- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
nengsr
#5678
PART 23
Butiran air hujan yang cukup deras membuat sebagian pengguna motor harus menepikan kendaraannya, mencari tempat untuk berteduh atau mengenakan jas hujan sebelum kembali melanjutkan perjalanan mereka. Sedangkan Gua yang berada di dalam mobil sedikit menggerutu karena terjebak dalam kemacetan di sore itu.
"Ssstt.. Gak boleh marah-marah, Mas. Kamu harusnya bersyukur".
Gua melirik kearahnya dengan sedikit menaikkan alis.
"Liat tuh, mereka harus ujanan dan cari tempat neduh, sedangkan kamu ? Ada disini, gak keujanan kan ?", Lanjutnya sambil melihat kepada kumpulan orang yang sedang berdesakkan di depan sebuah toko yang sudah tutup.
"Kita cuma kejebak macet, gak sebanding dengan mereka yang harus desek-desekan nyari tempat neduh, kasian pulang kerja, keujanan gitu".
Gua menghela nafas pelan sambil tersenyum tipis, lalu gua melepas seat-belt dan mengecup pipi kanannya.
"Makasih kamu selalu ngingetin aku untuk selalu bersyukur", ucap gua lembut.
"Ssstt.. Gak boleh marah-marah, Mas. Kamu harusnya bersyukur".
Gua melirik kearahnya dengan sedikit menaikkan alis.
"Liat tuh, mereka harus ujanan dan cari tempat neduh, sedangkan kamu ? Ada disini, gak keujanan kan ?", Lanjutnya sambil melihat kepada kumpulan orang yang sedang berdesakkan di depan sebuah toko yang sudah tutup.
"Kita cuma kejebak macet, gak sebanding dengan mereka yang harus desek-desekan nyari tempat neduh, kasian pulang kerja, keujanan gitu".
Gua menghela nafas pelan sambil tersenyum tipis, lalu gua melepas seat-belt dan mengecup pipi kanannya.
"Makasih kamu selalu ngingetin aku untuk selalu bersyukur", ucap gua lembut.
*
*
*
*
*
Akhir-akhir ini istri gua cukup sibuk dengan kegiatan barunya. Dia sekarang sudah mulai ikut kerja di sebuah klinik milik Bu Maria. Dengan bantuan dan izin beliau pula istri gua mendapatkan pengalaman yang di kemudian hari nanti akan sangat menunjang pekerjaannya.
Selain itu, alhamdulilah akhirnya kami juga mendapatkan sebuah ruko di dekat pusat kota. Walaupun hanya menyewa ruko tersebut tapi istri gua memilih untuk merenovasi bentuk bangunannya agar sesuai seperti klinik pada umumnya.
"Ve, kamu jangan terlalu cape ya, aku gak mau kamu sampe sakit, inget tuh perutnya udah mau enam bulan nih".
Gua duduk bersandar pada sofa tepat di samping istri tercinta. Dia yang sebelumnya asyik membaca majalah kecantikan akhirnya tersenyum sambil melirik kepada suaminya ini.
"Iya, Mas. Aku kerjanya santai kok, cuma bantuin Bu Maria aja, gak yang harus cape gitu", jawabnya lembut.
"Iya tapi maksud aku bukan cape fisik aja, aku gak mau kamu terlalu banyak pikiran, nanti takut kenapa-kenapa sama kandungan kamu sayang", timpal gua.
"Iya iya, insya Allah semuanya baik-baik kok, aku gak terlalu banyak beban pikiran, cuma selama aku kerja di kliniknya Bu Maria jadi ada ide baru loch, buat nanti di klinik ku sendiri", jawabnya lagi yang kali ini terdengar cukup antusias.
"Yaudah iya deh Bu Dokter Vera..", gua mencubit pelan pipinya.
"Iiih aku bukan Dokter tauu, hihihi..".
"Dokterlah sayang, sama aja.. Beda bidangnya doang kok..", timpal gua lagi sebelum pada akhirnya membelai rambut indahnya yang malam itu tidak mengenakan hijab.
...
Hari minggu saat libur kerja gua yang baru berenang di kolam halaman belakang harus naik lagi karena Bibi bilang ada tamu di luar rumah. Gua hanya mengambil handuk untuk melap tubuh dan wajah yang basah, lalu berjalan kearah pintu tanpa berganti pakaian.
"Siang Mas, de Larasnya ada ?", tanya seorang pria.
Hah ? De ? Ade Laras kamsudnya ?.
Gua tidak langsung menjawab, tapi memperhatikan pria tersebut dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
"Bapak siapa ya ?", tanya gua dingin setelah memperhatikan penampilannya yang formal.
"Eh iya maaf, kenalin saya Teguh, sahabat dekatnya de Laras, kalo Masnya siapa ya ?", tanya balik pria yang bernama Teguh tersebut.
"Saya suaminya.. Ada perlu apa sama istri saya ?", tanya gua lagi sedikit gak suka.
"Hah ? Mas ini suaminya de Laras ? Loch katanya suaminya udah meninggal.. Saya gak tau kalo misal dia udah nikah lagi", jawabnya sedikit kaget.
"Iya udah nikah lagi, saya ini suaminya yang sekarang", timpal gua.
Pria yang bernama Teguh ini mungkin sedikit curiga dan gak percaya sama gua, keliatan banget dari raut wajahnya, dan lagi lagi dia merhatiin tubuh gua, karena gua betatto, mungkin dikiranya mana mungkin 'de Laras'suka sama cowok macem gua.
"Ada perlu apa sama istri saya ? Jangan sampe saya ulang pertanyaan yang sama tiga kali nih, Pak", ucap gua sedikit melotot kepadanya.
"Oh maaf, saya cuma mau silaturahmi aja kesini, saya ini sahabatnya waktu di Inggris, kemaren ketemu di restoran punya dia yang di daerah *sensor*, ya kita ngobrol aja karena udah lama gak ketemu kan, terus saya dikasih tau kalo dia katanya tinggal disini, jadi ya saya mampir sekarang untuk main dan silaturahmi aja, gak ada maksud apa-apa, maaf ya Mas..", jawabnya menjelaskan.
"Ooh gitu toh, tapi istri saya lagi keluar rumah, belum pulang".
"Oh yaudah gak apa-apa. Kalo gitu saya pamit dulu, maaf mengganggu, Mas".
"Sebentar, situ kerja dimana ?", tanya gua.
"Saya kerja di perusahaan *sensor", jawabnya sambil tersenyum.
Gua hanya mengangguk.
"Kalo gitu saya pamit dulu, Mas. Salam untuk istrinya, mari... Wassalamualaikum", ucapnya sebelum pamit dari hadapan gua.
"Ya, Walaikumsalam", jawab gua cepat.
Setelah mobilnya pergi menjauh, gua kembali ke dalam dan melanjutkan main air di kolam halaman belakang. Ehm, dan tentunya gua udah hafalin nomor kendaraannya tadi.
Siapa Teguh itu ? Semacam good friend nya Ibu gitu ?.
Setelah beres berenang, akhirnya gua bilas tubuh dan menikmati kopi hitam manis di teras depan rumah setelah rapih dan tampan maksimal.
Sore hari mobil istri gua memasuki halaman parkir, dan turunlah dia dari bangku samping kemudi, disusul seorang wanita lainnya yang mengemudikan mobil tersebut.
"Assalamualaikum, Mas", ucap istri gua sambil menyodorkan tangan lalu mencium punggung tangan kanan gua.
"Walaikumsalam, belanja nih ?", tanya gua setelah menjawab salamnya dan melihat kantong belanjaan yang dia pegang.
"Iya, tadi sekalian abis dari klinik diajak Ibu ke swalayan dulu, kebetulan pada kosong kan tuh bumbu dapur. Eh kamu ngerokok mulu ih..", jawabnya lalu melihat tangan kiri gua yang terselip sebatang rokok.
"Ck, ini anak ya! istrinya udah hamil gede juga masiiiih aja ngerokok! Susah amat dibilanginnya sih Za!", timpal Ibu yang sudah berdiri disamping istri gua.
"Kan tadi rumah sepi, jadi gak apa-apa atuh, lagian diluar ini bukan di dalem lah.. Yaudah sana masak dulu, Ve.. Laper aku", jawab gua.
Istri gua masuk kedalam rumah untuk memasak makan malam nanti, sedangkan Ibu awalnya mau menjitak gua, tapi gua mengelak lalu memasang wajah marah.
"Eh eh.. Apa-apaan itu ? Kok mukanya gitu sih ?", tanya Ibu heran.
"Enggak apa-apa kok..", jawab gua dingin sambil memalingkan wajah kearah lain.
Set.. wow... Wajah gua dipegang Ibu lalu ditarik agar kembali bisa menatap gua.
"Heh, ada apa kamu ? Kok jutek gitu sama Ibu ?", tanya Ibu lagi dengan wajah serius kali ini.
"Enggak ada apa-apa ih.. Tadi bawa mobilnya ngebut gak ?", tanya gua tiba-tiba.
Ibu mengerenyitkan keningnya kemudian melepas wajah gua dari genggamannya.
"Ooooh... Jadiii.. Kamu pikir Ibu bawa istri kamu ugalan-ugalan di jalan gitu ? Please ya, Ibu tuh bukan baru belajar nyetir kemaren sore kali.. Su'udzon aja sama Ibunya!", ucapnya sambil melipat kedua tangan di depan dadanya dengan mata yang judes menatap gua.
Gua disitu bener-bener dingin, gak nyengir buat nanggepin omongannya, jutek lah pokoknya.
"Ooh..", jawab gua asal dan lagi lagi kembali memalingkan wajah, tapi kali ini sambil menghisap rokok dalam-dalam. *teungil mode on ceritanya.
Gak lama kemudian telinga sebelah kiri gua merah padam, pedes, perih, nano-nano lah rasanya akibat dijewer sama doi, eh Ibu maksud gua... Parah
Malam harinya di ruang makan...
Gua duduk di samping istri tercinta, sedangkan Ibu duduk dihadapan kami.
"Enak nih cah kangkungnya..", ucap gua setelah menikmati masakan istri.
"Mau nambah ?", tanya istri gua yang malam itu memakai hijab berwarna abu.
"Kangkungnya aja, jangan pake nasi, Ve..", jawab gua.
"Ehm, Ve aku mau nanya, kamu denger ada kabar reuni SMA gak ?", tanya gua tiba-tiba.
"Hah ? Masa sih ? Aku malah baru denger dari kamu, Mas..", istri gua cukup kaget dan berhenti menyendok kangkung ke piring makan gua.
"Katanya itu juga, gak tau jadi apa enggak.. Kangen juga sih ama temen-temen.. Apalagi sama si Teguh..", jawab gua dengan menekankan nama Teguh.
"Segini cukup ?", tanya istri gua menunjukkan cah kangkung yang sudah ia ambilkan.
"Cukup-cukup, makasih sayang".
"Mmm.. Teguh ? Teguh siapa ? Emang ada temen SMA kita yang namanya Teguh ?", tanya istri gua kebingungan.
"Ada, masa kamu lupa..", jawab gua.
Gua mencuri pandang kearah Ibu yang tiba-tiba berhenti makan, kemudian dia membereskan piring makannya, lalu berjalan kedapur.
"Bu, kok gak diabisin makanannya ? Masakan ku gak enak ya ?", tanya istri gua.
"Eh bukan sayang, enak kok, cuma Ibu kayaknya agak gak enak badan deh, mau ke kamar aja istirahat.. Masakan kamu enak kok, Ibu suka", jawab Ibu yang berhenti melangkah sebelum akhirnya berjalan lagi kearah dapur.
"Mas, Ibu kenapa sih ? Kayaknya masakan aku gak cocok ya sama Ibu ? Keliatannya dia sehat gitu, tumben makanannya gak diabisin loch", tanya istri gua khawatir.
Gua tersenyum lebar. "Hehehe, bukan kok, sini deh aku bisikin..".
Gua ceritakan kejadian tadi siang saat bertemu pria bernama Teguh dengan sedikit berbisik kepada istri gua itu.
"Eh eh.. Kok jahat sih kamu ? Iih jangan gitu ah", istri gua kaget sambil mencubit pelan lengan gua setelah mendengar cerita tersebut.
Tidak lama kemudian Ibu berjalan melewati kami.
"Ibu ke kamar dulu ya, mau istirahat duluan", ucap Ibu dan kembali berjalan kearah kamarnya.
Gua cengar-cengir kepada istri.
"Mas jangan gitu ah, kasian tau Ibu.. Katanya kita mau minta Ibu untuk nikah lagi tapi kok kamu malah gini sih ?", tanya istri gua.
"Ck, cewek tuh mana paham yang kayak ginian, udah kamu ikutin aku aja, nurut sama suami..", jawab gua santai.
"Iya tapi emangnya kamu mau ngapain sih ? Kan kenal juga belum sama temennya itu, harusnya tadi kamu kenalan baik-baik, ngobrol gitu loch, jadi tau gimana orangnya", timpal istri gua lagi.
"Hehehe, santai nona maniisss, aku punya cara sendiri kok buat tau gimana karakter laki-laki yang lagi deket sama wanita yang bernama Laras itu, hehehe...", balas gua sambil mengusap-usap dagu dan tersenyum licik.
"Idiiih... Amit-amit, gayamuuuu.. Tau ah terserah, awas aja kalo aneh-aneh, aku marah pokoknya..", ucap istri gua sambil berdiri dan membereskan piring kotor yang ada di meja makan.
"Hooo slow lah.. Suami mu pokoknya protector keluarga hehehe...", jawab gua.
"Ngomong mulu, buruan abisin makanannya, aku mau bawa ke dapur nih".
...
...
...
Dua hari setelahnya gua meminta istri untuk pdkt ke Ibu, biar curhat tuh Ibu gua ke menantunya. Karena udah dua hari ini beliau menghindari gua, hehehe.. Tau gua, takut tuh Ibu ama anak lakinya ini...
"Gimana sayang ? Udah cerita dia ama kamu ?", tanya gua sebelum tidur.
Istri gua baru mengganti pakaiannya lalu naik keatas ranjang dan rebahan di samping gua.
"Udah, tega deh kamu. Dia kayaknya cocok sama temennya itu, Mas..", jawab istri gua.
"Hoo mantep mantep, terus terus gimana ceritanya ?", tanya gua lagi semakin antusias.
Istri gua menceritakan apa yang dia dengar soal hubungan Ibu gua dengan pria yang bernama Teguh itu. Katanya, bener memang kalo mereka adalah teman kampus waktu di inggris dulu, cuma pria itu adalah kakak tingkatnya Ibu. Dan ternyata mereka bertemu udah cukup lama dan sampai sekarang jadi dekat gitu lah. Istri gua nangkep kalo Ibu kayaknya memang jatuh hati sama temen kampusnya itu.
"Hmm.. Berarti minus satu nih buat tuh cowok", ucap gua setelah mendengar ceritanya.
"Maksudnya ?", tanya istri gua bingung.
"Kata tuh cowok, mereka baru ketemu kemaren-kemaren, nyatanya udah lama ketemunya kan kata kamu.. Boong dong dia", jawab gua.
"Ooh, itu dia sengaja karena gak enak sama kamu, Mas. Karena kamu bilang kan kamu suaminya Ibu, jadi dia gak berani terus terang gitu..", ucap istri gua menjelaskan. Kemudian dia mengaitkan tangannya ke tangan kanan gua.
"Terus nih, kata Ibu sorenya dia dapet chatt bbm dari temennya itu, ya temennya itu cerita, katanya gini, aku siang tadi main ke rumah kamu de, tapi aku ketemu suami kamu, maaf kalo aku ganggu kamu, aku cuma mau tanya kenapa kamu gak jujur selama ini sama aku kalo ternyata kamu udah menikah lagi", lanjut istri gua.
"Hehehe, terus kata Ibu apa ?", tanya gua makin penasaran.
"Ibu kaget lah, suami siapa coba katanya, Ibu cuma mikir di rumah laki-laki ya kamu doang kan, nah dari situ Ibu ngejelasin ke temennya, kalo yang ketemu temennya itu anak Ibu.. Jadi nih ternyata Ibu udah cerita sebelumnya kalo dia tinggal sama anak dan menantunya, Mas. Ya Ibu minta maaf ke temennya, cuma apa yang ditakutin Ibu kejadian sebelum waktunya..".
"Ditakutin ?".
"Iya, Ibu tuh takut kalo kamu gak setuju Ibu nikah atau deket sama laki-laki lagi, Mas. Aku ampe gak percaya loch waktu dia bilang, Ibu tuh lebih takut Eza gak ngerestuin Ibu sama laki-laki pilihan Ibu daripada restu orangtua Ibu sendiri, gitu katanya".
Lalu istri gua mengusap dada gua dengan lembut.
"Coba deh kamu pikirin, kasian tau Ibu sampe kayak gitu, dia sebenernya bingung dua hari ini sama kamu, kamunya juga ngediemin pula lagi, makin takut jadinya dia sama kamu..".
Masih terpatri nih di otak, tanggapan gua waktu itu cuma - ngakak so hard aing...
"Hiii.. Malah ketawa! Apaan sih malah dicandain! Itu Ibu kamu mau nikah lagi kok malah gini sih, Mas! Aku denger itu cowoknya baik kok.. Apa salahnya kalo kamu coba deket dulu sama temennya itu, kan kemaren cuma...", ucapannya gua potong.
"Wait.. Wait... Apa kamu bilang tadi ? Nikah ? Mereka mau nikah ?", tanya gua serius, hilang seketika tawa sebelumnya.
"Eh..", istri gua seperti sadar akan ucapannya, dia kaget dan menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
"Hmmm... Oke oke.. Sekarang gini aja, kamu mau nurut sama suami kamu apa enggak ?", tanya gua dengan nada mengancam.
Istri gua hanya mengangguk pasrah.
"Kalo gitu aku minta kamu bantuin aku ya..".
Gua bisikan sebuah permintaan kepada istri gua, awalnya dia gak mau dan bingung tapi gua ngingetin dia lagi, ini permintaan suami dan demi kebaikan keluarga. Jadi ya mau gak mau dia harus nurut apa kata gua.
"Yaudah yaudah iya, tapi gimana caranya ? Pake alesan apa aku mintanya ?", tanya dia lesu.
"Itu ma pinter-pinternya kamu lah cari alesan, pokoknya besok siang aku harus da nerima aja, gak mau tau...", jawab gua santai sambil menarik selimut dan bersiap untuk tidur.
"Iiih dia ma gitu, ah tau ah... Gimana besok aja", ucapnya bete.
...
Keesokan harinya gua bekerja seperti biasa di ibukota, masak kalo lagi ada orderan, main PS di ruangan kepala chef sama rekan-rekan chef lainnya kalo lagi sepi, hehehe.. Gitu dulu ma kalo gua di kitchen...
Siangnya ternyata apa yang gua minta ke istri dikirimkan ke bbm gua, entahlah bodo amat gimana caranya dia minta ke Ibu, yang penting apa yang gua perluin udah ada, tinggal lanjut ke tahap berikutnya.
Selang beberapa menit setelah gua mendapatkan apa yang gua minta, gua menelpon salah satu sahabat gua.
Beres mengabarkan Ryo, gua langsung mengabarkan istri tercinta kalo nanti pulang kerja gua bakal ketemu temen dulu, dan tentunya gua gak langsung bilang mau ketemu Ryo, biar nanti aja pulang dari ketemu Ryo gua ceritain ke Ny. Agathadera.
Singkat cerita malam harinya sekitar pukul delapan malam gua sudah berada di rumah milik orangtua sahabat SMP gua itu. Yang artinya disana, berarti, pastilah, tentunya, fix, ada Almira juga... Ehm.. Jangan oleng, istigfar istigfar, inget bini di rumah lagi hamil.
"Eh Mas Eza, masuk Mas, udah ditungguin sama Kak Ryo...", ucap Almira setelah membukakan pintu rumah.
"Oh iya, makasih Ann..".
Gua masuk kedalam rumah setelah membuka sepatu, dan mengikuti Almira yang menuju lantai dua dimana Ryo berada.
"Kaaak.. Nih Mas Eza udah dateng..", teriak perempuan yang mirip Taylor Swift tersebut di depan kamar Kakaknya itu.
Tidak lama pintu terbuka, gua dipersilahkan masuk oleh empunya kamar, sebelum masuk kamar, Almira sempat menawarkan minum.
"Mas Eza mau minum apa ?", tanyanya.
"Kopi item ada ?", tanya gua balik.
Dia tersenyum. "Ada, cap *merk_salah_satu_produk_kopi_lokal, kan..", jawabnya.
Anjir apal gini nih cewek ama kopi favorit gua.
"Hehe, iya Ann.. Makasih ya", ucap gua.
"Iya sebentar ya, aku buatin dulu".
"Euleuh-euleuh, pantesan tadi ka warung maneh tumbenan.. Meuli kopi sugan jang si Eza..", ucap Ryo tiba-tiba. (Pantesan tadi ke warung kamu tumben, beli kopi kayaknya buat si Eza).
"Iiih apaan sih, Kak.. Orang tadi emang mau beli cemilan kok ke warung", jawab Almira jutek ke Kakaknya.
"Lah eta aya kopi na si Eza ? Pan didieu eweuh nu beuki kopi hideung, deuh bisaan maneh... Kade ulah dijumpa-jampe eta kopi, salaki batur yeuh", timpal Ryo. (Lah itu ada kopinya si Eza ? Kan disini gak ada yang suka kopi item, halah bisa aja elu ma... Awas jangan di jampe-jampe itu kopi, suami orang nih).
"Hiii riweuh deuh.. Udah ah aku mau buat kopi dulu, jangan dengerin Kak Ryo, Mas Eza. Lieur maneh na ma..", ucap Almira sebelum bergegas kembali kebawah. (Hiii ribet deh - - Pusing dia ma).
Gua cuma bisa cengar-cengir liat kelakuan Kakak Adik yang sedikit absurd itu.
"Ckckckck... Taylor Swift Taylor Swift...", ucap gua sambil menggelengkan kepala dan memandangi lenggak-lenggok Almira yang menuruni tangga di depan sana.
"Mata lu belum pernah kelilipan peluru magnum kaliber empat lima ya, Za ?".
"Hahaha, Tai lu!!", ngakak gua denger anceman doi.
"Udah ayo masuk.. Nongkrong beranda aja ye, biar saik..", ajak Ryo.
Kami berdua duduk di beranda luar kamar sahabat gua itu.
Waktu dulu, beranda kamar ini adalah tempat nongkrong paling asyik buat gua dan teman-teman yang lain saat SMP. Dulu disinilah gua pertama kalinya kenal yang namanya alkohol dan daun Om Bob Marley. Nyanyi sekenceng-kencengnya dengan gitar tua milik Ryo, dan paling pas dan sempurna saat mata kami dimanjakan oleh pemandangan kebun teh di bawah sana... Masa muda memang yaa.. Mantep Soul pokoknya... Kangen dah gua
"Kumaha kumaha, aya naon iyeu te ?", tanya Ryo santai sambil, ehm.. Meracik daun Om Bob. Gak ada toubatnya nih anak emang. (Gimana gimana ? Ada apaan nih ?).
"To the point yeuh, urang rek menta tulung, tah", tanpa basa-basi, gua keluarkan blackberry. (gua mau minta tolong, nih...).
"Saha eta ?", tanya Ryo menatap layar Blackberry. (Siapa tuh ?).
"Calon bapak aing Yo, ini plat mobil, ini nama tempat kerjanya. Ya lu taulah apa yang gua mau", jawab gua sambil menunjukkan info lainnya.
"Hm, Ya ya mau kapan ?", tanyanya lagi setelah merekatkan bungkus 'pocong' dengan jilatannya sendiri.
"Besok bisa ?".
"Siap!", jawabnya sambil menyalakan pemantik, lalu terciumlah semerbak wangi khas daun tersebut.
"Tokar heula yeuh.. Aa Eza bade disuntik ?", tawarnya menggoda gua. (Bakar dulu nih, Aa Eza mau disuntikin ?).
"Hehehe, atur nuhun Kang Iyo, mangga sok we nyalira", jawab gua terkekeh. (Hehehe, Makasih Kang Iyo, silahkan aja buat situ sendiri).
Selain itu, alhamdulilah akhirnya kami juga mendapatkan sebuah ruko di dekat pusat kota. Walaupun hanya menyewa ruko tersebut tapi istri gua memilih untuk merenovasi bentuk bangunannya agar sesuai seperti klinik pada umumnya.
"Ve, kamu jangan terlalu cape ya, aku gak mau kamu sampe sakit, inget tuh perutnya udah mau enam bulan nih".
Gua duduk bersandar pada sofa tepat di samping istri tercinta. Dia yang sebelumnya asyik membaca majalah kecantikan akhirnya tersenyum sambil melirik kepada suaminya ini.
"Iya, Mas. Aku kerjanya santai kok, cuma bantuin Bu Maria aja, gak yang harus cape gitu", jawabnya lembut.
"Iya tapi maksud aku bukan cape fisik aja, aku gak mau kamu terlalu banyak pikiran, nanti takut kenapa-kenapa sama kandungan kamu sayang", timpal gua.
"Iya iya, insya Allah semuanya baik-baik kok, aku gak terlalu banyak beban pikiran, cuma selama aku kerja di kliniknya Bu Maria jadi ada ide baru loch, buat nanti di klinik ku sendiri", jawabnya lagi yang kali ini terdengar cukup antusias.
"Yaudah iya deh Bu Dokter Vera..", gua mencubit pelan pipinya.
"Iiih aku bukan Dokter tauu, hihihi..".
"Dokterlah sayang, sama aja.. Beda bidangnya doang kok..", timpal gua lagi sebelum pada akhirnya membelai rambut indahnya yang malam itu tidak mengenakan hijab.
...
Hari minggu saat libur kerja gua yang baru berenang di kolam halaman belakang harus naik lagi karena Bibi bilang ada tamu di luar rumah. Gua hanya mengambil handuk untuk melap tubuh dan wajah yang basah, lalu berjalan kearah pintu tanpa berganti pakaian.
"Siang Mas, de Larasnya ada ?", tanya seorang pria.
Hah ? De ? Ade Laras kamsudnya ?.
Gua tidak langsung menjawab, tapi memperhatikan pria tersebut dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
"Bapak siapa ya ?", tanya gua dingin setelah memperhatikan penampilannya yang formal.
"Eh iya maaf, kenalin saya Teguh, sahabat dekatnya de Laras, kalo Masnya siapa ya ?", tanya balik pria yang bernama Teguh tersebut.
"Saya suaminya.. Ada perlu apa sama istri saya ?", tanya gua lagi sedikit gak suka.
"Hah ? Mas ini suaminya de Laras ? Loch katanya suaminya udah meninggal.. Saya gak tau kalo misal dia udah nikah lagi", jawabnya sedikit kaget.
"Iya udah nikah lagi, saya ini suaminya yang sekarang", timpal gua.
Pria yang bernama Teguh ini mungkin sedikit curiga dan gak percaya sama gua, keliatan banget dari raut wajahnya, dan lagi lagi dia merhatiin tubuh gua, karena gua betatto, mungkin dikiranya mana mungkin 'de Laras'suka sama cowok macem gua.
"Ada perlu apa sama istri saya ? Jangan sampe saya ulang pertanyaan yang sama tiga kali nih, Pak", ucap gua sedikit melotot kepadanya.
"Oh maaf, saya cuma mau silaturahmi aja kesini, saya ini sahabatnya waktu di Inggris, kemaren ketemu di restoran punya dia yang di daerah *sensor*, ya kita ngobrol aja karena udah lama gak ketemu kan, terus saya dikasih tau kalo dia katanya tinggal disini, jadi ya saya mampir sekarang untuk main dan silaturahmi aja, gak ada maksud apa-apa, maaf ya Mas..", jawabnya menjelaskan.
"Ooh gitu toh, tapi istri saya lagi keluar rumah, belum pulang".
"Oh yaudah gak apa-apa. Kalo gitu saya pamit dulu, maaf mengganggu, Mas".
"Sebentar, situ kerja dimana ?", tanya gua.
"Saya kerja di perusahaan *sensor", jawabnya sambil tersenyum.
Gua hanya mengangguk.
"Kalo gitu saya pamit dulu, Mas. Salam untuk istrinya, mari... Wassalamualaikum", ucapnya sebelum pamit dari hadapan gua.
"Ya, Walaikumsalam", jawab gua cepat.
Setelah mobilnya pergi menjauh, gua kembali ke dalam dan melanjutkan main air di kolam halaman belakang. Ehm, dan tentunya gua udah hafalin nomor kendaraannya tadi.
Siapa Teguh itu ? Semacam good friend nya Ibu gitu ?.
Setelah beres berenang, akhirnya gua bilas tubuh dan menikmati kopi hitam manis di teras depan rumah setelah rapih dan tampan maksimal.
Sore hari mobil istri gua memasuki halaman parkir, dan turunlah dia dari bangku samping kemudi, disusul seorang wanita lainnya yang mengemudikan mobil tersebut.
"Assalamualaikum, Mas", ucap istri gua sambil menyodorkan tangan lalu mencium punggung tangan kanan gua.
"Walaikumsalam, belanja nih ?", tanya gua setelah menjawab salamnya dan melihat kantong belanjaan yang dia pegang.
"Iya, tadi sekalian abis dari klinik diajak Ibu ke swalayan dulu, kebetulan pada kosong kan tuh bumbu dapur. Eh kamu ngerokok mulu ih..", jawabnya lalu melihat tangan kiri gua yang terselip sebatang rokok.
"Ck, ini anak ya! istrinya udah hamil gede juga masiiiih aja ngerokok! Susah amat dibilanginnya sih Za!", timpal Ibu yang sudah berdiri disamping istri gua.
"Kan tadi rumah sepi, jadi gak apa-apa atuh, lagian diluar ini bukan di dalem lah.. Yaudah sana masak dulu, Ve.. Laper aku", jawab gua.
Istri gua masuk kedalam rumah untuk memasak makan malam nanti, sedangkan Ibu awalnya mau menjitak gua, tapi gua mengelak lalu memasang wajah marah.
"Eh eh.. Apa-apaan itu ? Kok mukanya gitu sih ?", tanya Ibu heran.
"Enggak apa-apa kok..", jawab gua dingin sambil memalingkan wajah kearah lain.
Set.. wow... Wajah gua dipegang Ibu lalu ditarik agar kembali bisa menatap gua.
"Heh, ada apa kamu ? Kok jutek gitu sama Ibu ?", tanya Ibu lagi dengan wajah serius kali ini.
"Enggak ada apa-apa ih.. Tadi bawa mobilnya ngebut gak ?", tanya gua tiba-tiba.
Ibu mengerenyitkan keningnya kemudian melepas wajah gua dari genggamannya.
"Ooooh... Jadiii.. Kamu pikir Ibu bawa istri kamu ugalan-ugalan di jalan gitu ? Please ya, Ibu tuh bukan baru belajar nyetir kemaren sore kali.. Su'udzon aja sama Ibunya!", ucapnya sambil melipat kedua tangan di depan dadanya dengan mata yang judes menatap gua.
Gua disitu bener-bener dingin, gak nyengir buat nanggepin omongannya, jutek lah pokoknya.
"Ooh..", jawab gua asal dan lagi lagi kembali memalingkan wajah, tapi kali ini sambil menghisap rokok dalam-dalam. *teungil mode on ceritanya.
Gak lama kemudian telinga sebelah kiri gua merah padam, pedes, perih, nano-nano lah rasanya akibat dijewer sama doi, eh Ibu maksud gua... Parah

Malam harinya di ruang makan...
Gua duduk di samping istri tercinta, sedangkan Ibu duduk dihadapan kami.
"Enak nih cah kangkungnya..", ucap gua setelah menikmati masakan istri.
"Mau nambah ?", tanya istri gua yang malam itu memakai hijab berwarna abu.
"Kangkungnya aja, jangan pake nasi, Ve..", jawab gua.
"Ehm, Ve aku mau nanya, kamu denger ada kabar reuni SMA gak ?", tanya gua tiba-tiba.
"Hah ? Masa sih ? Aku malah baru denger dari kamu, Mas..", istri gua cukup kaget dan berhenti menyendok kangkung ke piring makan gua.
"Katanya itu juga, gak tau jadi apa enggak.. Kangen juga sih ama temen-temen.. Apalagi sama si Teguh..", jawab gua dengan menekankan nama Teguh.
"Segini cukup ?", tanya istri gua menunjukkan cah kangkung yang sudah ia ambilkan.
"Cukup-cukup, makasih sayang".
"Mmm.. Teguh ? Teguh siapa ? Emang ada temen SMA kita yang namanya Teguh ?", tanya istri gua kebingungan.
"Ada, masa kamu lupa..", jawab gua.
Gua mencuri pandang kearah Ibu yang tiba-tiba berhenti makan, kemudian dia membereskan piring makannya, lalu berjalan kedapur.
"Bu, kok gak diabisin makanannya ? Masakan ku gak enak ya ?", tanya istri gua.
"Eh bukan sayang, enak kok, cuma Ibu kayaknya agak gak enak badan deh, mau ke kamar aja istirahat.. Masakan kamu enak kok, Ibu suka", jawab Ibu yang berhenti melangkah sebelum akhirnya berjalan lagi kearah dapur.
"Mas, Ibu kenapa sih ? Kayaknya masakan aku gak cocok ya sama Ibu ? Keliatannya dia sehat gitu, tumben makanannya gak diabisin loch", tanya istri gua khawatir.
Gua tersenyum lebar. "Hehehe, bukan kok, sini deh aku bisikin..".
Gua ceritakan kejadian tadi siang saat bertemu pria bernama Teguh dengan sedikit berbisik kepada istri gua itu.
"Eh eh.. Kok jahat sih kamu ? Iih jangan gitu ah", istri gua kaget sambil mencubit pelan lengan gua setelah mendengar cerita tersebut.
Tidak lama kemudian Ibu berjalan melewati kami.
"Ibu ke kamar dulu ya, mau istirahat duluan", ucap Ibu dan kembali berjalan kearah kamarnya.
Gua cengar-cengir kepada istri.
"Mas jangan gitu ah, kasian tau Ibu.. Katanya kita mau minta Ibu untuk nikah lagi tapi kok kamu malah gini sih ?", tanya istri gua.
"Ck, cewek tuh mana paham yang kayak ginian, udah kamu ikutin aku aja, nurut sama suami..", jawab gua santai.
"Iya tapi emangnya kamu mau ngapain sih ? Kan kenal juga belum sama temennya itu, harusnya tadi kamu kenalan baik-baik, ngobrol gitu loch, jadi tau gimana orangnya", timpal istri gua lagi.
"Hehehe, santai nona maniisss, aku punya cara sendiri kok buat tau gimana karakter laki-laki yang lagi deket sama wanita yang bernama Laras itu, hehehe...", balas gua sambil mengusap-usap dagu dan tersenyum licik.
"Idiiih... Amit-amit, gayamuuuu.. Tau ah terserah, awas aja kalo aneh-aneh, aku marah pokoknya..", ucap istri gua sambil berdiri dan membereskan piring kotor yang ada di meja makan.
"Hooo slow lah.. Suami mu pokoknya protector keluarga hehehe...", jawab gua.
"Ngomong mulu, buruan abisin makanannya, aku mau bawa ke dapur nih".
...
...
...
Dua hari setelahnya gua meminta istri untuk pdkt ke Ibu, biar curhat tuh Ibu gua ke menantunya. Karena udah dua hari ini beliau menghindari gua, hehehe.. Tau gua, takut tuh Ibu ama anak lakinya ini...

"Gimana sayang ? Udah cerita dia ama kamu ?", tanya gua sebelum tidur.
Istri gua baru mengganti pakaiannya lalu naik keatas ranjang dan rebahan di samping gua.
"Udah, tega deh kamu. Dia kayaknya cocok sama temennya itu, Mas..", jawab istri gua.
"Hoo mantep mantep, terus terus gimana ceritanya ?", tanya gua lagi semakin antusias.
Istri gua menceritakan apa yang dia dengar soal hubungan Ibu gua dengan pria yang bernama Teguh itu. Katanya, bener memang kalo mereka adalah teman kampus waktu di inggris dulu, cuma pria itu adalah kakak tingkatnya Ibu. Dan ternyata mereka bertemu udah cukup lama dan sampai sekarang jadi dekat gitu lah. Istri gua nangkep kalo Ibu kayaknya memang jatuh hati sama temen kampusnya itu.
"Hmm.. Berarti minus satu nih buat tuh cowok", ucap gua setelah mendengar ceritanya.
"Maksudnya ?", tanya istri gua bingung.
"Kata tuh cowok, mereka baru ketemu kemaren-kemaren, nyatanya udah lama ketemunya kan kata kamu.. Boong dong dia", jawab gua.
"Ooh, itu dia sengaja karena gak enak sama kamu, Mas. Karena kamu bilang kan kamu suaminya Ibu, jadi dia gak berani terus terang gitu..", ucap istri gua menjelaskan. Kemudian dia mengaitkan tangannya ke tangan kanan gua.
"Terus nih, kata Ibu sorenya dia dapet chatt bbm dari temennya itu, ya temennya itu cerita, katanya gini, aku siang tadi main ke rumah kamu de, tapi aku ketemu suami kamu, maaf kalo aku ganggu kamu, aku cuma mau tanya kenapa kamu gak jujur selama ini sama aku kalo ternyata kamu udah menikah lagi", lanjut istri gua.
"Hehehe, terus kata Ibu apa ?", tanya gua makin penasaran.
"Ibu kaget lah, suami siapa coba katanya, Ibu cuma mikir di rumah laki-laki ya kamu doang kan, nah dari situ Ibu ngejelasin ke temennya, kalo yang ketemu temennya itu anak Ibu.. Jadi nih ternyata Ibu udah cerita sebelumnya kalo dia tinggal sama anak dan menantunya, Mas. Ya Ibu minta maaf ke temennya, cuma apa yang ditakutin Ibu kejadian sebelum waktunya..".
"Ditakutin ?".
"Iya, Ibu tuh takut kalo kamu gak setuju Ibu nikah atau deket sama laki-laki lagi, Mas. Aku ampe gak percaya loch waktu dia bilang, Ibu tuh lebih takut Eza gak ngerestuin Ibu sama laki-laki pilihan Ibu daripada restu orangtua Ibu sendiri, gitu katanya".
Lalu istri gua mengusap dada gua dengan lembut.
"Coba deh kamu pikirin, kasian tau Ibu sampe kayak gitu, dia sebenernya bingung dua hari ini sama kamu, kamunya juga ngediemin pula lagi, makin takut jadinya dia sama kamu..".
Masih terpatri nih di otak, tanggapan gua waktu itu cuma - ngakak so hard aing...

"Hiii.. Malah ketawa! Apaan sih malah dicandain! Itu Ibu kamu mau nikah lagi kok malah gini sih, Mas! Aku denger itu cowoknya baik kok.. Apa salahnya kalo kamu coba deket dulu sama temennya itu, kan kemaren cuma...", ucapannya gua potong.
"Wait.. Wait... Apa kamu bilang tadi ? Nikah ? Mereka mau nikah ?", tanya gua serius, hilang seketika tawa sebelumnya.
"Eh..", istri gua seperti sadar akan ucapannya, dia kaget dan menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
"Hmmm... Oke oke.. Sekarang gini aja, kamu mau nurut sama suami kamu apa enggak ?", tanya gua dengan nada mengancam.
Istri gua hanya mengangguk pasrah.
"Kalo gitu aku minta kamu bantuin aku ya..".
Gua bisikan sebuah permintaan kepada istri gua, awalnya dia gak mau dan bingung tapi gua ngingetin dia lagi, ini permintaan suami dan demi kebaikan keluarga. Jadi ya mau gak mau dia harus nurut apa kata gua.
"Yaudah yaudah iya, tapi gimana caranya ? Pake alesan apa aku mintanya ?", tanya dia lesu.
"Itu ma pinter-pinternya kamu lah cari alesan, pokoknya besok siang aku harus da nerima aja, gak mau tau...", jawab gua santai sambil menarik selimut dan bersiap untuk tidur.
"Iiih dia ma gitu, ah tau ah... Gimana besok aja", ucapnya bete.
...
Keesokan harinya gua bekerja seperti biasa di ibukota, masak kalo lagi ada orderan, main PS di ruangan kepala chef sama rekan-rekan chef lainnya kalo lagi sepi, hehehe.. Gitu dulu ma kalo gua di kitchen...

Siangnya ternyata apa yang gua minta ke istri dikirimkan ke bbm gua, entahlah bodo amat gimana caranya dia minta ke Ibu, yang penting apa yang gua perluin udah ada, tinggal lanjut ke tahap berikutnya.
Selang beberapa menit setelah gua mendapatkan apa yang gua minta, gua menelpon salah satu sahabat gua.
Quote:
Beres mengabarkan Ryo, gua langsung mengabarkan istri tercinta kalo nanti pulang kerja gua bakal ketemu temen dulu, dan tentunya gua gak langsung bilang mau ketemu Ryo, biar nanti aja pulang dari ketemu Ryo gua ceritain ke Ny. Agathadera.
Singkat cerita malam harinya sekitar pukul delapan malam gua sudah berada di rumah milik orangtua sahabat SMP gua itu. Yang artinya disana, berarti, pastilah, tentunya, fix, ada Almira juga... Ehm.. Jangan oleng, istigfar istigfar, inget bini di rumah lagi hamil.
"Eh Mas Eza, masuk Mas, udah ditungguin sama Kak Ryo...", ucap Almira setelah membukakan pintu rumah.
"Oh iya, makasih Ann..".
Gua masuk kedalam rumah setelah membuka sepatu, dan mengikuti Almira yang menuju lantai dua dimana Ryo berada.
"Kaaak.. Nih Mas Eza udah dateng..", teriak perempuan yang mirip Taylor Swift tersebut di depan kamar Kakaknya itu.
Tidak lama pintu terbuka, gua dipersilahkan masuk oleh empunya kamar, sebelum masuk kamar, Almira sempat menawarkan minum.
"Mas Eza mau minum apa ?", tanyanya.
"Kopi item ada ?", tanya gua balik.
Dia tersenyum. "Ada, cap *merk_salah_satu_produk_kopi_lokal, kan..", jawabnya.
Anjir apal gini nih cewek ama kopi favorit gua.
"Hehe, iya Ann.. Makasih ya", ucap gua.
"Iya sebentar ya, aku buatin dulu".
"Euleuh-euleuh, pantesan tadi ka warung maneh tumbenan.. Meuli kopi sugan jang si Eza..", ucap Ryo tiba-tiba. (Pantesan tadi ke warung kamu tumben, beli kopi kayaknya buat si Eza).
"Iiih apaan sih, Kak.. Orang tadi emang mau beli cemilan kok ke warung", jawab Almira jutek ke Kakaknya.
"Lah eta aya kopi na si Eza ? Pan didieu eweuh nu beuki kopi hideung, deuh bisaan maneh... Kade ulah dijumpa-jampe eta kopi, salaki batur yeuh", timpal Ryo. (Lah itu ada kopinya si Eza ? Kan disini gak ada yang suka kopi item, halah bisa aja elu ma... Awas jangan di jampe-jampe itu kopi, suami orang nih).
"Hiii riweuh deuh.. Udah ah aku mau buat kopi dulu, jangan dengerin Kak Ryo, Mas Eza. Lieur maneh na ma..", ucap Almira sebelum bergegas kembali kebawah. (Hiii ribet deh - - Pusing dia ma).
Gua cuma bisa cengar-cengir liat kelakuan Kakak Adik yang sedikit absurd itu.
"Ckckckck... Taylor Swift Taylor Swift...", ucap gua sambil menggelengkan kepala dan memandangi lenggak-lenggok Almira yang menuruni tangga di depan sana.
"Mata lu belum pernah kelilipan peluru magnum kaliber empat lima ya, Za ?".
"Hahaha, Tai lu!!", ngakak gua denger anceman doi.
"Udah ayo masuk.. Nongkrong beranda aja ye, biar saik..", ajak Ryo.
Kami berdua duduk di beranda luar kamar sahabat gua itu.
Waktu dulu, beranda kamar ini adalah tempat nongkrong paling asyik buat gua dan teman-teman yang lain saat SMP. Dulu disinilah gua pertama kalinya kenal yang namanya alkohol dan daun Om Bob Marley. Nyanyi sekenceng-kencengnya dengan gitar tua milik Ryo, dan paling pas dan sempurna saat mata kami dimanjakan oleh pemandangan kebun teh di bawah sana... Masa muda memang yaa.. Mantep Soul pokoknya... Kangen dah gua

"Kumaha kumaha, aya naon iyeu te ?", tanya Ryo santai sambil, ehm.. Meracik daun Om Bob. Gak ada toubatnya nih anak emang. (Gimana gimana ? Ada apaan nih ?).
"To the point yeuh, urang rek menta tulung, tah", tanpa basa-basi, gua keluarkan blackberry. (gua mau minta tolong, nih...).
"Saha eta ?", tanya Ryo menatap layar Blackberry. (Siapa tuh ?).
"Calon bapak aing Yo, ini plat mobil, ini nama tempat kerjanya. Ya lu taulah apa yang gua mau", jawab gua sambil menunjukkan info lainnya.
"Hm, Ya ya mau kapan ?", tanyanya lagi setelah merekatkan bungkus 'pocong' dengan jilatannya sendiri.
"Besok bisa ?".
"Siap!", jawabnya sambil menyalakan pemantik, lalu terciumlah semerbak wangi khas daun tersebut.
"Tokar heula yeuh.. Aa Eza bade disuntik ?", tawarnya menggoda gua. (Bakar dulu nih, Aa Eza mau disuntikin ?).
"Hehehe, atur nuhun Kang Iyo, mangga sok we nyalira", jawab gua terkekeh. (Hehehe, Makasih Kang Iyo, silahkan aja buat situ sendiri).
Diubah oleh nengsr 11-03-2018 23:15
oktavp dan 2 lainnya memberi reputasi
3


