Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#6743
Lembayung Senja
Bagian Dua
kaskus-image


Gua bangun di pagi hari setelah alarm pengingat waktu subuh berbunyi cukup nyaring. Setelah mengambil wudhu gua melaksanakan shalat berjama'ah bersama Ibu di kamar bawah.

"Za. Kamu belum mau mulai kerja lagi ?", tanya Ibu setelah kami selesai melaksanakan shalat.

Gua melipat sajadah sambil berjalan ke sisi tempat tidur dan menaruhnya disana.

"Belum", jawab gua pelan sambil menatapnya dengan sayu.

Ibu tersenyum. "Yaudah gapapa. Kalo gitu mau dibuatin sarapan apa ?", tanyanya setelah melepas mukena dan merapihkan sajadah.

"Roti pakai selai cokelat aja, Bu...", jawab gua.

"Sama kopi liong ?", tawarnya seraya megngelus pundak gua.

Gua mengangguk sambil tersenyum.

Setelah Ibu keluar kamar untuk membuatkan sarapan. Gua berbaring lagi diatas kasur kamar ini. Gua tidak kembali tidur tapi memikirkan hal yang sama selama ini. Di setiap pagi. Pikiran yang selalu tertuju kepada kejadian satu bulan lalu itu.

Rumah ini benar-benar berbeda sekarang. Alhamdulilah masih ada Ibu yang mau menemani. Kadang ada Bapak dan adik tiri gua Risya yang ikut menginap. Oh ya, Ibu sebenarnya sudah ikut Bapak yang memiliki rumah sendiri. Tapi karena kejadian yang menimpa keluarga gua satu bulan lalu itu membuat Ibu lebih sering untuk menemani gua disini. Alhamdulilah juga Bapak dan Risya tidak keberatan.

Hari ini gua olahrga seperti hari-hari sebelumnya. Hanya jogging di sekitaran komplek rumah dan kembali lagi bersantai di teras depan.

Di meja teras sudah ada roti dan kopi untuk sarapan yang Ibu buat sebelumnya. Gua baru saja duduk di kursi teras saat mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan luar rumah.

"Pagiiii..", teriaknya dengan nada suara yang gembira.

Gua berjalan menghampirinya untuk membuka pagar.

"Tumben.. Ada apa pagi-pagi kesini ?", tanya gua setelah membukakan pagar.

"Iiih jutek amat sih! Orang tuh pagi-pagi dateng disambut dengan baik dan ramah dong, gimana sih..? Heuh! Eh ini aku bawain sarapan buat kamu. Bubur cianjur sama sate empela", jawabnya penuh semangat pagi.

Ada apa sama dia ? Semangat banget hari ini. Fikir gua.

"Oh, makasih banyak. Ayo masuk dulu, ada Ibu didalem tuh...", ajak gua.

"Ada Mba Laras ? Yaudah aku ketemu bentaran aja ya, takut telat ngantor soalnya, nih pegang buburnya. misi-misi, Mas..", ucapnya buru-buru sampai menggeser tubuh gua.

"Aduh! Selow aja kaliii.. Baru setengah tujuh ini...", ucap gua.

"Kayak gak tau macetnya Jakarta aja deh, kamu!", timpalnya lagi sambil terus berjalan kearah rumah.

Ibu keluar rumah setelah Mba Yu dengan semangat empat limanya memberi salam diambang pintu rumah. Entah apa yang mereka obrolkan, karena jarak dari tempat gua berdiri cukup jauh. Hanya gua lihat mereka tertawa beberapa saat sampai akhirnya Mba Yu pamit kepada Ibu dengan mencium tangan Beliau.

"Aku berangkat dulu ya, Mas. Assalamualaikum..", ucapnya cepat sambil berjalan cepat untuk kembali masuk kedalam mobilnya.

"Walaikumsalam...", jawab gua setelah dia memundurkan mobil, kemudian berlalu dengan tersenyum lebar dari dalam mobil.

Gua masih berdiri diluar pagar rumah sampai mobilnya tak terlihat lagi setelah berbelok.

"Pagi Om Eza...", sapa seorang gadis abg yang melintas saat gua hendak kembali masuk ke rumah.

"Eh pagi, Put.. Mau berangkat sekolah ?", tanya gua berbasa-basi setelah mengetahui kalau gadis itu adalah Putri anaknya Pak RT setempat.

"Iya, Om. Putri berangkat dulu ya, Om.. Mari...", jawabnya sopan dengan tersenyum manis khas abg-abg yang baru mekar.

"Ckckckck... Calon bibit unggul emang tuh anak... Hmm.. Put.. Put.. Masih inget aja waktu kabur dari rumah cuma karena gak dibeliin Blackberry. Sini Om yang beliin deh, Put.. Hehehe..", ucap gua cengengesan mengingat kejadian anak Pak RT itu kabur dari rumah beberapa bulan lalu.

Gua masih memperhatikan bocah itu ketika telinga gua kena jewer dari arah belakang.

"Adaw! Sakit-sakit!", teriak gua karena jewerannya ditarik kebelakang.

"Bocah SMP aja masih digodain ya! Keterlaluan kamu, Za!", teriak Ibu dengan mata yang sudah melotot.

"Astagfirulloh, enggak Bu enggak sumpah! Cuma nyapa doang beneran!", bela gua sambil mencoba melepaskan jewerannya.

"Apa enggak ?! Ibu denger tadi kamu ngomong apa! Bibit unggul bibit unggul! Apa coba maksudnya ? Segala mau beliin blackberry! Gak usah aneh-aneh sama anak ingusan kayak gitu, Za!".

Gak berhenti ini ma kalo udah gini. Mohon maaf aja ya Pak... Gua lepas tangannya yang kuat menjewer telinga gua itu dengan sedikit tenaga. Ibu kaget sambil mengaduh karena gua memaksa melepaskan tangannya. Setelah lepas, gua buru-buru lari sambil teriak meminta maaf kepada Beliau.

Gua kabur kedalam rumah setelah melihat dia mengambil sapu lidi yang berada di pekarangan rumah. Mampus ini ma kalo sampe dapet ama Nyokap. Gua berlari kearah dapur dan masuk kedalam kamar mandi. Sebelum mengunci pintu kamar mandi gua menitip pesan kepada Bibi yang sedang berada di dapur.

"Bi, kalo ada Ibu, bilang tadi liat Saya naik ke lantai atas yak! Awas loch!", ancam gua.

Bibi hanya mengangguk kebingungan. Sementara suara teriakan Ibu menggema didalam rumah.

"Eza! Sini kamu! Zaaa! Jangan ngumpet, kamu!".

Modar aing modaaarrrr...

Gua kunci pintu kamar mandi dan duduk didalam closet. Dag dig dug jantung gua, hampir mau copot rasanya. Ini bukan lebay, dulu sempet ke gep lagi capcipcupcepcop sama Luna di rumah, sebelum marriage sama Ve ya. Luna kena semprot abis-abisan ama Nyokap, sedangkan gua dipecut sama kemoceng! Perih pantat gua coeg!

Gua mendengar Ibu sudah sampai di dapur dan sedang mengintrogasi Bibi. Gua dengarkan percakapan mereka, untungnya Bibi berpihak pada gua. Setelah mendengar suara Ibu menjauh, gua sedikit lega dan menyandarkan punggung ke bahu closet.

"Hadeuuh..", gua menghela nafas dan mengaturnya perlahan.

Lalu gua menatap bungkusan yang masih gua pegang ditangan kanan. Weh Bubur belom gua kemek nih. Laper ya kan belom jadi sarapan rotinya Ibu tadi. Cuma nih ya, kok gua ragu. Dalem kamar mandi, diatas closet anjir! Ah bodo amat. Gua buka styrofoam dan mulai menyendok bubur dengan sendok plastiknya. Seumur-umur baru kali ini gua kemek dalem kamar mandi!!! Ampun gustiii!

Belom selesai gua menyantap bubur sampai habis, pintu kamar mandi digedur cukup keras sampai gua terlonjak kaget.

'Dug!! Dug!! Dug!! Dug!! Dug!!'

"Bajing loncat!", ucap gua terkejut. Sendok pun jatuh ke lantai kamar mandi.

"Keluar..", suaranya terdengar lembut kali ini.

Loch? Aman kayaknya nih.

Gua keluar kamar mandi sambil senyum-senyum. "Hehehe.. Maaf maaf..", ucap gua.

Pukul setengah sembilan gua sudah mandi. Ibu juga sudah berangkat kerja. Hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya, gua berniat mengoprek mobil almarhumah Echa lagi.

Di garasi rumah gua oprek itu mesin dengan pengetahuan yang minim, salah-salah tinggal bawa kebengkel aja.

Gua memang tidak ada kegiatan rutin selama sebulan terkahir. Kerjaan pun gua abaikan. Belum pernah gua ke Jakarta lagi untuk kembali ke restoran semenjak kejadian yang menimpa keluarga gua ini.

Menjelang waktu dzuhur gua bereskan alat bongkar mobil lalu kembali kedalam rumah dan mandi lagi sekalian berwudhu. Selesai melaksanakan shalat di masjid komplek gua bertemu dengan supir pribadi tetangga.

"Mas, Eza...", sapanya ketika gua baru saja keluar masjid.

"Eh, Pak. Apa kabar ?", tanya gua.

"Alhamdulilah baik, Mas. Gak kerja Mas ?".

"Enggak, Pak. Lagi.. Ehm.. Lagi males aja, hahaha..", jawab gua kikuk.

"Oh.. Mmm.. Mas maaf saya turut berduka ya soal kejadian yang menimpa istri dan anak Mas Eza.. Maaf saya gak sempat jenguk waktu itu", ucapnya.

"Gak apa-apa, Pak. Makasih ucapannya. Ngomong-ngomong gimana kabar Ibu ?".

Ibu yang gua maksud adalah Bos nya.

"Alhamdulilah Ibu juga baik kok. Main dong kerumah. Kasian Ibu sekarang kan sendirian dirumah. Gak ada temennya", jawabnya.

"Oh iya iya, anak-anaknya pada diluar semua. Ya nanti insya Allah saya mampir kerumah deh, Pak. Salam untuk Ibu yak Pak".

"Oke, Mas. Nanti saya sampaikan salamnya. Mari, Mas Eza. Saya duluan..".

"Iya, Pak. Mari-mari.. Saya juga mau pulang".

Sesampainya di rumah gua sudah melihat sebuah mobil minibus berwarna putih terparkir rapih di dalam halaman parkir.

Gua masuk kedalam rumah dan melihat seorang wanita cantik yang sudah lama tidak gua temui.

"Assalamualaikum".

"Walaikumsalam. Eh yang diomongin datang. Panjang umur kamu", jawabnya dengan senyum yang sangat manis sekali.

Gua tersenyum kepadanya. Lalu mencium tangannya. "Apa kabar, Kak ?", tanya gua seraya duduk di sofa depannya.

"Baik. Wah hebat ya sekarang makin rajin ibadah. Di masjid lagi. Seneng aku liatnya".

"Ah enggak. Kebetulan lagi dirumah aja, Kak. Ngomong-ngomong darimana ?", tanya gua lagi.

"Aku abis dari rumah Nenek kamu. Sengaja emang pingin ketemu Nenek terus langsung kesini", jawabnya.

"Jadi gak enak aku, kamu terus yang silaturahmi kesini, Kak. Maaf ya jarang jengukin ke Jakarta".

"Kirain gak sadar, hahahaha...", tawanya menyindir gua.

"Duh maaf asli. Tau sendirikan keluarga ku baru kena musibah..".

"Iya-iya gapapa. Ngomong-ngomong kenapa kamu jadi gak mau kerja, Za ?", tanyanya serius kali ini.

"Kamu tau keadaannya sekarang kayak gimana, Kak. Gak mudah buat aku balik kerja dan ngejalanin semuanya dengan nor.. Eh.. Ehm sorry. Maksudku yaaa.. Gitulah...", jawab gua sedikit tidak enak hati.

Kak Nindi menatap gua dengan sedikit sendu. Lalu tersenyum tipis. "Oh iya, aku kesini sekalian mau ngasih kabar bahagia", ucapnya tiba-tiba.

"Kabar apa nih ?", tanya gua.

"Insya Allah aku mau nikah bulan depan. Jadi kesini mau kasih undangannya. Wajib datang ya, Za! Awas aja kalo gak bisa datang!", jawabnya.

"Wah alhamdulillah laku juga akhirnya. Hahahaha.. Aku seneng dengernya. Pastilah aku datang. Tenang aja. Siapa nih cowok yang berhasil dapetin bidadari secantik Kakak aku ? Hehehe..".

"Kurang ajar nih si Eza ya! Banyak yang antri tau! Dasar, hahahaha... Mmm.. Ada temen kerjaku, tapi rencananya aku mau pindah ke Singapore kalo nanti udah nikah, Za..".

"Loch ? Serius, Kak ? Kenapa sampe pindah jauh gitu ?", tanya gua cukup kaget.

"Ya aku harus ikut suami, dia emang dapet mutasi kesana. Pindah dari cabang ke pusat gitu. Kantor ku kan pusatnya disana", jawab Kak Nindi.

"Oh gitu. Oiya Papahnya Ve jugakan tinggal disana sama Mamah tirinya. Tapi gapapa deh, Kak. Yang penting kamu bahagia. Aku cuma bisa do'a in kamu, semoga semuanya baik untuk kamu ya. Oh iya gimana kabar Dian ? Dia gak ikut kesini sih ?", tanya gua menanyakan kabar adik tiri gua itu.

"Iya, Aamiin. Makasih ya, Za. Pokoknya kamu harus dateng nanti. Dian alhamdulillah baik. Tahun ini dia lulus SMA loch. Mainlah ke rumah, Za. Dian suka nanyain kamu".

"Wah udah bukan abg lagi tuh anak. Gak kerasa ya, perasaan baru kemarin dia lulus SMP... Iya insya Allah aku kesana nanti main kerumah. Pasti si Dian makin cantik ya ? Hehehe jadi inget dulu", ucap gua mengingat beberapa kejadian di masa lalu soal Dian.

Kak Nindi memicingkan matanya, curiga dia dan berhati-hati. "Hmm.. Maksud looo ? Jangan aneh-aneh lagi deh, Za", ucapnya sambil tersenyum.

"Hahahaha.. Enggaklah. Adek sendiri kok. Ngaco aja. Yang lalu ma udah biar aja buang ke laut lepas.. Hehehe..".

Setelah itu Kak Nindi pamit untuk pulang ke Jakarta lagi. Gua mengantarnya sampai ia memasuki mobilnya. Gua masih berdiri disamping pintu kemudi. Kak Nindi membuka kaca mobil dan melepas kacamata hitamnya untuk menatap gua.

"Kenapa ?", tanya gua.

"Aku turut prihatin, Za. Maaf Kakak gak bisa bantu apa-apa soal kejadian yang nimpa keluarga kamu...", ucapannya terdengar sedih.

Gua menghela nafas. "Udah. Emang harus kayak gini mungkin jalan hidupku, Kak. Aku emang masih belum terbiasa. Tapi aku berusaha untuk ikhlas".

"Za... Kamu lagi deket sama Sherlin ?", tanyanya dingin.

"Deket ? Deket gimana ? Biasa aja. Aku emang deket dari dulu sama dia kan..", jawab gua bingung maksud pertanyaannya.

Kak Nindi menatap gua dengan serius. Kami terdiam beberapa saat sampai akhirnya dia menyalakan mesin mobil.

"Za.. Jangan ya. Kakak mohon sama kamu... Gak akan bener, Za", ucapnya tiba-tiba, lalu ia kenakan lagi kacamata hitamnya.

Gua hanya mengangguk mengiyakan permintaannya.

"Kamu ngertikan maksud, Kakak ?", tanyanya memastikan.

"Iya. Eza ngerti, Kak".

Kak Nindi tersenyum. "Kakak pulang, ya. Salam untuk Ibu Laras ya, Za. Assalamualaikum...", ucapnya sebelum kaca mobil menutup rapat.

"Iya, hati-hati, Kak. Walaikumsalam".


...


Sore harinya menjelang maghrib gua masih asyik bermain game call of dutydi TV ruang tamu. Ibu sedang memasak di dapur bersama Risya yang memang hari ini akan menginap. Masih asyik menembak-nembaki musuh, pintu pagar rumah terdengar terbuka dan suara mobil masuk kedalam halaman parkiran.

Gua beranjak menuju pintu setelah mematikan ps tiga. Mobil sedan berwarna hitam yang tadi pagi sudah berhenti tepat dibelakang mobil milik almarhumah Echa.

"Assalamualaikum, Mas..", ucapnya sambil berjalan mendekat.

"Walaikumsalam, Mba. Cari siapa ya ?", tanya gua menggodanya.

"Cari Bu Larasnya ada ? Mau anter titipan batik nih", jawabnya tersenyum.

"Oh delivery service ternyata. Yaudah makasih ya. Maaf gak ada tips..", jawab gua sambil menarik bungkusan plastik yang berisi batik pesanan Ibu dari tangannya.

"Iiih Reseeee...", teriaknya sambil tertawa dan mendorong gua masuk kedalam rumah.

Mba Yu selonong boy. Maen masuk dan jalan terus ke dapur untuk menghampiri Ibu dan Risya. Gua masuk ke kamar untuk siap-siap pergi ke masjid.

Singkat cerita gua sudah rapih dengan pakaian gamis dan berangkat ke masjid untuk ikut shalat maghrib berjama'ah. Ibu, Risya dan Mba Yu sudah duduk di ruang tamu dan mereka bertiga menatap gua tanpa berbicara apapun. Gua yang merasa aneh langsung menghampiri.

"Kenapa ? Kok kayak baru liat aku pake baju gamis ? Aneh emangnya ?", tanya gua.

"Subhanallah.. Buu aku mau cari calon suami model gini ah. Ganteng, rajin ibadah lagi... Ya Bu ya..?", ucap Risya.

Ibu tersenyum menatap gua, lalu memberikan jempol kepada adik gua itu.

"Wiih... Ini.. Iniii.. Adek gua yang baik dan tau Kakaknya model lelaki idaman.. Cakep omongan mu wahai gadis kencur...", ucap gua sambil menaikkan kedua alis kepada Risya.

"Iya. Cepe dulu atuh..", balasnya sambil balik menaikkan alis dan memeletkan lidah.

"Kampret. Matre pula nih anak..", sungut gua.

Ibu dan Mba Yu tertawa mendegar ucapan Risya.

"Eh tapi Jangan, dek. Dibalik itu semua ada jiwa playboy dan pehapenya loch. Hati-hati, waspada.. Waspada..", potong Mba Yu.

"Hahaha iya ya. Bener juga kata Mba Sherlin", timpal Risya mengiyakan.

"Tiati.. Tiati.. Awas tuh mulut sembarangan ngomong nanti ketulah lagi..", jawab gua kepada Mba Yu.

Matanya langsung melotot dan tangannya diangkat sambil mengepal. Ngancem rupanya dia.

"Enggaklah. Anak Ibu udah jadi laki-laki yang lebih dewasa, baik dan bertanggungjawab. Ya kan sayang ?", ucap Ibu tiba-tiba sambil tetap menatap gua dengan penuh senyuman.

Gua, Mba Yu dan Risya terdiam. Kaget dengan ucapan Ibu barusan. Serius Ibu ngomong gitu ?. Ada apaan nih...

Tidak lama kemudian adzan maghrib berkumandang. Gua langsung pamit untuk bergegas ke masjid. Sambil berjalan menuju masjid gua memikirkan kata-kata Ibu barusan. Kok bisa dia ngomong gitu sih ? Padahal tadi pagi abis marah-marah. Heran gua.


...


Pukul setengah delapan malam setelah kami makan bersama di rumah tadi, gua mau enggak mau harus mengikuti perintah Ibu. Mengantar wanita seksi itu dengan aman sampai di depan rumahnya.

Dijalanan yang cukup ramai gua mengemudikan mobilnya dengan santai. Suara musik dari radio mobil melantun mengiringi perjalanan pulang Cah Ayu itu.




Benci untuk Mencinta - Naif




"Mas".

"Ya ?".

"Ini lagunya Naif kan ?".

Gua mengangguk mengiyakan sambil tetap fokus kejalan raya didepan sana.

Kemudian kami kembali terdiam. Lama-kelamaan Mba Yu ikut bernyanyi mengikuti lagu yang sedang diputar itu. Sampai mobil memasuki kawasan komplek perumahannya.

"Aku tak tau apa yang terjadiii... Antara aku dan kauuuu.. Yang ku tau pasti.. Ku begiiituu.. Mencintai muu..", suaranya terdengar merdu tapi ada yang salah setelah gua dengar dia bernyanyi.

"Hey.. Maen rubah-rubah lirik aja. Nyanyinya gimana sih..", ucap gua.

Mba Yu menengok sambil tersenyum. "Kirain gak nyadar. Hihihihi...", jawabnya sambil tertawa ringan.

"Kirain aku, kamu emang gak tau atau gak hapal. Ternyata disengaja.. Kenapa dirubah ?", tanya gua.

Gua hentikan mobil tepat di depan rumahnya. Mesin mobil masih menyala. Gua menengok kepadanya yang masih belum menjawab pertanyaan gua.

"Emangnya kenapa juga kalo aku rubah ?", tanyanya balik seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya menantang tengil. Senyumannya tertahan.

Gua menatapnya dengan heran. Lagu Naif masih berputar hingga akhirnya masuk lirik terkahir dan segera habis. Kami masih terdiam dan saling beradu pandang.

"Yang ku tau pasti.. Ku benci tuk mencintai mu...", ucap gua ikut menyanyikan lagu tersebut.

Kemudian Mba Yu menggelengkan kepalanya. "Yang ku tau pasti... Ku begitu mencintai muu..", ralatnya dengan senyuman yang entah bermakna apa.




*
*
*


Dan Aku tak tau apa yang terjadi
Antara Aku dan Kau
Yang Ku tau pasti
Ku benci tuk' Mencintaimu
dany.agus
fatqurr
kifif
kifif dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.