Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#3931
Sebelum Cahaya
PART XX


Sehari setelah lamaran dadakan, gua sedang berada di Ibu Kota, bekerja dibagian office, dibantu oleh Nisa sekretaris Ibu yang sengaja diminta oleh Ibu sendiri untuk mengajarkan gua soal tugas dan tanggungjawab apa saja selama disini nanti.

Selama masa training itu, anggaplah begitu, gua pulang seperti karyawan lain pada umumnya. Sore hari sekitar pukul lima gua baru mengendarai mobil almarhumah menuju Sentul. Hari ini gua memang sudah janjian dengan Nona Ukhti untuk makan malam berdua.

Sekitar pukul tujuh malam gua baru sampai di depan rumah Mamahnya. Setelah Gua parkirkan mobil diluar, gua berjalan masuk ke teras dan bertemu dengan kakak tirinya.

"Assalamualaikum, Mba Nana..", ucap gua setelah sampai di teras.

"Walaikumsalam, Za.. Cieee calon pengantin.. Mau kemana nih..? Hihihi...", tanyanya seraya meledek gua.

Mba Nana adalah Kakak tiri Nona Ukhti, anak bawaan dari Papah tirinya, Mba Nana sudah menikah dan tinggal di kota Tangerang bersama keluarga kecilnya, sudah dari kemarin Mba Nana menginap di rumah orangtuanya ini karena acara lamaran kemarin itu. Dia adalah orang yang sering meledek gua.

"Biasa, Mba.. Mau ajak Vera makan aja sih. Ngomong-ngomong, Mas Tyo belum pulang, Mba ?", tanya gua menanyakan suaminya.

"Oh mau makan toh... Iya, Za.. Mas Tyo tadi pagi kerja, tapi lembur kayaknya, ini aku lagi nungguin, mau pulang ke Tangerang malam ini, khawatir rumah ditinggal-tinggal", jawabnya.

"Kenapa gak dibawa aja atuh rumahnya, kantongin kan bisa, hehehe...", ledek gua.

"Hahaha ada-ada aja kamu, eh sana masuk dulu, siapa tau Vera udah selesai dandan...", ucapnya lagi.

Akhirnya gua pun masuk ke ruang tamu rumah Nona Ukhti, disana hanya ada adik tiri laki-lakinya. Gua duduk di salah satu sofa. Mengobrol sebentar dengan adik tirinya itu sambil menunggu Nona Ukhti yang masih dandan bersama adik tiri perempuannya. Untuk informasi, Nona Ukhti memiliki tiga saudara tiri, kalau dirunut secara umur, Nona Ukhti menjadi anak kedua dari pernikahan Mamah kandung dan Papah tirinya. Mba Nana adalah anak tertua, kemudian Nona Ukhti, adik tiri laki-lakinya, dan terakhir Anita yang masih SMA. Hanya Mba Nana yang tidak tinggal di rumah ini, adik tiri laki-lakinya juga sebenarnya nge-kost di salah satu kota Jawa Barat, kecuali sedang libur dia pulang kesini.

"Hai, Za... Maaf ya lama.. Hehehe..", ucap Nona Ukhti setelah keluar dari salah satu kamar.

Ah cantiknya dirimu... Malam itu dia mengenakan pakaian gamis yang modern, warna pakaian serta hijabnya senada, biru langit yang bercampur warna putih.

"Mau berangkat sekarang ?", tanya dia lagi.

"Boleh...", jawab gua sambil bangun dari duduk.
"Gim, gua pergi dulu ya, Nit pergi dulu ya...", gua pamit kepada kedua adik tiri Nona Ukhti.

Gua dan Nona Ukhti sudah berada di dalam mobil, gua mengendarai mobil dengan pelan ketika hendak keluar dari perumahan ini. Baru sedikit gua percepat ketika sudah mulai memasuki tol Sentul.

"Ve.. Papah sama Mamah kamu nginep di hotel ?", tanya gua menanyakan Papah kandung dan Mamah tirinya.

"Kemaren sih iya, tapi tadi pagi udah ke rumah si Agus.. Mau nginep dirumah Budeh aja katanya..", jawab Nona Ukhti.

"Ooh.. Berapa lama rencananya disini ?".

"Mungkin besok udah pulang, soalnya Papah gak bisa ninggalin kerjaan lama-lama katanya".

Setelah obrolan basa-basi itu kami pun sudah sampai di salah satu tempat makan pinggir jalan, ayam penyet menjadi pilihannya. Dulu kami cukup sering makan kesini, saat dia masih kuliah di kota kami. Awalnya sih gua mau ajak dia ke restoran Jepang, tapi karena dia lagi kangen sama ayam penyet, ya jadi lah gua membelokan mobil kearah pinggiran kota.

"Ah kangen sama sambel ijonya...", ucapnya ketika makanan sudah tersedia di depan kami.

"Terakhir kesini waktu bulan puasa tahun dua ribu tujuh ya ? Saur disini waktu itu...", ucap gua.

"Iya, masih inget aja kamu, waktu itu kamu kepedesan gara-gara sambel ijo ini...", jawabnya sambil mencolek sambel ijo yang menyelimuti ayam goreng.

Kami menghabiskan makanan ketika hujan di bulan desember kembali turun. Gua bakar sebatang rokok setelah meminum es teh manis, Nona Ukhti langsung cemberut melihat gua membakar si racun. Tidak lama sebuah notif chatt bbm masuk ke blackberry gua.

Quote:


"Si Gusmen lagi dirumah ku, Ve..", ucap gua.

"Tumben, ada apa ?", tanyanya.

"Nongkrong aja katanya.. Tau ada apaan, iya tumben tuh anak.. Oya minta bungkusin dua deh ayamnya, Ve.. Buat Gusmen sama Mba Laras", jawab gua, lalu kembali menghisap rokok.

Kami menunggu pesanan sambil mengobrol, hujan semakin deras diluar sana. Dari banyaknya bahan obrolan, entah siapa yang memulai, gua malah kembali sedikit emosi ketika mendengar nama Adit dan segala sikap Nona Ukhti kemarin-kemarin itu.

"Aku masih kesel sama kamu sebenarnya, Ve.. Soal lamaran kemarin dan sikap kamu yang nyuekin aku", ucap gua sambil memalingkan muka.

"Iya enggak lagi-lagi aku kayak gitu ke kamu, maaf deh ya..", ucapnya dengan memegang tangan kanan gua yang berada diatas meja.

"Ya sebenernya sih kalo kamu mau marah soal aku sama Mba Siska gak masalah, cuma cara kamu itu loch yang bikin aku hampir nyerah..", lanjut gua.

"Kalo kamu nyerah, aku lah yang ngelamar kamu, hihihihi...", jawabnya lagi sambil cekikikan.

Gua menengok kepadanya, mengerenyitkan kening sambil menggelengkan kepala. Nona Ukhti malah ketawa ngakak.

Tidak berapa lama pesanan makanan sudah jadi, lalu gua membayar semua makanan, kemudian gua ajak Nona Ukhti pulang.

Baru saja gua memasuki mobil bersama Nona Ukhti, blackberry gua kembali berbunyi tanda chatt bbm masuk, gua buka bbm tersebut sebelum mengemudikan mobil, ternyata dari Gusmen lagi. Tapi kali ini isi chattnya membuat gua cukup terkejut.

Quote:



°°°


Pukul setengah sembilan malam akhirnya gua sampai di rumah bersama Nona Ukhti tentunya. Gua parkirkan mobil di belakang mobil milik Ibu.

Gua berjalan diikuti Nona Ukhti dibelakang. Di teras sudah ada Gusmen dan Helen yang sedang duduk, kemudian Ibu keluar rumah saat gua baru saja sampai di depan Gusmen dan Helen.

"Assalamualaikum, Mba..", ucap gua bebarengan dengan Nona Ukhti kepada Ibu.

"Walaikumsalam, baru pada pulang ini berdua ?", balas Ibu.

"Iya, Mba.. Tadi aku makan malam dulu sama Eza, oh iya ini Mba tadi Eza juga bungkusin untuk Mba dan Agus", jawab Nona Ukhti sambil menyerahkan makanan yang kami beli sebelumnya.

"Duh, makasih ya, Ve.. Yaudah Mba masuk dulu ya. Itu Agus, ayo sini masuk makan bareng sama Mba, Ay kamu juga yu makan sekalian..", ucap Ibu.

"Okey, Mba.. Hehehe.. Za gua masuk dulu ah..", tanpa malu itu Gusmen langsung masuk kedalam rumah.

"Makasih, Mba.. Aku udah makan tadi..", jawab Helen.

Sekarang tinggal gua, Nona Ukhti dan Helen di teras depan sini. Gua mendekati Helen yang duduk di kursi teras dekat pintu masuk.

"Mm.. Hay, Ay..", sapa gua kikuk.

Helen hanya menatap gua sinis, kemudian melirik kepada Nona Ukhti yang ikut mendekatinya.

"Apa kabar, Ay ?", tanya Nona Ukhti santai.

"Enggak baik", jawabnya dingin, membuang muka lalu melirik kepada gua. "Aku mau ngomong sama kamu", lanjutnya dengan tatapan sinisnya itu.

Gua menghela nafas dan mengangguk. "Mau ngomong dimana ?", tanya gua.

"Disini aja, ber-duaa..", jawabnya menekankan kalimat diakhir.

"Yaudah, aku ke dalem dulu ya.. Saa-yaang...", ucap Nona Ukhti genit, kemudian. Cup...dikecup pipi ini di depan Helen.

Gua membuang muka kearah lain, menghindari tatapan Helen.

Tiba-tiba dia berdiri dihadapan gua tepat setelah Nona Ukhti masuk kedalam rumah.

Tanpa tedeng aling-aling... Dugh.... Pipi kanan gua dan sedikit mengenai bibir bawah, dihantam kepalan tangan kirinya.

Gua oleng ke kiri sambil mengaduh. "Aaah..", ringis gua sambil memegangi wajah dengan posisi setengah menunduk.

"Kenapa, Za ?!", suara Nona Ukhti kembali terdengar. "Astagfirullah! Kamu kenapa ?!", lanjutnya dengan posisi sudah berada di samping gua.

Nona Ukhti memegangi gua, lalu dia melirik kepada Helen yang masih berdiri dihadapan kami, terlihat jelas nafas Helen memburu menahan emosi dengan kedua tangan masih terkepal.

"Keterlaluan kamu!", teriak Helen penuh emosi.

"Ini ada apa ?! Kok kamu kasar banget sih jadi perempuan!", Nona Ukhti balik meneriaki Helen ketika dia tau bibir gua berdarah.

Ya bibir gua sedikit sobek ternyata.

"Eh denger ya! Kamu pikir aja sendiri, siapa yang gak sakit hati dimaenin sama dia!", balas Helen sambil menunjuk gua.

Tidak lama kemudian gua mendengar suara langkah yang berlari ke depan sini.

"Ada apa, Za ?! Kenapa nih ?", tanya Gusmen yang sudah berada di teras bersama Mba Laras disampingnya.

"Eza dipukul sama Helen..", jawab Nona Ukhti.

Ibu terkejut, tapi si Gusmen malah ketawa.

"Hahaha.. Mampus, dagunya sekalian sistah..", ucap Gusmen.

Helen melirik kepada Gusmen dengan emosi. "Diem lu! Mau gua hajar lagi ?!", sentak Helen.

Si Gusmen langsung diam seribu bahasa, memundurkan posisinya satu langkah ke dekat Ibu.

"Udah-udah jangan emosi, kan bisa dibicarakan baik-baik, Ay...", ucap Ibu mendekati Helen, lalu memegangi bahunya, satu tangan lainnya mengelus-elus punggung Helen.

"Aku gak suka cara dia kayak gini! Kemarin dia bilang kecewa sama Vera! Enggak akan ngejar Vera lagi! Tapi sekarang apa ?! Padahal udah jelas Vera mainin dia!", jawab Helen dengan airmata yang sudah berderai.

"Jaga mulut kamu! Siapa yang mainin Eza, Hah ?! Kalo gak tau apa-apa, gak usah ngurusin urusan orang lain!", balas Nona Ukhti penuh emosi.

"Eh denger ya! Tanya sama dia..", Helen maju satu langkah sambil menunjuk gua yang berada di samping, membuat posisinya dan Nona Ukhti saling berhadapan. "Siapa yang ada disamping dia waktu kamu maenin dia!", ucap Helen, berteriak di hadapan wajah Nona Ukhti.

Helen ditarik pelan agar mundur oleh Ibu. "Udah sayang, udah.. Kita omongin baik-baik ya sayang..", ucap Ibu.

"Kalo Eza nya tetep milih aku, kamu mau apa ?! Hah ?! Ngaca aja deh, jadi perempuan kok kasar banget! Wajar Eza milih aku!", balas Nona Ukhti.

Gua tarik tangan kiri Nona Ukhti. "Ve.. Ve.. Udah-udah.. Biar aku yang ngomong..", ucap gua menenangkan Nona Ukhti.

"Kamu udah tau kelakuan Eza gak bener kenapa masih ngarepin dia ? Resiko dong!", lanjut Nona Ukhti masih emosi.

Helen hendak melangkah mendekati Nona Ukhti lagi, tapi ditahan oleh Ibu.

Yang gua gak sangka-sangka terjadi juga.

Nona Ukhti melepas pegangan tangan gua, lalu mendekati Helen.

Plak! ditampar wajah bidadari yang sedang menangis itu oleh Nona Ukhti.

"Itu untuk pukulan kamu ke calon suami aku!", sentak Nona Ukhti.

Gua bengong melihat Nona Ukhti bersikap seperti itu. Helen melepaskan tangan Ibu.

"Aku benci kalian!", teriaknya dengan isak tangis yang semakin menjadi, lalu dia lari keluar rumah.

Ibu dan Gusmen memanggilnya, Helen tetap berlari.

Gua langsung berlari mengejarnya, tapi tangan kanan gua ditahan oleh Nona Ukhti. Gua berbalik menatap Nona Ukhti.

"Lepas, Ve!", ucap gua. Nona Ukhti terkejut, lalu melepaskan genggamannya.

Gua kembali mengejar Helen yang sudah keluar dari halaman rumah.
Diubah oleh glitch.7 06-11-2017 23:56
fatqurr
kifif
oktavp
oktavp dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.