Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#6400
PART 27


Quote:

*Part from MyPI


"Itu pertama kalinya aku kenal dia".

Kami berdua terdiam beberapa saat setelah menceritakan bagaimana gua dan Nona Ukhti bertemu untuk pertama kalinya disaat masa SMA dahulu. Lalu tangan kanannya mengusap pundak kiri gua dengan perlahan.

"Istri kamu wanita yang baik. Insya Allah dia selamat, Mas..".

Gua tersenyum getir kearahnya. "Aku gak tau lagi kalo sampe dia gak ada, Mba. Gak ada lagi hal yang bisa aku perjuangkan di dunia ini selain keluargaku sekarang...", ucap gua sambil menatap wajahnya yang sedih. "Aku udah banyak kehilangan orang-orang yang aku sayang.. Aku cuma minta sama Tuhan untuk dikasih kesempatan membahagiakan Vera dan anakku. Gak lebih dari itu...", lanjut gua kali ini seraya menutup wajah dengan kedua tangan.

Gua merasakan belaian lembut tangannya pada rambut kepala gua, dia mengusap berulang-ulang dengan tangan yang satunya mengelus pundak gua.

"Sabar, Mas. Insya Allah, Allah menyelamatkan Vera. Kamu harus yakin... Mas.. Sekarang udah adzan, kamu shalat ashar dulu ya. Gantian nanti sama aku...", ucapnya.

Gua pun bangkit dari duduk dan berjalan menuju mushola di rumah sakit ini, sedangkan Mba Yu menunggu di dekat ruang operasi.

Selesai mengambil wudhu, gua melaksanakan shalat empat raka'at berjamaah. Setelah itu gua berdo'a kepada Sang Pencipta. Memohon keselamatan atas diri Nona Ukhti dan juga anak kami yang masih berada di dalam kandungannya. Kepada-Nya pula gua berjanji di dalam do'a. Berjanji untuk menjaga istri tercinta gua, membahagiakan dia dan anak kami jika kelak istri gua masih diberi keselamatan dan umur yang cukup untuk berada di dunia ini.

Selesai melaksanakan ibadah dan berdo'a, gua kembali ke Mba Yu yang masih menunggu di dekat ruang operasi. Tidak lama setelah itu Ibu, Bapak, Mamah mertua dan adik gua datang.

"Mas, aku shalat dulu ya bareng Ibu sama Mamah mertua mu..", ucap Mba Yu.

"Yaudah iya Mba, titip do'a untuk Vera ya, Mba", pinta gua.

"Pasti, Mas".

Mereka bertiga pun pergi ke mushola.

"Bapak gak shalat ?", tanya gua.

"Bapak udah duluan tadi di masjid polres", jawab Bapak. "Kamu gak shalat Sya ?", tanya Bapak kali ini kepada Risya.

"Aku lagi ada tamu bulanan, Pak..", jawab adik gua itu sambil tersenyum. "Mas. Yang sabar ya. Aku ikut sedih pas tadi dikabarin Bapak.. Maaf baru kesini, soalnya tadi lagi di tempat bimbel", lanjut Risya kepada gua.

"Iya gak apa-apa, Sya. Minta do'a nya untuk Kakak iparmu ya", pinta gua.

"Iya, Mas. Aku pasti berdo'a Mba Vera sehat lagi, bisa kumpul lagi sama kita semua... Aku juga berharap ponakanku bisa terlahir dengan selamat, Mas", jawab Risya sambil tersenyum.

"Aamiin. Makasih, Sya". Gua usap kepalanya sesaat sambil tersenyum.
"Oh ya Pak. Tadi gimana urusannya dikantor polisi ?", tanya gua kepada Bapak kali ini.

"Ah iya, akhirnya Rifki ditahan sementara di polres, Za. Proses hukumnya nanti berlanjut di persidangan. Polisi harus ngumpulin bukti-buktinya dulu. Ya walaupun tadi ada saksi yang namanya Jajang itu tapi mereka butuh olah tkp juga", jawab Bapak.

"Emang beneran ya orang yang namanya Rifki itu mau nyelakain Mas Eza ? Tapi malah kena Mba Vera..", tanya Risya.

"Kamu tau dari siapa, Sya ?", tanya gua balik.

"Tadi Ibu cerita".

"Oh.. Mas malah berharap pintu itu kena aku daripada kejadiannya kayak sekarang..", jawab gua.

"Gak boleh ngomong gitu, Za. Gimana juga semua ini udah takdir. Kita gak pernah tau hari ini siapa yang akan kena musibah. Kamu harus sabar dan tabah ya, Nak.. Bapak tau kejadian ini terasa berat untuk kamu. Bapak juga tau gimana masa lalu kamu karena Ibu mu udah cerita semua ke Bapak. Dari apa yang udah kamu lalui selama ini, seharusnya membuat kamu lebih tabah dan kuat, Za", ucap Bapak dengan nada yang lembut.

Tabah ? Kuat ? Tabah dan kuat seperti apa ? Manusia mana yang bisa menerima ini semua dengan lapang dada ?.
Aku hampir gila, Pak. Aku lari dan pergi setelah apa yang aku lalui di masa lalu. Aku pernah melupakan nama Tuhan. Aku memanipulasi pikiranku, Pak. Semua itu aku lakukan karena satu hal. Mencari jawaban atas kehendak-Nya yang sedemikian rupa kepada hidupku.
ucapan itu hanya gua ungkapkan di dalam hati.

"Mas.. Belom selesai ya Operasinya ?", tanya Mba Yu yang sudah kembali bersama Ibu dan Mamah mertua gua.

"Belom..", jawab gua datar.

"Lama ya..", ucap Risya.

"Berapa lamapun gak masalah asal Vera dan cucu saya bisa selamat", ucap Mamah mertua gua kali ini.

"Sabar ya, Mba. Insya Allah Vera dan cucu kita selamat", timpal Ibu menenangkan besannya itu.

Gua lupa, bagaimanapun bukan hanya gua yang terpukul dengan kejadian na'as ini. Mamah mertua gua pun pasti merasakan hal yang sama. Terlebih istri gua itu adalah anak kandung satu-satunya.

Mamah mertua gua sudah menghubungi mantan suaminya, Papah kandungnya Nona Ukhti yang berada di Singapore. Katanya beliau baru akan tiba malam hari nanti.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Dan sekarang sudah hampir masuk waktu isya. Kami semua masih menunggu kabar dari tim medis yang menangani istri gua di dalam ruang operasi. Sejujurnya gua tidak siap jika ada salah satu tim medis itu keluar dari ruang operasi. Gua terlalu takut untuk sekedar menanyakan bagaimana kondisi istri dan anak gua.

Tepat saat adzan isya berkumandang. Pintu ruang operasi terbuka lalu seorang dokter keluar.

"Keluarga Bu Vera ?", ucapnya.

"Saya suaminya dok...", jawab gua seraya berdiri dari bangku tunggu.

Dokter itu hanya mengangguk tanpa tersenyum. Dia meminta gua untuk menghampiri.

"Gimana keadaan istri saya, dok ?", tanya gua setelah berhadapan dengannya di depan pintu.

"Kita bicara di dalam ya, Mas..", jawab sang dokter lalu berbalik dan masuk kedalam ruangan lagi.

Sebelum gua masuk, gua menatap keluarga yang sama cemasnya. Mereka berdiri di belakang gua. Gua tersenyum. "Do'a kan ya..", ucap gua.

Mereka mengangguk dan tersenyum. Dan gua masuk kedalam ruangan.

Di dalam ruangan ini cukup luas, hanya ada satu lemari, satu meja dan dua kursi. Di sisi kanan barulah pintu menuju ruang operasi. Gua dan dokter masih berada di ruangan yang bersih ini. Dokter tersebut berdiri menghadap gua dengan raut wajah yang tidak gua suka.

"Mas, pendarahan yang dialami istri anda di bagian kepala cukup parah. Terlebih benda yang menimpa istri anda cukup berat. Maka dari itu Bu Vera juga mengalami pendarahan yang berlebih pada kandungannya".

Gua menarik nafas dalam-dalam. Pikiran gua sudah tidak bisa memikirkan hal-hal yang baik.

"Mas...", dokter menepuk pundak kiri gua pelan.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, kami sudah mengupayakan apa yang kami bisa. Tapi kembali lagi, mungkin ini semua sudah takdir dari Tuhan. Saya pribadi dan tim medis memohon maaf dan ikut berbelasungkawa atas kejadian yang menimpa keluarga anda. Kami tidak bisa menyelamatkan anak yang anda sayangi", tandasnya.

Dunia seperti berhenti berputar. Apa yang gua sayangi dan gua jaga selama ini harus kembali 'direbut' sebelum gua benar-benar merasakan kebahagiaan itu. Ini terlalu berat untuk gua.

"Mari saya antar...", ucap dokter tersebut mengajak gua kedalam ruang operasi.

Gua melangkah mengikuti dokter tersebut dari belakang. Ketika pintu ruang operasi terbuka, disana ada beberapa orang tim medis yang berdiri berjejer. Mata gua tertuju ke satu-satunya ranjang dimana istri tercinta gua terbaring.

Nafas gua sedikit tertahan dengan satu tangan menutupi mulut. Gua tidak bisa melanjutkan langkah kaki ini ketika orang yang gua cintai sudah terbujur kaku satu meter di depan gua.

"Mas. Yang sabar ya. Kami berhasil mengeluarkan bayi yang ada di dalam rahim Bu Vera. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi.. Sekali lagi maaf, kami tidak bisa menyelamatkan bayi yang terlahir prematur itu...", ucap sang dokter sambil melirik ke salah satu orang yang sedang menggendong seorang bayi.

Orang tersebut mendekati kami berdua. Dia menunjukkan kepada gua bayi yang belum sepenuhnya sempurna. Dia menunjukkan bayi yang sudah tidak bernyawa itu di hadapan gua.

Seketika itu pula pandangan gua kabur, gua tidak ingat apapun sebelum akhirnya terhempas jatuh ke lantai.



OST Naruto - Sadness and Sorrow.


A Few Days Later


Peluh keringat yang mengucur dari kening gua sudah mulai berjatuhan membasahi tanah merah yang berada dibawah.

Sesekali gua mengelap keringat dan kembali menggali dengan sebuah cangkul.

"Udah cukup segitu, Mas Eza..", ucap seorang Ustad.

Gua sedikit menghela nafas lalu menengok keatas sambil tersenyum tipis.

"Bisa ? Tau aturannya ?", tanya Sang Ustad sambil tersenyum.

"Insya Allah Pak Ustad, tolong kasih tau kalo saya salah", jawab gua.

Sebuah tubuh manusia yang sudah berbalut pakaian terakhirnya yang berwarna putih gua terima dengan kedua tangan. Gua menahan nafas beberapa saat menatap wajahnya yang 'cantik' dan tentu saja menahan airmata yang sebenarnya sudah ingin meledak keluar dari sudut-sudut indra penglihatan ini.

Singkatnya gua sudah membaringkan jasad tersebut, mengadzankannya sebelum menutupinya dengan beberapa papan dari kayu dan terakhir menutupi liang lahat tersebut dengan tanah lagi.

Beberapa lantunan do'a yang kami dengar dari Pak Ustad di pagi yang gelap itu semakin terasa sendu bagi gua, karena hujan yang belum berhenti dari subuh tadi seolah-olah sampai ke dalam hati ini.

"Ikhlas ya sayang, ikhlasin, Ibu tau ini berat, tapi sekali lagi, Za. Ini mungkin jalan yang memang udah ditakdirkan Allah untuk kita", ucap Ibu yang memeluk gua dari samping.

Gua hanya tersenyum tipis dengan mata yang letih.

Tubuh gua rasanya tak bertulang, hampir sama rasanya sebelum gua kehilangan kesadaran saat di rumah sakit kemarin.

Gua menelan ludah untuk menetralkan tenggorokan yang terasa kering. Kemudian mengusap airmata yang entah sejak kapan sudah membasahi wajah ini.

Setelah proses pemakaman selesai, gua dan keluarga menaburkan bunga diatas tanah merah yang baru saja gua gali dan tutup kembali itu.

Gua pegangi nisannya sambil menggelengkan kepala dan menahan tangisan.

Kedua tangan Ibu mengusap lembut bahu gua, lalu gua berdiri dan menengok kebelakang Ibu.

"Bu, ketemu gak mereka semua disana ?", tanya gua kepada Ibu.

Ibu ikut menengok kearah belakangnya, lalu tersenyum tipis. "Wallahu a’lam, hanya Allah yang Mahatahu, Za..". Kemudian beliau memegang kedua tangan gua. "Yang jelas, yang pasti, kamu harus sering-sering mendo'a kan mereka sayang", lanjut Ibu.

Sebelum Gua kembali kedalam rumah. Gua menatap empat makam dari orang-orang yang gua cintai.

Quote:


*
*
*


Selesai pengajian selama tujuh hari berturut-turut. Yang gua ingat hanya satu. Gua hanya manusia yang tidak punya arah dan tujuan hidup lagi.

Gua tau ini semua sudah takdir Tuhan. Tapi menerima apa yang sudah jadi suratan takdir untuk hidup gua saat itu bukanlah hal yang mudah.

Benar kata Mba Yu. Andaikan tidak ada orang yang menahan gua dan mengingatkan gua. Mungkin Rifki sudah berada di alam kubur. Gua sudah letih dengan semua ini. Gua berusaha untuk menerima apa yang telah terjadi, tentunya dengan ketidak ikhlasan.

Rumah ini tidak sama lagi. Keceriaan didalamnya hilang bersama orang-orang yang gua cintai.

Gua mungkin akan melakukan hal yang sama seperti dahulu, mungkin bahkan lebih. Melupakan Tuhan. Melupakan kenangan pahit. Dan pergi entah kemana.

Tapi pada akhirnya Allah SWT sudah mempersiapkan rencana yang begitu indah untuk kami semua.

Setelah apa yang gua alami. Dia datang...
Tepat saat gua merasa kehilangan arah lagi.

Quote:



--- BAB V TAMAT---
Diubah oleh glitch.7 10-06-2018 02:25
xennid
gamefantasia
oktavp
oktavp dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.