- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Catatan:
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
BAB I & BAB II
BAB III & BAB IV
***
Tralala_Trilili
PROLOG
BAB V
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15- continues
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
***
SEBELUM CAHAYA
PART I
PART II
PART III - The Ghost of You
PART IV
PART V
PART VI
PART VII
PART VIII
Cooling Down
PART IX
PART X - continues
PART XI
PART XII
PART XIII
PART XIV
PART XV
PART XVI
PART XVII A
PART XVII B
PART XVIII
PART XIX - continues
PART XX
PART XXI
PART XXII
PART XXIII
PART XXIV
PART XXV
PART XXVI
PART XXVII
PART XXVIII
PART XXIX
PART XXX
PART XXXI
PART XXXII
PART XXXIII
PART XXXIV
PART XXXV
PART XXXVI - continues
PART XXXVII
PART XXXVIII
PART XXXIX
Vor dem Licht XL - Das Ende
***
BAB V
PART 21
PART 22
Tentang Rasa
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
Von Hier Wegfliegen
Teils Eins - Vorstellen
Teils Zwei - Anfang
Teils Drei - Der Erbarmer
Teils Vier - Von Hier Wegfliegen
Lembayung Senja
Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima - continues
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Bagian Sembilan
Bagian Sepuluh - continues
Breaking Dawn
One Step Closer
Ascension
Throwback Stories
Life is Not Always Fair
Dusk till Dawn
Awal Semula
Untuk Masa Depan
Terimakasih
Omong Kosong
Kepingan Cerita
Menyerah
Restoe
Rasanya - Rasain
Pengorbanan
Menuju Senja
Kenyataan
Wiedersehen
Cobalah untuk Mengerti
Pengorbanan
Tentang Kita
SIDE STORY
VFA
Daily Life I
Daily Life II
Maaf NEWS
Tentang MyPI
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
Kutip
8.8K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#8135
Throwback Stories
RASANYA - RASAIN
Quote:
Setelah mendapatkan izin dan restu dari sang Mamah, Mba Yu semakin merasa yakin dengan apa yang diinginkan oleh sang Nyonya-istri gua. Tapi ternyata apa yang ia rasakan justru berbanding terbalik dengan perasaan gua. Semakin memikirkan hal tersebut rasanya otak gua semakin pusing. Gua bukannya tidak mencoba untuk mencari teman berbagi agar beban yang gua rasakan ini bisa sedikit berkurang, tapi siapa orang yang bisa gua percaya ? Gak ada yang bisa gua ajak diskusi saat ini untuk sekedar mendapatkan solusi yang lebih baik. Rasanya gua berdiri sendiri untuk melawan mereka semua yang setuju akan keinginan Nyonya Agatha.
Gua mengurut kening dengan perlahan seraya menyandarkan kepala ke bahu sofa dibelakang. Pikiran gua menerawang kepada kemungkinan apa saja yang bisa terjadi jika gua benar-benar menikahinya kelak. Gak akan mudah itu sudah jelas. Berumah tangga dengan memiliki dua istri bukanlah hal yang baik. Menurut gua saat itu.
Cukup lama rasanya dia berdiam diri di kamar dan membiarkan gua sendirian di ruang tamu ini. Akhirnya gua mengalah untuk lebih dulu mendatanginya.
Gua ketuk pintu kamarnya dua kali tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam sana. Akhirnya gua buka pintu tersebut tanpa menunggu izin darinya.
Gua masuki kamar pribadinya itu yang sudah lama tidak pernah gua lihat. Semuanya masih sama seperti kenangan beberapa tahun kebelakang saat gua dan dirinya masih bersama. Hanya ada beberapa barang baru yang bertambah di dalam kamarnya ini.
Mba Yu berada diatas ranjang dengan posisi menelungkup memeluk bantal guling. Gua berjalan mendekatinya dan duduk di sisi ranjang.
"Hey... Mba..", sapa gua lembut sambil menyentuh pundaknya.
Mba Yu masih diam tanpa bergerak sedikit pun. Wajahnya berpaling kearah dinding kamar yang berada di sisi kanan kami.
"Huuffttt..", gua buang nafas dengan bersuara lewat mulut. "Sa... Saa-Yaang.. Liat sini dong", ucap gua cukup keras lalu tersenyum lebar.
Sedetik kemudian reaksinya sudah dapat gua duga. Dia langsung berbalik telentang menatap gua dengan terkejut.
"Apa-apa-apa ? Bilang apa tadi ?! Coba ulang!", ucapnya masih terkejut.
Gua yang masih tersenyum tidak bisa menahan tawa. Lepas sudah tawa ini hingga Mba Yu ikutan tertawa pelan.
"Maafin ya...", ucap gua pada akhirnya.
Mba Yu langsung cemberut tapi gua tahu dia hanya berpura-pura.
"Sebel aku tuh!", ucapnya dengan bibir yang manyun.
Gua raih tangan kanannya lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Kamu harus tau, Mba. Gak mudah menjadi laki-laki yang soleh dan adil. Aku sadar, aku bukan laki-laki yang baik, bahkan mungkin untuk istri ku sekarang...", gua menatap punggung tangannya yang kini sudah gua usap menggunakan Ibu jari.
Mba Yu hanya terdiam tanpa merubah posisinya yang tetap tiduran. Menunggu apa yang akan gua curahkan sampai selesai.
"Aku gak kepikirkan sama sekali bisa berada di titik ini dalam hidup ku, Mba. Aku gak nyangka aja... Apa yang udah aku lewatin dalam hidup selama dua puluh tiga tahun ini ternyata belum juga cukup bagi Tuhan ngasih cobaannya. Aku tau mungkin Tuhan sayang sama aku dan keluarga ku sampe dia gak pernah bosen untuk nyoba dan nguji aku. Tapi kali ini, Mba... Jujur... Aku hampir menyerah... Aku sempet kepikiran untuk lepasin Vena", jelas gua panjang lebar.
Mba Yu langsung terbangun dan duduk dihadapan gua. Dia pegang wajah ini dengan kedua tangannya yang lembut.
"Mas! Kok bisa sih kamu berpikir kearah sana ?", tanyanya.
"Kamu harus tau. Aku menyerah dan ingin lepasin dia bukan karena kondisinya itu. Tapi karena kemauannya yang buat aku stress, Mba. Aku gak bisa dan gak tau harus gimana lagi... Tapi kamu sekarang tau sendiri, apa yang sempet terlintas dipikiran ku tadi gak bener-bener terbukti. Nyatanya aku terlalu sayang dan cinta mati sama dia. Gak ada lagi pikiran untuk ngelepas dia, apalagi dengan keadaannya yang sekarang", jawab gua.
"Mas.. Istri kamu bener-bener sayang dan cinta banget sama kamu. Apa yang dia mau bukan berarti dia rela lepasin kamu. Aku tau gimana perasaannya kok. Aku tau sebenernya berat banget buat dia relain cintanya harus dibagi. Tapi dia memilih ini semua demi kebaikan dan keutuhan rumah tangga kalian berdua".
"Mba.. Ada Echa di dalam hati ini, yang gak akan pernah terganti sama siapapun. Begitupun dengan Vena, ada tempat tersendiri untuk mereka berdua dalam hatiku...", gua lepas tangannya yang masih memegang kedua sisi wajah gua. Lalu gua genggam kedua tangannya tersebut.
"Kamu, kalo kamu menjadi bagian dalam hidup ku nanti... Aku mohon maaf dari sekarang... Mohon bersabar dan biarkan waktu yang membuka hati ini untuk kamu, Mba. Gak akan mudah buat aku ngebagi cinta dan menempatkan kamu disini...", lanjut gua seraya memgusap dada ini.
Tangan kanannya menyentuh dada gua, dia tersenyum. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca.
"Aku... Aku akan bantu kamu.. Aku akan bantu kamu biar hati kamu ini memberi ruang untuk aku, Mas. Aku akan sabar nunggu kamu...", jawab Mba Yu dengan airmata yang sudah membasahi wajah cantiknya itu.
Berat menjadi dia maupun gua. Hati gua terasa dicabik-cabik melihatnya berkorban seperti ini. Selama ini gua sudah menganggapnya sebagai keluarga gua sendiri. Seorang Kakak ataupun seorang Adik yang harus gua jaga setelah perceraiannya dahulu. Gua jujur kepada semuanya. Kepada keluarga gua. Kepada istri gua Vena. Kalau wanita yang bernama Gendisa itu adalah salah satu orang di dunia ini yang sangat gua sayangi. Tapi, bukan berarti gua mencintainya. Itu adalah perkara lain.
"Mba, duduk diluar lagi yu..", ajak gua setelah kami terdiam cukup lama dan airmatanya sudah mengering.
Mba Yu hanya mengangguk dan menjulurkan kedua tangannya agar gua membantunya bangun.
Sekarang kami sudah kembali duduk di sofa ruang tamunya. Entah kenapa malah duduk bersebelahan seperti sepasang kekasih yang masih SMA.
Satu bantal sofa dia taruh diatas kedua pahanya. Kedua tangannya berpangku menyangga kepalanya yang sedang menengok kepada gua di samping kiri. Dan bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Makasih ya, Mba. Udah mau berkorban untuk aku dan istri ku", ucap gua.
"Sama-sama. Makasih banyak untuk istri kamu juga yang mau nerima aku, Mas", balasnya.
Lalu tangan kirinya menyibak sebagian rambut gua yang menghalangi mata ini. Tangannya itu berhenti dan memegang sisi kepala gua.
Perlahan tapi pasti...
Wajahnya mendekat...
Kelopak matanya turun hingga nampak sayu...
Kepalanya sedikit miring ke kanan..
Bibirnya terbuka sedikit saat wajah kami tinggal beberapa senti lagi...
Saat gua bisa dengan jelas merasakan hembusan nafasnya. Saat itulah rasanya...
rasanya...
rasanya...
.....
......
.......
........
.........
Quote:
Satu minggu berlalu setelah kejadian dimana gua dan Mba Yu akhirnya mencoba untuk membangun hubungan yang lebih baik dari sebelumnya. Pacaran ? Bukan, kami tidak pacaran sama sekali. Hubungan seperti apa jadinya ? Gua tidak bisa jawab. Karena kalaupun ta'aruf tidak seperti ini seharusnya.
Hari ini gua dan Mba Yu sudah berjanji untuk lari pagi, tentu saja atas seizin istri tercinta gua. Gua berangkat menggunakan motor untuk menjemput wanita seksi semlohay itu di rumahnya. Singkat cerita selesai berolahraga dan cukup berkeringat, kami berdua langsung pulang ke rumahnya lagi. Sesampainya di rumah Mba Yu ternyata kedua orangtuanya sedang pergi dan satu hal lainnya adalah dia membuat kejutan dengan membuatkan gua sarapan. Apa yang dimasaknya kali ini benar-benar enak rasanya. Berbeda dengan yang dulu, yang selalu keasinan.
Selesai sarapan kami berdua kembali mengobrol seperti biasa. Hingga akhirnya ketika gua menanyakan kedua orangtuanya obrolan ini menjadi sedikit memanas. Lagi-lagi kami berdua terlibat adu mulut.
...
Gua menghela nafas. Otak gua rasanya buntu untuk memikirkan apa yang seharusnya gua lakukan. Selama ini, gua sudah membuat dinding yang kokoh di dalam hati gua, tapi kini mulai retak sedikit demi sedikit dan mulai runtuh dengan perlahan. Salah satu alasannya adalah karena wanita ini yang berusaha keras, karena wanita ini yang dengan jujur mencoba untuk membuat keadaannya menjadi lebih baik.
Gua sadar tidak mudah untuk menjadi dia yang dengan ikhlas mau berusaha menjadi wanita yang sangat baik untuk gua. Yang dengan ikhlas mau mengorbankan kebahagiannya karena harus menerima kondisi istri tercinta gua. Gua bukannya tidak berusaha untuk menyadarkannya. Tapi entah apa yang membuat tekadnya benar-benar kuat dan memilih tetap berada di jalan ini.
"Apa sebenernya yang ngebuat kamu memilih mau nerima aku, Mba ? Atau keluarga ku udah maksa kamu ?", tanya gua untuk kesekian kalinya.
"Astagfirulloh! Itu lagi yang kamu tanyain! Cape aku ngejawabnya, Mas! Berkali-kali aku bilang ke kamu! Aku gak dipaksa! Demi ALLAH aku mutusin untuk nerima kamu tanpa paksaan dari siapapun! Ngerti gak sih ?!".
Emosinya mulai naik. Selalu begitu setiap kami membahas masalah ini.
"Keadaannya gak akan seperti sebelumnya lagi, Mba. Ini beda. Jauh dengan apa yang ada dibayangan kamu... Jangan berkhayal terlalu tinggi. Kebahagian yang kamu cari dengan menikah dengan ku itu gak akan mudah kamu dapetin, Mba. Pahami kondisi dan keadaan ku ini. Please..".
"Seburuk apa kondisi kamu itu, hah ? Seharusnya kamu yang lebih tau kalo kamu itu gak ada masalah apapun selain harus nerima aku di hati kamu..".
"Kamu keras kepala banget sih, Mba..".
"Kamu yang keras kepala! Cape aku sama keluarga kamu buat ngeyakinin kamu tau gak!".
"Karena kalian semua gak ngerti perasaan ku seperti apa..".
"Yaudah yaudah... Sekarang aku tanya! Kondisi kamu kenapa emang ? Hah ? Punya penyakit serius ? Jantung kamu bermasalah ? Iya ?".
"Hati aku yang bermasalah".
"Terserah!", pungkasnya seraya melempar bantal sofa kearah tubuh gua sebelum dia benar-benar pergi ke kamarnya.
Hari ini gua dan Mba Yu sudah berjanji untuk lari pagi, tentu saja atas seizin istri tercinta gua. Gua berangkat menggunakan motor untuk menjemput wanita seksi semlohay itu di rumahnya. Singkat cerita selesai berolahraga dan cukup berkeringat, kami berdua langsung pulang ke rumahnya lagi. Sesampainya di rumah Mba Yu ternyata kedua orangtuanya sedang pergi dan satu hal lainnya adalah dia membuat kejutan dengan membuatkan gua sarapan. Apa yang dimasaknya kali ini benar-benar enak rasanya. Berbeda dengan yang dulu, yang selalu keasinan.
Selesai sarapan kami berdua kembali mengobrol seperti biasa. Hingga akhirnya ketika gua menanyakan kedua orangtuanya obrolan ini menjadi sedikit memanas. Lagi-lagi kami berdua terlibat adu mulut.
...
Gua menghela nafas. Otak gua rasanya buntu untuk memikirkan apa yang seharusnya gua lakukan. Selama ini, gua sudah membuat dinding yang kokoh di dalam hati gua, tapi kini mulai retak sedikit demi sedikit dan mulai runtuh dengan perlahan. Salah satu alasannya adalah karena wanita ini yang berusaha keras, karena wanita ini yang dengan jujur mencoba untuk membuat keadaannya menjadi lebih baik.
Gua sadar tidak mudah untuk menjadi dia yang dengan ikhlas mau berusaha menjadi wanita yang sangat baik untuk gua. Yang dengan ikhlas mau mengorbankan kebahagiannya karena harus menerima kondisi istri tercinta gua. Gua bukannya tidak berusaha untuk menyadarkannya. Tapi entah apa yang membuat tekadnya benar-benar kuat dan memilih tetap berada di jalan ini.
"Apa sebenernya yang ngebuat kamu memilih mau nerima aku, Mba ? Atau keluarga ku udah maksa kamu ?", tanya gua untuk kesekian kalinya.
"Astagfirulloh! Itu lagi yang kamu tanyain! Cape aku ngejawabnya, Mas! Berkali-kali aku bilang ke kamu! Aku gak dipaksa! Demi ALLAH aku mutusin untuk nerima kamu tanpa paksaan dari siapapun! Ngerti gak sih ?!".
Emosinya mulai naik. Selalu begitu setiap kami membahas masalah ini.
"Keadaannya gak akan seperti sebelumnya lagi, Mba. Ini beda. Jauh dengan apa yang ada dibayangan kamu... Jangan berkhayal terlalu tinggi. Kebahagian yang kamu cari dengan menikah dengan ku itu gak akan mudah kamu dapetin, Mba. Pahami kondisi dan keadaan ku ini. Please..".
"Seburuk apa kondisi kamu itu, hah ? Seharusnya kamu yang lebih tau kalo kamu itu gak ada masalah apapun selain harus nerima aku di hati kamu..".
"Kamu keras kepala banget sih, Mba..".
"Kamu yang keras kepala! Cape aku sama keluarga kamu buat ngeyakinin kamu tau gak!".
"Karena kalian semua gak ngerti perasaan ku seperti apa..".
"Yaudah yaudah... Sekarang aku tanya! Kondisi kamu kenapa emang ? Hah ? Punya penyakit serius ? Jantung kamu bermasalah ? Iya ?".
"Hati aku yang bermasalah".
"Terserah!", pungkasnya seraya melempar bantal sofa kearah tubuh gua sebelum dia benar-benar pergi ke kamarnya.
~ Lembayung senja bagian enam.
Gua mengurut kening dengan perlahan seraya menyandarkan kepala ke bahu sofa dibelakang. Pikiran gua menerawang kepada kemungkinan apa saja yang bisa terjadi jika gua benar-benar menikahinya kelak. Gak akan mudah itu sudah jelas. Berumah tangga dengan memiliki dua istri bukanlah hal yang baik. Menurut gua saat itu.
Cukup lama rasanya dia berdiam diri di kamar dan membiarkan gua sendirian di ruang tamu ini. Akhirnya gua mengalah untuk lebih dulu mendatanginya.
Gua ketuk pintu kamarnya dua kali tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam sana. Akhirnya gua buka pintu tersebut tanpa menunggu izin darinya.
Gua masuki kamar pribadinya itu yang sudah lama tidak pernah gua lihat. Semuanya masih sama seperti kenangan beberapa tahun kebelakang saat gua dan dirinya masih bersama. Hanya ada beberapa barang baru yang bertambah di dalam kamarnya ini.
Mba Yu berada diatas ranjang dengan posisi menelungkup memeluk bantal guling. Gua berjalan mendekatinya dan duduk di sisi ranjang.
"Hey... Mba..", sapa gua lembut sambil menyentuh pundaknya.
Mba Yu masih diam tanpa bergerak sedikit pun. Wajahnya berpaling kearah dinding kamar yang berada di sisi kanan kami.
"Huuffttt..", gua buang nafas dengan bersuara lewat mulut. "Sa... Saa-Yaang.. Liat sini dong", ucap gua cukup keras lalu tersenyum lebar.
Sedetik kemudian reaksinya sudah dapat gua duga. Dia langsung berbalik telentang menatap gua dengan terkejut.
"Apa-apa-apa ? Bilang apa tadi ?! Coba ulang!", ucapnya masih terkejut.
Gua yang masih tersenyum tidak bisa menahan tawa. Lepas sudah tawa ini hingga Mba Yu ikutan tertawa pelan.
"Maafin ya...", ucap gua pada akhirnya.
Mba Yu langsung cemberut tapi gua tahu dia hanya berpura-pura.
"Sebel aku tuh!", ucapnya dengan bibir yang manyun.
Gua raih tangan kanannya lalu menggenggamnya dengan lembut.
"Kamu harus tau, Mba. Gak mudah menjadi laki-laki yang soleh dan adil. Aku sadar, aku bukan laki-laki yang baik, bahkan mungkin untuk istri ku sekarang...", gua menatap punggung tangannya yang kini sudah gua usap menggunakan Ibu jari.
Mba Yu hanya terdiam tanpa merubah posisinya yang tetap tiduran. Menunggu apa yang akan gua curahkan sampai selesai.
"Aku gak kepikirkan sama sekali bisa berada di titik ini dalam hidup ku, Mba. Aku gak nyangka aja... Apa yang udah aku lewatin dalam hidup selama dua puluh tiga tahun ini ternyata belum juga cukup bagi Tuhan ngasih cobaannya. Aku tau mungkin Tuhan sayang sama aku dan keluarga ku sampe dia gak pernah bosen untuk nyoba dan nguji aku. Tapi kali ini, Mba... Jujur... Aku hampir menyerah... Aku sempet kepikiran untuk lepasin Vena", jelas gua panjang lebar.
Mba Yu langsung terbangun dan duduk dihadapan gua. Dia pegang wajah ini dengan kedua tangannya yang lembut.
"Mas! Kok bisa sih kamu berpikir kearah sana ?", tanyanya.
"Kamu harus tau. Aku menyerah dan ingin lepasin dia bukan karena kondisinya itu. Tapi karena kemauannya yang buat aku stress, Mba. Aku gak bisa dan gak tau harus gimana lagi... Tapi kamu sekarang tau sendiri, apa yang sempet terlintas dipikiran ku tadi gak bener-bener terbukti. Nyatanya aku terlalu sayang dan cinta mati sama dia. Gak ada lagi pikiran untuk ngelepas dia, apalagi dengan keadaannya yang sekarang", jawab gua.
"Mas.. Istri kamu bener-bener sayang dan cinta banget sama kamu. Apa yang dia mau bukan berarti dia rela lepasin kamu. Aku tau gimana perasaannya kok. Aku tau sebenernya berat banget buat dia relain cintanya harus dibagi. Tapi dia memilih ini semua demi kebaikan dan keutuhan rumah tangga kalian berdua".
"Mba.. Ada Echa di dalam hati ini, yang gak akan pernah terganti sama siapapun. Begitupun dengan Vena, ada tempat tersendiri untuk mereka berdua dalam hatiku...", gua lepas tangannya yang masih memegang kedua sisi wajah gua. Lalu gua genggam kedua tangannya tersebut.
"Kamu, kalo kamu menjadi bagian dalam hidup ku nanti... Aku mohon maaf dari sekarang... Mohon bersabar dan biarkan waktu yang membuka hati ini untuk kamu, Mba. Gak akan mudah buat aku ngebagi cinta dan menempatkan kamu disini...", lanjut gua seraya memgusap dada ini.
Tangan kanannya menyentuh dada gua, dia tersenyum. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca.
"Aku... Aku akan bantu kamu.. Aku akan bantu kamu biar hati kamu ini memberi ruang untuk aku, Mas. Aku akan sabar nunggu kamu...", jawab Mba Yu dengan airmata yang sudah membasahi wajah cantiknya itu.
Berat menjadi dia maupun gua. Hati gua terasa dicabik-cabik melihatnya berkorban seperti ini. Selama ini gua sudah menganggapnya sebagai keluarga gua sendiri. Seorang Kakak ataupun seorang Adik yang harus gua jaga setelah perceraiannya dahulu. Gua jujur kepada semuanya. Kepada keluarga gua. Kepada istri gua Vena. Kalau wanita yang bernama Gendisa itu adalah salah satu orang di dunia ini yang sangat gua sayangi. Tapi, bukan berarti gua mencintainya. Itu adalah perkara lain.
"Mba, duduk diluar lagi yu..", ajak gua setelah kami terdiam cukup lama dan airmatanya sudah mengering.
Mba Yu hanya mengangguk dan menjulurkan kedua tangannya agar gua membantunya bangun.
Sekarang kami sudah kembali duduk di sofa ruang tamunya. Entah kenapa malah duduk bersebelahan seperti sepasang kekasih yang masih SMA.
Satu bantal sofa dia taruh diatas kedua pahanya. Kedua tangannya berpangku menyangga kepalanya yang sedang menengok kepada gua di samping kiri. Dan bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Makasih ya, Mba. Udah mau berkorban untuk aku dan istri ku", ucap gua.
"Sama-sama. Makasih banyak untuk istri kamu juga yang mau nerima aku, Mas", balasnya.
Lalu tangan kirinya menyibak sebagian rambut gua yang menghalangi mata ini. Tangannya itu berhenti dan memegang sisi kepala gua.
Perlahan tapi pasti...
Wajahnya mendekat...
Kelopak matanya turun hingga nampak sayu...
Kepalanya sedikit miring ke kanan..
Bibirnya terbuka sedikit saat wajah kami tinggal beberapa senti lagi...
Saat gua bisa dengan jelas merasakan hembusan nafasnya. Saat itulah rasanya...
rasanya...
rasanya...
.....
......
.......
........
.........
Spoiler for rasain:
Rasanya sudah lama gua tidak menabur kentang disini...
Diubah oleh glitch.7 03-11-2018 01:01
fatqurr dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas

