- Beranda
- Stories from the Heart
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
...
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami
私のスレッドへようこそ
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!
Quote:
Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):
Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):
Spoiler for PERATURAN:
1. Cerita ini adalah kisah nyata yang terjadi di hidup gue dan Emi (@dissymmon08), tapi mohon maaf kami nggak menulis keseluruhan kejadian aslinya demi kepentingan privasi. Namun semua cerita di sini telah kami pilah sebagaimana mestinya agar tidak merusak jalannya cerita.
2. Ikuti peraturan standar H2H ya!
3. Agan sista bebas memberikan komentar baik berupa masukan atau kritikan buat kami, tapi hapunten pisan mohon untuk tidak memberikan komentar yang mengandung kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
4. Semua nama dan tempat kejadian akan disamarkan untuk kepentingan privasi. Jika agan sista mengetahui nama atau tempat kejadian yang kami ceritain di trit ini, mohon untuk disimpan untuk agan sista aja ya! Kami mohon dengan sangat!
5. Trit ini mengandung konten 18+ (dan tidak selalu berasiosiasi dengan dunia lendir ya), mohon agar jadi perhatian agan sista disini untuk lebih bijak ya dalam menyikapinya.
6. Kalau agan sista puas dengan cerita ini, mohon keikhlasannya untuk memberikan cendol
dan bintang 5 
7. Selamat membaca dan mohon maaf apabila ada salah-salah kata!
2. Ikuti peraturan standar H2H ya!
3. Agan sista bebas memberikan komentar baik berupa masukan atau kritikan buat kami, tapi hapunten pisan mohon untuk tidak memberikan komentar yang mengandung kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
4. Semua nama dan tempat kejadian akan disamarkan untuk kepentingan privasi. Jika agan sista mengetahui nama atau tempat kejadian yang kami ceritain di trit ini, mohon untuk disimpan untuk agan sista aja ya! Kami mohon dengan sangat!
5. Trit ini mengandung konten 18+ (dan tidak selalu berasiosiasi dengan dunia lendir ya), mohon agar jadi perhatian agan sista disini untuk lebih bijak ya dalam menyikapinya.
6. Kalau agan sista puas dengan cerita ini, mohon keikhlasannya untuk memberikan cendol
dan bintang 5 7. Selamat membaca dan mohon maaf apabila ada salah-salah kata!
Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:
HAPPY READING! 
Quote:
Original Posted By yanagi92055►
TERIMA KASIH BANYAK GANSIS READERS SEMUANYA. DENGAN APRESIASINYA TRIT INI BERHASIL HT UNTUK PERTAMA KALINYA. SEMOGA PRESTASI INI DAPAT MENJADI SEMANGAT UNTUK KAMI MENGEMAS CERITA MENJADI SEMAKIN SERU UNTUK DIBACA DAN DIIKUTI.
SEKALI LAGI, TERIMA KASIH BANYAK!
SEKALI LAGI, TERIMA KASIH BANYAK!
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175.1K
3K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#122
Impian_Part 6
Gue membuka buku diary dia. Satu kalimat terlintas “Si bangs*t nulis diaryaja udah kayak nulis rangkuman buat ujian anjir!” Sumpah, bukunya rapi banget. Rasanya gue lagi baca novel versi tulis tangan deh pokoknya. Nggak aneh gue kalau rangkuman dia dijadiin Master Rangkuman di beberapa Tempat Fotocopy pas di Kampus dulu. Gue jadi temen seangkatannya juga pasti maunya fotocopy rangkuman dia daripada baca rangkuman sendiri buat ujian.
Gue baca semua isi buku diarydia. Tapi memang disini kayaknya bukan buku diary pertama dia. Soalnya ada beberapa cerita yang kayaknya melanjutkan cerita yang pernah dia tulis sebelumnya.
Jujur, setelah gue baca buku diary dia. Gue… Makin cinta sama dia. Gue makin sayang. Dan gue… Makin ingin melindungi dia. Gue merasa menyesal pernah jadi salah satu orang yang bikin dia nangis. Gue merasa jahat banget.
Di sisi lain, gue pun jadi tau beberapa hal tentang diri dia. Kenapa dia jadi sosok yang gue kenal saat ini. Dia terbentuk jadi Emi yang sekarang, karena masa lalu dia…
Berikut beberapa kutipan buku diary gue yang gue inget dan menurut gue penting aja untuk gue tulis di cerita ini…
“… Ini les kedua aku hari ini. Setelah les Melukis, aku harus lanjut les Bahasa Inggris di ruko depan komplek rumah. Itu lho ruko tempat aku salah beli kertas warna. Malu banget kalau inget kejadian itu! Hari ini aku lagi nggak semangat banget belajar. Kemarin aku nggak ketemu sama Mama. Soalnya Mama pulang, aku tidur. Eh aku bangun, Mama udah berangkat kerja. Papa juga. Aku cuma ketemu sama Mang Udin. Aku lebih sering ketemu sama Mang Udin daripada ketemu Mama Papa. …”
“Mang Udin siapa?” Tanya gue ke dia yang kayaknya mau nambah makanannya dengan paket langganan, PaNas Special.
“Itu ojek langganan aku… Dia nganter jemput aku sekolah dan les selama aku di SD.” Jawab dia dan pergi ke kasir. Sudah gue duga dia bakalan nambah makan.
“… Padahal cuma mecahin dua telor dari 1 kg telor lho. Tapi aku udah dimaki-maki sama Mama sampai dikatain anak durhaka. Ya Allah… Kemarin aku juga nggak sengaja numpahin jus alpukat aku eh dikatain bego juga. Aku sebenernya anak siapa? Aku tau, aku salah sampai mecahin telor sama numpahin jus, tapi aku nggak sengaja. Aku begitu bukan kepingin jadi anak durhaka, Ma… Apa bener kata-kata Mama waktu itu kalau aku itu bego karena aku anak pungut? …”
“… Kak Rian kecelakaan motor. Jadinya Kak Rian nggak bisa les drum lagi bareng aku. Eh Rini juga nggak mau les piano lagi karena kakaknya nggak les. Kalau nggak ada Kak Rian dan Rini, aku males lanjutin les piano aku. Mending aku belajar di rumah aja. Beli bukunya di toko buku. Temen-temen aku yang lain suka jahat. Suka sombong karena mereka orang kaya. …”
“… Kayaknya aku nggak bakal lupa omongan dari anak-anak di rumah deh… “Ngapain belajar mulu kayak si Emi? Kalau belajar mulu itu nggak bikin pinter, tapi artinya si Emi itu bego orangnya! Orang pinter mah nggak bakal belajar mulu, soalnya dia kan udah pinter! Buat apa belajar melulu?” Padahal aku nggak belajar melulu. Aku cuma senang baca buku. Aku nggak suka nunda-nunda PR. Aku suka baca BAB baru sebelum masuk sekolah besoknya. Masa aku dibilang belajar melulu? Terus emang kalau emang akunya yang suka belajar, aku salah? Aku bego ya namanya? Berarti kalau aku bego, aku harus lebih banyak belajar dong? …”
“Dia itu emang suka belajar. Setiap hari dia harus punya ilmu baru. Setiap hari dia pasti baca berita terbaru, sama kayak gue. Buku bacaan di rumah lebih ke tips, tutorial, atau ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan nggak ada novel sama sekali… Tapi dia yang suka begini malah dikatain b*go? Ya jadinya dia makin-makin haus belajar…” Kata gue dalam hati.
“… Jadi inget omongan Aki. “Nggak boleh cengeng! Kalau Emi sayang sama Papa Mama, Emi harus rajin belajar, pinter, nurut, dan nggak boleh cengeng. Itu cara Emi berterimakasih ke Papa Mama…” Tapi aku nggak kuat dijahatin sama mereka terus. Mereka selalu ngejauhin aku dan bikin aku jadi babu mereka…”
“Ini merekanya siapa sih? Anj*ng!” gumam gue, tapi cukup kencang terdengar.
“Kenapa sih? Berisik amat baca doang!”
“Nggak apa-apa.” Gue melanjutkan bacaan gue sembari menahan emosi gue dan mulai banyak pemikiran yang muncul di otak gue. Gue seperti mendapatkan sedikit demi sedikit jawaban kenapa Emi memiliki sifat seperti sekarang.
“… Nenek nggak ada tadi. Untung aja aku bisa berontak terus lari ngejar Nenek. Untung juga tadi Nenek ada di warung belakang rumah. Aku nggak tau gimana aku tadi kalau misalnya aku dikejar sama mereka. Padahal aku lagi diem aja di rumah, mendadak mereka masuk terus ngebekep aku make anduk. Aku nggak tau tadi aku mukul terus kena siapa pas ngeronta biar aku bisa napas lagi. Aku nggak tau salahnya dimana. Orangtua mereka yang nyuruh mereka nyontoh ke aku, kok malah aku yang dibenci sampai mereka pingin aku mati? Padahal aku sama Papa Mama nggak pernah pamer atau bilang apa-apa sama orangtua mereka. Kalau aku mati, emang mereka bakalan puas? Mereka bakalan seneng? …”
“Kamu pernah dibekep sama temen kamu sendiri?” Tanya gue ke Emi yang baru aja balik lagi selepas minta garam tambahan untuk scramble egg PaNas Special dia.
“Itu yang paling parah. Aku pernah dipukulin kakinya pake bambu biar aku nggak menang lomba lari Agustusan. Aku juga pernah ditonjok perutnya cuman gara-gara aku dibilang bagus ngajinya. Aku bisa ngaji lebih dulu dari mereka karena aku masuk TK Islam. Jadi lulus TK, aku udah Khatam Iqro dan udah mulai Juz Amma. Pas SD, aku udah bisa lanjut Juz Amma dan Al-Qur’an. Eh aku bilang begitu ke mereka, katanya mereka aku sombong. Terus anak sombong katanya harus dipukulin. Sedih ya?” Gue nggak tau harus merespon apa cerita miris Emi itu.
“… Aku nggak akan pernah lupa juga ucapan Lili ini tadi pas kita abis main di rumah Lili yang baru dibenerin. “Kamu mah nggak akan pernah dapet cowok yang setia sama kamu! Fazli juga pasti bakalan ninggalin kamu nanti! Nggak akan ada yang pernah sayang sepenuh hati sama kamu, Emi! NGGAK AKAN! Soalnya kamu jelek! Kamu nggak cantik kayak aku, Riri, sama Amel! Kamu nggak kaya kayak orangtua kita! Buktinya kamu nggak punya mobil, kemana-mana naik motor! Kamu juga belajar mulu kayak orang bego! Jadi, nggak ada cowok yang mau sama kamu!” Emang iya ya? Kalau mau ada cowok yang sayang sama aku, aku harus cantik, kaya, dan punya mobil dulu kayak mereka? Terus kenapa Fazli masih mau sama aku?” …”
“… Fazli marah sama aku. Tadi dia nelepon aku dari Telepon Umum dekat lapangan pas liat Ulfah main ke rumah aku. Aku tau, sejak Ulfah pindah ke komplek, Fazli emang suka isengin Ulfah. Kata Fazli, Ulfah orangnya b*go. Enak diisengin. Ulfah tadi bilang pas main ke rumah, kalau Ulfah suka sama Fazli. Terus Ulfah kaget pas tau Fazli pacaran sama aku. Ulfah main ke rumah cuman buat bilang begini, “Fazli itu sukanya sama Ulfah soalnya Fazli suka isengin Ulfah. Lagian Fazli juga anak orang kaya, jadinya cocok sama Ulfah! Kata Lili, Ulfah itu cantik dan kaya. Cocoknya sama Fazli.” Terus pas Fazli nelepon, aku ceritain omongan Ulfah. Aku minta putus sama Fazli biar Fazli pacaran sama Ulfah, nggak sama aku lagi. “ Dia cuman jawab, “Gue cuman mau pacaran sama lo! Bukan sama Ulfah! Jangan suka ngasih-ngasih cowok kamu ke orang lain!” Udah deh dia tutup teleponnya. …”
Dia ternyata udah belajar mengalah dari kecil.
“… Padahal Mama Papa udah dapat surat dari Bu Murni kalau ada penyuntikan di sekolah. Tapi Mama Papa nggak ada yang bisa datang. Aku malu, semua orang di kelas ditemenin sama Mama Papa nya, tapi aku nggak ditemenin. Aku cuma disuruh jangan malu-maluin Mama Papa dengan nggak boleh nangis pas disuntik. Mama Papa nggak ingat kalau aku lebih malu karena nggak Mama nggak Papa, nggak ada yang bisa datang ke sekolah. Makasih Mamanya Intan, aku jadinya bisa didampingi Mamanya Intan pas penyuntikan tadi. Emi sayang sama Mamanya Intan juga. …”
“… Hari ini Mama Papa juga nggak ada yang datang pas aku lomba di Kota. Aku lomba sendirian. Mama Papa cuman ngedrop aku dan minta aku telepon kalau acaranya udah selesai. Aku dikasih uang jajan doang. Aku nunggu sendirian sampai pengumuman lomba selesai. Mama Papa datang pas aku menang lomba doang. Kalau aku nggak menang, apa Mama Papa mau datang? …”
“… Aku malu! Aku nggak mau main lagi selamanya! Aku malu! Masa cuma karena udah jam 8 lewat, aku dipaksa pulang sama Papa terus Papanya bawa iket pinggang begitu? Aku malu dimarahin begitu di depan temen-temen aku, di depan Fazli juga! Aku malu banget! …”
Di bagian belakang buku, ada surat yang dilipat rapi. Kayaknya sih ini semacam surat cinta gitu. Soalnya suratnya dilipat dengan label love di bagian depan lipatannya. Mungkin ini surat yang dia kasih buat Fazli atau mungkin sebaliknya?
“… Aku pingin kita bisa nyelesein masalah kita. Aku pingin kita balikan. Maaf aku nggak mundur dari SMP yang aku pilih buat ikut ke SMP yang Passing Grade-nya cocok sama kamu. Kamu bilang kalau urusan sekolah kan nggak apa-apa beda sekolah, toh kita nggak beda komplek bukan? Kamu marah karena aku malah jadinya satu sekolah sama Deni? Aku nggak tau kalau Deni ternyata daftar ke SMP yang sama kayak aku. Aku nggak ngerencanain buat satu sekolah sama dia, Zli! Aku bener-bener sayang sama kamu… Aku nggak mau kita pisah begini. Aku nggak mau kita pisah lagi. Aku mau kita bareng-bareng terus. Jadi, kalau kamu ada masalah sama aku, ayo coba kita selesein bareng-bareng. Kita omongin bareng-bareng… Biar kita sama-sama enak. Biar aku tau yang kamu mau, dan kamu tau apa yang aku mau. Biar kita langgeng. …”
Gue kaget dengan bahasa yang ditulis di surat itu. “Ini lo yang nulis surat kan?” Dia menganggukkan kepalanya. “Ini lo nulis pas kapan?”
“Gue SMP. Gue mau cuci tangan dulu.” Kata dia sambil jalan ke washtafel untuk cuci tangan.
“Gila, gue waktu SMP belum kepikiran pacaran. Ini SMP udah mikir cara nyelesein masalah di sebuah hubungan? Ya pantes lah doi dijauhin sama temen-temennya. Orang mikirnya beda begitu. Si Fazli mungkin bukan nggak mau ngebales suratnya doi. Tapi si Fazli NGGAK NGERTI CARA NGEBALES OMONGAN EMI INI! Haha. Otaknya nggak nyampe nih untuk mencerna maksud tulisan Emi.” Ucap gue dalam hati.
“Gimana? Masih mau lanjut nikah apa gimana?”
“YA LANJUTLAH! APAAN SIH LO???”
“Ya kali aja abis baca buku diary gue plus surat yang gue kasih ke Fazli, lo malah jadinya minta mundur.”
“Ya nggak gitu lah. Yang ada, gue malah semakin yakin buat nikahin lo. Entah kenapa gue makin percaya kalau gue bisa survive mengarungi bahtera pernikahan kita ini selama lo yang ngedampingi gue.”
“EDIYAAAAN!”
“BANGS*T!”
Kami tertawa bersama. “Ini yang lo khawatirin dari tadi? Nothing to be ashamed of. Emang sih buat gue, aneh juga kalau tau tulisan ini ditulis sama anak SD. Apalagi urusan nyelesein masalah lo itu. Gila kali anak SD udah mikir ke arah sana. Lo kebanyakan nonton Telenovela yak dulu? Haha.”
“Mana boleh gue nonton begituan. Kata Mama, banyak ciumannya. Jadi gue nggak boleh nonton…”
“Oh iya ya. Haha. Tapi, kalau ngeliat lo bisa berpikir dewasa kayak gimana gue kenal lo selama ini, gue nggak ngerasa aneh sih kalau saat lo kecil bisa berpikir kayak begitu. Cuma yang gue bingung, lo belajar darimana?”
“Gue nggak tau, Zy. Gue masih sangat kecil untuk ingat semua kejadiannya dan cara nyeleseinnya. Yang gue inget pokoknya, kalau kita sabar dan mengalah bisa nyelesein masalah, kenapa harus selalu emosi? Kalau semuanya bisa diselesaikan baik-baik dengan musyawarah, kenapa harus bersikap kasar?”
“Terus kenapa lo sekarang jadi suka melontarkan kata-kata mutiara indah lo itu? Lo belajar dari internet yak pasti?”
“Gue cuman merhatiin sekeliling gue. Temen-temen gue kok bebas ngomong begitu, bahkan ada temen gue adik-kakak juga saling ngata-ngatain sampai ngomong kasar begitu. Tapi mereka semua cuman ditegur doang sama orang tua mereka. Nah gue? Sekali aja gue ngomong kasar, mulut gue bisa dipukul make barang terdekat yang ortu gue liat. Gue dilarang nonton acara cinta-cintaan soalnya banyak ciumannya katanya, eh jadinya gue pacaran sama Fazli. Buktinya gue sama Fazli nggak cium-ciuman tuh waktu pacaran dulu. Dulu dari 4 SD gue udah dikasih HP. HP dicek terus sama Mama, eh jadinya gue diam-diam akses bok*p deh dari PC gue di rumah. Abis gue dilarang ini itu tanpa alasan. Jadi sampai sekarang yang mereka tau, gue adalah anak pemalu, pendiam, jago kandang, nggak pernah ngomong kasar, nggak pernah ngebok*p, dan selalu berprestasi. Gue nggak boongin mereka kok. Gue cuman nggak nunjukin diri gue yang sebenernya aja ke mereka.”
“Makanya gue aneh pas kenal sama lo di awal kita baru aja kenal dulu. Ini anak tuh nomor induknya ada di deretan paling atas lho! Terus berprestasi sama cerdas juga. Tapi kok bisa kelakuannya begitu? Lo demen dengerin lagu-lagu kenceng, demen ngumpulin bok*p, suka ngomong kasar, traveler demen nyobain hal baru, sama tau aja kalau mau jajan ini itu. Pokoknya hal-hal yang hampir nggak mungkin dilakuin sama anak cerdas pada umumnya deh, ya minimal sama anak-anak di kampus kita… Lo itu sama sekali jauh dari cupu. Padahal muka lo itu sangat bocah dan prestasi lo, lo sangat bisa masuk ke prediksi anak-anak cupu!”
“Ya bagi gue sih yang namanya kesukaan nggak bisa dibatasin make yang namanya kepintaran dan semacamnya… Gue yakin, di luar sana masih banyak orang yang punya cita-cita jadi scientist tapi kelakuannya lebih gokil dari gue.”
“Mungkin ya, tapi berapa banding berapa gue bisa nemuin orang yang kayak lo lagi… Apalagi sampe ke kedemenan dengerin genre lagunya itu lho! Lo dengerin lagu Metal sekaligus Visual Kei. Gila! Bagi gue, nemuin lo itu udah paket lengkap banget!”
“Baru sejak ketemu sama lo, ada yang bangga sama gue karena lagu yang gue suka dengerin. Asli dah, Zy! Padahal gue dengerin genre lagu itu tuh bukan karena gue pingin banget dikata keren dengan dengerinnya lagu-lagu kenceng. Mungkin itu jadi ekspresi gue, Zy. Selama gue di rumah atau dimanapun selain di lingkungan sekolah dan kuliah, gue nggak pernah bener-bener bisa jadi diri gue yang sebenernya. Gue seakan dituntut untuk selalu jadi orang yang baik-baik aja deh pokoknya. Orang yang lurus-lurus aja… Bahkan gue mungkin bisa dibilang orang cupu kayak yang lo bilang tadi. ITU BAGI KEDUA ORANGTUA GUE DAN KELUARGA GUE. Bagi mereka yang suka nge-bully gue. Tapi buat temen-temen DEKET gue, ya gue adalah Emi yang lo kenal ini.” Ujarnya sambil menyeruput minuman yang dia pesan dengan sedikit suara khas orang menyedot air dari dalam wadah.
Gue baca semua isi buku diarydia. Tapi memang disini kayaknya bukan buku diary pertama dia. Soalnya ada beberapa cerita yang kayaknya melanjutkan cerita yang pernah dia tulis sebelumnya.
Jujur, setelah gue baca buku diary dia. Gue… Makin cinta sama dia. Gue makin sayang. Dan gue… Makin ingin melindungi dia. Gue merasa menyesal pernah jadi salah satu orang yang bikin dia nangis. Gue merasa jahat banget.
Di sisi lain, gue pun jadi tau beberapa hal tentang diri dia. Kenapa dia jadi sosok yang gue kenal saat ini. Dia terbentuk jadi Emi yang sekarang, karena masa lalu dia…
Berikut beberapa kutipan buku diary gue yang gue inget dan menurut gue penting aja untuk gue tulis di cerita ini…
“… Ini les kedua aku hari ini. Setelah les Melukis, aku harus lanjut les Bahasa Inggris di ruko depan komplek rumah. Itu lho ruko tempat aku salah beli kertas warna. Malu banget kalau inget kejadian itu! Hari ini aku lagi nggak semangat banget belajar. Kemarin aku nggak ketemu sama Mama. Soalnya Mama pulang, aku tidur. Eh aku bangun, Mama udah berangkat kerja. Papa juga. Aku cuma ketemu sama Mang Udin. Aku lebih sering ketemu sama Mang Udin daripada ketemu Mama Papa. …”
“Mang Udin siapa?” Tanya gue ke dia yang kayaknya mau nambah makanannya dengan paket langganan, PaNas Special.
“Itu ojek langganan aku… Dia nganter jemput aku sekolah dan les selama aku di SD.” Jawab dia dan pergi ke kasir. Sudah gue duga dia bakalan nambah makan.
“… Padahal cuma mecahin dua telor dari 1 kg telor lho. Tapi aku udah dimaki-maki sama Mama sampai dikatain anak durhaka. Ya Allah… Kemarin aku juga nggak sengaja numpahin jus alpukat aku eh dikatain bego juga. Aku sebenernya anak siapa? Aku tau, aku salah sampai mecahin telor sama numpahin jus, tapi aku nggak sengaja. Aku begitu bukan kepingin jadi anak durhaka, Ma… Apa bener kata-kata Mama waktu itu kalau aku itu bego karena aku anak pungut? …”
“… Kak Rian kecelakaan motor. Jadinya Kak Rian nggak bisa les drum lagi bareng aku. Eh Rini juga nggak mau les piano lagi karena kakaknya nggak les. Kalau nggak ada Kak Rian dan Rini, aku males lanjutin les piano aku. Mending aku belajar di rumah aja. Beli bukunya di toko buku. Temen-temen aku yang lain suka jahat. Suka sombong karena mereka orang kaya. …”
“… Kayaknya aku nggak bakal lupa omongan dari anak-anak di rumah deh… “Ngapain belajar mulu kayak si Emi? Kalau belajar mulu itu nggak bikin pinter, tapi artinya si Emi itu bego orangnya! Orang pinter mah nggak bakal belajar mulu, soalnya dia kan udah pinter! Buat apa belajar melulu?” Padahal aku nggak belajar melulu. Aku cuma senang baca buku. Aku nggak suka nunda-nunda PR. Aku suka baca BAB baru sebelum masuk sekolah besoknya. Masa aku dibilang belajar melulu? Terus emang kalau emang akunya yang suka belajar, aku salah? Aku bego ya namanya? Berarti kalau aku bego, aku harus lebih banyak belajar dong? …”
“Dia itu emang suka belajar. Setiap hari dia harus punya ilmu baru. Setiap hari dia pasti baca berita terbaru, sama kayak gue. Buku bacaan di rumah lebih ke tips, tutorial, atau ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan nggak ada novel sama sekali… Tapi dia yang suka begini malah dikatain b*go? Ya jadinya dia makin-makin haus belajar…” Kata gue dalam hati.
“… Jadi inget omongan Aki. “Nggak boleh cengeng! Kalau Emi sayang sama Papa Mama, Emi harus rajin belajar, pinter, nurut, dan nggak boleh cengeng. Itu cara Emi berterimakasih ke Papa Mama…” Tapi aku nggak kuat dijahatin sama mereka terus. Mereka selalu ngejauhin aku dan bikin aku jadi babu mereka…”
“Ini merekanya siapa sih? Anj*ng!” gumam gue, tapi cukup kencang terdengar.
“Kenapa sih? Berisik amat baca doang!”
“Nggak apa-apa.” Gue melanjutkan bacaan gue sembari menahan emosi gue dan mulai banyak pemikiran yang muncul di otak gue. Gue seperti mendapatkan sedikit demi sedikit jawaban kenapa Emi memiliki sifat seperti sekarang.
“… Nenek nggak ada tadi. Untung aja aku bisa berontak terus lari ngejar Nenek. Untung juga tadi Nenek ada di warung belakang rumah. Aku nggak tau gimana aku tadi kalau misalnya aku dikejar sama mereka. Padahal aku lagi diem aja di rumah, mendadak mereka masuk terus ngebekep aku make anduk. Aku nggak tau tadi aku mukul terus kena siapa pas ngeronta biar aku bisa napas lagi. Aku nggak tau salahnya dimana. Orangtua mereka yang nyuruh mereka nyontoh ke aku, kok malah aku yang dibenci sampai mereka pingin aku mati? Padahal aku sama Papa Mama nggak pernah pamer atau bilang apa-apa sama orangtua mereka. Kalau aku mati, emang mereka bakalan puas? Mereka bakalan seneng? …”
“Kamu pernah dibekep sama temen kamu sendiri?” Tanya gue ke Emi yang baru aja balik lagi selepas minta garam tambahan untuk scramble egg PaNas Special dia.
“Itu yang paling parah. Aku pernah dipukulin kakinya pake bambu biar aku nggak menang lomba lari Agustusan. Aku juga pernah ditonjok perutnya cuman gara-gara aku dibilang bagus ngajinya. Aku bisa ngaji lebih dulu dari mereka karena aku masuk TK Islam. Jadi lulus TK, aku udah Khatam Iqro dan udah mulai Juz Amma. Pas SD, aku udah bisa lanjut Juz Amma dan Al-Qur’an. Eh aku bilang begitu ke mereka, katanya mereka aku sombong. Terus anak sombong katanya harus dipukulin. Sedih ya?” Gue nggak tau harus merespon apa cerita miris Emi itu.
“… Aku nggak akan pernah lupa juga ucapan Lili ini tadi pas kita abis main di rumah Lili yang baru dibenerin. “Kamu mah nggak akan pernah dapet cowok yang setia sama kamu! Fazli juga pasti bakalan ninggalin kamu nanti! Nggak akan ada yang pernah sayang sepenuh hati sama kamu, Emi! NGGAK AKAN! Soalnya kamu jelek! Kamu nggak cantik kayak aku, Riri, sama Amel! Kamu nggak kaya kayak orangtua kita! Buktinya kamu nggak punya mobil, kemana-mana naik motor! Kamu juga belajar mulu kayak orang bego! Jadi, nggak ada cowok yang mau sama kamu!” Emang iya ya? Kalau mau ada cowok yang sayang sama aku, aku harus cantik, kaya, dan punya mobil dulu kayak mereka? Terus kenapa Fazli masih mau sama aku?” …”
“… Fazli marah sama aku. Tadi dia nelepon aku dari Telepon Umum dekat lapangan pas liat Ulfah main ke rumah aku. Aku tau, sejak Ulfah pindah ke komplek, Fazli emang suka isengin Ulfah. Kata Fazli, Ulfah orangnya b*go. Enak diisengin. Ulfah tadi bilang pas main ke rumah, kalau Ulfah suka sama Fazli. Terus Ulfah kaget pas tau Fazli pacaran sama aku. Ulfah main ke rumah cuman buat bilang begini, “Fazli itu sukanya sama Ulfah soalnya Fazli suka isengin Ulfah. Lagian Fazli juga anak orang kaya, jadinya cocok sama Ulfah! Kata Lili, Ulfah itu cantik dan kaya. Cocoknya sama Fazli.” Terus pas Fazli nelepon, aku ceritain omongan Ulfah. Aku minta putus sama Fazli biar Fazli pacaran sama Ulfah, nggak sama aku lagi. “ Dia cuman jawab, “Gue cuman mau pacaran sama lo! Bukan sama Ulfah! Jangan suka ngasih-ngasih cowok kamu ke orang lain!” Udah deh dia tutup teleponnya. …”
Dia ternyata udah belajar mengalah dari kecil.
“… Padahal Mama Papa udah dapat surat dari Bu Murni kalau ada penyuntikan di sekolah. Tapi Mama Papa nggak ada yang bisa datang. Aku malu, semua orang di kelas ditemenin sama Mama Papa nya, tapi aku nggak ditemenin. Aku cuma disuruh jangan malu-maluin Mama Papa dengan nggak boleh nangis pas disuntik. Mama Papa nggak ingat kalau aku lebih malu karena nggak Mama nggak Papa, nggak ada yang bisa datang ke sekolah. Makasih Mamanya Intan, aku jadinya bisa didampingi Mamanya Intan pas penyuntikan tadi. Emi sayang sama Mamanya Intan juga. …”
“… Hari ini Mama Papa juga nggak ada yang datang pas aku lomba di Kota. Aku lomba sendirian. Mama Papa cuman ngedrop aku dan minta aku telepon kalau acaranya udah selesai. Aku dikasih uang jajan doang. Aku nunggu sendirian sampai pengumuman lomba selesai. Mama Papa datang pas aku menang lomba doang. Kalau aku nggak menang, apa Mama Papa mau datang? …”
“… Aku malu! Aku nggak mau main lagi selamanya! Aku malu! Masa cuma karena udah jam 8 lewat, aku dipaksa pulang sama Papa terus Papanya bawa iket pinggang begitu? Aku malu dimarahin begitu di depan temen-temen aku, di depan Fazli juga! Aku malu banget! …”
Di bagian belakang buku, ada surat yang dilipat rapi. Kayaknya sih ini semacam surat cinta gitu. Soalnya suratnya dilipat dengan label love di bagian depan lipatannya. Mungkin ini surat yang dia kasih buat Fazli atau mungkin sebaliknya?
“… Aku pingin kita bisa nyelesein masalah kita. Aku pingin kita balikan. Maaf aku nggak mundur dari SMP yang aku pilih buat ikut ke SMP yang Passing Grade-nya cocok sama kamu. Kamu bilang kalau urusan sekolah kan nggak apa-apa beda sekolah, toh kita nggak beda komplek bukan? Kamu marah karena aku malah jadinya satu sekolah sama Deni? Aku nggak tau kalau Deni ternyata daftar ke SMP yang sama kayak aku. Aku nggak ngerencanain buat satu sekolah sama dia, Zli! Aku bener-bener sayang sama kamu… Aku nggak mau kita pisah begini. Aku nggak mau kita pisah lagi. Aku mau kita bareng-bareng terus. Jadi, kalau kamu ada masalah sama aku, ayo coba kita selesein bareng-bareng. Kita omongin bareng-bareng… Biar kita sama-sama enak. Biar aku tau yang kamu mau, dan kamu tau apa yang aku mau. Biar kita langgeng. …”
Gue kaget dengan bahasa yang ditulis di surat itu. “Ini lo yang nulis surat kan?” Dia menganggukkan kepalanya. “Ini lo nulis pas kapan?”
“Gue SMP. Gue mau cuci tangan dulu.” Kata dia sambil jalan ke washtafel untuk cuci tangan.
“Gila, gue waktu SMP belum kepikiran pacaran. Ini SMP udah mikir cara nyelesein masalah di sebuah hubungan? Ya pantes lah doi dijauhin sama temen-temennya. Orang mikirnya beda begitu. Si Fazli mungkin bukan nggak mau ngebales suratnya doi. Tapi si Fazli NGGAK NGERTI CARA NGEBALES OMONGAN EMI INI! Haha. Otaknya nggak nyampe nih untuk mencerna maksud tulisan Emi.” Ucap gue dalam hati.
“Gimana? Masih mau lanjut nikah apa gimana?”
“YA LANJUTLAH! APAAN SIH LO???”
“Ya kali aja abis baca buku diary gue plus surat yang gue kasih ke Fazli, lo malah jadinya minta mundur.”
“Ya nggak gitu lah. Yang ada, gue malah semakin yakin buat nikahin lo. Entah kenapa gue makin percaya kalau gue bisa survive mengarungi bahtera pernikahan kita ini selama lo yang ngedampingi gue.”
“EDIYAAAAN!”
“BANGS*T!”
Kami tertawa bersama. “Ini yang lo khawatirin dari tadi? Nothing to be ashamed of. Emang sih buat gue, aneh juga kalau tau tulisan ini ditulis sama anak SD. Apalagi urusan nyelesein masalah lo itu. Gila kali anak SD udah mikir ke arah sana. Lo kebanyakan nonton Telenovela yak dulu? Haha.”
“Mana boleh gue nonton begituan. Kata Mama, banyak ciumannya. Jadi gue nggak boleh nonton…”
“Oh iya ya. Haha. Tapi, kalau ngeliat lo bisa berpikir dewasa kayak gimana gue kenal lo selama ini, gue nggak ngerasa aneh sih kalau saat lo kecil bisa berpikir kayak begitu. Cuma yang gue bingung, lo belajar darimana?”
“Gue nggak tau, Zy. Gue masih sangat kecil untuk ingat semua kejadiannya dan cara nyeleseinnya. Yang gue inget pokoknya, kalau kita sabar dan mengalah bisa nyelesein masalah, kenapa harus selalu emosi? Kalau semuanya bisa diselesaikan baik-baik dengan musyawarah, kenapa harus bersikap kasar?”
“Terus kenapa lo sekarang jadi suka melontarkan kata-kata mutiara indah lo itu? Lo belajar dari internet yak pasti?”
“Gue cuman merhatiin sekeliling gue. Temen-temen gue kok bebas ngomong begitu, bahkan ada temen gue adik-kakak juga saling ngata-ngatain sampai ngomong kasar begitu. Tapi mereka semua cuman ditegur doang sama orang tua mereka. Nah gue? Sekali aja gue ngomong kasar, mulut gue bisa dipukul make barang terdekat yang ortu gue liat. Gue dilarang nonton acara cinta-cintaan soalnya banyak ciumannya katanya, eh jadinya gue pacaran sama Fazli. Buktinya gue sama Fazli nggak cium-ciuman tuh waktu pacaran dulu. Dulu dari 4 SD gue udah dikasih HP. HP dicek terus sama Mama, eh jadinya gue diam-diam akses bok*p deh dari PC gue di rumah. Abis gue dilarang ini itu tanpa alasan. Jadi sampai sekarang yang mereka tau, gue adalah anak pemalu, pendiam, jago kandang, nggak pernah ngomong kasar, nggak pernah ngebok*p, dan selalu berprestasi. Gue nggak boongin mereka kok. Gue cuman nggak nunjukin diri gue yang sebenernya aja ke mereka.”
“Makanya gue aneh pas kenal sama lo di awal kita baru aja kenal dulu. Ini anak tuh nomor induknya ada di deretan paling atas lho! Terus berprestasi sama cerdas juga. Tapi kok bisa kelakuannya begitu? Lo demen dengerin lagu-lagu kenceng, demen ngumpulin bok*p, suka ngomong kasar, traveler demen nyobain hal baru, sama tau aja kalau mau jajan ini itu. Pokoknya hal-hal yang hampir nggak mungkin dilakuin sama anak cerdas pada umumnya deh, ya minimal sama anak-anak di kampus kita… Lo itu sama sekali jauh dari cupu. Padahal muka lo itu sangat bocah dan prestasi lo, lo sangat bisa masuk ke prediksi anak-anak cupu!”
“Ya bagi gue sih yang namanya kesukaan nggak bisa dibatasin make yang namanya kepintaran dan semacamnya… Gue yakin, di luar sana masih banyak orang yang punya cita-cita jadi scientist tapi kelakuannya lebih gokil dari gue.”
“Mungkin ya, tapi berapa banding berapa gue bisa nemuin orang yang kayak lo lagi… Apalagi sampe ke kedemenan dengerin genre lagunya itu lho! Lo dengerin lagu Metal sekaligus Visual Kei. Gila! Bagi gue, nemuin lo itu udah paket lengkap banget!”
“Baru sejak ketemu sama lo, ada yang bangga sama gue karena lagu yang gue suka dengerin. Asli dah, Zy! Padahal gue dengerin genre lagu itu tuh bukan karena gue pingin banget dikata keren dengan dengerinnya lagu-lagu kenceng. Mungkin itu jadi ekspresi gue, Zy. Selama gue di rumah atau dimanapun selain di lingkungan sekolah dan kuliah, gue nggak pernah bener-bener bisa jadi diri gue yang sebenernya. Gue seakan dituntut untuk selalu jadi orang yang baik-baik aja deh pokoknya. Orang yang lurus-lurus aja… Bahkan gue mungkin bisa dibilang orang cupu kayak yang lo bilang tadi. ITU BAGI KEDUA ORANGTUA GUE DAN KELUARGA GUE. Bagi mereka yang suka nge-bully gue. Tapi buat temen-temen DEKET gue, ya gue adalah Emi yang lo kenal ini.” Ujarnya sambil menyeruput minuman yang dia pesan dengan sedikit suara khas orang menyedot air dari dalam wadah.
Diubah oleh yanagi92055 15-10-2020 10:01
caporangtua259 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
Tutup