- Beranda
- Stories from the Heart
Tarian Kata Cinta (1)
...
TS
djrahayu
Tarian Kata Cinta (1)
Pernahkah kalian jatuh cinta. Namun, tak bisa mengungkapkan. Lalu dengan cara apa kalian menyatakannya? Atau mungkin, kalian hanya diam saja dan menunggu benang takdir mengikat.
Aku jatuh cinta. Sudah lebih dari 4 tahun memendam rasa. Maka dari itu, hari ini akan kuungkap bagaimana rasanya mencintai seseorang dalam diam hingga terasa sesak. Karena, tak tahu cara mengungkap rindu.

Tarian Kata Cinta (2)
Tarian Kata Cinta (3)
Tarian Kata Cinta (4)
Tarian Kata Cinta 5
Tarian Kata Cinta (6)
Tarian Kata Cinta (7)
Tarian Kata Cinta (8)
Aku jatuh cinta. Sudah lebih dari 4 tahun memendam rasa. Maka dari itu, hari ini akan kuungkap bagaimana rasanya mencintai seseorang dalam diam hingga terasa sesak. Karena, tak tahu cara mengungkap rindu.

Tarian Kata Cinta
C, I, N, T, A menari-nari dalam benakku
Tak pernah lekang oleh waktu
Tidak ada kata lelah bagi mereka
Kala kupikir tentangmu hilang dari memori
Lalu, kabarmu hadir
Mendetakkan kembali jantung yang rapuh
Terhimpit oleh sesak rindu
Air mata tak dapat tertampung
Tangisan pecah di sepertiga akhir malam
Rindu, kangen menyakitkan
Kala jumpa denganmu
Aku membisu
Bahkan, seolah menjadi orang yang tak ingin berjumpa
Karena, takut waktu berlalu cepat
Rasa rindu kembali menyerang
Menyesakkan, menyakitkan dan menyebalkan
Argamakmur, xx Desember 20xx
C, I, N, T, A menari-nari dalam benakku
Tak pernah lekang oleh waktu
Tidak ada kata lelah bagi mereka
Kala kupikir tentangmu hilang dari memori
Lalu, kabarmu hadir
Mendetakkan kembali jantung yang rapuh
Terhimpit oleh sesak rindu
Air mata tak dapat tertampung
Tangisan pecah di sepertiga akhir malam
Rindu, kangen menyakitkan
Kala jumpa denganmu
Aku membisu
Bahkan, seolah menjadi orang yang tak ingin berjumpa
Karena, takut waktu berlalu cepat
Rasa rindu kembali menyerang
Menyesakkan, menyakitkan dan menyebalkan
Argamakmur, xx Desember 20xx
Aku tersenyum dan mencoba membaca sekali lagi. Semoga kata ini terbaca olehnya. Meskipun, ia tidak tahu bahwa ini untuk dirinya.
"Dira? Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ummi yang tiba-tiba saja muncul.
"Menulis, Mi. Dira menulis puisi. Rencanya mau Dira upload ke Kaskus. Semoga aja lolos." Umi tersenyum hangat padaku. Mengelus kepalaku. Seolah memberi dukungan, bahwa aku anaknya pasti bisa.
'Semoga aku juga bisa melupakanmu.'
"Ya sudah, lanjutkan kegiatanmu. Umi mau istirahat dulu. Jangan malam-malam dan jangan lupa matikan lampu."
"Siyap, My Captain." Aku memberi hormat pada Umi, sebelum akhirnya pintu kamar tertutup dan aku kembali melanjutkan kegiatan menulis.
Kupejamkan mata, sambil memandang langit-langit. Memikirkan puisi lain yang harus ditulis. Karena, karakter yang kurang dari 2000.
Mungkin, besok. Aku akan menuliskan bagaimana cara aku melupakanmu. Aku benar-benar ingin melupakanmu. Sekarang, cukup kusimpan di draft dan mengistirahatkan diri di pulau kapuk. Tempat ternyaman untuk menyembuhkan badan yang lelah, setelah beraktivitas seharian.
Argamakmur, 30 November 2019
"Dira? Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ummi yang tiba-tiba saja muncul.
"Menulis, Mi. Dira menulis puisi. Rencanya mau Dira upload ke Kaskus. Semoga aja lolos." Umi tersenyum hangat padaku. Mengelus kepalaku. Seolah memberi dukungan, bahwa aku anaknya pasti bisa.
'Semoga aku juga bisa melupakanmu.'
"Ya sudah, lanjutkan kegiatanmu. Umi mau istirahat dulu. Jangan malam-malam dan jangan lupa matikan lampu."
"Siyap, My Captain." Aku memberi hormat pada Umi, sebelum akhirnya pintu kamar tertutup dan aku kembali melanjutkan kegiatan menulis.
Kupejamkan mata, sambil memandang langit-langit. Memikirkan puisi lain yang harus ditulis. Karena, karakter yang kurang dari 2000.
Mungkin, besok. Aku akan menuliskan bagaimana cara aku melupakanmu. Aku benar-benar ingin melupakanmu. Sekarang, cukup kusimpan di draft dan mengistirahatkan diri di pulau kapuk. Tempat ternyaman untuk menyembuhkan badan yang lelah, setelah beraktivitas seharian.
Argamakmur, 30 November 2019
Tarian Kata Cinta (2)
Tarian Kata Cinta (3)
Tarian Kata Cinta (4)
Tarian Kata Cinta 5
Tarian Kata Cinta (6)
Tarian Kata Cinta (7)
Tarian Kata Cinta (8)
Diubah oleh djrahayu 27-12-2019 08:00
nona212 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.3K
36
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
djrahayu
#6
Karena sudah terlanjur, silahkan klik link => Tarian Kata Cinta (2) untuk part 2.
Rindu
Sinar bulan menerangi malamku
Mengingatkan akan dirimu
Terasa pedih
Jerih
Senyummu bersinar begitu terang
Membuatku selalu melayang
Di ingatan
Kenangan
Argamakmur, XX Desember 20XX
Argamakmur, 04 Desember 2019
Tarian Kata Cinta (3)
Kuyakini, mata ini membengkak setelah menangis. Padahal cuma segitu saja. Entah bagaimana bila sesuai rumor bila mereka yang sama-sama menunggu akan menikah. Tentu saja, hatiku akan hancur berantakan. Rasanya pun mungkin lebih sakit dari ini.
"Dira!" panggil Ummi. Segera aku keluar, tanpa mencuci muka dan seperti biasa beliau tidak terkejut.
"Sekarang, novel apalagi yang kamu baca?"
"Hehehe, Ummi tahu aja." Aku memasang cengir khas merasa bersalah.
"Sudah sana, cuci muka. Terus bantu ummi masak."
"Siap Captain!"
Aku segera lari ke kamar mandi. Mencuci muka dan membersihkan diri.
"Pantas lama." Ummi mengeluh, " 'kan disuruh cuci muka, bukan mandi."
"Maaf, Mi. Habis ngerasa gerah. Lagi pula, sudah waktunya Dira membersihkan diri saat lautan api menyerang."
Ummi menggeleng pasrah. Beliau pun kembali sibuk dengan menata makanan ke meja makan. Begitu pula, aku yang ikut membantu.
"Gimana keadaan Tasya?" tanya umi, saat aku baru duduk di sampingnya.
"Alhamdulillah sehat, Umi. Seperti biasa, dia baru bangun pas Dira ke sana."
"Syukurlah. Oh, iya! Ummi tadi beli udang, besok ummi sambal, kamu antar ke sana ya?"
"Siyap!"
000
Selesai makan, aku bergegas ke kamar. Saat ini, tengah tanggal merah. Jadi, bila ketiduran, aku tidak perlu khawatir dengan namanya ketinggalan shalat isya.
"Yank! Bunda sama ayah mau ke tempat nenek malam ini. Jadi, aku nginap ke tempatmu ya? Sekarang lagi di jalan sama bunda dan ayah." Sebuah pesan WA sudah masuk sejak sepuluh menit yang lalu, baru terbaca.
"Ummi! Tasya datang!" Aku memutar mata jengah. Ia sudah tiba di sini.
Aku segera keluar dan melihat dia bergelanjut manja pada umi di depan kedua orang tuanya. "Lain kali, jitak aja, Mbak. Kami ikhlas kok. Ya 'kan, Mas?" tanya bunda ke ayah.
"Iya eh, Mbak. Bila perlu, nggak usah kasih makan."
Tasya cemberut. Gadis itu masih terlihat manis dengan wajah kusut dan kesal begitu.
"Ayah, Bunda." Aku menyalami mereka. Bunda merangkulku pelan.
"Aku toh, iri sama kamu, Mbak. Punya anak kayak Dira, imut, baik dan sopan. Nggak petakilan."
"Ah, nggak kok. Dira itu penakut. Sedangkan Tasya berani dan kuat. Tidak mudah sakit." Kini, aku yang merengut.
Tasya menarik tanganku menuju kamar. Sepertinya, ia sudah jengah dengan kondisi ini.
Samar-samar aku dengar tawa mereka pecah. Seperti sengaja mengerjai kami. Huff ... bukankah orang tua seharusnya membela putrinya.
"Sudah puas nangisnya?" tanyanya.
"Puas. Rasanya aneh. Sakit banget. Lebih sakit dari pada nggak dapet peringkat semester. Bedanya, kalau semester ini nggak dapet maka, ada semester lanjutan. Kalau ini, seolah nggak ada harapan lagi."
"Tenang. Selama janur kuning belum melengkung. Kamu, boleh menikung. Caranya? DOA!"
"Dira! Tasya! Sini turun! Ummi, mesan nasi goreng, nih!" teriak umi.
Walah! 'Kan baru habis makan. Kok, disuruh makan lagi? Huff ... terpaksa malam ini makan dua kali.
"Ummi, masih lapar?" tanyaku, "bukannya tadi baru habis makan?"
"Hehehe ... tenang aja. Ummi cuma beli dua porsi. Soalnya tadi kata Bunda, Tasya belum makan."
"Terus? Satu porsi lagi, siapa yang makan?"
"Kita berdua yang ngabisin. Soalnya kasihan kalau minta antar, cuma beli seporsi."
"Ummi memang the best! Lagi pula, Tasya benci makan sendirian."
"Oh, pantas." Aku merengut.
000
Seperti biasa, cah wedok satu itu amat lasak. Tidur seperti jarum jam yang yang berputar hingga tak ada lagi celah untukku tidur. Menyedihkan.
Aku menarik selimutku yang dia tindih. Mengambil paksa bantal yang dia pakai. terserah deh, mau terjun bebas ke lantai, yah ... silahkan. Aku ikhlas kok.
Benar saja, dia jatuh ke lantai. Namun, bukannya bangun, dia semakin kencang mendengkur. Huh ... benar-benar aneh.
Aku selimuti dia dengan selimut yang ditinggalkan bunda tadi. Sama halnya denganku, tidak bisa tidur kalau tidak mencium bau rumah sendiri.
Kubuka laci nakas. Mengambil sebuah laptop dan mulai mengetik. Kali ini, mencoba menulis puisi patidusa terlebih dahulu.
"Dira!" panggil Ummi. Segera aku keluar, tanpa mencuci muka dan seperti biasa beliau tidak terkejut.
"Sekarang, novel apalagi yang kamu baca?"
"Hehehe, Ummi tahu aja." Aku memasang cengir khas merasa bersalah.
"Sudah sana, cuci muka. Terus bantu ummi masak."
"Siap Captain!"
Aku segera lari ke kamar mandi. Mencuci muka dan membersihkan diri.
"Pantas lama." Ummi mengeluh, " 'kan disuruh cuci muka, bukan mandi."
"Maaf, Mi. Habis ngerasa gerah. Lagi pula, sudah waktunya Dira membersihkan diri saat lautan api menyerang."
Ummi menggeleng pasrah. Beliau pun kembali sibuk dengan menata makanan ke meja makan. Begitu pula, aku yang ikut membantu.
"Gimana keadaan Tasya?" tanya umi, saat aku baru duduk di sampingnya.
"Alhamdulillah sehat, Umi. Seperti biasa, dia baru bangun pas Dira ke sana."
"Syukurlah. Oh, iya! Ummi tadi beli udang, besok ummi sambal, kamu antar ke sana ya?"
"Siyap!"
000
Selesai makan, aku bergegas ke kamar. Saat ini, tengah tanggal merah. Jadi, bila ketiduran, aku tidak perlu khawatir dengan namanya ketinggalan shalat isya.
"Yank! Bunda sama ayah mau ke tempat nenek malam ini. Jadi, aku nginap ke tempatmu ya? Sekarang lagi di jalan sama bunda dan ayah." Sebuah pesan WA sudah masuk sejak sepuluh menit yang lalu, baru terbaca.
"Ummi! Tasya datang!" Aku memutar mata jengah. Ia sudah tiba di sini.
Aku segera keluar dan melihat dia bergelanjut manja pada umi di depan kedua orang tuanya. "Lain kali, jitak aja, Mbak. Kami ikhlas kok. Ya 'kan, Mas?" tanya bunda ke ayah.
"Iya eh, Mbak. Bila perlu, nggak usah kasih makan."
Tasya cemberut. Gadis itu masih terlihat manis dengan wajah kusut dan kesal begitu.
"Ayah, Bunda." Aku menyalami mereka. Bunda merangkulku pelan.
"Aku toh, iri sama kamu, Mbak. Punya anak kayak Dira, imut, baik dan sopan. Nggak petakilan."
"Ah, nggak kok. Dira itu penakut. Sedangkan Tasya berani dan kuat. Tidak mudah sakit." Kini, aku yang merengut.
Tasya menarik tanganku menuju kamar. Sepertinya, ia sudah jengah dengan kondisi ini.
Samar-samar aku dengar tawa mereka pecah. Seperti sengaja mengerjai kami. Huff ... bukankah orang tua seharusnya membela putrinya.
"Sudah puas nangisnya?" tanyanya.
"Puas. Rasanya aneh. Sakit banget. Lebih sakit dari pada nggak dapet peringkat semester. Bedanya, kalau semester ini nggak dapet maka, ada semester lanjutan. Kalau ini, seolah nggak ada harapan lagi."
"Tenang. Selama janur kuning belum melengkung. Kamu, boleh menikung. Caranya? DOA!"
"Dira! Tasya! Sini turun! Ummi, mesan nasi goreng, nih!" teriak umi.
Walah! 'Kan baru habis makan. Kok, disuruh makan lagi? Huff ... terpaksa malam ini makan dua kali.
"Ummi, masih lapar?" tanyaku, "bukannya tadi baru habis makan?"
"Hehehe ... tenang aja. Ummi cuma beli dua porsi. Soalnya tadi kata Bunda, Tasya belum makan."
"Terus? Satu porsi lagi, siapa yang makan?"
"Kita berdua yang ngabisin. Soalnya kasihan kalau minta antar, cuma beli seporsi."
"Ummi memang the best! Lagi pula, Tasya benci makan sendirian."
"Oh, pantas." Aku merengut.
000
Seperti biasa, cah wedok satu itu amat lasak. Tidur seperti jarum jam yang yang berputar hingga tak ada lagi celah untukku tidur. Menyedihkan.
Aku menarik selimutku yang dia tindih. Mengambil paksa bantal yang dia pakai. terserah deh, mau terjun bebas ke lantai, yah ... silahkan. Aku ikhlas kok.
Benar saja, dia jatuh ke lantai. Namun, bukannya bangun, dia semakin kencang mendengkur. Huh ... benar-benar aneh.
Aku selimuti dia dengan selimut yang ditinggalkan bunda tadi. Sama halnya denganku, tidak bisa tidur kalau tidak mencium bau rumah sendiri.
Kubuka laci nakas. Mengambil sebuah laptop dan mulai mengetik. Kali ini, mencoba menulis puisi patidusa terlebih dahulu.
Rindu
Sinar bulan menerangi malamku
Mengingatkan akan dirimu
Terasa pedih
Jerih
Senyummu bersinar begitu terang
Membuatku selalu melayang
Di ingatan
Kenangan
Argamakmur, XX Desember 20XX
Argamakmur, 04 Desember 2019
Diubah oleh djrahayu 04-12-2019 13:03
TaraAnggara dan 4 lainnya memberi reputasi
5