- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Catatan:
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
BAB I & BAB II
BAB III & BAB IV
***
Tralala_Trilili
PROLOG
BAB V
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15- continues
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
***
SEBELUM CAHAYA
PART I
PART II
PART III - The Ghost of You
PART IV
PART V
PART VI
PART VII
PART VIII
Cooling Down
PART IX
PART X - continues
PART XI
PART XII
PART XIII
PART XIV
PART XV
PART XVI
PART XVII A
PART XVII B
PART XVIII
PART XIX - continues
PART XX
PART XXI
PART XXII
PART XXIII
PART XXIV
PART XXV
PART XXVI
PART XXVII
PART XXVIII
PART XXIX
PART XXX
PART XXXI
PART XXXII
PART XXXIII
PART XXXIV
PART XXXV
PART XXXVI - continues
PART XXXVII
PART XXXVIII
PART XXXIX
Vor dem Licht XL - Das Ende
***
BAB V
PART 21
PART 22
Tentang Rasa
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
Von Hier Wegfliegen
Teils Eins - Vorstellen
Teils Zwei - Anfang
Teils Drei - Der Erbarmer
Teils Vier - Von Hier Wegfliegen
Lembayung Senja
Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima - continues
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Bagian Sembilan
Bagian Sepuluh - continues
Breaking Dawn
One Step Closer
Ascension
Throwback Stories
Life is Not Always Fair
Dusk till Dawn
Awal Semula
Untuk Masa Depan
Terimakasih
Omong Kosong
Kepingan Cerita
Menyerah
Restoe
Rasanya - Rasain
Pengorbanan
Menuju Senja
Kenyataan
Wiedersehen
Cobalah untuk Mengerti
Pengorbanan
Tentang Kita
SIDE STORY
VFA
Daily Life I
Daily Life II
Maaf NEWS
Tentang MyPI
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
Kutip
8.8K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#8069
Throwback Stories
KEPINGAN CERITA
Quote:
Quote:
Sudah satu minggu gua tidak menemui Mba Yu dari terakhir kami mengobrol pada saat makan siang di resto Jakarta. Kalaupun dia datang ke rumah seperti pagi tadi, gua memilih untuk mulai bekerja agar bisa pergi keluar rumah dan tidak menemuinya. Menghindar ? Ya, gua memang menghindar.
Apa yang ia katakan satu minggu lalu membuat beban di otak gua semakin bertambah. Ditambah pengakuan istri sendiri. Lupakah mereka dengan keadaan keluarga ini, terutama istri gua itu.
Apa yang ia katakan satu minggu lalu membuat beban di otak gua semakin bertambah. Ditambah pengakuan istri sendiri. Lupakah mereka dengan keadaan keluarga ini, terutama istri gua itu.
~ Lembayung senja bagian empat
Sesuai apa yang diucapkan istri gua dua hari sebelumnya, hari ini dia akan berangkat ke Singapore untuk memulai terapi bersama sang Papah. Ibu ikut mengantar kami ke bandara Soekarno-Hatta. Singkat cerita gua dan istri sudah berada di rumah Papahnya di Singapore setelah sebelumnya dijemput di Changi Airport.
Hari itu kami langsung bertemu dengan dokter ahli Fisioterapi di salah satu rumah sakit. Hanya sesi konsultasi untuk hari pertama, dilanjut keesokan harinya istri gua menjalani serangkaian pengecekan medis lalu secara bertahap mulai mengikuti program pemulihan untuk kedua kakinya itu.
Sudah hari ketiga gua menemaninya disini. Selesai menjalani proses penyembuhan yang masih pada tahap awal, gua mengajaknya shalat Ashar berjama'ah setelah gua, istri, dan Mamah tirinya makan siang di sebuah restoran, hari itu Papah mertua gua belum pulang kerja.
"Mas, kamu yakin kaki ku bisa pulih lagi ?", tanyanya saat kami berduaan di dalam kamar.
"Insya Allah, sayang. Kita kan lagi ikhtiar, kalo udah nyoba dan usaha tinggal kita serahkan semuanya ke Gusti Allah", jawab gua seraya tersenyum sambil mengelus kepalanya yang sedang tidak mengenakan hijab.
Bibirnya menyungging tersenyum, lalu dia memeluk tubuh gua dengan cukup erat.
"Makasih untuk supportnya.Aku bersyukur dikasih suami seperti kamu. Yang sayang dan nerima aku dengan kondisiku yang sekarang", ucapnya yang masih memeluk gua dengan kepalanya yang bersandar pada dada ini.
Gua kecup kepala bagian atasnya. "Kamu gak perlu berterimakasih, sayang. Ini semua udah kewajiban aku. Dan satu hal yang harus kamu tau, aku gak akan ninggalin kamu apalagi sampe selingkuh", ucap gua ketika terlintas dalam bayangan ini obrolan kami soal Mba Yu.
Memang semenjak obrolan tempo hari kami berdua tidak pernah lagi membahasnya. Gua yang enggan, dan juga dirinya yang lebih memilih fokus untuk terapi pemulihan membuat kami sedikit melupakan persoalan yang satu itu. Tapi sore ini gua kembali teringat dengan masalah atau apalah namanya, yang jelas buat gua saat itu gua anggap sebagai suatu masalah.
"Ehm. Yang...".
"Ya, Mas ?".
"Soal.. Soal Mba Yu itu.. Mmm.. Kamu gak serius kan ?", tanya gua ragu.
Istri gua bangun dan melepas pelukannya, kini ia duduk disamping gua dengan menyandarkan punggung ke kepala dipan di belakang kami.
"Kenapa memangnya, Mas ?", tanyanya balik.
"Kok kenapa ? Kamu ngerti gak sih sebenernya apa yang kamu omongin kemaren itu ? Ini bukan soal kamu gak bisa urus aku dengan kondisi kamu dan kamu yang gak bisa kasih aku anak. Lebih dari itu loch, Yang. Jangan main-main sama perasaan kamu. Aku yakin sebenernya kamu juga gak akan rela kan ?", ucap gua panjang lebar.
"Siapa sih Mas yang rela cintanya harus dibagi ? Aku emang gak rela, tapi kalo memang ini jalan yang terbaik untuk kamu, aku dan Mba Gendis. Aku harus bisa terima. Aku akan belajar untuk ikhlas", jawabnya dengan nada suara yang lembut.
"Enggak-enggak-enggak... Enggak gini caranya, Yang. Masih ada banyak cara lain. Aku pernah bilang kita bisa adopsi anak tapi kamu nolak dan lebih milih bangun rumah yatim. Aku ikutin mau kamu yang satu itu. Tapi sekarang kamu malah minta aku untuk poligami ? Oh kamu udah gila kayaknya...", balas gua yang benar-benar tidak percaya akan maunya itu.
Istri gua menghela nafas dengan perlahan seraya memejamkan matanya sebelum ia menatap kembali suaminya ini.
"Aku tau rasa cinta dan sayang kamu ke aku begitu besar. Aku percaya soal perasaan kamu itu, Mas. Maaf aku bukannya nuduh atau su'udzon sama suami ku sendiri, tapi coba tolong kamu pikirin baik-baik. Godaan laki-laki itu harta, tahta dan wanita, Mas. Dua hal yang pertama aku yakin kamu gak akan ada masalah. Tapi yang terakhir ? Maaf sekali lagi, Mas. Aku cuma gak mau suatu saat nanti aku denger kamu punya wanita lain diluar pernikahan yang sah. Sebelum semuanya terjadi lebih baik aku izinin kamu untuk menikah lagi. Dengan Mba Gendis", jawabnya panjang lebar dengan raut wajah yang serius.
Gua masih tidak percaya dengan penjelasannya. Apa yang membuat dirinya bisa berpikir seperti itu.
"Aku gak tau harus ngomong apa lagi ke kamu. Aku cape...", ucap gua pada akhirnya memilih untuk menarik selimut dan mengistirahatkan pikiran.
Gua tiduran dengan posisi menyamping, memunggunginya. Lalu tidak lama kemudian ia pun ikut rebahan, tapi satu tangannya memeluk gua dari balik punggung. Ia usap dada gua dengan jemarinya yang lentik yang sedetik kemudian ia berbisik.
"Aku sayang sama kamu, Mas. Tapi aku tau semua yang ada di diri ini gak cukup untuk ngebahagiain kamu, jadi tolong kamu pikirin lagi permintaan aku".
...
Keesokan harinya atas permintaan istri gua, akhirnya gua pulang ke Indonesia untuk kembali ke rutinitas gua sebagai suami yang mencari nafkah. Ya, dia meminta gua untuk kembali mulai bekerja lagi di restoran. Walaupun berat bagi gua meninggalkannya disini sekalipun ada Papah dan Mamahnya tapi apa yang ia ucapkan ada benarnya. Sudah cukup lama gua tidak bekerja. Dan pagi ini gua pun kembali ke rumah tanpa istri tercinta.
Siang itu juga setelah gua sampai di rumah. Gua langsung pergi lagi menuju restoran, tapi bukan ke Jakarta, melainkan di kota gua ini. Gua memilih untuk bertemu dengan Ibu sebelum besok benar-benar kembali bekerja di Jakarta.
Gua menemui Beliau murni urusan pekerjaan, karena pasti banyak hal yang sudah gua lewati dan tidak gua ketahui selama gua cuti berbulan-bulan lamanya. Toh selama gua bertemu Ibu di rumah pun kami tidak pernah membicarakan perihal restoran. Setelah gua diberitahukan mengenai kondisi restoran yang alhamdulillah cukup baik dan tidak ada masalah apapun, akhirnya gua kembali ke rumah.
Menjelang maghrib gua berangkat ke masjid setelah mandi dan berpakaian rapih, kemudian usai melaksanakan shalat berjama'ah, gua memilih untuk pergi ke rumah Nenek. Kangen rasanya hari ini dengan sosok Beliau.
"Jadi istri kamu disana sama Papah dan Mamahnya aja ?", tanya Nenek yang duduk di sebrang gua.
Saat itu kami berada di sofa depan kamar gua semasa SMA dulu.
"Iya. Aku juga awalnya gak mau pulang kesini dulu sampe dia bener-bener selesai jalanin terapinya. Aku tau mungkin aja Mamah tirinya itu sedikit kerepotan ngurus istri ku kalo lagi gak ada Papahnya kan", jawab gua sebelum meminum kopi yang gua buat sendiri beberapa saat lalu.
"Ya mudah-mudahan terapinya berjalan lancar sampai istri kamu benar-benar sembuh, Gha. Insya Allah orangtuanya bisa jagain istri kamu dengan baik. Jangan lupa juga do'a nya ke Gusti Allah", timpal Nenek.
"Selalu Nek kalo itu ma", jawab gua singkat.
Beberapa saat kami terdiam, larut dengan lamunan masing-masing. Sampai akhirnya gua membakar sebatang rokok lalu menanyakan sesuatu kepada Beliau.
"Nek..".
"Ya ?".
"Sebenernya hukum poligami itu kayak gimana sih ?".
"Heh ?", Nenek jelas terkejut mendengar pertanyaan cucunya ini.
...
...
...
Hari berganti hari. Istri gua masih tinggal bersama Papahnya di Singapore. Kami masih berkomunikasi dengan baik lewat telpon ataupun bbm. Kondisinya memang belum ada perkembangan sedikitpun, tapi gua senang mendengar tekadnya yang kali ini tidak mudah menyerah. Gua pun menceritakan keseharian gua yang sudah kembali bekerja di restoran Jakarta.
Hari ini gua bekerja seperti biasa sampai akhirnya kabar duka itu datang.
Quote:
Sore itu gua masih belum pulang kerja, duduk di dalam ruangan kepala Chef sambil memainkan komputer ketika tiba-tiba salah seorang pegawai terburu-buru membuka pintu.
"Kenapa ?", tanya gua ketika dia baru membuka pintu dengan wajah yang sendu.
"Mas. Pak Windu meninggal dunia", jawabnya dengan nada suara yang kecil dan sedikit tertahan.
Gua diam beberapa detik. Kaget. Lalu bangun dari kursi dan menghampirinya.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun... Kapan ?", tanya gua setelah kami berhadapan.
"Tadi jam empat sore di rumah sakit, Mas. Gangguan jantung penyebabnya. Sekarang jenazahnya baru mau dibawa pulang", jawabnya sambil menyebutkan salah satu rumah sakit yang ada di ibu kota ini.
"Yaudah, kamu telpon kepala Chef, kabarin dia, bilang kita langsung ketemuan di rumah duka aja...", pinta gua karena memang hari ini kepala Chef libur kerja.
Setelah pegawai itu mengabari yang lain, gua pun langsung mengabari Ibu. Rencananya Ibu akan datang ke rumah duka juga.
"Kenapa ?", tanya gua ketika dia baru membuka pintu dengan wajah yang sendu.
"Mas. Pak Windu meninggal dunia", jawabnya dengan nada suara yang kecil dan sedikit tertahan.
Gua diam beberapa detik. Kaget. Lalu bangun dari kursi dan menghampirinya.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun... Kapan ?", tanya gua setelah kami berhadapan.
"Tadi jam empat sore di rumah sakit, Mas. Gangguan jantung penyebabnya. Sekarang jenazahnya baru mau dibawa pulang", jawabnya sambil menyebutkan salah satu rumah sakit yang ada di ibu kota ini.
"Yaudah, kamu telpon kepala Chef, kabarin dia, bilang kita langsung ketemuan di rumah duka aja...", pinta gua karena memang hari ini kepala Chef libur kerja.
Setelah pegawai itu mengabari yang lain, gua pun langsung mengabari Ibu. Rencananya Ibu akan datang ke rumah duka juga.
~ Lembayung senja bagian empat
Dari kejadian tersebut akhirnya keluarga gua bertambah. Ada Mba Intan yang merupakan istri Almarhum Pak Windu yang juga Ibunda bayi kecil bernama Nabil, sekaligus Bibi dari seorang gadis bernama Suci, keponakan Almarhum suaminya itu.
Sebelumnya, keputusan untuk membantu keluarga Mba Intan itu sudah gua ceritakan kepada istri gua lewat telpon, Ibu juga ikut memberitahukannya kepada istri gua. Alhamdulillah dia menerima dan tidak masalah sama sekali. Malah gua rasa ada perasaan bahagia yang terdengar dari nada bicaranya ketika gua menceritakan kalau akan ada seorang bayi bernama Nabil yang ikut tinggal dirumah ini.
Kemudian Mba Yu yang benar-benar belum berbicara dengan gua sama sekali, walaupun dia masih berkunjung ke rumah untuk menemui Ibu akhirnya diceritakan juga oleh Ibu mengenai keluarga Mba Intan yang akan tinggal dirumah gua. Entah saat itu reaksinya seperti apa karena kami berdua sedang saling berdiam diri. Perang dingin.
Dan hari ini adalah kepulangan istri gua dari Singapore. Di hari minggu itu gua menjemput istri tercinta yang diantar oleh Papahnya di Bandara Soekarno-Hatta. Selesai menjemput mereka berdua. Gua kembali mengarahkan mobil menuju rumah. Ternyata di rumah sudah ada Mba Yu.
Quote:
Hari ini memang hari libur. Jadi gua dan keluarga tidak ada kesibukkan lain. Siang harinya Mba Yu datang ke rumah. Gua masih belum berbicara lagi dengannya karena sengaja menghindar seperti sebelumnya.
Mba Yu dan istri gua berkenalan dengan Mba Intan dan juga Suci. Terlihat akrab saat mereka mengobrol di ruang tamu.
"Gha".
"Ya, Bu ?".
"Anterin Gendis bentar kedepan gih. Ada yang mau dibeli tuh katanya", ucap Ibu lagi.
Dihadapan banyak orang seperti sekarang tidak mungkin gua menolak. Akhirnya gua keluar rumah bersama Mba Yu. Gua kendarai motor dengan Mba Yu yang duduk di belakang.
Sepanjang jalan terasa kikuk dan kami hanya saling diam tanpa membahas apapun sampai kami akhirnya tiba di minimart. Dia langsung menuju rak yang menyediakan perlengkapan bayi.
"Buat siapa, Mba ?", tanya gua.
"Buat anaknya Mba Intan, Mas.", jawabnya singkat lalu berjalan kearah kasir setelah mengambil beberapa keperluan lain.
Setelah itu kami keluar dari minimart. Mba Yu melihat kearah pedagang kebab yang berjualan di halaman parkir. "Mas, aku pengen kebab. Kamu mau ?", tanyanya.
"Kebab ? Yaudah beli aja. Aku juga mau", jawab gua.
Mba Yu memesan kebab untuk orang rumah sekalian katanya. Sambil menunggu pesanan jadi, gua mulai menurunkan ego, mencoba mencairkan suasana yang dingin diantara kami.
Mba Yu duduk diatas motor gua yang masih di parkir, sedangkan gua berdiri di dekatnya.
"Mba, aku minta maaf", ucap gua to the point.
"Hmm..", dia hanya bergumam tanpa mengalihkan pandangan dari layar smartphone yang ada di tangannya.
"Aku minta maaf udah diemin kamu, Mba. Kemaren-kemaren aku emosi. Maaf ya..".
Mba Yu melirik kepada gua dan menatap tajam. "Salah apa sih aku sampe kamu diemin gini ?", tanyanya tegas.
Gua hanya bisa sedikit menundukkan kepala. Sejujurnya gua ingin menjawab tapi gua menahan diri agar tidak adu argumen di tempat umum seperti ini.
"Mas. Kamu tau apa yang aku pilih itu gak mudah ? Kamu pikir aku gak beban ? Kalo kamu mikir aku cuma cari kebahagiaan semata, kamu salah! Aku juga sama kayak kamu, Mas! Banyak pertimbangan sebelum aku mutusin hal ini!", lanjutnya.
Gua menghela nafas dengan kasar. Ingin rasanya gua mengeluarkan argumen yang ada di dalam otak gua.
"Aku tau ini semua gak gampang. Dan aku tau kamu pun sama mikirin masalah ini. Tapi coba kamu pikirin baik-baik lagi, Mas.", ucapnya lagi dengan nada yang lebih tenang.
"Dengan cara itu ?", tanya gua dingin.
Mba Yu melotot. "Susah ngomong sama kamu!".
"Kamu jangan gitu, Mba.. Kamu gak tau perasaan a..".
"Udah udah udah deh Mas.. Aku gak mau ribut disini. Bener kata Mba Laras, susah bikin kamu ngerti tuh", potongnya.
Mba Yu dan istri gua berkenalan dengan Mba Intan dan juga Suci. Terlihat akrab saat mereka mengobrol di ruang tamu.
"Gha".
"Ya, Bu ?".
"Anterin Gendis bentar kedepan gih. Ada yang mau dibeli tuh katanya", ucap Ibu lagi.
Dihadapan banyak orang seperti sekarang tidak mungkin gua menolak. Akhirnya gua keluar rumah bersama Mba Yu. Gua kendarai motor dengan Mba Yu yang duduk di belakang.
Sepanjang jalan terasa kikuk dan kami hanya saling diam tanpa membahas apapun sampai kami akhirnya tiba di minimart. Dia langsung menuju rak yang menyediakan perlengkapan bayi.
"Buat siapa, Mba ?", tanya gua.
"Buat anaknya Mba Intan, Mas.", jawabnya singkat lalu berjalan kearah kasir setelah mengambil beberapa keperluan lain.
Setelah itu kami keluar dari minimart. Mba Yu melihat kearah pedagang kebab yang berjualan di halaman parkir. "Mas, aku pengen kebab. Kamu mau ?", tanyanya.
"Kebab ? Yaudah beli aja. Aku juga mau", jawab gua.
Mba Yu memesan kebab untuk orang rumah sekalian katanya. Sambil menunggu pesanan jadi, gua mulai menurunkan ego, mencoba mencairkan suasana yang dingin diantara kami.
Mba Yu duduk diatas motor gua yang masih di parkir, sedangkan gua berdiri di dekatnya.
"Mba, aku minta maaf", ucap gua to the point.
"Hmm..", dia hanya bergumam tanpa mengalihkan pandangan dari layar smartphone yang ada di tangannya.
"Aku minta maaf udah diemin kamu, Mba. Kemaren-kemaren aku emosi. Maaf ya..".
Mba Yu melirik kepada gua dan menatap tajam. "Salah apa sih aku sampe kamu diemin gini ?", tanyanya tegas.
Gua hanya bisa sedikit menundukkan kepala. Sejujurnya gua ingin menjawab tapi gua menahan diri agar tidak adu argumen di tempat umum seperti ini.
"Mas. Kamu tau apa yang aku pilih itu gak mudah ? Kamu pikir aku gak beban ? Kalo kamu mikir aku cuma cari kebahagiaan semata, kamu salah! Aku juga sama kayak kamu, Mas! Banyak pertimbangan sebelum aku mutusin hal ini!", lanjutnya.
Gua menghela nafas dengan kasar. Ingin rasanya gua mengeluarkan argumen yang ada di dalam otak gua.
"Aku tau ini semua gak gampang. Dan aku tau kamu pun sama mikirin masalah ini. Tapi coba kamu pikirin baik-baik lagi, Mas.", ucapnya lagi dengan nada yang lebih tenang.
"Dengan cara itu ?", tanya gua dingin.
Mba Yu melotot. "Susah ngomong sama kamu!".
"Kamu jangan gitu, Mba.. Kamu gak tau perasaan a..".
"Udah udah udah deh Mas.. Aku gak mau ribut disini. Bener kata Mba Laras, susah bikin kamu ngerti tuh", potongnya.
~ Lembayung senja bagian empat
*silahkan baca baik-baik cerita dibawah. Siapa yang sebenarnya sedang menggendong bayi Nabil.
Sore harinya setelah Mba Yu pulang dan gua pun baru saja selesai melaksanakan shalat di masjid komplek dan kembali ke rumah. Gua hendak mengambil minum di dapur, lalu ada Ibu yang sedang berdiri membelakangi gua dan memperhatikan sesuatu di halaman belakang.
"Ngapain, Bu ?", tanya gua yang berjalan mendekat.
Ibu menengok kebelakang dan tersenyum kepada gua. "Eh udah pulang. Kebetulan banget. Sini-sini cepet", pintanya.
"Kenapa ?".
"Tuh tuh liat..", bisiknya dengan nada yang bahagia diiringi senyuman yang semakin lebar. Tangannya menunjuk kearah Gazebo diluar sana.
Gua melirik dan tertegun untuk beberapa saat. Bisa juga dia memangku mahluk mungil seperti itu.
"Gimana ? Benerkan kata Ibu, dia seneng", ucap Ibu. "Sana gih, samperin", lanjutnya dengan tetap tersenyum lebar.
Gua berjalan kearah Gazebo. Lalu berdiri disampingnya.
"Abis shalat berjama'ah, Mas ?", tanyanya tersenyum.
"Iya", jawab gua singkat.
"Cantik ya, Mas ?", tanyanya lagi seraya menunjukan seorang bayi yang sedang berada dalam pangkuannya itu.
Gua tersenyum dan mengangguk, setuju dengan ucapannya. Bayi itu memang cantik dan lucu.
"Eh iya. Aku lupa tadi, namanya siapa sih ?", tanyanya.
Gua merendahkan tubuh, bertumpu pada kedua lutut dihadapannya yang berada diatas kursi. Kemudian memperhatikan bayi yang sedang ia pangku dengan hati-hati.
"Nabila", jawab gua setelah mengusap kening bayi yang sebentar lagi berusia tiga bulan tersebut.
"Ah iya Nabila. Panggilannya Nabil ya", ucap Nyonyaseraya tetap tersenyum bahagia melihat bayi Nabil.
~ Lembayung senja bagian empat
Campur aduk rasanya perasaan di dalam hati ini memperhatikan istri tercinta gua yang sedang menggendong Nabil kecil. Ada rasa bahagia juga sedih yang gua rasakan. Di satu sisi gua senang akhirnya dia bisa merasakan bagaimana menggendong seorang bayi dan merawatnya di kemudian hari. Ya, istri gua itulah yang menjaga, merawat dan menemani Bayi Nabil di rumah ini selama kami bekerja. Tentu saja ia dibantu oleh seorang babysitter. Di sisi lain kami berdua sama-sama sadar, keadaan yang cukup membuat hati kami bahagia ini hanyalah sementara. Suatu hari nanti akan ada saat dimana Nabil harus pergi meninggalkan rumah ini bersama Ibundanya.
Gua berterima kasih kepada Mba Intan yang sudah bersedia memberikan waktu kepada istri gua untuk mengenal dan sempat merawat Nabil kecil ketika itu. Terimakasih atas keikhlasannya yang sudah memberikan sesuatu untuk dijaga walaupun hanya sementara. Membiarkan buah hatinya tidur bersama gua dan istri di beberapa malam dan merasakan indahnya begadang semalaman hanya untuk menenangkan Nabil kecil agar mau kembali tertidur bersama kami.
.
.
.
Terimakasih banyak untuk waktu yang sangat berharga itu, Mba Intan.
Sampai detik ini akhirnya Orenz bisa mengenal dekat Kak Nabil. Menjadi teman bermainnya. Dan semoga mereka berdua bisa saling menjaga satu sama lain layaknya Kakak dan Adik dikemudian hari.
*
*
*
*
*
Quote:
Another day in 2016.
"Ayah Gaga Ayah Gaga... Mamah mana ?.
"Hey. Tuh ada disana ama Dede Orenz".
"Nabil mau ke Mamah Uhti dulu ya...".
Nabil hendak berlari ke halaman belakang untuk menemui Nyonya yang sering ia panggil dengan sebutan Mamah Uhti. Gua tahan dirinya sebelum semakin menjauh.
"Tunggu doooong... Ayah Gaga belom dicium nih ama Kakak Nabil..", ucap gua yang kini sudah menggendongnya.
"Mmmuuaacchhh...", diciumnya pipi kiri ini. Dan sialnya kok basah.
"Adoooh.. Kok bacah ciih ?", ucap gua geli.
Nabil hanya tertawa melihat gua mengelap pipi sendiri dengan menggunakan kerah baju yang gua kenakan.
Tidak lama kemudian Nyonya menghampiri dengan Orenz yang sedang ia gendong.
"Halooo.. Assalamualaikum Kak Nabil", sapa Nyonya setelah berada dihadapan gua.
"Walaikumsalam Mamah Uhti", jawabnya seraya tersenyum lebar, menunjukan beberapa giginya yang bolong. "Mamah Uhti.. Tadi akuh cium basah Ayah Gaga", lapornya kepada istri gua.
"Oya ? Pasti di lap sama Ayah Gaga ya ? Hihihihi...", istri gua melirik kepada gua dengan wajah yang meledek.
Gua hanya memutar kedua bola mata sambil memasang wajah pura-pura bete.
Setelah itu gua turunkan Nabil dari gendongan. Ia mengajak Orenz bermain diatas karpet depan ruang tivi. Kemudian Nyonya menemui Mba Intan yang sedang mengobrol di ruang tamu bersama Ibu dan Bunbun.
Lah malah pada ke ruang tamu sih. Ini bocah duaan masa ditinggalin. Sungut gua dalam hati.
Akhirnya gua yang menemani kedua gadis imut nan menggemaskan itu bermain Lego.
*short stories about Us...
"Ayah Gaga Ayah Gaga... Mamah mana ?.
"Hey. Tuh ada disana ama Dede Orenz".
"Nabil mau ke Mamah Uhti dulu ya...".
Nabil hendak berlari ke halaman belakang untuk menemui Nyonya yang sering ia panggil dengan sebutan Mamah Uhti. Gua tahan dirinya sebelum semakin menjauh.
"Tunggu doooong... Ayah Gaga belom dicium nih ama Kakak Nabil..", ucap gua yang kini sudah menggendongnya.
"Mmmuuaacchhh...", diciumnya pipi kiri ini. Dan sialnya kok basah.
"Adoooh.. Kok bacah ciih ?", ucap gua geli.
Nabil hanya tertawa melihat gua mengelap pipi sendiri dengan menggunakan kerah baju yang gua kenakan.
Tidak lama kemudian Nyonya menghampiri dengan Orenz yang sedang ia gendong.
"Halooo.. Assalamualaikum Kak Nabil", sapa Nyonya setelah berada dihadapan gua.
"Walaikumsalam Mamah Uhti", jawabnya seraya tersenyum lebar, menunjukan beberapa giginya yang bolong. "Mamah Uhti.. Tadi akuh cium basah Ayah Gaga", lapornya kepada istri gua.
"Oya ? Pasti di lap sama Ayah Gaga ya ? Hihihihi...", istri gua melirik kepada gua dengan wajah yang meledek.
Gua hanya memutar kedua bola mata sambil memasang wajah pura-pura bete.
Setelah itu gua turunkan Nabil dari gendongan. Ia mengajak Orenz bermain diatas karpet depan ruang tivi. Kemudian Nyonya menemui Mba Intan yang sedang mengobrol di ruang tamu bersama Ibu dan Bunbun.
Lah malah pada ke ruang tamu sih. Ini bocah duaan masa ditinggalin. Sungut gua dalam hati.
Akhirnya gua yang menemani kedua gadis imut nan menggemaskan itu bermain Lego.
*short stories about Us...
Diubah oleh glitch.7 24-10-2018 00:47
kifif dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Kutip
Balas

