- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#5078
Sebelum Cahaya
PART XXXVI
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu...
Sudah berbulan-bulan terlewati saat momen dimana gua dan Ibu saling berbincang-bincang dari part sebelumnya.
Selama itu pula apa yang dikhawatirkan gua dan Ibu alhamdulillah belum kejadian.
...
...
...
Skripsi yang sedang dikerjakan oleh istri gua sudah selesai, tinggal menunggu sidang. Dia masih tinggal di apartemennya, tapi lebih sering pulang ke Indonesia dalam sebulan terkakhir ini untuk berkumpul bersama gua dan keluarganya. Gua sendiri mulai sedikit sibuk dengan kerjaan di restoran saat itu.
Baru beberapa hari lalu, gua juga mulai sering pulang bareng dari ibu kota bersama Mba Yu, yang memang tempat kerjanya tidak terlalu jauh dari tempat kerja gua juga. Walaupun tidak bisa dibilang dekat, tapi searah lah kalau gua menuju tol untuk pulang ke kota kami.
Mba Yu memang sering berangkat kerja diantar suaminya, tapi lain halnya jika jam pulang kantor, yang gua tau, Feri selalu pulang lebih larut dari Mba yu ataupun gua, jadi semenjak beberapa hari terakhir ini gua selalu menjemput Mba Yu ke kantornya untuk pulang bersama-sama.
Feri mengetahui hal tersebut, dan tidak ada masalah sama sekali. Malah mengucapkan banyak terimakasih karena gua mau repot-repot menjemput istrinya itu.
...
Hari ini kebetulan istri gua sedang berada di Indonesia, saat itu gua masih mengikuti keinginannya yang selalu menginap di rumah Nenek saat dia berada di Indonesia.
"Assalamualaikum", gua buka pintu kamar dari teras depan.
"Walaikumsalam... Eh misua ku udah pulang", jawab istri gua yang saat itu berada di dalam kamar dan berjalan mendekat.
"Gimana kerjaan hari ini, sayang ?", tanyanya setelah mencium punggung tangan kanan gua.
"Ya gitulah, seperti biasa, Ve.. Oh iya aku lagi bikin kuisoner buat pengunjung juga tadi, rencananya buat penilaian pelanggan untuk kualitas makanan dan pelayanan resto..", jawab gua seraya menaruh tas dan melepaskan jaket, lalu memberikannya kepada istri gua.
"Oh semacam saran pengunjung gitu ya ?", tanyanya lagi yang sudah mengaitkan jaket gua ke gantungan baju dibalik pintu kamar.
"Heu'euh.. Eh hari ini Nenek masak apa, sayang ?", tanya gua sambil melepaskan jam tangan.
Istri gua tersenyum, lalu berjalan mendekat dan jemari tangannya yang lembut itu mulai membuka satu-persatu kancing kemeja gua dari bagian atas.
"Hari iniiii...", dia berucap sambil tersenyum dan tangannya masih sibuk membuka beberapa kancing kemeja gua. "Aku yang maasaaaakkk.. Hihihi..", lanjutnya seraya terkekeh pelan.
Gua tersenyum lebar mendengar jawabannya itu.
"Serius ? Wow.. Jadi gak sabar nyobain masakan kamu", ucap gua.
"Mau langsung makan atau mandi dulu ? Eh tapi mending makan dulu deh, kalo langsung mandi gak baik juga, kan baru pulang banget", ucapnya.
Gua terkekeh pelan lalu mengiyakan sarannya itu.
Setelah berganti pakaian, gua dan istri sekarang duduk di bangku makan, Nenek malam itu sedang ikut pengajian di rumah tetangga kata istri gua. Alhasil hanya kami berdua lah yang makan malam di rumah.
Sebuah mangkuk yang berisi sayur asem sudah disajikan di atas meja makan, tidak lupa makanan favorit gua, teri kacang balado juga dimasak oleh istri tercinta.
"Nasinya segini cukup ?", tanya istri gua yang duduk disamping.
"Kebanyakan sayang, nanti gampang nambah kalo kurang ma", jawab gua memintanya mengurangi porsi nasi yang sebelumnya dia ambil.
"Okey... Nih segini yaa.. Ayo dimakan...", ucapnya lagi setelah meletakkan piring berisi nasi.
Gua melirik kepadanya. Dia sedang melipat tangannya diatas meja, dengan kedua tangan bertumpu satu sama lain, dan wajahnya itu sungguh lucu, ekpresinya memang seperti orang yang h2c, harap-harap cemas.
"Hehehe.. Kamu ngapain ngeliatin aku begitu ? Ayo lah makan bareng", ucap gua yang terkekeh melihat ekpresinya itu.
Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan tersenyum lebar. Gua malah makin cengengesan melihatnya kayak gitu.
"Hehehe.. Ih ayo dicobain buruan.. Hihihi", ucapnya tidak sabar sambil terus terkekeh.
"Okey-okey... Ini nih aku makan nih".
Gua mulai menyendok sayur asem yang berada di mangkuk.
"Eh jangan lupa baca do'a", ucapnya mengingatkan gua.
"Udah kok tadi dalem ati", jawab gua.
Seperti adegan slow motion, sendok perlahan menuju mulut ini, sebelum pada akhirnya suapan pertama kuah sayur itu mendarat telak di indra perasa gua.
Satu detik kemudian. "Gimana-gimana ? Enak gak ?", tanyanya antusias.
dua detik, tiga detik...
Layaknya lirik lagu dangdut si Alam yang berjudul Mbah Dukun... Tapi bedanya bukan segelas air putih ini ma...
Dengan sesendok kuah sayur asem itu, lalu pasien disembur...
BUSYAAAAHHH!!!
"Puaaahh!! Pleeh... Hiishh.. Hooeekk.."Gua bura itu nasi yang berada dihadapan gua dengan kuah sayur asem yang sebelumnya gua cicipi.
Gua kecap lidah gua, lalu buru-buru mengambil air minum yang berada di samping dan langsung meminumnya sampai habis setengah.
"Veraaa.. Ini sayur apaaaa...?! Astagfirullah, Ve.. Asem bangeeett", protes gua setelah beres menetralisir lidah gua dengan guyuran air mineral.
"Itukan sayur asem..", jawabnya polos, tapi wajahnya mulai... Mulai nampak kecewa.
"Iya aku tau, keliatannya sayur asem, tapi ini.. Aduh.. Kamu masak kok terlalu asem maksudnya, Ve..", gua masih heran kenapa bisa itu sayur rasanya asem pake banget.
"Aku ikutin petunjuknya kok..", jawabnya dengan nada suara yang mulai sedih.
"Kamu ikutin petunjuk siapa ?", tanya gua semakin heran.
"Tadi sore aku nanya Nenek sebelum dia berangkat ngaji, kata Nenek ikutin aja cara masaknya yang ditulis dibelakang bumbu sayur asem itu..", jelasnya dengan wajah tertunduk kali ini.
Okey okey, gua luruskan sedikit. Jadi katanya Nenek gak sempet bantuin istri gua masak karena udah mau berangkat ke pengajian. Dan kebetulan istri gua itu beli bumbu sayur asem yang instan di warung, yang sachetan gitu. Nah itu bumbu kebetulan ada cara penyajian atau cara masaknya dibelakang sachetnya, sesuai lah kalau kata istri gua dia masak sesuai petunjuk yang tertera dibalik sachet bumbu tersebut.
"Tapi kenapa bisa asem banget gini ya..?", tanya gua sambil menatap masakan dihadapan gua itu.
Terdengar dia menghela nafas, lalu dengan masih tertunduk dan memainkan jemari tangannya diatas paha, istri gua meminta maaf.
"Maafin aku, Za.. Tadi abis masak sebenarnya rasanya kurang enak pas dicobain", ucapnya lirih. "Terus aku inisiatif nambahin bumbunya..", lanjutnya dengan nada suara yang semakin terdengar sedih.
Gua tersenyum lalu memegang satu tangannya.
"Hey, enggak apa-apa kok, mungkin kamu cuma kebanyakan ngasih bumbu sayur asem instan itu, dua bungkus jadinya ya ?", tanya gua menebak.
"Enggak, Za.. Satu bungkus doang kok", jawabnya cepat sambil menatap wajah gua kali ini.
"Hm ? Tapi kenapa rasanya asem banget..", gua kembali heran.
"Itu... Itu aku kebanyakan ngasih cuka kayaknya deh..", jawabnya polos.
WTF ?! Holy fvckin syiiitt dude... Are you kidding me, Ve ?! Oh my...
Sebentar, gua narik nafas dulu dengan perlahan... Okey, hembuskan perlahan juga, tarik nafas lagi yang dalam, yak tahan sebentar.. Tahan lagi.. Jangan dikeluarin yak... Tahan dulu, jangan dihembuskan, Zaa.. Jangan... Mati aja lu sekalian Zaa.. Zaa..
Apa dia bilang tadi, cuka ? Ce - u - ka - a.
Naaiissss... Okey gak salah yak, namanya sayur asem kata Vera. Inget sa-yur A-sem. Kalo kurang Asem tambahin cuka. Pinter.... Banget...
Maaf. Tapi kenyataannya dia memang belum bisa masak saat awal pernikahan kami selain memasak indomie dan telur. Setelah gua ingat lagi, ini rasanya kayak Dejavu. Dahulu kala ada seorang perempuan cantik yang dengan alasan masuk akal menambahkan racikan kopi untuk gua, itu jelas masuk akal karena dia marah sampai bisa meramu kopi dengan cuka. Kalo sekarang ? Rasanya gua gak punya salah apapun sama perempuan yang ini, yang sudah sah menjadi istri gua. Tapi kok ya itu cuka masih aajaaa bikin gua emosi. Minta di sleding nih kang cuka nya....
Bagaimana akhirnya, sayur asem itu dia buang ke wastafel cuci piring, bukan yang di mangkuk sebelumnya doang, tapi yang di panci juga ikut dibuang. Mau gimana lagi, lah satu panci dia tambahin cuka. Dengan polosnya kata dia sih, ide menambahkan cuka terlintas karena nama sayur tersebut, ya asem. Kalo kurang asem, tambahin cuka. Okeh ? Okehin aja dulu.
Gua tau dia kecewa dengan dirinya sendiri. Sedih karena apa yang dia masak untuk suaminya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kata dia, kalaupun tidak bisa membuat gua mengatakan rasanya enak, minimal gua bisa menghabiskan masakannya itu tanpa ada rasa yang aneh seperti tadi.
"Hey, udah jangan sedih gitu.. Aku tau kamu berusaha kok, aku tau kamu masih belajar masak. Dan soal cuka yang kamu tambahin mungkin itu insting kamu aja.. Wajarlah, bener kata kamu, rasa cuka itu asem, dan masakan yang kamu buat kebetulan namanya juga sayur asem.. Ya walaupun salah bumbu, tapi aku seneng kamu udah mau cape-cape masak sendiri buat aku, Ve..", ucap gua mencoba menghiburnya.
Sekarang situasinya sedikit sendu di dapur. Seolah-olah mendung disini.
Kedua bola mata istri gua sudah berkaca-kaca, sebentar lagi mendung itu akan menurunkan air hujan...
Gua memeluknya dari depan, menyandarkan kepalanya ke dada gua dan membelai lembut punggungnya.
"Aku gak marah, aku gak kecewa, aku suka sama niat dan usaha kamu untuk masak, selalu ada yang pertama untuk kita semua, Ve.. Seperti anak yang baru belajar berjalan, pasti pernah jatuh..", ucap gua.
"Maaf..", ucapnya lirih dengan nada suara yang tertahan karena wajahnya tenggelam ke dada gua.
Kedua tangannya mulai gua rasakan semakin kuat mencengkram punggung ini. Dia memeluk gua dengan erat... Dan itu membuat gua merasakan kalau perempuan yang gua cintai ini sedang benar-benar menyesal.
"Enggak apa-apa, kan masih ada teri balado, yuk kita makan lagi", ajak gua.
Buru-buru dia kendurkan pelukan, menatap wajah gua.
"Ngng.. Kalau gak enak lagi ?", tanyanya khawatir.
"Mending kita cobain dulu ya", jawab gua seraya tersenyum.
Sekarang kami berdua sudah kembali duduk di depan meja makan, gua sudah siap mencoba masakan keduanya. Seperti sebelumnya, ah enggak, sekarang lebih khawatir dia, kecemasannya lebih terlihat jelas saat gua akan mencicipi masakannya yang kedua ini.
"Gimana rasanya ?", tanyanya cemas.
Gua menelan satu sendok nasi yang sudah bercampur dengan teri kacang balado. Lalu menengok kepadanya sambil tersenyum.
Istri gua ikut tersenyum, perubahan ekspresi wajahnya mulai menunjukkan kalau dia akan senang.
"Ngngng.... Ada telor aja gak ?", tanya gua balik dengan ekspresi se-normal mungkin.
Tidak butuh waktu lama untuk istri gua mengambil masakan keduanya itu dan memasukannya kedalam ranjang sampah di dapur. Kemudian dia memasak telur dadar untuk gua.
...
Bagi gua, urusan kebutuhan pangan itu penting. Gua bukan tega, tapi gua ingin dia mengerti kalau urusan memasak itu butuh proses agar bisa benar-benar dinikmati. Bisa aja gua berbohong dan mengatakannya enak saat itu, mencoba menghabiskan masakannya tanpa perduli dengan rasa yang... Gitu deh ya. Tapi gua enggak mau seperti itu. Gua bukan orang yang akan mengatakan... "Sayang masakan kamu enak kok, tapi kayaknya kurang ini deh, atau tambahin ini deh biar lebih pas". Gua bukan suami seperti itu yang harus mengutarakannya dengan lembut.
Setelah gua fikirkan, mungkin apa yang sudah gua pelajari sebelumnya membuat gua menjadi seperti gua yang sekarang soal urusan rasa makanan. Gua sudah terbiasa mendengar seorang juru masak mengatakan, "Masakan lu kayak sampah! Gak enak, kucing aja belom tentu mau!" itu salah satu contoh seorang chef yang menyatakan pendapatnya tentang sebuah masakan yang rasanya memang gak enak, dan itu gua menyaksikan langsung saat dahulu training di sebuah hotel waktu kuliah.
Nah, gua tidak sekasar itu kepada istri gua. Tapi gua hanya ingin mengatakan yang jujur atas rasa makanan yang dia masak. Dan sekarang, gua ingatkan kepada, hey... Kalian para wanita diluar sana, yang baru atau sedang mencoba memasak. Tolong ya, sekali lagi tolong... Kalau masak makanan untuk orang lain itu, bo ya dicicipi sendiri dulu gitu loh, jangan maen masak terus disajiin buat orang atau keluarga. Nanti kalau rasanya gak enak malah marah-marah sendiri. Emosi anda itu tidak bisa diterima loh, kok ya marahnya sama kita-kita yang nyicipin ? Wuaneh.
Jangan kesinggung buat yang ngerasa, pengalaman gua begitu soalnya. Ini buat yang gak sadar aja. Buat wanita yang gak pernah nyobain masakannya sendiri sebelum dikasihin kepada suami atau keluarganya. Apa susahnya coba nyicip sesendok dua sendok sebelum bener-bener nyediain buat keluarga.
#Edisi_Curhat_Masa_Awal_Pernikahan.
notes : Dilarang Keras berkomentar perihal kejadian memasak tersebut atas dasar apapun. Dan dimohon kerjasamanya, agar TS masih bisa menikmati kasur di dalam kamar, bukan bermalam di pos Pak Yanto. Trims.
Sudah berbulan-bulan terlewati saat momen dimana gua dan Ibu saling berbincang-bincang dari part sebelumnya.
Selama itu pula apa yang dikhawatirkan gua dan Ibu alhamdulillah belum kejadian.
...
...
...
Skripsi yang sedang dikerjakan oleh istri gua sudah selesai, tinggal menunggu sidang. Dia masih tinggal di apartemennya, tapi lebih sering pulang ke Indonesia dalam sebulan terkakhir ini untuk berkumpul bersama gua dan keluarganya. Gua sendiri mulai sedikit sibuk dengan kerjaan di restoran saat itu.
Baru beberapa hari lalu, gua juga mulai sering pulang bareng dari ibu kota bersama Mba Yu, yang memang tempat kerjanya tidak terlalu jauh dari tempat kerja gua juga. Walaupun tidak bisa dibilang dekat, tapi searah lah kalau gua menuju tol untuk pulang ke kota kami.
Mba Yu memang sering berangkat kerja diantar suaminya, tapi lain halnya jika jam pulang kantor, yang gua tau, Feri selalu pulang lebih larut dari Mba yu ataupun gua, jadi semenjak beberapa hari terakhir ini gua selalu menjemput Mba Yu ke kantornya untuk pulang bersama-sama.
Feri mengetahui hal tersebut, dan tidak ada masalah sama sekali. Malah mengucapkan banyak terimakasih karena gua mau repot-repot menjemput istrinya itu.
...
Hari ini kebetulan istri gua sedang berada di Indonesia, saat itu gua masih mengikuti keinginannya yang selalu menginap di rumah Nenek saat dia berada di Indonesia.
"Assalamualaikum", gua buka pintu kamar dari teras depan.
"Walaikumsalam... Eh misua ku udah pulang", jawab istri gua yang saat itu berada di dalam kamar dan berjalan mendekat.
"Gimana kerjaan hari ini, sayang ?", tanyanya setelah mencium punggung tangan kanan gua.
"Ya gitulah, seperti biasa, Ve.. Oh iya aku lagi bikin kuisoner buat pengunjung juga tadi, rencananya buat penilaian pelanggan untuk kualitas makanan dan pelayanan resto..", jawab gua seraya menaruh tas dan melepaskan jaket, lalu memberikannya kepada istri gua.
"Oh semacam saran pengunjung gitu ya ?", tanyanya lagi yang sudah mengaitkan jaket gua ke gantungan baju dibalik pintu kamar.
"Heu'euh.. Eh hari ini Nenek masak apa, sayang ?", tanya gua sambil melepaskan jam tangan.
Istri gua tersenyum, lalu berjalan mendekat dan jemari tangannya yang lembut itu mulai membuka satu-persatu kancing kemeja gua dari bagian atas.
"Hari iniiii...", dia berucap sambil tersenyum dan tangannya masih sibuk membuka beberapa kancing kemeja gua. "Aku yang maasaaaakkk.. Hihihi..", lanjutnya seraya terkekeh pelan.
Gua tersenyum lebar mendengar jawabannya itu.
"Serius ? Wow.. Jadi gak sabar nyobain masakan kamu", ucap gua.
"Mau langsung makan atau mandi dulu ? Eh tapi mending makan dulu deh, kalo langsung mandi gak baik juga, kan baru pulang banget", ucapnya.
Gua terkekeh pelan lalu mengiyakan sarannya itu.
Setelah berganti pakaian, gua dan istri sekarang duduk di bangku makan, Nenek malam itu sedang ikut pengajian di rumah tetangga kata istri gua. Alhasil hanya kami berdua lah yang makan malam di rumah.
Sebuah mangkuk yang berisi sayur asem sudah disajikan di atas meja makan, tidak lupa makanan favorit gua, teri kacang balado juga dimasak oleh istri tercinta.
"Nasinya segini cukup ?", tanya istri gua yang duduk disamping.
"Kebanyakan sayang, nanti gampang nambah kalo kurang ma", jawab gua memintanya mengurangi porsi nasi yang sebelumnya dia ambil.
"Okey... Nih segini yaa.. Ayo dimakan...", ucapnya lagi setelah meletakkan piring berisi nasi.
Gua melirik kepadanya. Dia sedang melipat tangannya diatas meja, dengan kedua tangan bertumpu satu sama lain, dan wajahnya itu sungguh lucu, ekpresinya memang seperti orang yang h2c, harap-harap cemas.
"Hehehe.. Kamu ngapain ngeliatin aku begitu ? Ayo lah makan bareng", ucap gua yang terkekeh melihat ekpresinya itu.
Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan tersenyum lebar. Gua malah makin cengengesan melihatnya kayak gitu.
"Hehehe.. Ih ayo dicobain buruan.. Hihihi", ucapnya tidak sabar sambil terus terkekeh.
"Okey-okey... Ini nih aku makan nih".
Gua mulai menyendok sayur asem yang berada di mangkuk.
"Eh jangan lupa baca do'a", ucapnya mengingatkan gua.
"Udah kok tadi dalem ati", jawab gua.
Seperti adegan slow motion, sendok perlahan menuju mulut ini, sebelum pada akhirnya suapan pertama kuah sayur itu mendarat telak di indra perasa gua.
Satu detik kemudian. "Gimana-gimana ? Enak gak ?", tanyanya antusias.
dua detik, tiga detik...
Layaknya lirik lagu dangdut si Alam yang berjudul Mbah Dukun... Tapi bedanya bukan segelas air putih ini ma...
Dengan sesendok kuah sayur asem itu, lalu pasien disembur...
BUSYAAAAHHH!!!
"Puaaahh!! Pleeh... Hiishh.. Hooeekk.."Gua bura itu nasi yang berada dihadapan gua dengan kuah sayur asem yang sebelumnya gua cicipi.
Gua kecap lidah gua, lalu buru-buru mengambil air minum yang berada di samping dan langsung meminumnya sampai habis setengah.
"Veraaa.. Ini sayur apaaaa...?! Astagfirullah, Ve.. Asem bangeeett", protes gua setelah beres menetralisir lidah gua dengan guyuran air mineral.
"Itukan sayur asem..", jawabnya polos, tapi wajahnya mulai... Mulai nampak kecewa.
"Iya aku tau, keliatannya sayur asem, tapi ini.. Aduh.. Kamu masak kok terlalu asem maksudnya, Ve..", gua masih heran kenapa bisa itu sayur rasanya asem pake banget.
"Aku ikutin petunjuknya kok..", jawabnya dengan nada suara yang mulai sedih.
"Kamu ikutin petunjuk siapa ?", tanya gua semakin heran.
"Tadi sore aku nanya Nenek sebelum dia berangkat ngaji, kata Nenek ikutin aja cara masaknya yang ditulis dibelakang bumbu sayur asem itu..", jelasnya dengan wajah tertunduk kali ini.
Okey okey, gua luruskan sedikit. Jadi katanya Nenek gak sempet bantuin istri gua masak karena udah mau berangkat ke pengajian. Dan kebetulan istri gua itu beli bumbu sayur asem yang instan di warung, yang sachetan gitu. Nah itu bumbu kebetulan ada cara penyajian atau cara masaknya dibelakang sachetnya, sesuai lah kalau kata istri gua dia masak sesuai petunjuk yang tertera dibalik sachet bumbu tersebut.
"Tapi kenapa bisa asem banget gini ya..?", tanya gua sambil menatap masakan dihadapan gua itu.
Terdengar dia menghela nafas, lalu dengan masih tertunduk dan memainkan jemari tangannya diatas paha, istri gua meminta maaf.
"Maafin aku, Za.. Tadi abis masak sebenarnya rasanya kurang enak pas dicobain", ucapnya lirih. "Terus aku inisiatif nambahin bumbunya..", lanjutnya dengan nada suara yang semakin terdengar sedih.
Gua tersenyum lalu memegang satu tangannya.
"Hey, enggak apa-apa kok, mungkin kamu cuma kebanyakan ngasih bumbu sayur asem instan itu, dua bungkus jadinya ya ?", tanya gua menebak.
"Enggak, Za.. Satu bungkus doang kok", jawabnya cepat sambil menatap wajah gua kali ini.
"Hm ? Tapi kenapa rasanya asem banget..", gua kembali heran.
"Itu... Itu aku kebanyakan ngasih cuka kayaknya deh..", jawabnya polos.
WTF ?! Holy fvckin syiiitt dude... Are you kidding me, Ve ?! Oh my...
Sebentar, gua narik nafas dulu dengan perlahan... Okey, hembuskan perlahan juga, tarik nafas lagi yang dalam, yak tahan sebentar.. Tahan lagi.. Jangan dikeluarin yak... Tahan dulu, jangan dihembuskan, Zaa.. Jangan... Mati aja lu sekalian Zaa.. Zaa..

Apa dia bilang tadi, cuka ? Ce - u - ka - a.
Naaiissss... Okey gak salah yak, namanya sayur asem kata Vera. Inget sa-yur A-sem. Kalo kurang Asem tambahin cuka. Pinter.... Banget...
Maaf. Tapi kenyataannya dia memang belum bisa masak saat awal pernikahan kami selain memasak indomie dan telur. Setelah gua ingat lagi, ini rasanya kayak Dejavu. Dahulu kala ada seorang perempuan cantik yang dengan alasan masuk akal menambahkan racikan kopi untuk gua, itu jelas masuk akal karena dia marah sampai bisa meramu kopi dengan cuka. Kalo sekarang ? Rasanya gua gak punya salah apapun sama perempuan yang ini, yang sudah sah menjadi istri gua. Tapi kok ya itu cuka masih aajaaa bikin gua emosi. Minta di sleding nih kang cuka nya....

Bagaimana akhirnya, sayur asem itu dia buang ke wastafel cuci piring, bukan yang di mangkuk sebelumnya doang, tapi yang di panci juga ikut dibuang. Mau gimana lagi, lah satu panci dia tambahin cuka. Dengan polosnya kata dia sih, ide menambahkan cuka terlintas karena nama sayur tersebut, ya asem. Kalo kurang asem, tambahin cuka. Okeh ? Okehin aja dulu.
Gua tau dia kecewa dengan dirinya sendiri. Sedih karena apa yang dia masak untuk suaminya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kata dia, kalaupun tidak bisa membuat gua mengatakan rasanya enak, minimal gua bisa menghabiskan masakannya itu tanpa ada rasa yang aneh seperti tadi.
"Hey, udah jangan sedih gitu.. Aku tau kamu berusaha kok, aku tau kamu masih belajar masak. Dan soal cuka yang kamu tambahin mungkin itu insting kamu aja.. Wajarlah, bener kata kamu, rasa cuka itu asem, dan masakan yang kamu buat kebetulan namanya juga sayur asem.. Ya walaupun salah bumbu, tapi aku seneng kamu udah mau cape-cape masak sendiri buat aku, Ve..", ucap gua mencoba menghiburnya.
Sekarang situasinya sedikit sendu di dapur. Seolah-olah mendung disini.
Kedua bola mata istri gua sudah berkaca-kaca, sebentar lagi mendung itu akan menurunkan air hujan...
Gua memeluknya dari depan, menyandarkan kepalanya ke dada gua dan membelai lembut punggungnya.
"Aku gak marah, aku gak kecewa, aku suka sama niat dan usaha kamu untuk masak, selalu ada yang pertama untuk kita semua, Ve.. Seperti anak yang baru belajar berjalan, pasti pernah jatuh..", ucap gua.
"Maaf..", ucapnya lirih dengan nada suara yang tertahan karena wajahnya tenggelam ke dada gua.
Kedua tangannya mulai gua rasakan semakin kuat mencengkram punggung ini. Dia memeluk gua dengan erat... Dan itu membuat gua merasakan kalau perempuan yang gua cintai ini sedang benar-benar menyesal.
"Enggak apa-apa, kan masih ada teri balado, yuk kita makan lagi", ajak gua.
Buru-buru dia kendurkan pelukan, menatap wajah gua.
"Ngng.. Kalau gak enak lagi ?", tanyanya khawatir.
"Mending kita cobain dulu ya", jawab gua seraya tersenyum.
Sekarang kami berdua sudah kembali duduk di depan meja makan, gua sudah siap mencoba masakan keduanya. Seperti sebelumnya, ah enggak, sekarang lebih khawatir dia, kecemasannya lebih terlihat jelas saat gua akan mencicipi masakannya yang kedua ini.
"Gimana rasanya ?", tanyanya cemas.
Gua menelan satu sendok nasi yang sudah bercampur dengan teri kacang balado. Lalu menengok kepadanya sambil tersenyum.
Istri gua ikut tersenyum, perubahan ekspresi wajahnya mulai menunjukkan kalau dia akan senang.
"Ngngng.... Ada telor aja gak ?", tanya gua balik dengan ekspresi se-normal mungkin.
Tidak butuh waktu lama untuk istri gua mengambil masakan keduanya itu dan memasukannya kedalam ranjang sampah di dapur. Kemudian dia memasak telur dadar untuk gua.
...
Bagi gua, urusan kebutuhan pangan itu penting. Gua bukan tega, tapi gua ingin dia mengerti kalau urusan memasak itu butuh proses agar bisa benar-benar dinikmati. Bisa aja gua berbohong dan mengatakannya enak saat itu, mencoba menghabiskan masakannya tanpa perduli dengan rasa yang... Gitu deh ya. Tapi gua enggak mau seperti itu. Gua bukan orang yang akan mengatakan... "Sayang masakan kamu enak kok, tapi kayaknya kurang ini deh, atau tambahin ini deh biar lebih pas". Gua bukan suami seperti itu yang harus mengutarakannya dengan lembut.
Setelah gua fikirkan, mungkin apa yang sudah gua pelajari sebelumnya membuat gua menjadi seperti gua yang sekarang soal urusan rasa makanan. Gua sudah terbiasa mendengar seorang juru masak mengatakan, "Masakan lu kayak sampah! Gak enak, kucing aja belom tentu mau!" itu salah satu contoh seorang chef yang menyatakan pendapatnya tentang sebuah masakan yang rasanya memang gak enak, dan itu gua menyaksikan langsung saat dahulu training di sebuah hotel waktu kuliah.
Nah, gua tidak sekasar itu kepada istri gua. Tapi gua hanya ingin mengatakan yang jujur atas rasa makanan yang dia masak. Dan sekarang, gua ingatkan kepada, hey... Kalian para wanita diluar sana, yang baru atau sedang mencoba memasak. Tolong ya, sekali lagi tolong... Kalau masak makanan untuk orang lain itu, bo ya dicicipi sendiri dulu gitu loh, jangan maen masak terus disajiin buat orang atau keluarga. Nanti kalau rasanya gak enak malah marah-marah sendiri. Emosi anda itu tidak bisa diterima loh, kok ya marahnya sama kita-kita yang nyicipin ? Wuaneh.
Jangan kesinggung buat yang ngerasa, pengalaman gua begitu soalnya. Ini buat yang gak sadar aja. Buat wanita yang gak pernah nyobain masakannya sendiri sebelum dikasihin kepada suami atau keluarganya. Apa susahnya coba nyicip sesendok dua sendok sebelum bener-bener nyediain buat keluarga.
#Edisi_Curhat_Masa_Awal_Pernikahan.
notes : Dilarang Keras berkomentar perihal kejadian memasak tersebut atas dasar apapun. Dan dimohon kerjasamanya, agar TS masih bisa menikmati kasur di dalam kamar, bukan bermalam di pos Pak Yanto. Trims.
***
Selama istri gua berada di rumah, maksud gua rumah Nenek, dia sibuk dengan kegiatan barunya. Apalagi kalau bukan belajar memasak dengan Nenek gua. Ada kemajuan ? Pastinya. Rasa makanannya mulai bisa diterima oleh indra pengecap gua.
Kegiatan gua masih tetap mondar-mandir dari rumah ke ibu kota, alias kerja. Dan selama itu juga, gua masih selalu pulang bersama Mba Yu. Istri gua pun mengetahui hal tersebut.
Beberapa kali kami pulang bersama dan Mba Yu mampir dulu ke rumah gua untuk bertemu Nenek dan istri gua, sebelum akhirnya Feri menjemput ke sini.
Saat itu seperti hari-hari sebelumnya, gua pulang kerja dari ibu kota bersama Mba Yu.
"Mas, keluar tol nanti ke mall xxx dulu ya, ada yang mau aku beli dulu", ucap Mba Yu saat masih di dalam mobil bersama gua.
"Okey", jawab gua singkat karena fokus menyetir.
Singkatnya, kami berdua sudah berada di dalam sebuah mall yang terletak di pusat kota. Gua menemani Mba Yu membeli perlengkapan makeup nya. Ya ke toko kosmetik.
Gua memilih menunggu diluar toko saat dia asyik mencari perlengkapan kecantikan yang ia butuhkan. Sampai akhirnya terdengar suaranya memanggil nama gua.
"Mas.. Hey, dipanggilin juga..", sapanya yang baru saja berdiri disamping gua.
"Eh sorry, lagi asyik liatin band tuh..", jawab gua sambil menunjuk ke lantai bawah yang memang ada sebuah pertunjukan musik di dalam mall. "Kenapa, Mba ?", tanya gua.
"Enggak apa-apa, aku cuma mau nyuruh kamu liat-liat aja kedalem tadinya, siapa tau kamu mau beliin buat Vera", jawab Mba Yu.
"Ooh, enggak ah, aku gak ngerti, lagian dia suka beli sendiri ini, kamu udah beres ?", tanya gua lagi.
"Udah nih..", jawabnya singkat sambil menunjukkan plastik yang berisi barang yang ia beli.
"Yaudah yu, kita pulang sekarang", ajak gua seraya mulai berjalan.
"Mm... Mas.. Tunggu".
Gua berbalik lagi. "Kenapa ?".
"Kita makan dulu ya, aku yang traktir..", jawabnya.
"Makan ? Disini ? Tapi aku..", ucapan gua dipotong.
"Mas.. Ada yang mau aku omongin, aku pingin curhat sama kamu", ucapnya memotong ucapan gua.
Sebenarnya gua memang sedikit merasakan kalau akhir-akhir ini dia terlihat murung, bukan gua pura-pura tidak perduli, tapi sudah berkali-kali gua menanyakan ada apa, dan selalu dijawab gak ada masalah apapun. Sekarang, mungkin waktunya dia mau terbuka kepada gua, menceritakan apa yang menjadi beban fikirannya selama ini.
Makanan yang sebelumnya dipesan nyatanya hanya dicicipi dua sendok oleh perempuan seksi yang duduk dihadapan gua. Dia malah melamun sambil memainkan sedotan yang berada di dalam jus alpukat miliknya itu.
Gua yang memang cukup lapar akhirnya selesai menghabiskan mie goreng seafood pesanan gua. Lalu meminum es teh manis sebelum membahas persoalan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mba, mau curhat soal apa ?", tanya gua memulai pembicaraan setelah membakar sebatang rokok.
Matanya terpejam sebentar, lalu dia menatap gua dengan tatapan sendu. Gua yakin, setiap orang yang melihat tatapannya saat itu pasti akan sadar, kalau perempuan ini sedang mengalami masalah.
Kegiatan gua masih tetap mondar-mandir dari rumah ke ibu kota, alias kerja. Dan selama itu juga, gua masih selalu pulang bersama Mba Yu. Istri gua pun mengetahui hal tersebut.
Beberapa kali kami pulang bersama dan Mba Yu mampir dulu ke rumah gua untuk bertemu Nenek dan istri gua, sebelum akhirnya Feri menjemput ke sini.
Saat itu seperti hari-hari sebelumnya, gua pulang kerja dari ibu kota bersama Mba Yu.
"Mas, keluar tol nanti ke mall xxx dulu ya, ada yang mau aku beli dulu", ucap Mba Yu saat masih di dalam mobil bersama gua.
"Okey", jawab gua singkat karena fokus menyetir.
Singkatnya, kami berdua sudah berada di dalam sebuah mall yang terletak di pusat kota. Gua menemani Mba Yu membeli perlengkapan makeup nya. Ya ke toko kosmetik.
Gua memilih menunggu diluar toko saat dia asyik mencari perlengkapan kecantikan yang ia butuhkan. Sampai akhirnya terdengar suaranya memanggil nama gua.
"Mas.. Hey, dipanggilin juga..", sapanya yang baru saja berdiri disamping gua.
"Eh sorry, lagi asyik liatin band tuh..", jawab gua sambil menunjuk ke lantai bawah yang memang ada sebuah pertunjukan musik di dalam mall. "Kenapa, Mba ?", tanya gua.
"Enggak apa-apa, aku cuma mau nyuruh kamu liat-liat aja kedalem tadinya, siapa tau kamu mau beliin buat Vera", jawab Mba Yu.
"Ooh, enggak ah, aku gak ngerti, lagian dia suka beli sendiri ini, kamu udah beres ?", tanya gua lagi.
"Udah nih..", jawabnya singkat sambil menunjukkan plastik yang berisi barang yang ia beli.
"Yaudah yu, kita pulang sekarang", ajak gua seraya mulai berjalan.
"Mm... Mas.. Tunggu".
Gua berbalik lagi. "Kenapa ?".
"Kita makan dulu ya, aku yang traktir..", jawabnya.
"Makan ? Disini ? Tapi aku..", ucapan gua dipotong.
"Mas.. Ada yang mau aku omongin, aku pingin curhat sama kamu", ucapnya memotong ucapan gua.
Sebenarnya gua memang sedikit merasakan kalau akhir-akhir ini dia terlihat murung, bukan gua pura-pura tidak perduli, tapi sudah berkali-kali gua menanyakan ada apa, dan selalu dijawab gak ada masalah apapun. Sekarang, mungkin waktunya dia mau terbuka kepada gua, menceritakan apa yang menjadi beban fikirannya selama ini.
Makanan yang sebelumnya dipesan nyatanya hanya dicicipi dua sendok oleh perempuan seksi yang duduk dihadapan gua. Dia malah melamun sambil memainkan sedotan yang berada di dalam jus alpukat miliknya itu.
Gua yang memang cukup lapar akhirnya selesai menghabiskan mie goreng seafood pesanan gua. Lalu meminum es teh manis sebelum membahas persoalan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mba, mau curhat soal apa ?", tanya gua memulai pembicaraan setelah membakar sebatang rokok.
Matanya terpejam sebentar, lalu dia menatap gua dengan tatapan sendu. Gua yakin, setiap orang yang melihat tatapannya saat itu pasti akan sadar, kalau perempuan ini sedang mengalami masalah.
...Scroll down to continues reading...
Diubah oleh glitch.7 06-01-2018 04:37
oktavp memberi reputasi
1

