Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ


AMOR & DOLOR (TRUE STORY)


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175.1K
3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#209
Seperti Call Center_Part 2
Sesampainya di kamar, dia langsung menghempaskan tubuhnya di kasur kamar itu. Walaupun gue tahu, kasur yang ada di kamar itu adalah kasur kapuk. Tapi bisa selonjoran di kasur dengan cuaca dingin khas pegunungan ini, nikmat juga kayaknya.

“Huff. Cape…”

“Kamu mau langsung tidur?” tanya gue sambil membuka baju yang gue pakai.

Gue berganti pakaian memakai celana pendek dengan kaos oblong berwarna putih seperti layaknya pedagang beras di pasar, tinggal ditambahkan handuk kecil saja melingkar di leher, cocok sudah. Starter packidaman gue ya seperti ini. Badan terasa sangat enteng jika memakai pakaian yang seperti ini.

Tetapi rasanya ada sedikit kesalahan disini. Kota ini adalah kota di kaki gunung. Hal ini membuat cuacanya menjadi sangat sejuk dan cenderung menjadi sangat dingin di kala malam hari tiba. Apalagi saat ini sedang hujan cukup deras di luar. Tidak heran keluarga Emi di bawah merokok terus menerus, karena memang cuacanya dingin ditambah dengan hujan.

“Kamu mau jalan-jalan dulu keliling sini emang?” Sepertinya debat kami sebelumnya membuat Emi ingin mencoba mencari udara segar untuk memperbaiki keadaan kami.

“Besok kan kita seharian ada acara terus pulang sorenya, aku kayaknya mau tidur cepet.” Hidung gue sudah mulai gatal karena gue tidak ada habisnya batuk ketika di ruang utama tadi. Menjalar semuanya jadi semacam batuk flu. Gue nggak boleh memperburuk kondisi gue dengan kena udara dingin lagi.

“Kamu yakin beneran mau tidur cepet?”

“Emang aku mau kemana lagi? Aku ga mungkin kemana-mana lagi.” kata gue sembari mengambil HP gue dari saku celana panjang yang gue pakai sebelumnya. Celana panjang dan baju gue tersebut gue gantungkan di belakang pintu kamar yang Emi pakai.

“Tapi kamu beneran istirahat ya…” kata dia. Entah kenapa dia terlihat needy banget malam itu. Entah apa yang dia pikirkan lagi selain biaya pernikahan dan urusan debat nggak jelas setelahnya. Kenapa dia seakan takut gue tinggalkan? Karena itu nggak mungkin banget.

Atau dia memang sudah mulai curiga dengan keberadaan cewek-cewek itu?

“Hmm.” jawab gue sembari menutup pintu kamar.

Gue nggak berniat kasar ke Emi karena langsung menutup pintu kamar. Tapi di satu sisi karena gue kaget, gue melihat cukup banyak notifikasi. Gue nggak mau notifikasi di HP gue ini terbaca oleh Emi. Mood dia bisa rusak nggak karuan nanti.

Gue lihat, notifikasi gue paling banyak adalah notifikasi chat dari Arasti. Agresif juga ternyata si Arasti ini ya. Gue sampai sekarang masih belum terlalu ‘ngeh’ yang mana sih Arasti itu. Dulu, memang tidak banyak interaksi antara gue dengan adik kelas yang dua Angkatan di bawah gue.

Gue banyak dikenal oleh adik kelas karena aktifitas gue di OSIS dan Paskibra yang saat itu masih menjadi salah satu ekskul paling disegani dan diminati oleh siswa-siswa SMA gue. Tetapi, gue tidak banyak mengenal adik-adik kelas apalagi yang dua tahun di bawah secara personal, kalau tidak terlibat interaksi langsung dengan gue. Jadi gue hanya mengenal baik adik-adik kelas yang ikutan Paskib atau OSIS saja. Selebihnya hanya kenal-kenal begitu saja.

Arasti menanyakan kemana saja gue seharian ini jarang ada kabar. Gue hanya membatin, kalaupun gue nggak ada kabar juga kan harusnya ya suka-suka gue. Ngapain juga gue harus berkewajiban untuk mengabari siapapun.

Emi pun karena statusnya belum resmi menjadi istri gue saja, sebenarnya tidak berhak untuk menanyakan kabar. Tetapi itulah gunanya untuk menjadi pasangan. Bisa mengerti satu sama lain. Sehingga gue terbiasa bercerita tentang keadaan harian gue. Walaupun memang masih banyak yang gue tidak ceritakan ke Emi, termasuk salah satunya ya percakapan dengan cewek-cewek ini di chat.

Gue kembali ke ruangan keluarga sebelumnya. Gue ambil bantal sofa mereka dan kembali merebahkan badan gue di sana. Tidak lupa gue mengambil sarung yang biasa gue pakai solat untuk menghangatkan diri gue. Sembari tiduran, gue mengingat adegan Emi yang membuka jilbabnya di depan gue sebelumnya. Ide gila tiba-tiba saja muncul di kepala gue.

Karena gue tidak ada niatan untuk menyeriusi siapapun dari cewek-cewek ini, gue ada ide untuk menguji keberanian mereka. Memang sih ini agak keterlaluan dan pastinya akan menyebabkan gue berada di posisi yang bersalah banget. Tapi ya tergantung cara penyikapan dan penyampaiannya saja nantinya.

Apa ide gilanya? Arasti, Hana, dan Riana semuanya memakai kerudung. Hanya Edna yang tidak menggunakan kerudung. Belum mungkin, bukan tidak. Jadi, gue bakalan coba iseng meminta mereka untuk mengirimkan foto mereka yang tidak menggunakan kerudung. Gue akan menguji mereka. Mereka berani atau tidak untuk mengirimkannya. Cukup konyol dan keterlaluan, sih. Tapi ya di coba saja dulu. Setidaknya ini masih lebih sopan dibandingkan gue minta PAP T**e mereka?

“Kamu kangen sama aku? Kalo beneran kangen, kirim dong foto kamu yang nggak pake kerudung. Aku penasaran kamu kalo nggak make kerudung kayak gimana. Mau liat aja rambut kamu sepanjang apa… Berani nggak?”

Gue mengirimkan chat itu ke mereka bertiga ketika mereka bertiga bilang kalau mereka kangen ngobrol sama gue. Pas banget momennya soalnya. Walaupun mereka meminta gue mengirimkan foto gue juga sebagai bayaran mereka. Tetapi gue nggak ada niatan mengirimkan foto gue. Karena buat apa dan apa untungnya buat mereka? Gue di foto saat itu nggak ada bedanya dengan foto gue kapanpun.

Seperti yang sudah gue duga, Arasti dan Hana menjawab berani. Tetapi tidak dengan Ana. Dia menolak mengirimkannya. Gue pun tidak memaksa. Kalau tidak beruntung juga tidak apa-apa sebenarnya. Adanya dia di kantor saja itu sudah merupakan sebuah keberuntungan ditengah keringnya perempuan di kantor gue. Mungkin lain kali, nggak sekarang. Hahaha.

Chat dengan mereka kadang fun, tetapi tidak jarang pula menjengkelkan. Menjadi menjengkelkan karena memang standar obrolan gue dengan Emi bisa dibilang cukup tinggi. Bahkan untuk obrolan santai pun, mereka ini tidak berada di level yang sama dengan Emi. Tetapi setidaknya chat dengan mereka ini bisa lebih membuat pikiran gue rileks. Bukan berarti ngobrol dengan Emi itu menjadi bosan dan nggak asyik. Tidak sama sekali. Gue hanya butuh refreshing saja. Biar ada variasi dulu sebelum di kunci total nanti oleh dia.

Selain ngobrol dengan mereka bertiga, gue nggak meninggalkan Edna. Gue bingung, kenapa anak ini selalu saja curhat apa yang terjadi di kehidupannya, terutama kehidupan pertemanannya di sekolah. Hampir di setiap chat dia, dia pasti hanya membahas kehidupan dia di sekolah. Ya, sekolah. Hana dan Edna adalah siswi Sekolah Menengah, Atas tentunya. Berbeda dengan Hana yang gue temukan di BeeTalk, Edna menemukan akun gue di FB. Gue nggak paham dari mana dia menemukan akun FB gue yang lalu tiba-tiba saja mengirimkan chat dengan seruan setuju atas pemikiran gue yang dituangkan dalam sebuah status.

Lalu dengan inisiatif sendiri, cewek ini langsung Add as Friend. Chat beberapa kali dan tidak lama kemudian dia langsung meminta nomor HP gue. Sebenarnya gue pribadi merasa tidak nyaman awalnya karena langsung ditodong untuk memberikan nomor HP gue ke orang random. Siapa yang tahu kalau Edna ini aslinya adalah seorang laki-laki bukan? Walaupun pada akhirnya gue tetap memberikan pada dia. Kenapa? Karena Emi si FBI. Gue orang yang sangat jarang menggunakan Messenger. Jadi kalau gue terdengar banyak mendapat notifikasi dari Messenger, apa tidak akan menimbulkan kecurigaan dari Emi?

Emi suka bercerita, bahkan gue suka marah kalau dia tidak ada cerita setiap harinya, apapun itu. Tetapi kalau Edna ini sepertinya menceritakan sesuatu hal yang sebenarnya sepele dan nggak perlu di ceritakan karena tidak ada menariknya sama sekali. Namun karena gue berusaha untuk menghargai, ya jadi di dengarkan dan dijawab seperlunya saja, sambil sesekali gue tanggapi jika dia menanyakan pendapat.

Saat gue iseng untuk menantang cewek-cewek ini, kenapa Edna tidak? Karena dia sudah menyatakan mau melakukan apapun, asalkan gue mau mendengarkan cerita-ceritanya. Gue merasa tidak ada tantangan nyata kalau tanpa penolakan begini. Hahaha.

((EDNA CHAT))
Quote:

So sweet? My a**! Gue aja susah payah perjuangin Emi biar cepet keluar dari kehidupan toxic dia di kampus gue sendiri. Ini gue disuruh pacaran lagi sama anak kuliahan? Hell no! Hahaha. Anak ini belum tau aja gimana kehidupan di kampus yang sebenarnya. Hahaha.
Quote:

Chat dengan Edna malam itu berakhir di situ. Gue bingung. Gue takut salah langkah. Awalnya gue hanya bercanda yang mengatakan kalau dia boleh memamerkan foto gue. Niatnya gue cuma ingin tau bagaimana respon teman-teman dia ketika tau kalau ‘Edna punya pacar cowok ibukota’. Tetapi ternyata dia sudah melakukannya. Menurut gue itu lancang. Entah bumbu apa saja yang Edna kasih ke mereka ketika memperlihatkan foto gue tersebut.

Dia sudah ‘menjual’ gue tanpa izin. Kalau selebriti sih nggak apa-apa dan nggak akan ada yang percaya kalau ada orang yang mengaku-ngaku begitu, tetapi kalau gue kan bukan siapa-siapa. Adanya teman-teman toxic-nya itu bisa saja percaya. Ujung-ujungnya mereka bisa saja mencari tahu informasi tentang gue. Mungkin saja berujung mereka akan mengganggu Emi, lagi. Kejadian toxicyang pernah dirasain Emi bisa terjadi lagi kalau sampai mereka menemukan Emi.

Untung saja gue nggak pernah memberikan banyak informasi tentang data-data pribadi gue di sosial media manapun. Di sini Emi juga yang berjasa meminimalisir kesalahan gue dalam ber-sosial media. Paling hanya riwayat sekolah saja, karena gue selalu bangga dengan almamater-almamater gue.

Tidak terasa malam semakin larut dan Emi belum juga kembali ke kamarnya. Sebenarnya ada rencana untuk menyelinap sebentar ke kamar Emi untuk tidur dengan Emi sebelum Adzan Subuh. Tidur bareng di cuaca dingin seperti ini dijamin nikmat. Tetapi karena ada sepupu Emi tepat di depan kamar dia, gue mengurungkan niat gue.

Gue pun sempat ketiduran. Gue sempat takut ketika gue baru saja terbangun, HP gue ternyata masih membuka chat-chat dengan mereka ini. Perjuangan gue bisa berakhir sia-sia, baik SSI dengan mereka maupun usaha gue meminang Emi. Emi bisa mentah-mentah menolak lamaran gue nanti. Gue nggak mau itu terjadi. Sangat rugi mengingat gue tidak ada niatan serius dengan mereka semua. Hanya iseng-iseng mengisi waktu, seperti sekarang ini.

((RIANA CHAT))
Quote:


Tepat setengah jam setelah gue menunggu balasan chat dari mereka sebelum gue menghapus chat gue tersebut, Ana chat gue lagi. Tetapi karena gue sudah terlanjur bete nggak bisa masuk ke dalam kamar dan Emi dalam kondisi moodyang jelek, jadi lebih baik gue refreshing lagi aja dengan membalas chat Ana.
Quote:


Ana tidak membalas dengan teks, tetapi mengirimkan dua buah foto. Yang pertama adalah foto dia dengan mengenakan kerudung hitam, dan yang kedua, tidak mengenakan kerudung, dan hanya memakai tanktop, yang juga berwarna hitam. Gue bisa memastikan itu diambil di waktu yang hampir bersamaan, karena tonewarna dan backgroundnya juga sama, di kamarnya. Gila juga ini si Ana, gue pikir. Ana adalah orang pertama yang menerima tantangan gue dan akhirnya malah benar-benar mengirimkan fotonya walaupun menolaknya di awal.

Rambut Ana adalah jenis rambut tebal, lurus. Potongannya sebahu lebih sedikit dan ada aksen highlight kecoklatan sepertinya. Karena mungkin kamera depannya tidak terlalu bagus, jadi foto yang dia kirimkan banyak sekali noise-nya. Jadi, ya nggak bisa gue lihat secara detail. Dari sini pun gue sudah bisa menyimpulka, kalau Ana ada ketertarikan dengan gue. Tidak mungkin kalau dia tidak ada ketertarikan malah langsung mau aja gue suruh seperti itu.
Quote:


Gue sangat kaget dengan pernyataan ini. Masa iya kehidupan kawula muda di desa sudah sebegitu liarnya? Gue saja yang sudah terbiasa dengan kehidupan miring di ibukota sama sekali nggak menyangka kalau di daerah pun ternyata sama saja. Hanya mungkin kelasnya saja yang berbeda ya.

Gue dulu berpikir kalau kehidupan bebas dan aneh-aneh hanya berlaku untuk anak-anak orang kaya saja, apalagi yang orang tuanya memberikan uang yang dihasilkan dengan cara-cara haram. Ternyata anak-anak di daerah yang relatif jauh dari kehidupan glamor ibukota pun bisa seperti ini.

Lebih gilanya lagi ternyata Ana adalah orang yang sangat agresif. Ini mengingatkan gue tentang pengalaman masa lalu gue dengan Keket, sebelum kami resmi jadian. Lalu dibandingkan dengan Anin yang memang pada dasarnya orang dari kota dan dia pun berasal dari keluarga berada. Sementara Keket adalah pemudi dari desa yang berangkat ke kota dengan modal kecerdasan otaknya. Keket memang selama di desa nggak pernah sampai aneh-aneh, menurut pengakuannya dulu, tetapi dia juga termasuk yang agresif terhadap gue.

Ana adalah tipikal orang seperti Anin lebih tepatnya. Dia sepertinya mau melakukan apapun demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan ini bisa membahayakan gue, kehidupan percintaan gue dengan Emi, dan tentu saja karir gue. Apalagi dengan posisi baru gue ini, dan rencana gue untuk bergabung sebagai karyawan tetap nanti, bisa buyar semua hanya karena urusan dengan Ana. Gue harus sangat berhati-hati dengan dia.

Quote:


Hah? Pertanyaan macam apa ini? Gue mana bisa jawab kalau gue nggak pernah menyentuh tubuh dia, melihat secara langsung tubuh dia tanpa banyak lapisan pakaian aja gue juga nggak pernah.

Quote:


Sudah gue duga. Obrolan ini bisa melebar kemana-mana. Sejurus kemudian, gue nggak membalas lagi chat Ana. Ini sangat berbahaya.

kaduruk
jiyanq
caporangtua259
caporangtua259 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.