketika gue masih SMA, menyukai orang yang jauh lebih tua itu sepertinya adalah angan-angan yang jauh panggang dari api. Bahkan jikapun ada yang benar-benar melakukannya, pasti akan dianggap aneh atau nggak logis sama sekali. Tidak seperti Sekarang yang seakan sudah menjadi hal yang lumrah.

Tidak berbeda dengan cewek lainnya yang sudah bersedia menerima tantangan gue, ternyata Hana juga berani. Bahkan anak ini mengirimkan sebuah foto ketika dia baru saja selesai mandi. Hanya handukan saja. Ini cukup menyenangkan dan menyegarkan sebenarnya. Haha. Tetapi, gue jadi tersadar, anak ini cukup berani melakukan hal-hal yang ekstrim adalah pertanda anak ini mempunyai bakat agresif dan sangat posesif ketika mendapatkan apa yang dia inginkan.

((HANA CHAT))
Quote:


Nope. Gue nggak mau kasih harapan apapun ke cewek lain. Toh gue juga mau segera menyudahi semua urusan ini sebelum acara pernikahan gue. Jadi gue nggak mau kasih harapan apapun lagi. Cukup.

Sesuai dugaan gue. Anak ini rela melakukan apapun, demi mengejar apa yang dia inginkan. Tipikal fans-fans garis keras selebriti kelas dunia kalau seperti ini caranya. Ini pun berbahaya jadinya. Kemarin juga Ana menantang balik gue dengan menawarkan memberi foto seluruh tubuh dia. Gue tidak menanggapinya sama sekali. Akhirnya malah dia yang tidak enak hati ketika bertemu dengan gue di kantor.

Gue tidak ada masalah dengan dia, tetapi dia sepertinya agak sedikit malu akibat penolakan dari gue. Ana berusaha bersikap kaku dengan gue dan hanya mengobrol urusan kantor. Untuk menghindari adanya omongan nggak baik dari orang-orang di kantor, gue pun sesekali mengajak Ana bercanda agar dia tidak se-kaku itu. Gue nggak mau menimbulkan kecurigaan di kantor. Gue nggak mau orang-orang berasumsi kalau memang telah terjadi sesuatu antara gue dengan Ana.

Kembali lagi ke Hana. Gue kadang bingung harus bersikap seperti apa ke anak SMA ini. Sebetulnya ya mudah saja, tinggal bilang kalau gue sudah memiliki pasangan dan akan segera melangsungkan pernikahan. Selesai semuanya, mungkin. Tetapi dengan begitu, gue akan kehilangan hiburan gue di kala penat seperti yang saat ini gue alami. Ribut-ribut tidak penting dengan Emi cukup membuat otak gue jengah dan butuh hiburan.

Gue belum bisa menentukan, kapan gue akan mengakhiri semuanya. Gue pasti dan harus segera mengakhiri permainan jahat gue ini. Tapi tidak untuk saat ini. Gue masih (sedikit) menikmatinya. “Maafin aku, Mi… Andai kamu nggak jadi seperti itu, aku nggak akan melakukan ini semua.” Kata gue dalam hati sembari menyeruput kopi gue yang sudah mulai mendingin.
Diubah oleh yanagi92055 04-01-2021 10:07
kaduruk
jiyanq
caporangtua259
caporangtua259 dan 14 lainnya memberi reputasi
13
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.