Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#7312
Lanjutan Bab Lembayung Senja bagian 10
Lembayung Senja
kaskus-image


Hari jum'at adalah hari kedua gua bersama Helen menginap di rumah keluarganya Mba Yu. Ya, kami memilih untuk tinggal sementara di rumahnya karena Helen tidak ingin langsung pulang.

Hari ini rencananya gua akan berkunjung ke rumah salah satu kerabat Nona Ukhti. Ada Padhe nya di kota ini. Mba Yu dan Helen jelas ingin ikut, sekalian jalan-jalan kata mereka. Sampai disana gua mengenalkan kedua teman wanita gua itu kepada keluarga Padhe. Lalu Padhe sempat curiga kalau-kalau diantara Mba Yu atau Helen memiliki hubungan khusus dengan gua.

"Le, iku sopo ? Cah ayu bule-bule apik tenan eh", tanya Padhe sedikit berbisik kepada gua sambil memperhatikan Helen yang asyik mengobrol bersama Mba Yu dan Budhe.

"Weh Padhe. Ojo macem-macem toh, Budhe denger bisa gawat nanti", jawab gua.

"Ealah. Aku tanya kamu, le. Bukan buat aku. Arep kowe kawiini ta ?", tanyanya dengan tersenyum lebar.

"Nda Padhe. Mana mau dia sama aku. Wong tadinya aku mau ngawinin yang semlohay itu, tapi nda jadi, gagal eh..", jawab gua sambil menggelengkan kepala.

"Hoalah! Kok isa gagal toh, Za ? nda direstui ?".

Tepat sasaran ini Pak tua satu. "Nggih, Padhe. Nda direstui sama Bapaknya".

Padhe langsung tertawa terbahak-bahak. Gua yang melihatnya sampe cemberut. Akhirnya tawanya berhenti ketika Budhe mengingatkannya.

Menjelang siang gua dan Padhe bersiap untuk berangkat shalat jum'at. Kami berdua berjalan kaki menuju masjid yang letaknya sangat dekat dengan rumah Padhe. Seperti halnya shalat jum'at dimanapun, kami mendengarkan khotbah sebelum melaksanakan shalat jum'at. Ada hal yang membuat gua sedikit aneh saat itu. Biasanya, ceramah itu mengikuti bahasa dimana kita tinggal. Tapi kali ini ceramah jum'at yang gua dengarkan menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa jawa setempat, atau bahasa arab pada umumnya. Gua bukan membeda-bedakan atau SARA dan sebagainya. Tapi pengalaman gua melaksanakan shalat idul fitri dan shalat jum'at di masjid daerah jawa tengah selalu menggunakan bahasa setempat alias jawa pada saat ceramah. Seperti saat dulu lebaran di Solo saat masih bersama Echa. Begitupun saat pernikahan gua dengan Nona Ukhti di Yogyakarta ini.

Gua mendengarkan khotbah dari khotib yang berdiri dibelakang mimbar itu. Masih ingat jelas diingatan gua hari itu tema khotbahnya tentang rukun islam dan rukun iman. Tema yang sudah biasa kita dengar bagi kaum muslim tentunya. Selesai berkhotbah, masuklah waktu dimana kami semua melaksanakan shalat jum'at. Singkatnya gua dan Padhe kembali ke rumahnya setelah selesai jum'atan.

Sesampainya di rumah, Budhe serta Mba Yu dan Helen sudah mempersiapkan makan siang untuk kami semua. Sambil menyantap makan siang, banyak candaan yang dilontarkan Padhe kepada kami tentang apapun, Mba Yu yang lebih mengerti bahasa jawa jelas menertawai gua dan Helen yang sama sekali gak paham.

Selesai makan siang, gua duduk di teras depan rumah sambil menikmati sebatang rokok sendirian. Padhe pergi ke rumah tetangga katanya, entah ada perlu apa. Sedangkan Budhe dan Helen membereskan bekas makan kami semua untuk dibawa ke dapur dibelakang.

"Mas", Mba Yu menghampiri gua dan duduk disamping.

"Eh, Mba. Kamu gak bantuin dibelakang ?", tanya gua.

"Enggak, aku ada perlu sama kamu", jawabnya serius.

"Ada apa ?", tanya gua.

"Ini soal Helen".

Apa yang ia ceritakan selanjutnya jelas membuat gua tidak percaya. Sampai akhirnya Padhe kembali dengan seseorang yang pernah gua lihat satu jam lalu. Kemudian Budhe dan Helen pun ikut berkumpul di teras rumah ini. Padhe yang sebelumnya ternyata sudah diberitahu Mba Yu duluan langsung mengajak Ustadz yang menjadi Khotib shalat jum'at tadi datang kesini.

Gua hanya mendengarkan apa yang Ustadz itu terangkan kepada kami semua. Mba Yu dan Helen mengangguk ketika apa yang dijelaskan sang Ustadz kepada kami. Lalu Helen kembali kedalam rumah diantar Budhe untuk mandi. Setelah itu Padhe bersama Ustadz membantu mengurus segala keperluan administrasi seperti mengisi formulir yang nantinya harus ditandatangani diatas matrai. Beberapa tetangga pun diberitahu agar ikut ke masjid. Setelah semuanya beres dan dirasa sudah siap, kami pun berangkat ke masjid lagi.

Sambil berjalan kaki, gua yang berjalan dibelakang mereka semua menarik lengan Mba Yu agar berhenti sebentar sementara yang lain tetap melanjutkan perjalanan ke masjid.

"Kenapa ?", tanya Mba Yu.

"Ini serius ? Kok bisa secepat ini, Mba ?", tanya gua balik yang masih tidak percaya.

"Kamu udah denger sendirikan alasannya ? Bukan karena aku yang memaksa atau orang lain. Ini murni keputusan dia loch, Mas. Harusnya kamu tuh ikut seneng", jawab Mba Yu.

Gua menghela nafas. "Ya seneng sih seneng tapi aku masih gak percaya aja dia ngambil keputusan secepat ini. Baru kemaren di pesawat dia cerita soal pengalamannya di Jerman, kok tiba-tiba dibawa kesini langsung yakin gitu", timpal gua yang masih belum percaya.

"Mas, hidayah itu datang bisa kapan aja. Kamu denger sendiri kata dia tadi. Karena ceramah jum'at tadi itu sampe kedengeran ke rumah, kita semua jadi ikut dengerin. Kamu tau gak selama Ustadznya ceramah dia banyak diem loch, kayak yang khusyuk gitu. Abis itu dia banyak nanya ke aku sama Budhe soal rukun islam dan iman", jawab Mba Yu lagi.

Gua hanya bisa menggelengkan kepala seraya melihat wanita cantik itu yang sudah berjalan semakin jauh di depan sana. Kemudian Mba Yu menyadarkan gua.

"Insya Allah, dia bisa menjadi saudara kita. Ayo ah, udah ketinggalan jauh nih. Aku belom pernah soalnya liat kayak ginian secara langsung", ajak Mba Yu.

Gua menggaruk pelipis yang tidak gatal sama sekali. Lah sama Mba, aku juga belum pernah. Ucap gua dalam hati seraya berjalan menyusul Mba Yu.

Di sebuah masjid yang sebelumnya menjadi tempat gua melakukan shalat jum'at, bersama beberapa warga kaum muslim kami semua masuk kedalamnya. Di dekat mimbar sudah ada microphone dua buah. Ustadz sebelumnya duduk menghadap kami di depan sana. Padhe dan Budhe mendampingi wanita berketurunan Jerman yang duduk di hadapan sang Ustadz. Sedangkan Mba Yu duduk tepat dibelakang mereka. Dan gua memilih duduk ditengah-tengah warga lain yang ikut menyaksikan proses ini.

Ada kata sambutan yang diucapkan Ustadz itu mengenai apa yang akan dilaksanakan sore itu kepada kami semua. Menjelaskan maksud dan tujuan kami dikumpulkan disini.

Kemudian setelah Ustadz kembali menjelaskan kewajiban apa saja yang nantinya harus dilakukan dan dilaksanakan oleh wanita cantik tersebut, kini proses itu pun dimulai. Sang Ustadz memegangi microphone di tangan kanannya, tangan kirinya memegang selembar kertas yang sebelumnya sudah diisi.

"Saya bacakan dulu biodata Mba nya..", ucap sang Ustadz memulai.
"Nama lengkap, Franziska Helena Katrina. Tempat tanggal lahir, Jerman, tanggal sekian bulan sekian tahun sekian. Alamat jalan raya xxx kota xxx. Agama xxx", ucap sang Ustadz membacakan yang dibenarkan oleh Helen dengan anggukan kepalanya.

"Baik, sebelumnya saya ingin bertanya terlebih dahulu. Apakah ada yang memaksa Mba Helen untuk memeluk agama islam ?", tanya sang Ustadz.

"Tidak Pak Ustadz, tidak ada satupun yang memaksa saya untuk memilih masuk agama ini". Jawabnya yakin.

"Alhamdulilah. Saya perlu menanyakan ini karena untuk memastikan ya, Mba. Karena perlu diketahui untuk kita semua, dilarang bagi kami sebagai kaum muslim memaksakan seseorang untuk mengikuti keyakinan kita dengan cara keras seperti mengancam dan sebagianya. Lalu, kenapa Mba Helen ingin masuk islam ?", tanya Pak Ustadz lagi.

"Karena saya percaya kalau semua isi ayat yang ada di dalam Al-Qur'an adalah kebenaran dari Tuhan. Karena itu saya ingin mempelajari agama ini lebih dalam lagi", jawabnya tanpa keraguan sedikitpun.

"Alhamdulilah jadi Mba Helen ingin masuk islam atas keinginan sendiri dan belajar agama ini lebih dalam lagi. Selanjutnya pertanyaan saya apakah kedua orang tua Mba Helen masih ada ?".

"Masih, Pak Ustadz".

"Apa agama mereka ?".

"Mereka berdua berbeda keyakinan. Mamah saya penganut Taoisme dan Papah seorang Katolik..", jawabnya.

"Maaf saya menanyakan ini karena jika suatu hari nanti misal Mba Helen diminta kembali untuk memeluk salah satu agama yang orangtua Mba Helen anut itu, Mba Helen berhak menolaknya. Tapi dengan cara yang baik dan halus. Perlu diketahui, Mba. Sekalipun Mba Helen sudah memeluk islam dan nantinya pasti berbeda keyakinan dengan orangtua, Mba tidak boleh melupakan mereka. Dalam urusan duniawi Mba harus tetap berbakti kepada mereka, berbaik hati dan berbagi rejeki. Apa Mba mau berbagi dengan orangtua, Mba dan tetap berbakti kepada mereka ?", tanya sang Ustadz memastikan.

"Iya, Pak Ustadz. Saya mau".

"Insya Allah ya, Mba. Baiklah, sekarang kita mulai. Saya akan membimbing Mba Helen, kemudian Mba nya bisa mengikuti ucapan saya...", ucap sang Ustadz.

Beberapa orang yang sebelumnya saling berbincang mulai terdiam demi melihat proses yang akan dilalui seorang wanita cantik di depan sana. Gua maju beberapa meter kearah sisi kiri agar bisa menyaksikan lebih jelas. Mba Yu menengok kepada gua dan tersenyum dari arah berlawanan. Gua hanya membalasnya dengan anggukan kepala.




Rapuh - Opick


Catatan : Terkait ini adalah sebuah bacaan ayat suci yang mana penyebutan dan tulisan pastilah berbeda. Maka gua akan memilih untuk menuliskannya secara ucapan atau penyebutan. Bukan secara penulisan. Mohon maaf dan tolong dimengerti. Gua tidak ingin menyimpangkan/menyesatkan.
Contoh : Tulisan yang benar adalah Asyhadu Anla, tapi bagian Anladibacanya menjadi Alla. Karena disana ada tajwid nun mati bertemu lam, menjadi idgham bilaghunah, jadi cara membacanya dengan memasukan nun mati ke huruf lam dan rho.
Contoh lain bila nun mati bertemu rho :
Tulisannya Minrobbihim, tapi dibacanya menjadi Mirrobbihim.
Wallahu A'lam Bishawab. (Dan hanya Allah yang Maha Mengetahui).
Terimakasih sekali lagi untuk Istri ku dan Ibu yang sudah membantu menjelaskan.


"Bismillahirrahmanirrahim", ucap sang Ustadz yang langsung diikuti oleh Helen.
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..". Lanjut mereka berdua.

"Asyhadu Allaa..", kembali sang Ustadz melanjutkan dengan pelan.
"Asyhadu Allaa..", Helen mengikutinya.
"ilaaha..".
"illaaha..".
"illallaah..".
"illallaah..".
"Wa asyhadu anna..".
"Wa asyh.. Hiks.. Hiks..", dengan sendirinya ia mulai meneteskan airmata. "Wa asyhadu anna.. Hiks... Hiks..", ulangnya lagi sambil terus terisak.
"Muhammadan..", lanjut sang Ustadz.
"Hiks... Hiks.. Muhammadan.. Hiks..".
"Rasulullah.".
"Rasulullah.. Hiks..".

"Aku bersaksi..". Ucap sang Ustadz lagi kali ini membacakan artinya.
"Aku bersaksi...", ulang Helen seraya mengusap airmatanya.
"Bahwa tiada Tuhan..".
"Bahwa tiada Tuhan..".
"Selain Allah..".
"Selain Allah..".
"Dan aku bersaksi..".
"Dan aku bersaksi..".
"Bahwa nabi Muhammad..".
"Bahwa nabi Muhammad..".
"Adalah utusan Allah..".
"Adalah utusan Allah..", tandas wanita keturunan Jerman yang setelah mandi tadi sudah dipinjamkan hijab syar'i lebar oleh Budhe dengan warna putih yang menutupi bagian kepala dan sebagian atas tubuhnya hingga hampir ke pinggangnya itu.

"Alhamdulillahi rabbil 'alamin.. Bismillahirrahmanirrahim...", setelah mengucapkan syukur bersama-sama, kami semua mengikuti Ustadz yang melanjutkannya dengan berdo'a.

Setelah selesai berdo'a dan mengucap syukur. Lalu sebelum semuanya bubar, pertanyaan terakhir Pak Ustadz cukup membuat kami terdiam untuk menunggu jawaban Helen.

"Apakah Mba sudah memiliki calon suami yang mana nanti akan membimbing Mba Helen untuk belajar islam ?", tanya Pak Ustadz.

Helen nampak sedikit terkejut dengan pertanyaan itu.

"Be.. Belum Pak Ustadz..".
Jawabannya tersebut langsung membuat sedikit riuh suasana di dalam masjid ini. Siapa lagi kalau bukan dari kaum Adam yang masih nampak remaja hingga ke para Bapak-bapak.

"Wah.. Iki rek.. Calon bojo ku..", ucap salah satu lelaki yang membuat kami semua tertawa tidak terkecuali Pak Ustadz dan Helen sendiri.

Gua menggelengkan kepala seraya terkekeh. Bisa aja karung goni, ucap gua dalam hati.

"Kalo belum ada, Mba Helen bisa dibantu oleh Ustadzah. Kebetulan adik saya seorang Ustadzah yang insya Allah mau membantu Mba Helen jika berkenan. Tapi jika Mba Helen memang sudah ada pilihan lain, seperti ingin belajar di pondok pesantren atau kepada Ustadz dan Ustadzah pilihan Mba, itupun tidak masalah. Karena yang terpenting, Mba. Mulai sekarang Mba sudah memiliki kewajiban sebagai seorang muslim sama seperti kami ini", lanjut Pak Ustadz menjelaskan.

Helen menganggukkan kepalanya. "Iya Pak Ustadz saya mengerti. Insya Allah nanti saya cari seorang muslim yang akan membantu saya belajar shalat, membaca Al-Qur'an, dan kewajiban lainnya untuk membimbing saya dengan benar.", jawabnya dengan tersenyum.

"Aamiin ya rabbal'alamin..". Ucapannya pun diamini oleh kami semua.


Maafkanlah bila hati
Tak sempurna mencintai-Mu
Dalam dadaku harap hanya
Diri-Mu yang bertahta

...

Satu hari kemudian di sabtu sore. Gua sudah berada di bandara Adisutjipto, menunggu waktu take-offdi terminal keberangkatan domestik. Gua memang tidak sendirian. Ada Helen, Mba Yu, Padhe dan Budhe yang mengantar.

"Berangkatnya masih lama ya ? Mau cari makanan dulu gak, Mas ?", tanya Mba Yu kali ini.

Gua melirik jam tangan yang gua kenakan dipergelangan tangan kiri. Tapi gua malah ingat hal lain dan bukan menanggapi pertanyaan Mba Yu. Sudah pukul lima lewat dua puluh menit. Hampir habis dan terlupa kewajiban gua.

"Aku mau shalat Ashar dulu, lupa belum shalat tadi. Titip tas ya sebentar", ucap gua.

Gua berjalan mencari mushola. Setelah menemukannya gua pun berwudhu seperti biasa dan melaksanakan shalat empat raka'at di dalam mushola tersebut. Gua masih duduk dan berdo'a setelah shalat. Selesai berdo'a dan mengusap wajah dengan kedua tangan, gua membalikkan badan hendak berjalan keluar mushola. Tapi yang awalnya gua tidak ingin melirik kepada dua orang yang masih melaksanakan shalat di pojok belakang membuat gua berhenti sebentar untuk memastikan kalau mereka berdua memang gua kenali.

Dan benar. Kedua wanita yang mengenakan mukena itu adalah orang yang gua kenal. Satu wanita yang shalat lebih depan ternyata Mba Yu. Tepat dibelakangnya Helen mengikuti gerakannya. Tidak lama gua memperhatikan mereka. Sadar bahwa bisa saja gua membuat mereka terganggu, gua pun bergegas keluar dan kembali dimana Padhe dan Budhe gua menunggu.

Selang lima menit kemudian kedua wanita tersebut kembali. Akhirnya gua pun pamit setelah mendengar suara dari Announcer memberitahukan pesawat yang akan gua tumpangi segera berangkat.

"Okey, Eza pulang dulu ya. Terimakasih sekali lagi Padhe dan Budhe", ucap gua kepada mereka berdua. Lalu Padhe memeluk gua setelah gua mencium tangannya.

"Hati-hati ya, Mas. Salam untuk keluarga kamu", ucap Mba Yu kali ini.

Gua tersenyum. "Iya sama-sama, Mba. Hati-hati juga disini ya. Insya Allah aku samapein salamnya. Terimakasih banyak udah mau bantu Helen tuh..", ucap gua seraya melirik Helen yang berdiri disampingnya.

"Sama-sama. Aku gak bantu apa-apa kok. Iya tenang aja ada Padhe sama Budhe jugakan disini", jawab Mba Yu.

Dan sekarang. Dia. Yang sedang tersenyum indah kepada gua.

"Makasih, Kak. Aku bener-bener ngucapin makasih banyak kamu udah bawa aku kesini. Pengalaman ini gak akan pernah aku lupain", ucapnya.

Gua menggelengkan kepala. "Enggak, Ay. Bukan aku. Tapi Allah yang udah menuntun hatimu itu ke tempat yang istimewa ini. Kami semua cuma membantu apa yang memang udah digariskan oleh-Nya dalam perjalanan hidup kamu", jawab gua.

"Iya. Pokoknya terimakasih banyak. Dan aku juga titip salam untuk keluarga ku ya, Kak", lanjutnya.

Gua mengangguk. "Insya Allah. Aku berangkat sekarang. Sampai ketemu lagi. Assalamualaikum".

"Walaikumsalam", salam gua dijawab berbarengan oleh mereka.

Gua berjalan meninggalkan mereka semua. Ya. Gua pulang sendiri. Helen memilih tinggal di rumah Padhe dan Budhe untuk mendalami ilmu agama yang sudah menjadi keyakinannya. Dan Mba Yu memilih untuk ikut menemaninya di sini.

Gua menghentikan langkah kaki. Teringat akan sesuatu. Gua membalikkan badan.

Saat itu, dimana ketika matahari hampir sepenuhnya terbenam dan berubahnya cahaya matahari secara perlahan dari kuning keemas-emasan menjadi merah jingga. Dan cakrawala akan berubah menjadi oranye ketika Lembayung, gua menatap kearahnya yang sedang tersenyum. Gua pun tersenyum. Dia berdiri diantara cahaya Senja yang menelusup dari belakangnya.

"Ay. Aku lupa...".

"Hm ? Apa yang lupa ?".

"Lupa untuk mendo'a kan kamu. Semoga kamu bertemu jodoh disini, ya".

Dia tersenyum lebar sebelum akhirnya tertawa renyah yang diikuti Mba Yu.

"Iya, Aamiin. Makasih, Kak", jawabnya dengan senyuman yang sama sekali tidak bosan untuk gua pandangi.

Terimakasih Yogyakarta. Tempat yang sangat istimewa. Selalu istimewa.



*
*
*


Quote:


*
*
*


Spoiler for One Last Breath:


~ Bab Lembayung Senja - Tamat ~
Diubah oleh glitch.7 29-11-2018 15:52
fatqurr
kifif
oktavp
oktavp dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.