Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ


AMOR & DOLOR (TRUE STORY)


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175K
3K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#113
Impian_Part 4
Saat ini gue sedang tidak ada deadline yang menanti, pikiran gue pun akhirnya lebih terfokus pada rencana pernikahan gue dengan Emi. Gue ingin pernikahan kami ini terlaksana dengan baik. Baik rencana pra-pernikahan maupun rencana pasca-pernikahan.

Berulang kali Emi mengingatkan gue tentang “Kamu udah punya rancangan? Nikah itu nggak cuman daftar di KUA, ijab kabul, sah, terus udah aja ngew*. Tapi masih harus mikirin gimana kita menghidupi keluarga kita? Apa rencana kamu 5 tahun kedepan? Apa target kamu 10 tahun kedepan? Apa saja yang mau kamu perbaiki? Terus akad nikahnya mau dimana? Kapan? Lamaran kapan? Yang diundang siapa saja? Maharnya gimana? Acaranya dimana? Dan sebagainya. Kamu udah bisa jawab itu semua?”

BELUM. Gue belum bisa menjawab itu semua. Gue baru merencanakan kalau gue hanya mengadakan akad nikah dan syukuran, tanpa resepsi pernikahan. Gue belum punya bayangan apa saja step-by-step yang harus gue lakukan dan persiapkan.

Untuk hal ini, gue butuh diskusi dengan Emi. Untungnya Emi (sepertinya) sudah memaafkan gue dan menerima gue kembali. Dia mau gue ajak diskusi mengenai semuanya. Gue rindu brainstorming dengan Emi gue. Ya, dia kembali jadi milik gue. Kali ini, untuk selamanya. Keren nggak? Haha.

Di tengah excitement gue mengenai pernikahan ini, gue terpikir mengenai kewajiban gue sebagai calon suami Emi. Calon kepala keluarga Emi.

“Lo masih belum punya penghasilan tetap, Ja!”

Gue pejamkan mata gue dan menarik napas dalam-dalam.

“Hal yang penting kayak begini kenapa nggak gue pikirin dari kemarin sih?” Ucap gue dalam hati. “Apa mungkin gue bisa dapat posisi karyawan tetap di kantor ini sebelum bisnis gue berjalan? Utamanya sih sebelum akad nikah gue nanti. Apa mungkin ya?” Gue lihat Pak Yudi yang lewat di depan ruangan gue. “Apa mereka bisa menerima gue kembali menjadi karyawan tetap mereka?”

Tanpa harus diingatkan Emi nanti, gue sadar diri juga. Gue harus punya pernghasilan pasti setiap bulannya. Memang, saat ini gue sudah cukup mapan dengan proyek-proyek bernilai cukup besar yang gue tangani. Tetapi gue harus punya penghasilan tetap, karena nggak jarang juga gue sedang kosong proyek dan nggak ada penghasilan. Tabungan hanya cukup untuk hidup gue sendiri. Jika kondisinya seperti ini, gue berpikir akan sangat bahaya bagi finansial keluarga kecil gue nanti. Apalagi gue akan membiayai sebuah keluarga, bukan diri gue sendiri lagi.

Oke Emi memang sudah bekerja dan gajinya jauh lebih besar dari gue (jika dibandingkan dengan gue di umur yang sama dengannya dulu). Untuk rentang waktu bekerja yang masih relatif singkat, gue takjub dengan pencapaiannya tersebut. Tapi itu hak dia, bukan hak gue.

Gue nggak mau otak-atik penghasilan dia untuk menghidupi keluarga kami. Gue insyaAllah masih sanggup bekerja, jadi gue harus berusaha sebisa mungkin untuk memberikan yang terbaik untuk keluarga gue. Atau jika ada pilihan lain diluar sembari menyicil usaha yang gue bangun sendiri, mungkin bisa juga gue ambil.

Gue bertekad untuk nggak mau mengandalkan Emi. Gue sebagai kepala keluarga adalah pemegang kendali untuk urusan nafkah. Emi sebagai seorang istri nantinya bukan berperan sebagai pencari nafkah keluarga. Gue bersyukur Emi memiliki penghasilan yang cukup untuk membantu finansial keluarga kecil kami nantinya. Tetap saja, gue memiliki peran yang utama soal ini.

Nggak kok, gue nggak memaksa Emi nantinya hanya menjadi seorang ibu rumah tangga yang kerjaannya hanya ngurus rumah, suami, dan anak saja. Tapi gue ingin Emi bisa mengejar mimpi dia saat nanti gue sudah menjadi kepala keluarga dan sanggup menghidupi dia.

Gue ingin Emi bisa melakukan apapun yang menjadi mimpinya tanpa harus memikirkan “Makan apa gue nanti kalau progres gue selama itu?”. Entah dia mau jadi penulis, peneliti, atau apapun yang dia inginkan. Kebahagiaan Emi adalah kebahagiaan gue juga. Tetapi mungkin, gue akan membahas ini nanti di waktu yang tepat. Biarin Emi menikmati posisinya di kantor dia dulu saat ini.

---

“Ji, lagi sibuk?” Tanya Bapaknya Emi kepada gue yang baru saja menyalakan laptop di ruang keluarga Emi di lantai 2. Bapaknya menghampiri gue dan duduk di samping gue.

Gue pulang dari kantor lebih dulu, karena hari itu belum ada yang perlu gue selesaikan juga di kantor. Selain itu, gue juga Pak Yudi dan Mas Yogi belum ada waktu untuk diajak berdiskusi mengenai posisi gue. Jadi, gue putuskan untuk pulang cepat. Bukan pulang ke rumah gue tapi, pulang ke rumah Emi. Rumah kedua gue.

Sepertinya Bapaknya sudah terbiasa dengan gue. Jadinya beliau tidak mempertanyakan apakah gue ke kantor atau tidak. Beliau dan istrinya selalu menerima gue dengan baik layaknya anak sendiri. “Nggak kok, Om. Ini lagi santai. Di kantor belum ada kerjaan lagi, jadi saya pulang duluan…”

“Lusa ada acara di rumah kakeknya Emi. Om sama Tante sih udah bilang nggak bisa dateng dari jauh-jauh hari. Mau titip salam aja. Emi juga nggak bisa nyetirin kesana kan soalnya. Tapi mumpung kamu udah main ke rumah dan… Hehehe. Mumpung kamu juga sudah ada niat baik untuk melamar Emi, apa kamu punya waktu untuk mengantar Emi ke acara keluarga di sana? Sekalian jelasin rencana kamu itu juga, Ji…”

“Om sama Tante nggak sekalian aja ikut?”

“Kondisi Tante kayaknya masih belum memungkinkan buat ikut, Ji. Toh cuman sehari semalam. Mendingan kalian berdua aja, gimana? Kamu izin dulu sama ibu kamu tapi. Takutnya nggak dibolehin. Masa Om langsung nyusahin aja pas kamu dateng lagi ke rumah. Om nggak enak sama Ibu kamu.”

Gue liat Google Calendar di HP gue sesaat. Kosong. Nggak ada acara apapun. “InsyaAllah bisa kok, Om. Ini jadwal saya kosong. Saya juga belum ada kerjaan baru lagi minggu ini.”

“Alhamdulillah… Makasih loh, Ji. Kalau bisa sih tetep izin sama Ibu kamu ya. Jangan diputusin sendiri, biar aman dan enak juga pas dijalan nanti. Makasih banyak, Ji.”

“Sama-sama, Om… Nanti saya juga bilang sama Emi.”

“Iya boleh… Om turun dulu ya ke Tante.” Terlihat senyum sumringah penuh rasa lega terpancar dari wajah Bapaknya Emi. Pertanda baik. Sepertinya gue bisa kembali mengambil hati Bapaknya ini. Semoga gue bisa terus menjaga senyum, kebahagiaan, dan kepercayaan dari Bapaknya Emi ini.

“Iya, Om…”

Emi belum bercerita apapun tentang rencana acara keluarganya ini ke gue. Masih gue maklumi. Mungkin karena gue juga baru saja kembali di hidup dia, jadi ada banyak hal yang belum dia ceritakan kembali ke gue. Dia masih butuh waktu. Gue paham dan gue sangat mendukung itu.

Sambil menunggu Emi pulang kantor, gue habiskan sore itu dengan mencari rancangan pra-pernikahan hingga akad nikah dari mereka yang berbagi pengalamannya di media sosial.

Sembari gue juga bertanya ke Arko. Hmm. Gue cerita dulu rencana gue ke Arko, kemudian baru gue bertanya ke dia. Arko nggak kalah excited-nya mendengar rencana gue itu. Arko bahkan nggak ada habisnya ngucapin selamat sambil memberi nasehat pernikahan pada gue.

Satu yang dia ulang terus menerus, “Lo nggak boleh nakal lagi bro. Perasaan dan kebahagiaan istri kita itu adalah kunci dari rejeki keluarga kita. Percaya deh!”

Dan gue menjawab. “Mending nakal pas sebelum kimpoi dong daripada pas udah kimpoi?”

“Ya kalau udah begini mah jangan nakal lagi lah bro. Masa lo masih belum puas?” Entah gimana bahasannya sampai kami berujung membahas hal demikian. Bahasan ini memberikan gue cukup perhatian di sana. Apa gue masih mau nakal lagi sebelum gue ijab kabul nanti?

((EMI CHAT))
Quote:


Dia nggak ngebales lagi obrolan gue itu. Kayaknya dia ketiduran di jalan atau mungkin dia lagi dihubungi sama klien-klien dia. Gue langsung berangkat ke stasiun tempat biasa gue jemput dia kalau pulang kantor.

((MAS YOGI CHAT))
Quote:


Hari itu macet banget. Maklum, gue keluar pas banget di jam pulang kerja malam itu. Jam orang-orang yang tinggal di kota-kota penyangga ibukota kembali ke rumah mereka masing-masing. Jadi, wajar jalanan super berantakan nggak karuan. Sambil menunggu kemacetan, gue sempetin ngecek HP. Ya nunggu kabar dari Emi juga.

“Beetalk? Aplikasi apaan nih?” Kata gue ketika membuka Playstore dan muncul aplikasi itu di Sugestion App.

Gue orangnya males banget install aplikasi aneh-aneh. Tapi entah kenapa gue pingin banget nyoba aplikasi itu. Mumpung kuota gue lagi banyak, gue pun install aplikasi Beetalk itu. “Kali aja bisa gue pake buat lucu-lucuan bareng Emi.” Niat gue dalam hati.

((EMI CHAT))
Quote:


Tepat setelah gue kirim chat itu, gue sudah sampai di depan stasiun. Agak jauh sih dari pintu keluar stasiun. Gue dan Emi sengaja janjian di tempat yang agak jauh, untuk menghindari kerumunan orang. Apalagi kalau gue bawa mobil begini.

Emi itu orangnya praktis. Kalau ternyata dirasa nyusahin untuk janjian di pintu keluar begini, dia akan nyuruh gue menunggu lebih jauh dan dia akan jalan kaki nyamperin gue. Daripada ribut cuman gara-gara gue nggak bisa berenti tepat di tempat janjian kita bukan?

Sinyal dari provider kuning ini benar-benar killing me inside dah bisa dibilang. Gue install aplikasi Beetalk tadi dari pas kejebak macet, sampe gue udah di depan stasiun pun itu aplikasi masih belum keinstal sempurna. “Elah! Padahal di tengah kota loh gue! Bukan diantah berantah!”

Sambil menunggu Emi keluar dari stasiun, gue sempatkan diri gue untuk buka aplikasi Facebook. Hari itu gue belum buka aplikasi Facebook gue sama sekali. Ketika aplikasi Facebook gue sudah terbuka, muncul notifikasi di Message.

((MESSAGE FACEBOOK))
Quote:


“Waduh, siapa lagi ini Edna?” Tanya gue dalam hati.

Dokdokdok.

Gue kaget pas jendela samping kiri gue diketuk orang. Gue tadinya pingin ngedamprat orang yang ngetuk jendela gue. Pas gue turunin kaca, eh ternyata dia calon bini gue. Haha.

“Kamu serius amat sih sampe aku chat nggak dibales-bales lagi. Kalau masih ada urusan kantor, beresin dulu aja. Nggak usah ke McD dulu. Urusan nikahan mah bisa ditunda nanti kapan-kapan lagi aja. Urus yang penting dulu.”

“Apaan sih? Asumsinya jelek lagi kan. Ini bukan urusan kerjaan kok. Tadi lagi baca berita aja, makanya agak serius. Orang ini lagi santai juga.”

Oke ini kebohongan pertama gue setelah gue bisa mendapatkan Emi kembali. Ini whites liespertama gue. Kalau gue bilang gue dapet chat dari cewek lain dan Emi ngerasa gue sampe seserius itu, Emi pasti marah dan ngehindarin gue lagi. Apalagi pas banget momennya gue dan dia mau ngomongin urusan pernikahan begini. Haduh, bisa jadi perkara panjang deh pasti.

“Yaudah, mau lanjut ke McD apa mau pulang aja?” Tanya Emi tanpa nengok ke arah gue sambil memakai seatbelt dia.

“McD lah. Urusan nikahan itu urgent, nggak bisa ditunda-tunda terus lah. Gimana sih kamu mikirnya? Orang besok aja kita mau pergi ke acara keluarga. Nggak ada yang mesti diubah-ubah lagi. Jangan ngerusak yang udah direncanain sendiri begitu lah! Kebiasaan banget!”

“………” Dia diem aja, nggak menjawab satupun omongan gue. Pertanda dia emang lagi bete banget sama gue. Entah dia tadi ngeliat layar HP gue apa nggak. Entah dia tau gue bohong sama dia apa nggak. Atau dia punya pemikiran yang lain. Gue masih belum bisa ngebedain kapan Emi lagi benaran nggak tau atau pura-pura nggak tau.

Tanpa bertanya lagi sama dia, gue pun memacu kendaraan gue menuju McD yang kami tuju.

--

Ketika malam tiba dan kami sudah berada didepan McD, benar aja dugaan gue. McD nya masih sangat penuh. Ada kursi kosong diluar, tapi gue nggak akan ngambil karena disana adalah tempat untuk pelanggan yang merokok, sedangkan gue tidak merokok dan karena gue ada asma, lebih baik lagi untuk menghindari asap rokok.

Sebenarnya gue agak sedikit penasaran juga dengan apa yang mau ditunjukkan oleh Emi. Sebelumnya Emi bilang katanya mau nunjukin sesuatu. Terus dia bilang juga gue harus membawa buku catatan favorit gue. Katanya dia, ada yang perlu gue baca. Selain pembahasan rencana sampai ke pernikahan nanti, apakah ada hal lain yang perlu diberitahu ke gue? Ah, gue semakin nggak sabar.

Kami harus menunggu sekitar setengah jam untuk mendapatkan tempat duduk yang kebetulan cukup nyaman posisinya di dalam ruangan. Seperti biasa kalau di restoran cepat saji seperti ini, Emi akan gue mintakan tolong untuk mengantri memesan makanan, sementara gue biasanya nyari tempat duduk dan menyiapkan laptop. Kali ini yang bawa laptop hanya gue aja. sementara Emi entah membawa apa yang rencananya akan ditunjukkan ke gue.

Setelah sekitar 10 menitan, Emi kembali dengan membawa Burger favorit gue, lengkap dengan french fries yang rasanya khas, serta minuman bersoda. Sementara Emi memesan dua buah pai, juga dengan french fries medium, ditambah dengan sepotong ayam crispy yang rasanya sebenarnya masih kalah jauh dengan waralaba sebelah yang mengaku jagonya ayam, lengkap dengan saus sambal serta saus tomat yang ditumpahkan ke wadah kertas berbentuk persegi panjang tanpa tutup itu dengan volume cukup banyak.

“Jadi, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu. Sesuatu yang sebelumnya nggak pernah diliat siapapun kecuali aku dan Tuhan. Orang tua aku pun nggak pernah melihat ini sebelumnya, Zy.” Ujarnya, sembari tersenyum kecil.

“Buset, langsung to the point amat, Mi. Ini burger kayanya kalau dimakan dulu bisa lah. Hehehe.” Sela gue.

“Kamu mau tau apa nggak nih jadinya?”

“Ya mau tau. Cuma ya selow aja Mi. ngapain buru-buru. Yang terburu-buru itu kan malah bikin nggak puas. Hahaha.”

“Yeee. Ini nyambungnya kemana lagi dah?”

“Lah, lo mikirnya ngeres amat. Emang gue ngomongin apaan?”

“Ah bodo amat lah. Hahaha. Pikiran gue kan emang kotor terus Zy. Apalagi kalo dipancing.”

“Nah gitu dong. Ngaku aja emang kalo pikiran lo nggak jauh-jauh dari urusan burung-burungan. Hahaha.”

“Sialan amat lo Zy. Elaaah. Baru mikir dikit doang padahal….”

“Haha yaudah makan dulu deh, abis itu baru pelan-pelan ceritain, ok?”

jiyanq
khodzimzz
caporangtua259
caporangtua259 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.