Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#6808
Lembayung Senja
Bagian Tiga
kaskus-image


Malam hari setelah mengantar Mba Yu, gua berada di gazebo halaman belakang. Hujan mulai turun rintik-rintik.

"Ini kopinya".

"Eh iya, makasih".

"Asem ya gak ngerokok ?". Tanyanya sambil tersenyum.

Gua melirik lalu ikut tersenyum kecil. "Mudah-mudahan bisa bener-bener berenti ngerokok".

"Aamiin. Kan bagus tuh udah sebulan kamu gak ngerokok, Za. Ibu seneng kamu udah mulai stop konsumsi hal-hal yang negatif gitu. Terus kebiasaan minum alkoholnya udah berenti juga ?".

"Aku gak minum alkohol. Gak begitu suka aku minum kayak gitu".

"Kecuali wine". Selanya.

"Hahahah..", kali ini gua tidak bisa menahan tawa. Sehapal itu ternyata dengan kebiasaan gua. "Ya gimana ya.. Wine itukan..", ucapan gua dipotong.

"Tetep gak boleh. Haram. Dari cuma sedikit harus di stop sebelum menjadi bukit dong", ucap Ibu.

Gua melirik kepada Ibu dan mengangguk. "Iya Bu iyaa.. Insya Allah aku stop".

"Pinter. Gitu dong. Oh iya udah jam sembilan tuh, mau mulai jam berapa ?", tanya Ibu lagi.

"Yaudah hayu sekarang aja. Aku masih ada wudhu", jawab gua.

Malam itupun sama seperti malam-malam sebelumnya. Gua mengaji. Berniat Membaca Al-Qur'an sampai hatam yang memang tinggal sedikit lagi.

...

Keesokan harinya gua sudah mengenakan kaos polo berwarna hitam dengan celana denim berwarna biru langit serta sepatu sneakers, udah kayak mahasiswa aja. Pagi ini berbeda dengan apa yang gua biasa lakukan sebulan terakhir. Gua seperti akan berangkat kerja tapi nyatanya tidak. Karena semalam gua mengantar Mba Yu menggunakan mobilnya, gua pun pulang dengan memakai mobilnya lagi, dan sepagi inilah gua harus menjemput wanita seksi satu itu kerumahnya.

"Nanti anter aja sekalian ke kantornya ya. Tanggungkan..".

"Hah ? Ke Jakarta ? Enggak ah! Aku masih males kerja kok malah disuruh anter jemput orang kerja. Gimana sih".

"Iih kasian. Udah enggak apa-apa anter aja. Abis dari situ maen ke resto. Gak usah kerja. Main aja main.. Di resto. Atau jalan-jalan di Mall..".

"Terus di Mall ketemu abg atau mahasiswi ya, kenalan. Aku belanjain terus check-in gitu ya... Gimana ?", tantang gua dengan menahan kesal.

"Terserah".

"Tuh marahkan.. Aneh..".

"Kamu tuh kalo ngomong jangan sembarangan makanya. Ngaco aja sih kok pikirannya kenalan sama perempuan lain terus ngajak ke hotel", balas Ibu.

"Ya abisnya nyuruh ke Mall.. Sendirian mau ngapain ? Mending dirumah aja ah. Biar Sherlin bawa mobil sendiri. Udah gede ini ah..".

"Ck.. Maen ke resto dari situ, Eza! Ibu yang minta nih! Liat-liat itu kerjaan kamu gimana sih. Udah lama kamu gak kesana... Sebentar aja. Ya sayang ya ?", lanjut Ibu berusaha membujuk gua.

"Yaudah gimana nanti aja deh, aku berangkat dulu", gua menghampiri Ibu lalu mencium tangan dan keningnya.

"Ibu telpon ke Jakarta kamu harus ada disana loch, Za! Awas aja..", ucap Ibu memperingatkan gua.

"Hmm.. Gimana nanti aja. Assalamualaikum", jawab gua seraya berjalan keluar kamar.

"Awas aja kalo gak ke Jakarta! Walaikumsalam", teriak Ibu dari dalam kamar karena gua sudah berada di ruang tamu menuju teras.

Pukul setengah tujuh pagi gua sudah membawa wanita seksi ini dengan pakaian karyawannya. Blazer merah dengan rok yang panjangnya tepat selutut, dibalik blazernya ia mengenakan kemeja berbahan satin warna putih gading.

Mba Yu masih bersolek didalam mobil, dia membuka kaca dari tempat bedak yang ia bawa. Gua fokus mengemudikan mobil memasuki jalan Tol yang mulai dipenuhi kendaraan lainnya.

"Ngejreng amat Non hari ini", ucap gua membuka obrolan.

"Hm ? Apanya ? Make-up aku terlalu over ?", tanyanya seraya melirik kepada gua.

"Bukan. Tapi baju kerja kamu. Merah-merah gitu".

"Ooh.. Ini baru tau. Emang terlalu ngejreng ya ? Warna merahnya agak gelap kok. Jelek ya ? Apa aku ganti aja ya, Mas ?", tanyanya mulai galau.

Ya gini nih kalau wanita dikomentarin soal penampilannya, di kritik sedikit aja pasti langsung down mentalnya. Ya kali Mba ganti baju pas udah masuk jalan Tol, please lah masa harus muter balik ke rumah kamu.

"Yaudah ganti aja", jawab gua singkat sambil tetap fokus ke jalan.

"Serius ? Pulang ke rumah lagi dong ? Inikan udah di Tol ih..", jawabnya sedikit menggerutu.

"Tuh tau. Pake nanya.. Tapi kalo mau tetep balik ke rumah gak apa-apa. Aku puter balik nanti di sentul selatan", jawab gua santai. "Aaw!! Kok nyubit sih ?", tanya gua seraya menengok kepadanya sambil menahan sakit.

Mba Yu cemberut tapi menahan senyumannya. "Iih nyebelin kamu tuh. Judes sama aku sekarang!", ucapnya.

"Heuh.. Rese ah nyubit-nyubit mulu kamu juga... Aw! Aw! Heh! Malah diterusin! Ini lagi nyetir bahaya, Mba!".

"Hehehe.. Biarin! Seneng abisnya dianterin kamu hari ini..".

Gua melirik kepadanya. "Ini juga kalo bukan karena mobil kamu aku pinjem semalam ma aku pasti narik selimut lagi lanjutin mimpi-mimpi ku, Mba!", jawab gua sedikit sewot.

"Ah maca ciiih ? Gak mau antelin akoh ? Nyesel loch nanti kalo akoh nya diantelin yang laen... Hihihihi...", jawabnya menggoda gua.

"Iidiih ini orang kenapa pagi-pagi ? Sarapan makanya sarapan... Sengklek kamu", timpal gua.

"Hahaha.. Udah kok tadi sarapan nasi goreng", jawabnya lagi.

"Keasinan pasti tuh, yakin dah".

"Sok tauuuu... Enggak dong ya. Enak banget rasanya. Pas! Gak keasinan gak hambar juga".

"Masa ?".

"Iya beneran.. Soalnya Mamah yang masak, hehehehe...".

"Wah ini orang ya.. Beneran minta dicipok!".

"Hah ? Apa, Mas ?".

"Enggak".

"Apa-apa tadi bilang apa ? Ih buruan ulangin ih! Apaan ?".

Kok jadi manja gini nih orang. Gua yang masih fokus nyetir jadi gak konsen. Tangannya menarik-narik lengan kiri gua.

"Udah diem ih, Mba! Itu kamu nyenggol-nyenggol, aku takut dosa..", jawab gua sambil menghindar sebisa gua.

"Apanya yang nyenggol-nyenggol ?", tanyanya bingung sambil melepas tarikan tangannya.

Gua cuma melirik kebagian dxdx nya. Cuma melirik, dan Mba Yu langsung paham. Dia menarik nafas dan menggelengkan kepalanya.

'Cetuk!'. Sisi kening gua disentilnya. "Otakmu ngeres!", sungutnya.

"Yeee.. Kan aku bilang berenti. Aku juga bilang takut dosa. Gimana sih ? Nyalahin aku mulu", balas gua.

Sekitar pukul delapan lewat kami sampai di depan kantornya. Gua sengaja tidak membawa mobil masuk sampai kedalam area kantor Mba Yu.

"Kok berenti disini ?", tanya Mba Yu.

"Aku mau pinjem mobil kamu, mau ke resto dulu. Nanti abis dari sana aku balikin kesini lagi ya", jawab gua.

Mba Yu mengerutkan keningnya. "Ya akunya anter sampe pintu utama ih.. Abis itu terserah kamu mau kemana dulu. Gimana sih!".

"Eh iya iya, maaf. Hehehe..".

Akhirnya gua masukkan mobil kedalam area kantornya dan menghentikan mobil tepat di pintu utama sebuah gedung perkantoran. Mba Yu saat itu bekerja di lantai tujuh gedung tersebut.

"Yaudah aku pinjem dulu mobilnya, nanti siang aku parkirin disini ya. Aku pulang naek kereta aja", ucap gua setelah dia membuka seatbelt.

"Kamu beneran gak mau jemput aku ?", tanyanya dengan nada suara memelas.

"Mmm.. Aku..", ucapan gua dipotong.

"Yaudah gapapa. Makasih udah nganter ya, Mas. Aku kerja dulu. Assalamualaikum..", ucapnya cepat lalu membuka pintu mobil dan bergegas masuk kedalam gedung di luar sana.

"Mba-Mba-Mbaa.. Tunggu hey! Aduh.. Ck! kok jadi bete sih..", ucapan gua seperti angin lalu. Mba Yu tidak menengok dan tetap berjalan masuk kedalam sampai akhirnya gua tidak melihatnya lagi. "Walaikumsalam...", lanjut gua pelan.

Pukul sembilannya gua sudah berada di resto. Kedatangan gua mengejutkan beberapa rekan kerja dan pegawai lainnya. Gua sampai keheranan sendiri dengan tatapan mereka yang gak percaya kalo gua sekarang memang berada disini.

"Apa kabar Mas Eza ?", tanya kepala Chef ketika gua memasuki ruangannya dan kami bersalaman.

"Alhamdulilah baik, Pak. Gimana disini ?".

"Alhamdulilah ramai terus, Mas. Banyak menu baru yang saya tambah dan pengunjung banyak yang suka. Ada beberapa menu baru yang jadi andalan dan jadi favorit pengunjung, Mas", jawabnya.

Gua tersenyum puas. "Pak. Terimakasih banyak udah mau bekerja disini ya. Saya dari awal yakin sama kemampuan Bapak. Restoran ini yang beruntung bisa ditanganin sama Chef sekelas Bapak.. Makasih banyak untuk kerja keras Bapak", ucap gua.

"Udah kewajiban saya, Mas. Saya nyaman bekerja disini. Apa yang saya lakukan bukan cuma untuk kemajuan restoran Mas Eza aja. Mas pasti paham. Kebahagian seorang juru masak itukan dari hasil kreasi masakannya. Dan saya senang apa yang saya coba untuk restoran ini ternyata membawa dampak positif ", ujarnya menjelaskan.

"Terimakasih sekali lagi, Pak. Bagaimanapun kami beruntung memiliki kepala Chef seperti Bapak".

"Sama-sama, Mas. Oh iya, Mas Eza sudah tau kalo bulan ini kita mulai menerima anak magang ?", tanyanya.

"Oh ya ? Belum, Pak. Anak magang di bagian apa ?", tanya gua balik yang memang belum mengetahui informasi tersebut.

"Saya pikir Bu Direktur sudah cerita ke Mas Eza. Ini kebijakan baru dari pusat, Mas. Yang magang ada tiga orang bulan ini. Dua di kitchen dan satu di office, mereka dari satu Akpar yang sama", jawab Beliau lagi.

Akpar : Akademi Pariwisata.

Setelah itu kepala Chef mengajak gua untuk mengenalkan dua anak magang yang berada di kitchen. Satu orang perempuan berada di bagian pastry dan satu orang laki-laki berada di main kitchen. Mereka berdua dikenalkan kepada gua di ruangan kepala Chef.

"Ini kenalin namanya Mas Eza. Mas Eza ini own...".

"Saya Chef magang", potong gua sambil tersenyum lebar, lalu memberi kode kepada kepala Chef.

"Hah ? Hahaha.. Bisa aja. Mm.. Dia ini.. Ya dia Chef juga disini, tapi bukan magang. Jabatannyaaa... Sous Chef, Ya ya Sous Chef.. Kalian tau tingkatan kelas Chef kan ?", tanya Beliau kepada kedua anak magang dihadapan kami itu.

Mereka berdua mengangguk. Lalu gua lanjut berkenalan dengan mereka, yang perempuan bernama Suci dan yang laki bernama Danu.

"Kemarin-kemarin Mas Eza memang ambil cuti. Tapi kayaknya sekarang kalian bakal sering ketemu Mas Eza di kitchen", lanjut Beliau.

Gua berdiri lalu tersenyum kepada kedua anak magang itu. "Tolong kerjasamanya ya..", ucap gua seraya sedikit menunduk.

"Iya, Mas. Sama-sama mohon bimbingannya", jawab Suci.

Bahu gua dicolek dari belakang. "Itu ponakannya Pak Windu, Mas", bisik Beliau. Pak Windu adalah salah satu Chef di restoran ini.

Gua hanya mengangguk.

Setelah mereka keluar ruangan dan kembali kerja. Gua ditawari cerutu oleh kepala Chef. Pingin banget sebenarnya, tapi dalam masa pengurangan racun yang sedang gua jalani mau gak mau gua harus bisa menahan godaan tersebut.

"Mas.. Sekarang kondisinya udah bener-bener fit ?".

Gua baru sadar, pasti Beliau tahu dari Ibu soal kejadian dirawatnya gua saat setelah kejadian na'as yang menimpa keluarga gua sebulan lalu itu.

"Mmm.. Alhamdulillah, Pak", jawab gua singkat. "Pak.. Siapa aja disini yang tau soal kondisi saya yang sebenarnya ?", tanya gua khawatir.

"Cuma saya dan Bu Eva aja, Mas. Itupun saya dikasih tau Bu Direktur waktu meeting bulanan di pusat. Tenang Mas, saya jaga rahasia. Ibu udah wanti-wanti saya dan Bu Eva soal masalah ini", jawabnya menenangkan gua.

Gua menghela nafas dengan lega. "Syukur kalo gitu, Pak. Mmm.. Pak. Saya keatas dulu ya".

Gua pun pamit dari ruangannya untuk menuju kebagian office. Gua menuju ruangan dimana tempat gua bekerja untuk pertama kalinya di restoran ini. Gua ketuk dua kali pintu dihadapan gua lalu membukanya setelah mendengar jawaban dari dalam ruangan yang mempersilahkan masuk.

"Eza ?!", teriak wanita yang sedang duduk di balik meja kerjanya. Gua tersenyum dan berjalan kearahnya.

Eva berdiri dan berjalan menghampiri gua. Dia langsung memeluk gua tanpa sungkan. Memang kapan wanita ini pernah sungkan....

"Kemana aja siih ?!! Kirain gak bakal kesini lagi!", ucapnya setelah melepaskan pelukan dan menatap gua dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Ada di rumah. Rumah kita kan deket, kamunya aja yang gak mau mampir dan jengukin aku", jawab gua sambil tersenyum.

"Ya ampun! Ih sorry banget. Bukan gak mau ke rumah kamu.. Tapi kamu tau sendiri.. Aku takut", jawabnya.

Gua tertawa pelan. "Makanya jangan macem-macem, disentil Ibu ku lagi nanti".

"Iya ih! Galak ternyata Bu Direktur tuh. Takut aku beneran. Kebayang dong dimarahin depan orangtua sendiri. Aah aku males nginget-nginget lagi! Eh gimana sekarang ? Kamu udah mulai kerja lagi disini ?".

Eva. Kakak tirinya Luna ini memang pernah kena amuk Ibu saat dulu... Gimana ya ngejelasinnya biar enak. Mmm.. Kalian yang masih ingat dengan kejadian antara gua dan Eva pasti pahamlah. Karena tingkahnya yang agak miring itulah Ibu gua sampai mendatangi kediamannya dan memarahinya di depan kedua orangtuanya. Intinya sih karena gua sudah menikah dengan Ve saat itu dan Eva masih... Gitulah ya. Bukan karena gua yang cari perkara. (Udah pernah cerita aku Bun ke kamu. Jangan marah).

"Belum. Aku lagi main aja kesini. Ini juga dipaksa Ibu, hehehe...", jawab gua.

"Dasar ya. Eh iya gimana kondisi kamu ? Udah baikkan sekarang ?", lanjutnya.

"Alhamdulilah baik. Gimana kerjaan kamu ? Lancar ?", tanya gua balik.

"Ya lancar sih, cuma sempet pusing kemaren-kemaren, Za. Numpuk banget ini kerjaan. Eh ayo duduk. Mau minum apa kamu ? Wine ?", tawarnya.

Gua duduk di sofa yang berada di dekat pintu. Lalu tersenyum. "Duh... Godaan nih.. Wine ya ? Hahahaha.. Enggak enggak deh. Air mineral aja beneran. Aku lagi ngurang-ngurangin nih. Jangan kamu cekokin begituan ah, hehehehe..", jawab gua.

Obrolan santai perihal kerjaan berlanjut sampai akhirnya gua menerima telpon dari Ibu. Sesuai omongannya tadi pagi, Ibu cuma mau memastikan gua bener datang ke resto apa enggak. Sebelumnya Beliau sampai menelpon bagian kitchen. Setelah mengetahui anak tampan nan rupawannya ini berada di ruangan Eva, Beliau langsung meminta gua keluar untuk mengajak Mba Yu makan siang. Padahal belum waktunya jam istirahat kantor.

Masih pukul sebelas. Gua memilih kembali ke Kitchen dan bersantai diruangan kepala Chef. Seenggaknya gua nurutin maunya Ibu untuk pergi dan menjauh dari ruangan Manager diatas.

"Mas, udah denger kabar Pak Windu ?", tanya kepala Chef.

"Kabar apa, Pak ?".

"Pak Windu udah jarang masuk, sama kayak Mas Eza. Dia beberapa kali keluar-masuk rumah sakit, Mas".

"Sakit apa, Pak ?".

"Yang saya denger ada masalah dengan jantungnya, kasihan Pak Windu. Manajemen kemarin sempat bahas masalah ini", lanjutnya.

"Wah jantung ? Penyakit berat itu, Pak".

"Iya. Kalo kata keponakannya, dia itu kena masalah jantung karena terlalu sering menghirup gas LPG waktu kerja ditempat sebelumnya, Mas. Baru sekarang mungkin kerasa dampaknya".

Gua tidak terlalu dekat dengan Pak Windu. Tapi Beliau adalah orang yang baik. Beliau sudah bekerja sekitar tiga tahun di restoran ini.

"Pak Windu sekarang dimana ?", tanya gua.

"Masih belum masuk udah dua hari, Mas".

"Tapi dia dapet asuransikan ?".

"Iya, Mas. Alhamdulilah manajemen cover semua biaya pengobatannya walaupun ada biaya yang enggak ke cover sama asuransi".

Masih mendengar cerita soal rekan kerja gua itu tiba-tiba sebuah notifikasi bbm masuk. Gua buka dan ternyata dari Mba Yu.

Quote:


Setelah bbman dengan Mba Yu gua pamit sebentar keluar dari ruangan kepala Chef dan menuju pos satpam di area parkiran. Sampai disana gua bertemu salah satu satpam yang memang sudah gua kenal. Sedikit basa-basi lalu gua meminjam motornya. Ya gua sengaja ingin menjemput Mba Yu dengan roda dua, biar lebih cepet aja daripada pakai mobil.

Gua kendarai motor bertipe matic itu melewati jalanan Ibu Kota sampai akhirnya gua sudah berada di kantor Mba Yu. Gua bbm dia untuk memberi kabar kalo gua sudah menunggu dibawah. Tidak lama kemudian wanita seksi itu sudah berjalan keluar kantor dan menghampiri gua.

"Mas..".

"Langsung berangkat aja, ya. Nih helmnya", ucap gua seraya memberikan satu buah helm.

"Loch ? Kok helm ? Emang kamu pake motor ?", tanyanya kebingungan.

"Hehehe iya. Biar lebih cepet aja daripada pake mobil kan", jawab gua.

"Iih kamu tuh! Kamu gak liat ini pakean ku gimana ? Masa pake motor ?", ucap Mba Yu mulai kesal.

Waduh. Gua langsung menepuk wajah sendiri dengan satu tangan dan memperhatikan wanita dihadapan gua itu dengan sebelah mata.

"Duh lali aku, Mba... Piye iki ?", ucap gua.

Gak mungkin ini dia naik motor. Bisa sih sebenernya. Tapi itu roknya gimana. Ah sial.

"Ya gimana ? Masa aku lepas blazer buat nutupin rok sih ? Sok-sok an pake bahasa jawa lagi", jawabnya cemberut.

"Ide brilian! Tutupin pake blazer kamu dulu. Kan kamu pake kemeja tuh... Hehehe".

Mba Yu menggerutu dan akhirnya mau juga dia walau terpaksa. Ya gimana lagi gua juga gak bawa jaket atau sweater. Sepanjang perjalanan Mba Yu diam, gua ajak ngobrol pun gak dijawab. Btw, dia duduk menyamping karena gak mungkin juga kalo ngangkang. Untungnya bagian bawah ditutup blazernya.

Sekarang kami berdua sudah duduk berhadapan di dalam resto. Kami memilih meja pojokkan, biar gak terlalu mencolok aja depan karyawan resto. Selesai memesan makanan dan menunggu dihidangkan, gua kembali meminta maaf.

"Sorry soal tadi. Aku lupa kamu pake rok, Mba", ucap gua memulai obrolan.

"Bukan gitu, Mas. Itu mata pengendara lain tadi kan lirik-lirik terus. Belom yang pas di lampu merah. Iiih amit-amit! Mana panas banget tadi, jam dua belas loch, Mas. Dua belas!", gerutunya.

Gua terkekeh. "Hehehe.. Iya panas ya ? Hehehe.. Sorry-sorry. Udah dipesenin minuman dingin kan. Tunggu ya sebentar", ucap gua lagi.

Mba Yu cuma cemberut tak menanggapi omongan gua. Tidak lama pesanan kami datang. Mba Yu langsung meminum minuman dinginnya. Gua masih cengar-cengir ngeliat dia yang terburu-buru itu.

"Bro, pesen es jeruknya satu lagi ya", pinta gua kepada waiter yang mengantar pesanan tadi.

"Siap, Bos", jawabnya lalu kembali ke dapur.

"Buat siapa ?", tanya Mba Yu.

"Buat kamu. Tuh liat minuman kamu tinggal setengah", jawab gua menahan tawa.

"Ish.. Iya sih hehehe.. Yaudah yu makan. Laper nih", jawab Mba Yu seraya menyendok makanannya.

"Baca do'a dulu, Mba".

"Siap, Mas ganteng", Mba Yu tersenyum. Begitupun dengan gua.

Ditengah-tengah makan siang itu Mba Yu kembali menceritakan soal pekerjaannya. Gua mendengarkan dengan baik tanpa mengintrupsinya.

"Aku udah ngajuin surat pengunduran diri tadi pagi", ucapnya.

Gua menghentikan suapan dan melirik kepadanya yang baru saja mengunyah. Gua ambil minuman gua lalu meneguknya sedikit. Mba Yu melakukan hal yang sama.

"Aku udah ambil keputusan kalo aku mau berhenti dari kerjaan yang sekarang", lanjutnya.

"Terus abis itu mau kerja dimana ?", tanya gua pada akhirnya.

Mba Yu hanya menaikkan kedua bahunya. Kemudian mengambil garpu dan hanya memutar-mutar spaghetti yang tinggal sedikit.

"Kamu yakin ? Udah ngomong sama Papah dan Mamah kamu ?", tanya gua lagi.

"Udah", jawabnya singkat sambil menganggukkan kepala.

Gua menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Tangan Mba Yu masih memainkan garpu dan spaghetti. Kemudian gua pegang tangan tersebut agar ia berhenti memainkan makanan itu.

Mba Yu menenggakkan kepalanya untuk menatap gua.

"Ada apa sebenarnya, Mba ?", tanya gua serius.

"Ada hal yang lebih penting, Mas. Dan apa yang aku ceritain soal lingkungan kerjaku emang bener-bener begitu. Aku gak suka. Dan kebetulan hal yang ingin aku lakuin ini demi kebaikan semuanya, kok", jawabnya dengan mata yang gua tangkap seperti yakin tidak yakin.

"Mba, cerita sama aku. Hal penting apa yang mau kamu lakuin ? Terus Kebaikan untuk semua itu siapa yang kamu maksud ?".

Mba Yu hanya tertunduk dan menggigit bibirnya sendiri.

Cukup lama kami terdiam. Sampai akhirnya dia menatap gua lekat-lekat.

"Aku setuju, Mas".

Gua terkejut dan melepas genggaman tangan gua. Seketika itu pula pikiran gua langsung blank.
Diubah oleh glitch.7 30-07-2018 16:44
dany.agus
fatqurr
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.