Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ


AMOR & DOLOR (TRUE STORY)


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
175.1K
3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#86
Impian_Part 2
“Kenapa? Mama kok kaget dengernya? Mama nggak terima aku udah ngelamar Emi? Apa Mama masih mau nyangkal lagi buat ngelarang aku milih Emi? Apa Mama masih mau maksa aku untuk berubah tapi tetep nggak ngasih banyak pilihan? Kalau Mama masih nggak ngasih restu walaupun aku udah ngelamar Emi ke keluarga mereka begini, mending Mama kutuk aja aku sekalian. Pasrah aja deh aku dikata anak durhaka sama Mama. Lagipula tanggung. Aku ngelakuin apapun selalu salah di mata Mama, termasuk urusan aku yang udah punya niat baik buat nikahin anak orang…”

“Mama belum ngomong apapun loh ini. Udah maen disamber begitu aja… Mama itu bingung, kok kamu bisa balik ke Emi lagi? Bukannya kamu itu udah selesai sama dia? Ini bahkan bukan cuma balikan sama Emi, tapi mau nikahin Emi loh… Itu gimana ceritanya?”

“Keajaiban, Ma… Ija habis ngerasain besarnya rasa sayang Tuhan sama Ija sampai akhirnya Ija bisa kembali dipertemukan sama cewek yang tulus banget sayang sama Ija… Mungkin Mama nggak akan percaya juga kalau Ija ceritain semuanya. Mama kan cuman mau dengar cerita dari Dania doang. Padahal Mama anaknya dua, tapi yang dibelain satu melulu.”

“Mama percaya sama kamu kok, Kak… Kan Mama udah bilang waktu itu. Mama udah ngebebasin kamu milih siapapun. Sekarang semuanya terserah kamu, Kak. Tapi Mama bingung kok jadi ke Emi lagi?” Entah gimana ceritanya, Mama mendadak jadi berubah begini. Respon beliau ini nggak sesuai dengan prediksi gue. Gue jadi yakin kalau Mama selama ini nggak murni membenci Emi, tetapi ini kena tipu daya dari hasutan adik gue. Tapi atas dasar apa dia begitu?

“Pacarannya boleh selesai dari kemarin-kemarin, Ma. Tapi setelah aku coba minta jawaban dari Tuhan dan minta masukan dari orang-orang yang aku percaya, ternyata perasaan aku ke dia nggak pernah bisa diubah. Hati aku masih milih Emi bagaimanapun aku harus berjuang untuk ngedapetin dia balik. Jadinya ya aku nurutin hati aku. Aku nggak mau seumur hidup nyesel cuma karena aku kehilangan Emi lagi…” Gue meneguk air dingin yang baru saja gue ambil dari kulkas. “Mama senang ngeliat aku hidupnya nggak jelas terus kemarin-kemarin karena nggak setuju sama pilihan aku?”

“Mama nggak bilang nggak setuju loh, Kak. Mama itu cuma bingung tadi. Tapi ya kalau emang kamu mantap sama Emi, ya nggak masalah. Itu pilihan kamu, kamu juga udah gede. Kamu udah bisa nentuin masa depan kamu sendiri. Kamu udah siap sama konsekuensinya kalau misalnya kamu nggak becus jadi kepala keluarga? Ija, setelah nikah itu hidup pasangan dan seluruh keturunan kamu ya kamu yang nanggung loh, Le… Kamu siap?”

“Siap, Ma. Mental aku udah siap nikahin Emi, Ma…” Mama kembali ngelirik handphone dia. Entah karena bingung mau ngomong apa lagi sama gue atau pelampiasan emosi beliau atas omongan gue. “Ma… Ija serius. Mama bener-bener nggak usah repot mikirin gimana uang untuk modal nikah aku, gimana persiapan lamaran dan resepsi aku, atau apapun itu. Aku tau kok, Ma… Semenjak pernikahan Dania, kita udah nggak punya apa-apa lagi. Aku juga sadar kalau Mama nggak kerja. Jadinya aku nggak akan nuntut bantuan apapun dari Mama ataupun Dania. Jadi mama tenang-tenang aja, oke?”

“………” Mama hanya tersenyum getir. Mungkin Mama menyadari posisinya saat ini yang nggak bisa memberikan apapun untuk kebahagiaan anak-anaknya.

“Aku cuman minta satu hal… Aku minta Mama mulai sekarang ngubah mindset Mama tentang Emi. Nggak bisa lagi Mama anggep kalau Emi itu adalah anak nggak baik. Nggak bakalan juga aku nyari orang yang nggak bener sementara aku dari dulu aja dari cara berteman selalu pilih-pilih, nggak asal-asalan bertemen. Apalagi nyari pasangan hidup, Ma. Nanti Mama bisa juga bilangin ke Dania supaya ngubah pola pikirnya. Yakin aja sama pilihan aku. Aku yang ngejalanin. Aku tau Mama dan Dania begitu bukan karena Mama dan Dania benci sama aku atau Emi tapi karena kalian sayang sama aku. Kalian mau ingetin aku biar nggak makin aneh kehidupannya. Biar makin lempeng dan enak di masa depan. Aku ngerti. Makanya sekarang kalau mau itu semua, Mama dan Dania harus bisa nerima Emi apapun keadaannya. Toh selama ini juga Emi nggak pernah nyusahin kita dan malah banyak membantu kita. Mama sadar itu kan? Ija yakin, Emi bisa bawa Ija dan seluruh hidup Ija lebih baik… Insyaallah.”

Di momen itu, gue pun akhirnya menceritakan gimana perjuangan Emi selama ini demi bertahan dan terus menjaga hubungan dengan gue. Gue mulai bercerita bagaimana Emi terus bertahan dengan gue dari ketidaksetujuan teman-temannya terhadap hubungan ini, bagaimana fitnah yang gue terima selama gue berhubungan sama dia, bagaimana dia menghalau semua omongan itu dan seorang diri menghadapinya sehingga nama gue bisa kembali bersih, atau setidaknya tidak seburuk yang disangkakan orang. Nggak lupa gue juga menceritakan ke Mama bagaimana dia dengan sabar selalu bisa menghadapi gue yang selalu meledak-ledak, gegabah, dan teledor; bagaimana proses panjang gue menjadi orang yang setidaknya lebih baik dari sebelumnya; hingga bagaimana Emi bisa mengendalikan gue secara positif serta terarah dan akhirnya gue selalu mau mendengarkan omongan dia.

Mama terlihat sangat bergetar hatinya ketika gue ceritakan bagaimana perjuangan Emi. Nggak kebayang jika Emi yang bercerita sendiri ke Mama mengenai perjuangannya. Tapi gue yakin Emi nggak seperti itu orangnya. Dia akan lebih memilih untuk diam dan menyimpan semuanya rapat-rapat demi tidak terlihat sama sekali.

Mama terlihat banyak diam. Sepertinya beliau sedang berpikir tentang apa saja yang telah dia lakukan selama ini terhadap Emi. Semoga aja beliau nggak malah berbalik menganggap gue melebih-lebihkan cerita gue supaya Emi bisa diterima oleh beliau dan Dania. Tapi pada akhirnya Mama tersenyum senang dan berusaha untuk menerima kenyataan yang ada dihadapannya. Anaknya akan segera mengakhiri masa lajang. Gue akan segera berpisah dengannya untuk membangun peradaban baru dengan Emi dalam ikatan pernikahan.

((DREET….DREET))

Gue melihat HP Mama bergetar di atas meja makan. Kalau gue nggak salah melihat, peneleponnya adalah Om Reza. Sudah lewat dini hari, Om Reza masih menelepon Mama? Intuisi Om Reza bagus juga. Tau aja kalau gue dan Mama masih terjaga. Mama mengangkat teleponnya dan benar, ternyata Om Reza menelpon.

Gue mengalihkan perhatian gue ke HP gue sambil menunggu Mama. Kini membuka WA adalah hal pertama yang akan gue lakuin lagi semenjak gue kembali ke Emi. Gue jadinya nggak mendengar dengan jelas obrolan beliau dengan Om Reza. Tapi dari cara Mama menanggapi beliau, gue yakin banget Om Reza ngomongin soal keputusan besar gue ini.

Mama menutup teleponnya dan meletakkan HP dia kembali di atas meja makan. Nggak lama, Dania keluar sambil memomong Dian di pelukannya. Entah dia mendengar seluruh obrolan kami apa nggak. Dia hanya jalan ke arah dispenser untuk mengambil minum dan duduk bersama kami di meja makan. “Kamu udah ngomong sama Om Reza soal ini ya? Barusan Om Reza ngomong sama Mama.”

“Udah. Soalnya kan aku dititipin ke beliau sama Papa. Jadinya ya kalau ada apa-apa, aku pasti ngomong juga sama beliau. Sengaja aku ngomong duluan sama Om Reza, karena kalau sama Mama ya aku mau ngomongin banyak hal secara langsung kayak begini. Alhamdulillah beliau merestui aku ditelepon tadi, Ma. Om Reza dan Tante Nadine kan juga kenal sama Emi selama ini. Walaupun emang sih mereka nggak sering interaksi. Tapi mereka aja tau dan yakin kok kalau Emi itu orang baik. Makanya mereka langsung mau merestui Ija. Ingat, tante Nadine itu orangnya selektif, Ma. Nggak semua orang dianggap baik sama Tante Nadine. Sedangkan sama Emi, Tante Nadine baik banget dan menerima Emi. Jadi ya ketebak kan gimana Emi sebenernya? Apa lo sama Mama nggak sadar itu semua?” Gue sengaja mengajak Dania di dalam obrolan ini. Biar dia tau semuanya dan nggak berusaha intervensi Mama lagi.

“Iya Mama ngerti kok, Kak. Pokoknya pilihan kamu, ya kamu yang jalani dan siap dengan segala kemungkinan. Mama cuma bisa berdoa yang terbaik untuk kamu dan keluarga kecilmu nanti, Kak.”

“Iya, makasih ya, Ma. Semoga memang pilihan aku ini memang yang terbaik buat aku yang dikasih sama Tuhan…”

Pada saat obrolan serius tapi santai ini, gue sangat menjaga untuk terhindar dari debat-debat baru yang sebenarnya akan membahas hal yang sama. Percuma aja soalnya, karena nggak pernah ada penyelesaian yang konkrit. Mama dan Dania hanya melarang, tidak setuju dan mengutarakan hal-hal kontra lainnya, tetapi nggak memberikan solusi. Sementara gue ingin apa yang gue rencanakan berjalan baik. Selalu seperti itu. Apalagi kalau gue tetap membawa obrolan dengan penuh emosi, nggak pernah ada penyelesaian. Semoga kali ini masalah kami bener-bener selesai.

Gue nggak mempermasalahkan sama sekali sebenarnya untuk urusan bantuan secara finansial dari Mama. Gue pun tau diri dengan kondisi serba terbatas ini, banyak tantangan dan harus putar otak untuk melaksanakan pernikahan. Ditambah lagi deadline penyelesaian tesis yang jika lewat waktu maka akan kena denda yang jumlahnya cukup besar dan terus bertambah seiring bertambahnya bulan. Belum lagi urusan usaha yang sedang gue rintis. Pikiran gue masih terbagi untuk banyak hal.

Privilegeyang dulu pernah gue rasakan saat ini berubah total. Bahkan jika ditarik garis imajiner start seperti berlomba marathon, posisi gue jauh di belakang garis start tersebut. Untung aja orangtua gue mendidik gue dengan benar sehingga gue jadi bisa beradaptasi dengan hidup yang serba terbatas bahkan saat keluarga gue berada di atas. Memang cukup berat untuk menjalaninya, tetapi ya pilihannya nggak banyak, jadi lebih baik dijalani aja daripada nggak sama sekali.
Diubah oleh yanagi92055 19-04-2021 06:44
khodzimzz
caporangtua259
rizki1985
rizki1985 dan 28 lainnya memberi reputasi
27
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.