- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Catatan:
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
1. Mengacu pada aturan main forum H2H dan SFTH
2. 95% Semua tokoh/karakter di cerita ini sudah memberikan izin
3. Sikapi dengan bijak apa yang tertuang disini
4. Jangan meminta lebih dari apa yang sudah diberikan
5. Sopanlah dalam berkomentar
6. Saling menghargai TS, penulis dan sesama kaskuser disini
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
BAB I & BAB II
BAB III & BAB IV
***
Tralala_Trilili
PROLOG
BAB V
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15- continues
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
***
SEBELUM CAHAYA
PART I
PART II
PART III - The Ghost of You
PART IV
PART V
PART VI
PART VII
PART VIII
Cooling Down
PART IX
PART X - continues
PART XI
PART XII
PART XIII
PART XIV
PART XV
PART XVI
PART XVII A
PART XVII B
PART XVIII
PART XIX - continues
PART XX
PART XXI
PART XXII
PART XXIII
PART XXIV
PART XXV
PART XXVI
PART XXVII
PART XXVIII
PART XXIX
PART XXX
PART XXXI
PART XXXII
PART XXXIII
PART XXXIV
PART XXXV
PART XXXVI - continues
PART XXXVII
PART XXXVIII
PART XXXIX
Vor dem Licht XL - Das Ende
***
BAB V
PART 21
PART 22
Tentang Rasa
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
Von Hier Wegfliegen
Teils Eins - Vorstellen
Teils Zwei - Anfang
Teils Drei - Der Erbarmer
Teils Vier - Von Hier Wegfliegen
Lembayung Senja
Bagian Satu
Bagian Dua
Bagian Tiga
Bagian Empat
Bagian Lima - continues
Bagian Enam
Bagian Tujuh
Bagian Delapan
Bagian Sembilan
Bagian Sepuluh - continues
Breaking Dawn
One Step Closer
Ascension
Throwback Stories
Life is Not Always Fair
Dusk till Dawn
Awal Semula
Untuk Masa Depan
Terimakasih
Omong Kosong
Kepingan Cerita
Menyerah
Restoe
Rasanya - Rasain
Pengorbanan
Menuju Senja
Kenyataan
Wiedersehen
Cobalah untuk Mengerti
Pengorbanan
Tentang Kita
SIDE STORY
VFA
Daily Life I
Daily Life II
Maaf NEWS
Tentang MyPI
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
Kutip
8.8K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#7853
Throwback Stories
Untuk Masa Depan
Quote:
Rintik hujan yang membasahi jalanan membuat gua sedikit mengurangi kecepatan roda empat yang gua kemudikan. Beberapa kendaraan roda dua silih berganti menyalip dengan kecepatan yang cukup sedang. Gua sedikit bergumam ketika salah satu pengendara motor roda dua tersebut nyaris saja mengenai spion mobil sisi kanan.
"Ck.. Heuh!", gerutu gua ketika pengendara motor tersebut berhasil melewati mobil yang gua kendarai.
"Ssstt.. Sabar-sabar", ucap seorang wanita yang sedari tadi duduk dibangku samping kemudi, tepat di sisi kiri gua.
"Nyaris loch itu. Aku bukan soal mobilnya, kalo dia ampe jatoh, urusannya repot kan", lanjut gua menahan kesal.
"Iya-iya. Mungkin buru-buru mau pulang orangnya. Mana ujan juga toh ? Udah ya sabar aja..", ucapnya lagi mencoba menenangkan gua.
Akhirnya gua kembali fokus mengendarai mobil bertipe sedan miliknya ini.
Hari ini gua memang diminta tolong untuk mengantarnya membeli beberapa bahan makanan untuk acara syukuran lamaran sang adik. Gua awalnya enggan ketika harus pergi berdua dengannya, tapi apa boleh buat ketika istri gua sendiri yang akhirnya meminta dan dia sendiri tidak bisa ikut karena pagi tadi dijemput oleh Mamah mertua untuk pergi ke Bandung.
"Mas. Kita makan dulu ya, aku laper..", ucapnya ketika kami masih terjebak kemacetan di jalan raya.
"Boleh. Mau makan apa, Mba ?", tanya gua balik.
"Mmm.. Apa ya enaknya.. Mmm.. Terserah deh.. Yang penting enak, Mas", jawabnya sedikit kebingungan.
Gua mulai sedikit menaikan kecepatan mobil ketika jalan raya sudah mulai lengang. Sambil mengarahkan mobil kearah Utara kota dan memikirkan makanan apa yang akan kami santap sore ini.
"Mba, makan di Ampera mau ? Prasmanan itu..", ucap gua nenawarkan.
"Mmmm.. Enggak ah, lagi males makanan sunda.. Yang lain deh..", jawabnya.
"Kalo steak ?".
"Iih kepengen nasi, Mas..".
"Ooh. Nasi goreng seafood ?".
"Lagi males makan nasgor, ah".
"Mm.. Ah iya, pecel lele atau ayam ?".
"Enggak ah, yang laen ah...".
"Ya apa dong, Mba ?".
"Ya terserah kamu, tapi jangan yang kayak gitu, bosen aku..".
"Grrr.. Hsss.. Yaudah-yaudah.. Japanese food, okey ?".
"Iishh.. Jangan fast food ah, gak mau! Kamu tuh!".
"Ya apa dong, Mba ?! Jangan bikin senewen napa sih!".
"Ya terserah! Tapi gak mau yang tadi pokoknya!".
Gua menghela nafas dengan kasar lalu menggigit bibir bawah. Gregetan gua tuh! Terserah tapi kok ngoyo!
"Eh.. Eh.. Mau kemana ini ? Kok jauh banget, Mas ?", tanyanya ketika sadar gua sudah cukup jauh membawa kendaraan dari kota.
"Terserah kan kata kamu ? Yaudah duduk manis aja. Diem dan nurut", jawab gua dingin.
Gua lirik sedikit kearahnya yang menahan cemberut dibibirnya itu. Dasar semlohay, gerutu gua dalam hati.
Cukup jauh gua membawanya dari kota ke daerah kabupaten hingga akhirnya sampai di bekas kampus istri gua. Gua parkirkan mobil di sisi jalan dan mengajaknya turun.
"Mau makan apa, Mas ?", tanyanya bingung seraya memandangi deretan tempat makan dari tenda yang berjejer diatas trotoar.
Gua menarik tangannya lembut dan mengajaknya berjalan melewati deretan tempat makan itu karena rintik hujan masih saja belum berhenti turun dari langit.
"Aku ngajak kamu kesini karena aku tau kamu belum pernah nyoba makanannya", ucap gua.
Setelah berjalan cepat untuk menghindari gerimis, akhirnya kami masuk kedalam salah satu tenda yang sedikit lebih kecil daripada tenda-tenda makanan lain. Saat itu tidak ada pelanggan lain selain kami berdua yang baru saja masuk kedalam.
"Ayam penyet sambel ijo ?", ucap Mba Yu ketika membaca tulisan yang cukup besar pada kain yang berada di sisi kanan tenda.
Gua tersenyum. "Belom pernah kan ?", tanya gua yang duduk dihadapannya.
Dia hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kamu pasti bakal suka kok...", lanjut gua meyakinkannya.
Tidak lama pesanan kami datang, Mba Yu cukup terkejut ketika melihat ayam goreng yang digeprek itu diberi sambal hijau diatasnya secara menyeluruh dan merata. Gua hanya tertawa ketika dia mulai menyantap makanan lalu kepedasan.
"Parah ini parah! Pedes banget, Mas! Huaah.. Ssshh.. Tapi tapi.. Mantep bener. Enak asli loch.. Sshh.. Huaah...".
"Hahaha.. Enakan pedesnya ? Nendang banget, hehehe..", timpal gua.
"Iya enak. Tapi pedes, tapi enak.. Bumbunya nyerep banget.. Huuu.. Sshh.. Pedes, Mas! Hihihihi...".
Gua masih tertawa melihatnya yang kepedasan tapi mulut dan tangannya tidak ingin berhenti untuk menghabiskan makanan tersebut. Sampai akhirnya gua selesai menghabiskan makanan dan kembali melihat Mba Yu dihadapan gua.
"Sampe keringetan gitu kamu, Mba", ucap gua setelah meminum teh hangat.
"Iya. Aku belom pernah nyoba ayam penyet ini. Pedes gila.. Huh.. Tapi asli enak banget. Nagih hahaha..", jawabnya semangat.
Gua mengambil tissu lalu mengelap keningnya dari butiran-butiran keringat yang timbul disana. Mba Yu sedikit kaget dengan apa yang gua lakukan. Lalu tersenyum.
"Makasih..", ucapnya pelan.
"Kasian abisnya, sampe keringetan..", timpal gua.
"By the way.. Kamu tau darimana disini ada ayam penyet ?", tanyanya setelah ia menyelesaikan suapan terakhirnya.
"Dulu... Waktu Ve masih kuliah disini", jawab gua sedikit pelan.
Mba Yu tersenyum tipis. Lalu memegang pundak kanan gua pelan. "Gak semua kenangan disini buruk kan, Mas ?", tanyanya.
"Ya... Kamu bener", gua ikut tersenyum. "Makasih, Mba", lanjut gua.
Tidak lama ia kembali memesan makanan dibungkus untuk Mamahnya. Selama menunggu makanan jadi, kami banyak mengobrol tentang masa-masa gua masih dekat dengan Nona Ukhti di masa lalu. Dari mulai belum disetujuinya hubungan kami berdua oleh sang Papah sampai ke backstreet-nya hubungan kami itu. Setelah gua membayar semua pesanan sebelumnya, kami berdua hendak pulang. Gua yang sebelumnya memang belum membakar sebatang rokok karena kehabisan memilih membeli rokok di warung pinggir jalan dekat mobil yang gua parkir.
"Ngerokok terus ih!", ucap Mba Yu mulai ngomel ketika gua membeli sebungkus rokok.
"Hehehe.. Iya gimana lagi atuh", ucap gua seraya menengok kepadanya yang berada disisi kanan. "Eh makasih, Pak", gua mengucapkan terimakasih ketika si penjual memberikan sebungkus rokok beserta kembaliannya.
Baru saja kami berbalik badan untuk menuju mobil yang gua parkir tidak jauh ketika sebuah ucapan dari salah satu anak muda yang nongkrong di sekitar situ membuat gua menghentikan langkah kaki.
"Wiih.. Ceweknya 'korekan'nih..".
Mba Yu menengok kearah yang sama. Gua kembali berjalan kebelakang dekat sisi warung dimana empat orang anak muda tersebut berada.
"Ngomong apa lu barusan ?", tanya gua dingin kepada salah satu anak muda itu.
"Apaan, Bang ?", jawab salah satu dari mereka yang pura-pura tidak mengerti.
"Lu tadi ngomong apa ke temen gua ?".
"Ooh.. Cewek lu bohay, Bang. Mantep! Hehehe..".
Gua tersenyum kecut. Lalu melirik satu krat berisi botol kosong bekas minuman bersoda didepan warung sebelumya. Gua ambil salah satu botol lalu kembali kepada mereka berempat.
"Lu tadi bilang temen gua korekan ?".
"Hah ? Ka.. Kagak, Bang..".
Tanpa babibu lagi, gua langsung menghantam dengan keras kepalanya dengan botol yang gua genggam.
Prak!
Walaupun tidak sampai pecah, lumayanlah membuatnya terkapar dan mengaduh kesakitan. Lalu gua melirik ketiga temannya yang sudah terkejut. Gua bersiap untuk menghajar mereka tapi ternyata...
"Bang maaf Bang.. Maafin-maafin temen gue Bang. Dia lagi mabok, Bang...", ucap salah satu dari mereka.
"Mas udah-udah. Biarin aja, ih!", tahan Mba Yu ketika gua hendak menghajar salah satu dari mereka lagi.
"Lain kali jaga tuh mulut!", sentak gua kepada mereka sebelum diajak pergi oleh Mba Yu dengan paksa.
Sesampainya di mobil gua menurunkan kaca samping kemudi, lalu membakar sebatang rokok sebelum akhirnya menyalakan mesin. Mba Yu baru saja memasang seat bealt ketika gua melirik kearahnya. Beberapa detik gua memperhatikannya sampai akhirnya ia tersadar.
"Kenapa sih ? Kok ngeliatin akunya kayak gitu ?", tanyanya heran.
Gua usap wajah sebelum akhirnya tersenyum meledeknya. "Lagian kamu tuh, pake kemeja kok ketat banget sih, Mba ? Bikin masalah aja", jawab gua seraya menghembuskan asap rokok keluar kaca.
Gua masih menengok kearah kanan dimana jalanan berada. Sedangkan Mba Yu yang duduk di samping kiri mencolek dagu gua pelan yang membuat gua melirik kearahnya lagi.
"Tapi sukakaaaann ? Hihihihi..", godanya.
'sialan!' sungut gua dalam hati.
"Ck! Jangan aneh-aneh, Mba. Tutup auratnya sebelum nanti jadi masalah lagi. Kayak tadi gitu kan sama aja pelecehan verbal...", jawab gua.
"Cieee... Bahasa mu Mas! Hahaha.. Hahaha..", malah ketawa dia.
"Aku serius. Jangan pake pakean yang ngegoda gitu terus. Jangan ngundang masalah kalau gak mau kena masalah, Mba".
Mba Yu tersenyum penuh arti. Entah apa maksudnya, lalu dia melepaskan seat bealtnya dan langsung memeluk gua.
"Eh! Eh-eh.. Apaan nih! Istigfar, Mba!", ucap gua kaget dan berusaha melepaskan pelukannya.
"Iiih. Aku cuma ngucapin makasih tau! Kamu udah ngingetin aku. Lagian aku seneng kamu jadi berubah gini", jawabnya seraya memundurkan tubuh.
"Diih.. Bukan apa-apa nih ya. Aku juga normal, kalo aku yang kegoda urusannya lebih repot nanti. Normal aku tuh normal! Sembarangan aja maen pelak-peluk!", sungut gua kesal.
"Aaww! Mau dong digodain Mas Agha! Hahahahahaha...", jawabnya genit banget.
"Salah minum obat lu!", timpal gua sembari menyentil keningnya.
Tuuk!
"Aduh! Iiih kasar! Sebel ah!", masih aja jawabnya sok-sok manja. Manyun pula itu bibir.
"Hahaha.. Gak usah lebay ah. Kita langsung pulang ya", ucap gua mengakhiri sebelum benar-benar melajukan mobil kearah rumahnya di sore itu.
...
Esok harinya seperti biasa gua berada di rumah. Sore itu istri gua baru saja pulang dari Bandung. Gua memperhatikannya yang sedang membuka beberapa barang yang ia beli dari kota kembang tersebut.
"Ini untuk Ibu sama Risya. Nah kalo yang ini untuk Bapak sama kamu, Mas..", ucapnya ketika mengeluarkan beberapa pakaian.
"Makasih sayang", jawab gua ketika menerima satu buah pakaian. "Betah ya jalan-jalan disana ?", tanya gua kali ini seraya merapatkan duduk untuk berada tepat disampingnya.
Istri gua keheranan menatap suaminya ini. "Iya gitu deh. Ngomong-ngomong kenapa sih kamu ?", tanyanya yang makin merasa aneh dengan tingkah gua.
Gua tersenyum nakal lalu merangkul pundak kanannya dari sisi kirinya dimana gua berada. lalu gua kecup bibirnya sekilas.
"Eh ?!", matanya sedikit melotot tanda terkejut. "Apaan sih, Mas ? Kok kamu tiba-tiba gini ?".
"Ka to the ngen. Rin to the du. Kangen dan rindu aku tuh ama kamu, Adinda", goda gua dengan berbisik tepat dihadapannya.
Istri gua tersenyum lebar. Lalu menutupi mulutnya dengan satu tangan tepat saat tawanya tergelak. Gua ikutan tertawa melihatnya seperti itu. Lalu gua peluk dirinya cukup erat.
"Ke kamar yuk..", bisik gua lagi.
"Ahahaha.. Apaa siiih ? Aku baru pulang juga. Bau keringet iiih!", jawabnya disela tawanya yang renyah itu.
Gua angkat tubuhnya dengan menggendongnya dari arah depan.
"Hup!", gua berdiri dengan mengangkat tubuhnya itu. "Mau mandi dulu ?", tanya gua.
Istri gua masih tersenyum lebar dan hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Ooh.. Berarti minta maen dikamar mandi nih.. Tumben hehehe..", celoteh gua asal.
"Iih gak mau ah! Apaan sih dikamar mandi, susah tau! Hihihi..", jawabnya seraya mencubit pipi gua mesra. Ah Nyonya aku padamulah pokoke.
"Tapi sensasinya beda wahai Adinda ku", goda gua yang hanya dijawab dengan tawa renyahnya lagi.
Baru saja gua hendak berjalan ke kamar. Tiba-tiba muncullah sesosok wanita berhijab krem di depan pintu rumah yang memang sudah terbuka.
"Assalamualaikum.. Eh pada ngapain ?", tanyanya ketika melihat kami setelah mengucap salam.
"Walaikumsalam", jawab gua dan istri berbarengan seraya menengok kearahnya.
"Biasa pengen dimanja katanya nih", jawab gua cuek sambil tersenyum lebar.
Wanita berhijab krem yang sering gua panggil Ibu itu langsung mengerenyitkan keningnya.
"Pengen mandi terus bermesraan katanya", lanjut gua makin cuek dan langsung membuat Ibu melotot.
"Mas ih!", istri gua mencubit dada gua sambil terkejut.
"Hehehe... Bu, kami keatas dulu ya, jaga markas sebentar", ucap gua lagi.
Ibu semakin melotot, lalu gua sadar gerakannya cukup berbahaya ketika dia mulai melepas salah satu sepatu high-heels yang ia kenakan itu.
Gua buru-buru berlari dengan tetap menggendong istri tercinta kearah tangga untuk menuju kamar atas. Gua fikir Ibu tidak akan mengejar, untung saja istri gua memberitahu.
"Mas! Lariiii... Ibu ngejar hahahahaha...", teriak istri gua.
"Waaaa! Ampun, Buuu...", teriak gua ketika menengok sesaat kebelakang.
"Heh! Sini kalian berdua!", teriak Ibu sambil mengacungkan sepatu high-heels nya itu yang terus menaiki tangga.
Gua tendang pintu kamar yang memang sedikit terbuka. Lalu memasukinya. Kemudian buru-buru gua suruh istri gua yang masih gua gendong itu menguncinya. Ibu terdenger menggerutu dari balik pintu. Gua dan istri tertawa terbahak-bahak setelah berhasil melindungi diri kami di dalam kamar ini.
"Astagfirullah... Hahaha.. Ampun kamu tuh, Mas! Ngerjain Ibu sampe gitu, ih! Dosa loch... Hahahaha..", ucap istri gua yang sudah gua duduki diatas ranjang kami.
"Hahahaha.. Iseng sekali-kali lah gak apa-apa ye kan.. Hehehe.. Haduh cape juga..", jawab gua seraya menyeka kening.
"Terus ?", tanyanya.
"Hah ? Apanya yang terus ?", tanya gua balik bingung.
"Ya terus mau ngapain sekarang ?".
Waduh dia malah senyam-senyum genit gitu. Kode ini sih. Hahaha.
Ah sudahlah daripada membuat gaduh suasana thread ini dan sebelum gua kena warning lebih baik kita skip adegan dewasanya ya. Huehehehe...
Skip punya skip akhirnya pergumulan kami selesai juga di sore yang dingin itu.
Kami masih berada diatas ranjang, peluh keringat mulai mengering seiring pendingin ruangan yang gua set pada suhu terendah. Selimut yang menutupi tubuh kami berdua gua singkap sedikit saat gua peluk tubuhnya dari samping kanan.
Tangan kanannya menumpuk pada lengan kanan gua yang melingkar dipinggangnya. Gua cium lembut aroma wangi rambutnya itu.
"Mas".
"Hmm...?", gua masih terbuai dengan aroma rambutnya dengan mata yang terpejam.
"Katanya kamu berantem ya kemaren gara-gara Mba Gendis ?".
"Enggak kok. Cuma sedikit ribut. Gak ada perlawanan jadi gak bisa disebut berantem", jawab gua.
Istri gua membalikan tubuhnya. Kedua wajah kami kini saling berhadapan. Matanya menatap dalam-dalam mata gua yang sudah balik menatapnya.
"Boleh aku tanya", ucapnya.
"Apa sayang ?".
"Apa kamu masih nyimpen perasaan buat dia ?", tanyanya.
Gua menghela nafas panjang. Lalu menelentangkan tubuh agar bisa menatap langit kamar.
"Apa karena aku belain dia terus kamu nyimpulin kayak gitu ?", tanya gua dengan tetap menatap langit kamar.
"Bukan. Bukan itu...", jawabnya cepat seraya mengelus dada gua yang tanpa tertutup apapun.
"Aku cuma minta kamu jujur aja. Aku gak akan marah sama sekali kok. Aku cuma pingin tau perasaan kamu ke dia sekarang tuh gimana", lanjutnya hati-hati.
"Aku mencintai kamu apa adanya, sayang. Aku tau dan ngerti arah obrolan kamu. Asal kamu tau, aku gak ada niat untuk cari cinta yang lain karena masalah kamu ini", jawab gua seraya melirik kearahnya yang sedang tersenyum itu.
"Tapi kamu tau aku gak akan pernah bisa ngasih kamu anak", timpalnya dengan senyum indahnya itu.
"Aku tau. Tapi masih ada solusi lain kok. Besok aku ajak kamu pergi ke satu tempat. Dan aku rasa kamu bakal setuju", jawab gua lagi sebelum mengecup keningnya dalam-dalam.
"Kemana ?", tanyanya setelah gua lepas kecupan pada keningnya itu.
"Nanti, besok juga kamu tau kok sayang. Sekarang kita bobo dulu ya..", jawab gua seraya menarik kembali selimut.
Dugh! Dugh! Dugh! Bunyi keras sebuah ketukan dari pintu kamar membuat kami berdua terkejut.
"Hey! Udahan! Bangun bangun bangun! Maghrib ini! Ayo pada shalat!!".
"Astagfirullah! Itu Ibu masih aja ?", tanya gua kepada istri dengan masih terkejut.
"Hahahaha... Mas ih! Jangan-jangan daritadi dia nguping pas kita tadi lagi itu ? Hihihi", jawabnya terkekeh geli.
"Hey! Ayo bangun! Mandi besar dulu sana!", teriak Ibu lagi dari luar kamar.
"Bener-bener dah ini Nyokap atu..", sungut gua yang membuat istri gua menggelengkan kepalanya dengan terus tertawa geli.
Gua bangun dari ranjang dan mengenakan celana boxer tanpa penutup tubuh bagian atas sama sekali. Gua berjalan kearah pintu dan membukanya.
"Kenapa sih, Bu ?", tanya gua yang sudah berhadapan dengan Ibu. "Adaw! Sakit ih!", ringis gua saat telinga kiri gua kena jewerannya.
"Man-di! Shalat! Maghrib ini! Hiih!", ucapnya gemas lalu melepaskan jewerannya itu.
"Aww.. Iya-iya. Bentar ngapa. Abis sunnah ini.. Heuleuh!" jawab gua seraya mengelus-elus telinga yang terasa panas. "Eh ?! Iii.. Iya iya.. Mau mandi besar dulu ini juga.. Maaf-maaf!", lanjut gua ketika tersadar matanya kembali melotot.
"Yaudah cepetan sana. Shalat berjama'ah aja disini, kamu jadi imam. Bapak belom pulang soalnya..", ucap Ibu seraya menggelar sajadahnya di depan kamar gua.
FYI, didepan kamar atas, dimana kamar gua dan istri berada memang ada ruang yang cukup seperti beranda untuk dijadikan tempat shalat berjama'ah bersama-sama.
"Ibu udah wudhu ?".
"Udahlah. Kamu cepetan mandi sana sama Ve. Terus wudhu sekalian. Bentar lagi adzan tuh", jawabnya.
Gua terkekeh.
"Ngapain kamu ketawa ?", tanya Ibu judes.
"Hahaha.. Wudhu lagi sana, Bu. Tadi kan abis jewer aku toh ? Hahahahaha..", jawab gua yang terus tertawa meledeknya.
Ibu sewot bukan main. Sambil dumel gak jelas Beliau menuruni tangga untuk mengambil wudhu lagi. Sedangkan gua bergegas mandi bareng istri di kamar mandi dalam kamar kami.
Suatu hari.
"Assalamualaikum..".
"Walaikumsalam. Eh Mas Agha. Silahkan masuk..".
"Iya makasih, Bu. Oh ya, perkenalkan ini istri saya yang pernah saya ceritakan sebelumnya".
Gua memperkenalkan Nona Ukhti yang sedang duduk diatas kursi rodanya kepada Ibu paruh baya tersebut. Setelah kami sedikit mengobrol, gua dan Nona Ukhti diajak kebagian lain tempat ini. Dengan perlahan gua mendorong kursi roda sambil mengikuti Ibu paruh bayar didepan kami itu.
"Nah ini namanya Astri, Mas-Mba. Umurnya baru satu bulan. Ibunya menitipkan kesini karena tidak ada biaya.. Insya Allah legal kok ada surat-suratnya", ucap si Ibu ketika menunjukkan seorang bayi diatas ranjang pada salah satu kamar.
"Lucu kan, sayang ?", tanya gua.
Istri gua menengok sebentar lalu tersenyum. "Kasian kamu, baru sebulan udah harus pisah sama Ibu kamu, Nak..", ucapnya seraya mengelus pipi bayi yang masih tertidur pulas itu.
Setelah itu kami diajak berkeliling panti asuhan ini. Beberapa anak bayi yang kami jumpai benar-benar membuat gua ingin membawa semuanya pulang dan merawat mereka. Gemas rasanya melihat mahluk-mahluk kecil itu.
"Gimana sayang ? Tertarik gak ? Pada lucu-lucu loch", tanya gua, ketika kami selesai berkeliling.
"Mmm.. Nanti kita bicarain lagi dirumah ya. Gak bisa sekarang aku mutusinnya", jawab istri gua.
"Loch ? Serius ?.", gua sedikit kecewa dengan jawabannya tersebut.
Sebelum kami pulang. Ibu penanggung-jawab panti asuhan tersebut memperkenalkan kami lagi kepada anak-anak panti yang lain. Anak-anak yang umurnya kisaran dua hingga sepuluh tahun. Mereka mendo'a kan kesembuhan untuk istri gua setelah kami berdua memberikan santunan sebelumnya. Setelah itu barulah kami pamit.
Dalam perjalanan pulang, gua yang sedang mengemudikan mobil dibuat terkejut dengan apa yang istri tercinta gua ucapkan.
"Aku jadi kepikiran untuk punya sendiri deh kayaknya", ucapnya tiba-tiba.
"Hah ? Maksudnya ?".
"Iya soal panti asuhan itu. Kenapa gak kita bangun sendiri aja panti asuhan milik kita sendiri, Mas ? Toh pahalanya besar banget loch Mas merawat anak yatim seperti itu. Jangan tanggung maksudku. Daripada adopsi satu, lebih baik bangun sendiri aja rumah yatim gitu".
Gua menepikan mobil. Mata gua terbelalak menatapnya. "Are you fvckin' kiddin' me ?".
"Ck.. Heuh!", gerutu gua ketika pengendara motor tersebut berhasil melewati mobil yang gua kendarai.
"Ssstt.. Sabar-sabar", ucap seorang wanita yang sedari tadi duduk dibangku samping kemudi, tepat di sisi kiri gua.
"Nyaris loch itu. Aku bukan soal mobilnya, kalo dia ampe jatoh, urusannya repot kan", lanjut gua menahan kesal.
"Iya-iya. Mungkin buru-buru mau pulang orangnya. Mana ujan juga toh ? Udah ya sabar aja..", ucapnya lagi mencoba menenangkan gua.
Akhirnya gua kembali fokus mengendarai mobil bertipe sedan miliknya ini.
Hari ini gua memang diminta tolong untuk mengantarnya membeli beberapa bahan makanan untuk acara syukuran lamaran sang adik. Gua awalnya enggan ketika harus pergi berdua dengannya, tapi apa boleh buat ketika istri gua sendiri yang akhirnya meminta dan dia sendiri tidak bisa ikut karena pagi tadi dijemput oleh Mamah mertua untuk pergi ke Bandung.
"Mas. Kita makan dulu ya, aku laper..", ucapnya ketika kami masih terjebak kemacetan di jalan raya.
"Boleh. Mau makan apa, Mba ?", tanya gua balik.
"Mmm.. Apa ya enaknya.. Mmm.. Terserah deh.. Yang penting enak, Mas", jawabnya sedikit kebingungan.
Gua mulai sedikit menaikan kecepatan mobil ketika jalan raya sudah mulai lengang. Sambil mengarahkan mobil kearah Utara kota dan memikirkan makanan apa yang akan kami santap sore ini.
"Mba, makan di Ampera mau ? Prasmanan itu..", ucap gua nenawarkan.
"Mmmm.. Enggak ah, lagi males makanan sunda.. Yang lain deh..", jawabnya.
"Kalo steak ?".
"Iih kepengen nasi, Mas..".
"Ooh. Nasi goreng seafood ?".
"Lagi males makan nasgor, ah".
"Mm.. Ah iya, pecel lele atau ayam ?".
"Enggak ah, yang laen ah...".
"Ya apa dong, Mba ?".
"Ya terserah kamu, tapi jangan yang kayak gitu, bosen aku..".
"Grrr.. Hsss.. Yaudah-yaudah.. Japanese food, okey ?".
"Iishh.. Jangan fast food ah, gak mau! Kamu tuh!".
"Ya apa dong, Mba ?! Jangan bikin senewen napa sih!".
"Ya terserah! Tapi gak mau yang tadi pokoknya!".
Gua menghela nafas dengan kasar lalu menggigit bibir bawah. Gregetan gua tuh! Terserah tapi kok ngoyo!
"Eh.. Eh.. Mau kemana ini ? Kok jauh banget, Mas ?", tanyanya ketika sadar gua sudah cukup jauh membawa kendaraan dari kota.
"Terserah kan kata kamu ? Yaudah duduk manis aja. Diem dan nurut", jawab gua dingin.
Gua lirik sedikit kearahnya yang menahan cemberut dibibirnya itu. Dasar semlohay, gerutu gua dalam hati.
Cukup jauh gua membawanya dari kota ke daerah kabupaten hingga akhirnya sampai di bekas kampus istri gua. Gua parkirkan mobil di sisi jalan dan mengajaknya turun.
"Mau makan apa, Mas ?", tanyanya bingung seraya memandangi deretan tempat makan dari tenda yang berjejer diatas trotoar.
Gua menarik tangannya lembut dan mengajaknya berjalan melewati deretan tempat makan itu karena rintik hujan masih saja belum berhenti turun dari langit.
"Aku ngajak kamu kesini karena aku tau kamu belum pernah nyoba makanannya", ucap gua.
Setelah berjalan cepat untuk menghindari gerimis, akhirnya kami masuk kedalam salah satu tenda yang sedikit lebih kecil daripada tenda-tenda makanan lain. Saat itu tidak ada pelanggan lain selain kami berdua yang baru saja masuk kedalam.
"Ayam penyet sambel ijo ?", ucap Mba Yu ketika membaca tulisan yang cukup besar pada kain yang berada di sisi kanan tenda.
Gua tersenyum. "Belom pernah kan ?", tanya gua yang duduk dihadapannya.
Dia hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kamu pasti bakal suka kok...", lanjut gua meyakinkannya.
Tidak lama pesanan kami datang, Mba Yu cukup terkejut ketika melihat ayam goreng yang digeprek itu diberi sambal hijau diatasnya secara menyeluruh dan merata. Gua hanya tertawa ketika dia mulai menyantap makanan lalu kepedasan.
"Parah ini parah! Pedes banget, Mas! Huaah.. Ssshh.. Tapi tapi.. Mantep bener. Enak asli loch.. Sshh.. Huaah...".
"Hahaha.. Enakan pedesnya ? Nendang banget, hehehe..", timpal gua.
"Iya enak. Tapi pedes, tapi enak.. Bumbunya nyerep banget.. Huuu.. Sshh.. Pedes, Mas! Hihihihi...".
Gua masih tertawa melihatnya yang kepedasan tapi mulut dan tangannya tidak ingin berhenti untuk menghabiskan makanan tersebut. Sampai akhirnya gua selesai menghabiskan makanan dan kembali melihat Mba Yu dihadapan gua.
"Sampe keringetan gitu kamu, Mba", ucap gua setelah meminum teh hangat.
"Iya. Aku belom pernah nyoba ayam penyet ini. Pedes gila.. Huh.. Tapi asli enak banget. Nagih hahaha..", jawabnya semangat.
Gua mengambil tissu lalu mengelap keningnya dari butiran-butiran keringat yang timbul disana. Mba Yu sedikit kaget dengan apa yang gua lakukan. Lalu tersenyum.
"Makasih..", ucapnya pelan.
"Kasian abisnya, sampe keringetan..", timpal gua.
"By the way.. Kamu tau darimana disini ada ayam penyet ?", tanyanya setelah ia menyelesaikan suapan terakhirnya.
"Dulu... Waktu Ve masih kuliah disini", jawab gua sedikit pelan.
Mba Yu tersenyum tipis. Lalu memegang pundak kanan gua pelan. "Gak semua kenangan disini buruk kan, Mas ?", tanyanya.
"Ya... Kamu bener", gua ikut tersenyum. "Makasih, Mba", lanjut gua.
Tidak lama ia kembali memesan makanan dibungkus untuk Mamahnya. Selama menunggu makanan jadi, kami banyak mengobrol tentang masa-masa gua masih dekat dengan Nona Ukhti di masa lalu. Dari mulai belum disetujuinya hubungan kami berdua oleh sang Papah sampai ke backstreet-nya hubungan kami itu. Setelah gua membayar semua pesanan sebelumnya, kami berdua hendak pulang. Gua yang sebelumnya memang belum membakar sebatang rokok karena kehabisan memilih membeli rokok di warung pinggir jalan dekat mobil yang gua parkir.
"Ngerokok terus ih!", ucap Mba Yu mulai ngomel ketika gua membeli sebungkus rokok.
"Hehehe.. Iya gimana lagi atuh", ucap gua seraya menengok kepadanya yang berada disisi kanan. "Eh makasih, Pak", gua mengucapkan terimakasih ketika si penjual memberikan sebungkus rokok beserta kembaliannya.
Baru saja kami berbalik badan untuk menuju mobil yang gua parkir tidak jauh ketika sebuah ucapan dari salah satu anak muda yang nongkrong di sekitar situ membuat gua menghentikan langkah kaki.
"Wiih.. Ceweknya 'korekan'nih..".
Mba Yu menengok kearah yang sama. Gua kembali berjalan kebelakang dekat sisi warung dimana empat orang anak muda tersebut berada.
"Ngomong apa lu barusan ?", tanya gua dingin kepada salah satu anak muda itu.
"Apaan, Bang ?", jawab salah satu dari mereka yang pura-pura tidak mengerti.
"Lu tadi ngomong apa ke temen gua ?".
"Ooh.. Cewek lu bohay, Bang. Mantep! Hehehe..".
Gua tersenyum kecut. Lalu melirik satu krat berisi botol kosong bekas minuman bersoda didepan warung sebelumya. Gua ambil salah satu botol lalu kembali kepada mereka berempat.
"Lu tadi bilang temen gua korekan ?".
"Hah ? Ka.. Kagak, Bang..".
Tanpa babibu lagi, gua langsung menghantam dengan keras kepalanya dengan botol yang gua genggam.
Prak!
Walaupun tidak sampai pecah, lumayanlah membuatnya terkapar dan mengaduh kesakitan. Lalu gua melirik ketiga temannya yang sudah terkejut. Gua bersiap untuk menghajar mereka tapi ternyata...
"Bang maaf Bang.. Maafin-maafin temen gue Bang. Dia lagi mabok, Bang...", ucap salah satu dari mereka.
"Mas udah-udah. Biarin aja, ih!", tahan Mba Yu ketika gua hendak menghajar salah satu dari mereka lagi.
"Lain kali jaga tuh mulut!", sentak gua kepada mereka sebelum diajak pergi oleh Mba Yu dengan paksa.
Sesampainya di mobil gua menurunkan kaca samping kemudi, lalu membakar sebatang rokok sebelum akhirnya menyalakan mesin. Mba Yu baru saja memasang seat bealt ketika gua melirik kearahnya. Beberapa detik gua memperhatikannya sampai akhirnya ia tersadar.
"Kenapa sih ? Kok ngeliatin akunya kayak gitu ?", tanyanya heran.
Gua usap wajah sebelum akhirnya tersenyum meledeknya. "Lagian kamu tuh, pake kemeja kok ketat banget sih, Mba ? Bikin masalah aja", jawab gua seraya menghembuskan asap rokok keluar kaca.
Gua masih menengok kearah kanan dimana jalanan berada. Sedangkan Mba Yu yang duduk di samping kiri mencolek dagu gua pelan yang membuat gua melirik kearahnya lagi.
"Tapi sukakaaaann ? Hihihihi..", godanya.
'sialan!' sungut gua dalam hati.
"Ck! Jangan aneh-aneh, Mba. Tutup auratnya sebelum nanti jadi masalah lagi. Kayak tadi gitu kan sama aja pelecehan verbal...", jawab gua.
"Cieee... Bahasa mu Mas! Hahaha.. Hahaha..", malah ketawa dia.
"Aku serius. Jangan pake pakean yang ngegoda gitu terus. Jangan ngundang masalah kalau gak mau kena masalah, Mba".
Mba Yu tersenyum penuh arti. Entah apa maksudnya, lalu dia melepaskan seat bealtnya dan langsung memeluk gua.
"Eh! Eh-eh.. Apaan nih! Istigfar, Mba!", ucap gua kaget dan berusaha melepaskan pelukannya.
"Iiih. Aku cuma ngucapin makasih tau! Kamu udah ngingetin aku. Lagian aku seneng kamu jadi berubah gini", jawabnya seraya memundurkan tubuh.
"Diih.. Bukan apa-apa nih ya. Aku juga normal, kalo aku yang kegoda urusannya lebih repot nanti. Normal aku tuh normal! Sembarangan aja maen pelak-peluk!", sungut gua kesal.
"Aaww! Mau dong digodain Mas Agha! Hahahahahaha...", jawabnya genit banget.
"Salah minum obat lu!", timpal gua sembari menyentil keningnya.
Tuuk!
"Aduh! Iiih kasar! Sebel ah!", masih aja jawabnya sok-sok manja. Manyun pula itu bibir.
"Hahaha.. Gak usah lebay ah. Kita langsung pulang ya", ucap gua mengakhiri sebelum benar-benar melajukan mobil kearah rumahnya di sore itu.
...
Esok harinya seperti biasa gua berada di rumah. Sore itu istri gua baru saja pulang dari Bandung. Gua memperhatikannya yang sedang membuka beberapa barang yang ia beli dari kota kembang tersebut.
"Ini untuk Ibu sama Risya. Nah kalo yang ini untuk Bapak sama kamu, Mas..", ucapnya ketika mengeluarkan beberapa pakaian.
"Makasih sayang", jawab gua ketika menerima satu buah pakaian. "Betah ya jalan-jalan disana ?", tanya gua kali ini seraya merapatkan duduk untuk berada tepat disampingnya.
Istri gua keheranan menatap suaminya ini. "Iya gitu deh. Ngomong-ngomong kenapa sih kamu ?", tanyanya yang makin merasa aneh dengan tingkah gua.
Gua tersenyum nakal lalu merangkul pundak kanannya dari sisi kirinya dimana gua berada. lalu gua kecup bibirnya sekilas.
"Eh ?!", matanya sedikit melotot tanda terkejut. "Apaan sih, Mas ? Kok kamu tiba-tiba gini ?".
"Ka to the ngen. Rin to the du. Kangen dan rindu aku tuh ama kamu, Adinda", goda gua dengan berbisik tepat dihadapannya.
Istri gua tersenyum lebar. Lalu menutupi mulutnya dengan satu tangan tepat saat tawanya tergelak. Gua ikutan tertawa melihatnya seperti itu. Lalu gua peluk dirinya cukup erat.
"Ke kamar yuk..", bisik gua lagi.
"Ahahaha.. Apaa siiih ? Aku baru pulang juga. Bau keringet iiih!", jawabnya disela tawanya yang renyah itu.
Gua angkat tubuhnya dengan menggendongnya dari arah depan.
"Hup!", gua berdiri dengan mengangkat tubuhnya itu. "Mau mandi dulu ?", tanya gua.
Istri gua masih tersenyum lebar dan hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Ooh.. Berarti minta maen dikamar mandi nih.. Tumben hehehe..", celoteh gua asal.
"Iih gak mau ah! Apaan sih dikamar mandi, susah tau! Hihihi..", jawabnya seraya mencubit pipi gua mesra. Ah Nyonya aku padamulah pokoke.
"Tapi sensasinya beda wahai Adinda ku", goda gua yang hanya dijawab dengan tawa renyahnya lagi.
Baru saja gua hendak berjalan ke kamar. Tiba-tiba muncullah sesosok wanita berhijab krem di depan pintu rumah yang memang sudah terbuka.
"Assalamualaikum.. Eh pada ngapain ?", tanyanya ketika melihat kami setelah mengucap salam.
"Walaikumsalam", jawab gua dan istri berbarengan seraya menengok kearahnya.
"Biasa pengen dimanja katanya nih", jawab gua cuek sambil tersenyum lebar.
Wanita berhijab krem yang sering gua panggil Ibu itu langsung mengerenyitkan keningnya.
"Pengen mandi terus bermesraan katanya", lanjut gua makin cuek dan langsung membuat Ibu melotot.
"Mas ih!", istri gua mencubit dada gua sambil terkejut.
"Hehehe... Bu, kami keatas dulu ya, jaga markas sebentar", ucap gua lagi.
Ibu semakin melotot, lalu gua sadar gerakannya cukup berbahaya ketika dia mulai melepas salah satu sepatu high-heels yang ia kenakan itu.
Gua buru-buru berlari dengan tetap menggendong istri tercinta kearah tangga untuk menuju kamar atas. Gua fikir Ibu tidak akan mengejar, untung saja istri gua memberitahu.
"Mas! Lariiii... Ibu ngejar hahahahaha...", teriak istri gua.
"Waaaa! Ampun, Buuu...", teriak gua ketika menengok sesaat kebelakang.
"Heh! Sini kalian berdua!", teriak Ibu sambil mengacungkan sepatu high-heels nya itu yang terus menaiki tangga.
Gua tendang pintu kamar yang memang sedikit terbuka. Lalu memasukinya. Kemudian buru-buru gua suruh istri gua yang masih gua gendong itu menguncinya. Ibu terdenger menggerutu dari balik pintu. Gua dan istri tertawa terbahak-bahak setelah berhasil melindungi diri kami di dalam kamar ini.
"Astagfirullah... Hahaha.. Ampun kamu tuh, Mas! Ngerjain Ibu sampe gitu, ih! Dosa loch... Hahahaha..", ucap istri gua yang sudah gua duduki diatas ranjang kami.
"Hahahaha.. Iseng sekali-kali lah gak apa-apa ye kan.. Hehehe.. Haduh cape juga..", jawab gua seraya menyeka kening.
"Terus ?", tanyanya.
"Hah ? Apanya yang terus ?", tanya gua balik bingung.
"Ya terus mau ngapain sekarang ?".
Waduh dia malah senyam-senyum genit gitu. Kode ini sih. Hahaha.
Ah sudahlah daripada membuat gaduh suasana thread ini dan sebelum gua kena warning lebih baik kita skip adegan dewasanya ya. Huehehehe...

Skip punya skip akhirnya pergumulan kami selesai juga di sore yang dingin itu.

Kami masih berada diatas ranjang, peluh keringat mulai mengering seiring pendingin ruangan yang gua set pada suhu terendah. Selimut yang menutupi tubuh kami berdua gua singkap sedikit saat gua peluk tubuhnya dari samping kanan.
Tangan kanannya menumpuk pada lengan kanan gua yang melingkar dipinggangnya. Gua cium lembut aroma wangi rambutnya itu.
"Mas".
"Hmm...?", gua masih terbuai dengan aroma rambutnya dengan mata yang terpejam.
"Katanya kamu berantem ya kemaren gara-gara Mba Gendis ?".
"Enggak kok. Cuma sedikit ribut. Gak ada perlawanan jadi gak bisa disebut berantem", jawab gua.
Istri gua membalikan tubuhnya. Kedua wajah kami kini saling berhadapan. Matanya menatap dalam-dalam mata gua yang sudah balik menatapnya.
"Boleh aku tanya", ucapnya.
"Apa sayang ?".
"Apa kamu masih nyimpen perasaan buat dia ?", tanyanya.
Gua menghela nafas panjang. Lalu menelentangkan tubuh agar bisa menatap langit kamar.
"Apa karena aku belain dia terus kamu nyimpulin kayak gitu ?", tanya gua dengan tetap menatap langit kamar.
"Bukan. Bukan itu...", jawabnya cepat seraya mengelus dada gua yang tanpa tertutup apapun.
"Aku cuma minta kamu jujur aja. Aku gak akan marah sama sekali kok. Aku cuma pingin tau perasaan kamu ke dia sekarang tuh gimana", lanjutnya hati-hati.
"Aku mencintai kamu apa adanya, sayang. Aku tau dan ngerti arah obrolan kamu. Asal kamu tau, aku gak ada niat untuk cari cinta yang lain karena masalah kamu ini", jawab gua seraya melirik kearahnya yang sedang tersenyum itu.
"Tapi kamu tau aku gak akan pernah bisa ngasih kamu anak", timpalnya dengan senyum indahnya itu.
"Aku tau. Tapi masih ada solusi lain kok. Besok aku ajak kamu pergi ke satu tempat. Dan aku rasa kamu bakal setuju", jawab gua lagi sebelum mengecup keningnya dalam-dalam.
"Kemana ?", tanyanya setelah gua lepas kecupan pada keningnya itu.
"Nanti, besok juga kamu tau kok sayang. Sekarang kita bobo dulu ya..", jawab gua seraya menarik kembali selimut.
Dugh! Dugh! Dugh! Bunyi keras sebuah ketukan dari pintu kamar membuat kami berdua terkejut.
"Hey! Udahan! Bangun bangun bangun! Maghrib ini! Ayo pada shalat!!".
"Astagfirullah! Itu Ibu masih aja ?", tanya gua kepada istri dengan masih terkejut.
"Hahahaha... Mas ih! Jangan-jangan daritadi dia nguping pas kita tadi lagi itu ? Hihihi", jawabnya terkekeh geli.
"Hey! Ayo bangun! Mandi besar dulu sana!", teriak Ibu lagi dari luar kamar.
"Bener-bener dah ini Nyokap atu..", sungut gua yang membuat istri gua menggelengkan kepalanya dengan terus tertawa geli.
Gua bangun dari ranjang dan mengenakan celana boxer tanpa penutup tubuh bagian atas sama sekali. Gua berjalan kearah pintu dan membukanya.
"Kenapa sih, Bu ?", tanya gua yang sudah berhadapan dengan Ibu. "Adaw! Sakit ih!", ringis gua saat telinga kiri gua kena jewerannya.
"Man-di! Shalat! Maghrib ini! Hiih!", ucapnya gemas lalu melepaskan jewerannya itu.
"Aww.. Iya-iya. Bentar ngapa. Abis sunnah ini.. Heuleuh!" jawab gua seraya mengelus-elus telinga yang terasa panas. "Eh ?! Iii.. Iya iya.. Mau mandi besar dulu ini juga.. Maaf-maaf!", lanjut gua ketika tersadar matanya kembali melotot.
"Yaudah cepetan sana. Shalat berjama'ah aja disini, kamu jadi imam. Bapak belom pulang soalnya..", ucap Ibu seraya menggelar sajadahnya di depan kamar gua.
FYI, didepan kamar atas, dimana kamar gua dan istri berada memang ada ruang yang cukup seperti beranda untuk dijadikan tempat shalat berjama'ah bersama-sama.
"Ibu udah wudhu ?".
"Udahlah. Kamu cepetan mandi sana sama Ve. Terus wudhu sekalian. Bentar lagi adzan tuh", jawabnya.
Gua terkekeh.
"Ngapain kamu ketawa ?", tanya Ibu judes.
"Hahaha.. Wudhu lagi sana, Bu. Tadi kan abis jewer aku toh ? Hahahahaha..", jawab gua yang terus tertawa meledeknya.
Ibu sewot bukan main. Sambil dumel gak jelas Beliau menuruni tangga untuk mengambil wudhu lagi. Sedangkan gua bergegas mandi bareng istri di kamar mandi dalam kamar kami.
*
*
*
*
*
Suatu hari.
"Assalamualaikum..".
"Walaikumsalam. Eh Mas Agha. Silahkan masuk..".
"Iya makasih, Bu. Oh ya, perkenalkan ini istri saya yang pernah saya ceritakan sebelumnya".
Gua memperkenalkan Nona Ukhti yang sedang duduk diatas kursi rodanya kepada Ibu paruh baya tersebut. Setelah kami sedikit mengobrol, gua dan Nona Ukhti diajak kebagian lain tempat ini. Dengan perlahan gua mendorong kursi roda sambil mengikuti Ibu paruh bayar didepan kami itu.
"Nah ini namanya Astri, Mas-Mba. Umurnya baru satu bulan. Ibunya menitipkan kesini karena tidak ada biaya.. Insya Allah legal kok ada surat-suratnya", ucap si Ibu ketika menunjukkan seorang bayi diatas ranjang pada salah satu kamar.
"Lucu kan, sayang ?", tanya gua.
Istri gua menengok sebentar lalu tersenyum. "Kasian kamu, baru sebulan udah harus pisah sama Ibu kamu, Nak..", ucapnya seraya mengelus pipi bayi yang masih tertidur pulas itu.
Setelah itu kami diajak berkeliling panti asuhan ini. Beberapa anak bayi yang kami jumpai benar-benar membuat gua ingin membawa semuanya pulang dan merawat mereka. Gemas rasanya melihat mahluk-mahluk kecil itu.
"Gimana sayang ? Tertarik gak ? Pada lucu-lucu loch", tanya gua, ketika kami selesai berkeliling.
"Mmm.. Nanti kita bicarain lagi dirumah ya. Gak bisa sekarang aku mutusinnya", jawab istri gua.
"Loch ? Serius ?.", gua sedikit kecewa dengan jawabannya tersebut.
Sebelum kami pulang. Ibu penanggung-jawab panti asuhan tersebut memperkenalkan kami lagi kepada anak-anak panti yang lain. Anak-anak yang umurnya kisaran dua hingga sepuluh tahun. Mereka mendo'a kan kesembuhan untuk istri gua setelah kami berdua memberikan santunan sebelumnya. Setelah itu barulah kami pamit.
Dalam perjalanan pulang, gua yang sedang mengemudikan mobil dibuat terkejut dengan apa yang istri tercinta gua ucapkan.
"Aku jadi kepikiran untuk punya sendiri deh kayaknya", ucapnya tiba-tiba.
"Hah ? Maksudnya ?".
"Iya soal panti asuhan itu. Kenapa gak kita bangun sendiri aja panti asuhan milik kita sendiri, Mas ? Toh pahalanya besar banget loch Mas merawat anak yatim seperti itu. Jangan tanggung maksudku. Daripada adopsi satu, lebih baik bangun sendiri aja rumah yatim gitu".
Gua menepikan mobil. Mata gua terbelalak menatapnya. "Are you fvckin' kiddin' me ?".
Diubah oleh glitch.7 04-10-2018 18:39
kifif dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup

