- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#3616
Sebelum Cahaya
PART XVI
"Huuufttt.... Turun dulu, Ay...", gua menurunkan tubuh lalu melepaskan gendongan.
"Kok ke rumah kamu ?", tanya Helen sambil merapihkan rambutnya.
Gua renggangkan tubuh sambil memegang pinggang. "Cape juga, Ay... Pegel ini pinggang...", ucap gua.
"Iih.. Emang aku berat gitu ?", cemberut lagi dia.
"Enggak sih, cuma ya lumayan aja kali, gendong dari depan sana sampe kesini.. Udah tunggu bentar, aku ambil motor dulu ya".
Gua pun bergegas masuk kedalam rumah untuk mengambil kunci motor. Tidak lama gua sudah kembali keluar dengan mengendarakan si RR.
"Yu, naek..".
Setelah Helen gua pastikan duduk dengan aman di jok belakang, gua tarik gas perlahan untuk mengantar ke rumahnya.
Lumayanlah ngegendong si Helen, kurus sih badannya, tapi jalan kaki sambil ngegendong doi dengan jarak kurang lebih seratus meter kan lumayan. Itu juga cuma sampe depan rumah gua, rumah dia kan lebih kedalem lagi.
Singkatnya kami berdua sudah sampai di rumahnya.
"Mau masuk dulu ?", tanya Helen setelah turun dari motor.
"Enggak, deh... Udah malem, Ay... Aku langsung pulang aja ya...", jawab gua.
"Kak...".
"Hm ?".
"Aku takut..", ucapnya pelan.
"Loch ? Kan ada Mamah kamu, Ay...", jawab gua.
"Aku sendirian di rumah...", Helen menggelengkan kepalanya sambil tertunduk dan memainkan ujung sweaternya.
"Laah... Emang Mamah kemana ? Aku pikir ada di rumah daritadi...".
"Mamah ke rumah sodara di Jakarta dari pagi, kayaknya nginep... Lagian...".
"Lagian kenapa ?", tanya gua penasaran.
"Mana berani aku nyium kamu kayak tadi kalo ada Mamah di rumah..", lanjutnya dengan nada pelan diakhir kalimat.
Gua terkekeh mendengar jawabannya. Ah kamu lucu banget sih. Cium lagi dong...
"Ya udah terus mau gimana ? Masa aku nginep sih ?", tanya gua bingung.
Helen tersenyum sambil menatap gua kali ini.
"Temenin di ruang tamu aja, ya... Pliiiiissss..", ucapnya sambil menagtupkan kedua tangan tanda memohon.
"Daripada disini, mending kamu yang ke rumah aku, ada Mba Laras tadi baru datang... Kamu tidur sama Mba Laras aja.. Gimana ?", ajak gua memberikan opsi yang lebih baik.
"Malu aku... Masa nginep di rumah cowok...".
"Ya, terus gimana dong ? Aku juga gak mungkin nemenin kamu sampe pagi disini..."..
Saat kami masih berdebat, suara deru mobil dari belakang sana terdengar cukup jelas, membuat gua menengok kebelakang. Hm.. Mobil siapa nih, kayaknya bukan punya Mamahnya Helen. Mobil bertipe sedan itu pun akhirnya berhenti tepat di samping kami.
"Kak Luna...", ucap Helen sebelum orang yang berada di dalam mobil keluar.
Gua terkejut mendengar ucapannya, lalu memperhatikan mobil di samping. Pintu kemudi terbuka, bak adegan di film, perlahan satu kaki putih nan mulus nampak jelas, lalu keluarlah wanita cantik itu...
Mampus gua... Makin cantik aja ini mantan gua, ah kenapa harus ketemu doi sih. Mana pake dress tanpa lengan ini orang. Haduuuh move-on blooo... Move-ooooon... Asem!
"Kak Luna.. Kok ada disini ?", tanya Helen.
"Hai, aku ditelpon Mamah suruh kesini nemenin kamu", jawab Luna sambil berjalan kearah adiknya itu.
Weh weh... Ini gua gak disapa apa ya, maen lewat gitu aja...
"Hai, Za... Apa kabar ?", sapanya.
Ooh nyapa juga ternyata, kirain gak bakal nyapa...
"Alhamdulilah sehat...", jawab gua singkat.
Males gua nanya balik, masih ada lah rasa nyelekit dihati nih.
Luna tersenyum melihat gua, gua malah salah tingkah diliatin kayak gitu.
"Ya udah aku pulang ya, Ay... Udah ada Luna ini...", ucap gua sambil menyalakan motor.
"Masuk dulu, Za... Aku mau ngomong sama kamu...", potong Luna.
"Ngapain ? Gak perlu...", jawab gua malas.
Dia berjalan mendekat, lalu...
Kok kamu kampret sih Lun, gak usah megang tangan aku juga....
"Masuk dulu yu..", lanjutnya tanpa melepaskan tangan dari pergelangan tangan kiri gua.
"Yaudah masuk dulu, Kak...", tiba-tiba Helen menarik tangan gua, membuat Luna mundur sedikit dan melepaskan tangannya.
Tik.. Tak... Tik... Tok...
Tik... Tak...... Tik... Tok...
Hening diantara kami bertiga di ruang tamu ini.
Helen melirik kepada gua dengan tatapan sinis, Luna senyum-senyum ke gua. Gua ? Salting diliatin Luna... Duh pesona mu mengalihkan dunia ku, Lun.
"Sibuk apa sekarang, Za ?", tanya Luna memecah keheningan.
Sibuk nata hati ini, Lun...
Maunya jawab gitu, tapi kan gua bukan kids jaman now.
"Baru mulai kerja di resto...", jawab gua singkat.
"Syukur deh kalo gitu... Oya apa kabar dengan Vera ?", lanjutnya.
"Next question, please...", jawab gua malas.
"Loch kenapa sama kalian ?", tanyanya lagi.
"Mmm... Aku ngantuk, Kak", potong Helen kepada Kakaknya itu. "Bobo yu, temenin di kamar...", ajaknya lagi.
Gua tau Luna menangkap hal yang gak beres tentang hubungan gua dan Nona Ukhti, tapi gua yakin biarlah nanti adiknya itu yang bercerita.
Malam itu gua akhirnya pulang setelah pamit kepada mereka berdua.
Sampai di rumah, gua bersih-bersih lalu mengganti pakaian. Awalnya gua hendak beristirahat, tapi entah kenapa ketika sudah diatas kasur, gua sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang menyerang saat di rumah Helen tadi malah hilang.
Mungkin ada setengah jam gua hanya membolak-balikan badan diatas kasur tanpa bisa tertidur. Akhirnya gua putuskan untuk menyeduh kopi hitam ke bawah, sekalian aja begadang kalau gini caranya, ucap gua dalam hati.
Gua melihat jam dinding sudah menunjukan pukul setengah dua dini hari ketika melewati ruang makan.
Beres menyeduh kopi, gua menuju ke gazebo di halaman belakang, duduk disana seorang diri sambil membakar sebatang rokok.
Di pagi yang gelap ini membuat fikiran gua mengenang masa lalu.
Apa yang telah gua alami selama dua puluh satu tahun berada di dunia ini. Dari awal gua berada dalam kasih sayang Nenek dan Kakek. Sejauh itu yang bisa gua ingat.
Terlalu banyak hal buruk yang sempat gua lewati, gua sampai membandingkan dengan kebahagiaan apa yang telah gua terima, apakah semua itu sebanding ?.
Walaupun gua tau itu semua sudah menjadi masa lalu. Tapi rasanya tidak seharusnya gua sampai merasakan hal-hal pahit itu. Ya minimal tidak terlalu pahit untuk ukuran lelaki yang masih dalam masa remaja.
Kenyataannya sekarang ? Berbanding terbalik dengan apa yang gua harapkan. Semua hal buruk dan pahit itu sudah terjadi, dan gua bersyukur masa itu sudah gua lewati. Entah dengan cara yang baik atau tidak, yang gua yakini adalah masa sekarang, masa dimana gua harus bisa merubah prilaku gua menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Secangkir kopi hitam yang gua seduh sebelumnya sudah tinggal setengah gelas, bersama banyaknya puntung rokok di dalam asbak yang cukup banyak.
Rasa kantuk belum juga menyerang, sampai akhirnya gua memtusukan untuk kembali masuk kedalam rumah.
Saat gua hendak menaiki tangga, pintu kamar di samping terbuka.
"Za ?".
"Eh, Mba..".
"Kamu belum tidur ?".
"Gak bisa tidur, Mba habis shalat malam ?".
Ibu hanya mengangguk, dia masih mengenakan mukena dengan tasbih yang dia genggam pada tangannya.
"Sini, Za.. Duduk dulu, Mba mau bicara", ajaknya sambil berjalan ke ruang tamu.
Gua mengikutinya dan duduk disampingnya.
"Ada apa, Mba ?".
"Kamu sama Vera gimana ? Serius apa enggak sih, Za ?", tanyanya to the point.
"Mba kok nanyanya gitu ? Aku kan udah ceritain tadi siang... Masa gak paham gimana aku merjuangin Vera sih, Mba ? Mau gimana lagi coba sekarang ? Dia yang milih begitu, masa mau aku paksain ?".
Ya memang pada saat siang hari tadi, sebelum gua menemui Helen di waktu sore, Ibu sudah mengetahui bagaimana ceritanya gua bisa cepat pulang dari Singapore untuk bertemu Nona Ukhti. Gua ceritakan semuanya, dan akhirnya Ibu pun terkejut ketika mengetahui anak tampan semata wayangnya ini ditolak mentah-mentah oleh Nona Ukhti.
Sebel ya, Bu waktu itu ? Sama, Bu... Aku juga sebel sama Nona Ukhti...
"Mba...".
"Ya ?".
"Mmmm...", gua ragu-ragu mau ngomong.
"Kenapa lagi ?".
"Mmm... Kalo... Kalo...", gua menundukan kepala, sambil memainkan jemari.
"Kalo apa ? Jangan bikin Mba penasaran, Za...".
Gua tersenyum malu-malu. "Kalo Helen kumaha ?", ucap gua memberanikan diri sambil melirik hati-hati kepada Ibu.
*(kumaha = bagaimana).
"Hah ?! Maksudnya apa, Za ?", tanyanya terkejut.
"Mba pasti ngerti maksud aku... Ini sama aja percuma kalo ngarepin Vera terus.. Sakit hati aku sama dia, Mba...", jawab gua.
"Mba.. Mba kok kurang yakin ya, Za.. sama pilihan yang terakhir itu...", jawabnya pelan.
"Kok gitu, Mba ? Helen orangnya baik kok, Mba...", lanjut gua.
"Bukan soal itu sayang.. Kamu inget ? Pernah bilang waktu itu udah nolak dia di depan Mamahnya... Sekarang kamu mau minta ke Mamahnya buat nikahin anaknya ? Yakin kamu ?", tanya Ibu serius.
Waduh iya juga, mampus gua...
"Hal kayak gini yang Mba gak suka dari kamu, dari dulu plin-plan, Luna lepas, Sherlin lepas, sekarang ? Vera lepas...", lanjutnya.
Gua menyandarkan tubuh ke bahu sofa, iya juga kata Ibu. Sekarang semuanya terbang bak merpati lepas dari sangkarnya. Pupus sudah harapan gua untuk menikahi salah satu diantara perempuan-perempuan amazing itu. Gini amat nasib gua... Asyu!
"Coba sekali lagi berusaha yakinin Vera, Za..", ucap Ibu tiba-tiba.
"Emoh aku!", jawab gua judes.
"Loch ? Kok gitu ?".
"Sakit hati pokoknya sama dia, kalo dia udah bilang gitu, yaudah mau gimana juga aku gak bakal minta lagi ke dia...", gua tetap ngotot sama pendirian gua.
"Kamu tuh gimana sih, Za ? Jadi gampang nyerah gitu. Mau nikah gak sih ?".
"Ya mau, tapi gak sama dia pokoknya...".
"Ini anak dibilangin susah banget! Yaudah terserah kamu aja. Mulai sekarang Mba gak mau ikut campur lagi urusan kayak gini!".
"Loch, Mba.. Mba... Mau kemana ?".
"Tidur!".
Ditinggalin gua di ruang tamu. Ah gimana sih... Mumet aing hayang ka-win yeuh!
Joget heula lah, Wa...
"Kok ke rumah kamu ?", tanya Helen sambil merapihkan rambutnya.
Gua renggangkan tubuh sambil memegang pinggang. "Cape juga, Ay... Pegel ini pinggang...", ucap gua.
"Iih.. Emang aku berat gitu ?", cemberut lagi dia.
"Enggak sih, cuma ya lumayan aja kali, gendong dari depan sana sampe kesini.. Udah tunggu bentar, aku ambil motor dulu ya".
Gua pun bergegas masuk kedalam rumah untuk mengambil kunci motor. Tidak lama gua sudah kembali keluar dengan mengendarakan si RR.
"Yu, naek..".
Setelah Helen gua pastikan duduk dengan aman di jok belakang, gua tarik gas perlahan untuk mengantar ke rumahnya.
Lumayanlah ngegendong si Helen, kurus sih badannya, tapi jalan kaki sambil ngegendong doi dengan jarak kurang lebih seratus meter kan lumayan. Itu juga cuma sampe depan rumah gua, rumah dia kan lebih kedalem lagi.
Singkatnya kami berdua sudah sampai di rumahnya.
"Mau masuk dulu ?", tanya Helen setelah turun dari motor.
"Enggak, deh... Udah malem, Ay... Aku langsung pulang aja ya...", jawab gua.
"Kak...".
"Hm ?".
"Aku takut..", ucapnya pelan.
"Loch ? Kan ada Mamah kamu, Ay...", jawab gua.
"Aku sendirian di rumah...", Helen menggelengkan kepalanya sambil tertunduk dan memainkan ujung sweaternya.
"Laah... Emang Mamah kemana ? Aku pikir ada di rumah daritadi...".
"Mamah ke rumah sodara di Jakarta dari pagi, kayaknya nginep... Lagian...".
"Lagian kenapa ?", tanya gua penasaran.
"Mana berani aku nyium kamu kayak tadi kalo ada Mamah di rumah..", lanjutnya dengan nada pelan diakhir kalimat.
Gua terkekeh mendengar jawabannya. Ah kamu lucu banget sih. Cium lagi dong...

"Ya udah terus mau gimana ? Masa aku nginep sih ?", tanya gua bingung.
Helen tersenyum sambil menatap gua kali ini.
"Temenin di ruang tamu aja, ya... Pliiiiissss..", ucapnya sambil menagtupkan kedua tangan tanda memohon.
"Daripada disini, mending kamu yang ke rumah aku, ada Mba Laras tadi baru datang... Kamu tidur sama Mba Laras aja.. Gimana ?", ajak gua memberikan opsi yang lebih baik.
"Malu aku... Masa nginep di rumah cowok...".
"Ya, terus gimana dong ? Aku juga gak mungkin nemenin kamu sampe pagi disini..."..
Saat kami masih berdebat, suara deru mobil dari belakang sana terdengar cukup jelas, membuat gua menengok kebelakang. Hm.. Mobil siapa nih, kayaknya bukan punya Mamahnya Helen. Mobil bertipe sedan itu pun akhirnya berhenti tepat di samping kami.
"Kak Luna...", ucap Helen sebelum orang yang berada di dalam mobil keluar.
Gua terkejut mendengar ucapannya, lalu memperhatikan mobil di samping. Pintu kemudi terbuka, bak adegan di film, perlahan satu kaki putih nan mulus nampak jelas, lalu keluarlah wanita cantik itu...
Mampus gua... Makin cantik aja ini mantan gua, ah kenapa harus ketemu doi sih. Mana pake dress tanpa lengan ini orang. Haduuuh move-on blooo... Move-ooooon... Asem!
"Kak Luna.. Kok ada disini ?", tanya Helen.
"Hai, aku ditelpon Mamah suruh kesini nemenin kamu", jawab Luna sambil berjalan kearah adiknya itu.
Weh weh... Ini gua gak disapa apa ya, maen lewat gitu aja...
"Hai, Za... Apa kabar ?", sapanya.
Ooh nyapa juga ternyata, kirain gak bakal nyapa...
"Alhamdulilah sehat...", jawab gua singkat.
Males gua nanya balik, masih ada lah rasa nyelekit dihati nih.
Luna tersenyum melihat gua, gua malah salah tingkah diliatin kayak gitu.
"Ya udah aku pulang ya, Ay... Udah ada Luna ini...", ucap gua sambil menyalakan motor.
"Masuk dulu, Za... Aku mau ngomong sama kamu...", potong Luna.
"Ngapain ? Gak perlu...", jawab gua malas.
Dia berjalan mendekat, lalu...
Kok kamu kampret sih Lun, gak usah megang tangan aku juga....

"Masuk dulu yu..", lanjutnya tanpa melepaskan tangan dari pergelangan tangan kiri gua.
"Yaudah masuk dulu, Kak...", tiba-tiba Helen menarik tangan gua, membuat Luna mundur sedikit dan melepaskan tangannya.
Tik.. Tak... Tik... Tok...
Tik... Tak...... Tik... Tok...
Hening diantara kami bertiga di ruang tamu ini.
Helen melirik kepada gua dengan tatapan sinis, Luna senyum-senyum ke gua. Gua ? Salting diliatin Luna... Duh pesona mu mengalihkan dunia ku, Lun.
"Sibuk apa sekarang, Za ?", tanya Luna memecah keheningan.
Sibuk nata hati ini, Lun...

Maunya jawab gitu, tapi kan gua bukan kids jaman now.
"Baru mulai kerja di resto...", jawab gua singkat.
"Syukur deh kalo gitu... Oya apa kabar dengan Vera ?", lanjutnya.
"Next question, please...", jawab gua malas.
"Loch kenapa sama kalian ?", tanyanya lagi.
"Mmm... Aku ngantuk, Kak", potong Helen kepada Kakaknya itu. "Bobo yu, temenin di kamar...", ajaknya lagi.
Gua tau Luna menangkap hal yang gak beres tentang hubungan gua dan Nona Ukhti, tapi gua yakin biarlah nanti adiknya itu yang bercerita.
Malam itu gua akhirnya pulang setelah pamit kepada mereka berdua.
Sampai di rumah, gua bersih-bersih lalu mengganti pakaian. Awalnya gua hendak beristirahat, tapi entah kenapa ketika sudah diatas kasur, gua sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang menyerang saat di rumah Helen tadi malah hilang.
Mungkin ada setengah jam gua hanya membolak-balikan badan diatas kasur tanpa bisa tertidur. Akhirnya gua putuskan untuk menyeduh kopi hitam ke bawah, sekalian aja begadang kalau gini caranya, ucap gua dalam hati.
Gua melihat jam dinding sudah menunjukan pukul setengah dua dini hari ketika melewati ruang makan.
Beres menyeduh kopi, gua menuju ke gazebo di halaman belakang, duduk disana seorang diri sambil membakar sebatang rokok.
Di pagi yang gelap ini membuat fikiran gua mengenang masa lalu.
Apa yang telah gua alami selama dua puluh satu tahun berada di dunia ini. Dari awal gua berada dalam kasih sayang Nenek dan Kakek. Sejauh itu yang bisa gua ingat.
Terlalu banyak hal buruk yang sempat gua lewati, gua sampai membandingkan dengan kebahagiaan apa yang telah gua terima, apakah semua itu sebanding ?.
Walaupun gua tau itu semua sudah menjadi masa lalu. Tapi rasanya tidak seharusnya gua sampai merasakan hal-hal pahit itu. Ya minimal tidak terlalu pahit untuk ukuran lelaki yang masih dalam masa remaja.
Kenyataannya sekarang ? Berbanding terbalik dengan apa yang gua harapkan. Semua hal buruk dan pahit itu sudah terjadi, dan gua bersyukur masa itu sudah gua lewati. Entah dengan cara yang baik atau tidak, yang gua yakini adalah masa sekarang, masa dimana gua harus bisa merubah prilaku gua menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Secangkir kopi hitam yang gua seduh sebelumnya sudah tinggal setengah gelas, bersama banyaknya puntung rokok di dalam asbak yang cukup banyak.
Rasa kantuk belum juga menyerang, sampai akhirnya gua memtusukan untuk kembali masuk kedalam rumah.
Saat gua hendak menaiki tangga, pintu kamar di samping terbuka.
"Za ?".
"Eh, Mba..".
"Kamu belum tidur ?".
"Gak bisa tidur, Mba habis shalat malam ?".
Ibu hanya mengangguk, dia masih mengenakan mukena dengan tasbih yang dia genggam pada tangannya.
"Sini, Za.. Duduk dulu, Mba mau bicara", ajaknya sambil berjalan ke ruang tamu.
Gua mengikutinya dan duduk disampingnya.
"Ada apa, Mba ?".
"Kamu sama Vera gimana ? Serius apa enggak sih, Za ?", tanyanya to the point.
"Mba kok nanyanya gitu ? Aku kan udah ceritain tadi siang... Masa gak paham gimana aku merjuangin Vera sih, Mba ? Mau gimana lagi coba sekarang ? Dia yang milih begitu, masa mau aku paksain ?".
Ya memang pada saat siang hari tadi, sebelum gua menemui Helen di waktu sore, Ibu sudah mengetahui bagaimana ceritanya gua bisa cepat pulang dari Singapore untuk bertemu Nona Ukhti. Gua ceritakan semuanya, dan akhirnya Ibu pun terkejut ketika mengetahui anak tampan semata wayangnya ini ditolak mentah-mentah oleh Nona Ukhti.
Sebel ya, Bu waktu itu ? Sama, Bu... Aku juga sebel sama Nona Ukhti...

"Mba...".
"Ya ?".
"Mmmm...", gua ragu-ragu mau ngomong.
"Kenapa lagi ?".
"Mmm... Kalo... Kalo...", gua menundukan kepala, sambil memainkan jemari.
"Kalo apa ? Jangan bikin Mba penasaran, Za...".
Gua tersenyum malu-malu. "Kalo Helen kumaha ?", ucap gua memberanikan diri sambil melirik hati-hati kepada Ibu.
*(kumaha = bagaimana).
"Hah ?! Maksudnya apa, Za ?", tanyanya terkejut.
"Mba pasti ngerti maksud aku... Ini sama aja percuma kalo ngarepin Vera terus.. Sakit hati aku sama dia, Mba...", jawab gua.
"Mba.. Mba kok kurang yakin ya, Za.. sama pilihan yang terakhir itu...", jawabnya pelan.
"Kok gitu, Mba ? Helen orangnya baik kok, Mba...", lanjut gua.
"Bukan soal itu sayang.. Kamu inget ? Pernah bilang waktu itu udah nolak dia di depan Mamahnya... Sekarang kamu mau minta ke Mamahnya buat nikahin anaknya ? Yakin kamu ?", tanya Ibu serius.
Waduh iya juga, mampus gua...
"Hal kayak gini yang Mba gak suka dari kamu, dari dulu plin-plan, Luna lepas, Sherlin lepas, sekarang ? Vera lepas...", lanjutnya.
Gua menyandarkan tubuh ke bahu sofa, iya juga kata Ibu. Sekarang semuanya terbang bak merpati lepas dari sangkarnya. Pupus sudah harapan gua untuk menikahi salah satu diantara perempuan-perempuan amazing itu. Gini amat nasib gua... Asyu!
"Coba sekali lagi berusaha yakinin Vera, Za..", ucap Ibu tiba-tiba.
"Emoh aku!", jawab gua judes.
"Loch ? Kok gitu ?".
"Sakit hati pokoknya sama dia, kalo dia udah bilang gitu, yaudah mau gimana juga aku gak bakal minta lagi ke dia...", gua tetap ngotot sama pendirian gua.
"Kamu tuh gimana sih, Za ? Jadi gampang nyerah gitu. Mau nikah gak sih ?".
"Ya mau, tapi gak sama dia pokoknya...".
"Ini anak dibilangin susah banget! Yaudah terserah kamu aja. Mulai sekarang Mba gak mau ikut campur lagi urusan kayak gini!".
"Loch, Mba.. Mba... Mau kemana ?".
"Tidur!".
Ditinggalin gua di ruang tamu. Ah gimana sih... Mumet aing hayang ka-win yeuh!

Joget heula lah, Wa...
*
*
*
Lupa-lupa inget, kalau gak salah (yang berarti bener...) sehabis shalat subuh gua baru bisa tidur. Otomatis karena semalaman sampe pagi gua begadang, hari itu gua bakal bermalas-malasan.
Kalau yang satu ini gua bakal inget pake banget...
Gua masih tertidur dengan nyenyaknya ketika suara pukulan pada pintu kamar menggedur-gedur keras. Gua yang masih dilanda kantuk berat jelas merasa terganggu.
"Siapa siiiih! Gandeng atuhlah... Masih keneh tunduh yeuh...", teriak gua yang masih berada diatas kasur, lalu menutup wajah dengan bantal dalam posisi menyamping.
"Hudang woi kehed! Buruan buka pintunya, Nyet!!", teriakan dari suara seorang laki-laki.
Gua sih bodo amat, mimpi nih gua, fikir gua gitu.
Makin gua cuekin, makin keras itu pintu di gedor. Dengan rasa dongkol dan emosi, gua bangun dari kasur, mengambil blackberry dan melihat sudah pukul berapa sekarang.
Bajing loncat, kutu loncat, dasar kambing guling! Baru jam setengah sembilan! Gua udah dipaksa bangun gini. Sialan tuh orang... Macem-macem!
Gua buka pintu kamar dengan kepala nyut-nyutan akibat langsung bangun, ditambah rasa dongkol, makin gak beres aja ini pandangan. Kleyengan gua...
"Za! Buruan ikut gua!", teriaknya tepat di depan muka gua.
Bajiguuurrr... Gua yang belum mandi, tapi mulutnya yang bau sangit!
"Jiirr.. Siapa lu ?!", tanya gua sambil mengucek-ucek mata dan memundurkan wajah
"Udah buruan!", dia menarik tangan gua.
Gua lepas dengan kasar. "Ngawur... Ngapain gua ikut, lu... Ogah gua..", jawab gua sambil mendorongnya keluar. "Dan jangan berani-berani masuk kamar gua! Ini kamar khusus gua sama Echa...".
By the way, semenjak gua ditinggal istri dulu, kamar di lantai atas itu hanya pernah dimasuki oleh Nenek, Mba Laras dan almarhumah Jingga. Selain mereka enggak ada satu orangpun yang gua izinkan masuk.
"Ini soal Vera, woi!", teriaknya dari ambang pintu.
Gua berhenti berjalan kearah kasur. "Kenapa sama dia ?", tanya gua tanpa membalikan badan.
"Hari ini dia mau di lamar sama Adit...", jawab Gusmen singkat padat dan jelas.
Kalau yang satu ini gua bakal inget pake banget...
Gua masih tertidur dengan nyenyaknya ketika suara pukulan pada pintu kamar menggedur-gedur keras. Gua yang masih dilanda kantuk berat jelas merasa terganggu.
"Siapa siiiih! Gandeng atuhlah... Masih keneh tunduh yeuh...", teriak gua yang masih berada diatas kasur, lalu menutup wajah dengan bantal dalam posisi menyamping.
"Hudang woi kehed! Buruan buka pintunya, Nyet!!", teriakan dari suara seorang laki-laki.
Gua sih bodo amat, mimpi nih gua, fikir gua gitu.
Makin gua cuekin, makin keras itu pintu di gedor. Dengan rasa dongkol dan emosi, gua bangun dari kasur, mengambil blackberry dan melihat sudah pukul berapa sekarang.
Bajing loncat, kutu loncat, dasar kambing guling! Baru jam setengah sembilan! Gua udah dipaksa bangun gini. Sialan tuh orang... Macem-macem!
Gua buka pintu kamar dengan kepala nyut-nyutan akibat langsung bangun, ditambah rasa dongkol, makin gak beres aja ini pandangan. Kleyengan gua...
"Za! Buruan ikut gua!", teriaknya tepat di depan muka gua.
Bajiguuurrr... Gua yang belum mandi, tapi mulutnya yang bau sangit!
"Jiirr.. Siapa lu ?!", tanya gua sambil mengucek-ucek mata dan memundurkan wajah
"Udah buruan!", dia menarik tangan gua.
Gua lepas dengan kasar. "Ngawur... Ngapain gua ikut, lu... Ogah gua..", jawab gua sambil mendorongnya keluar. "Dan jangan berani-berani masuk kamar gua! Ini kamar khusus gua sama Echa...".
By the way, semenjak gua ditinggal istri dulu, kamar di lantai atas itu hanya pernah dimasuki oleh Nenek, Mba Laras dan almarhumah Jingga. Selain mereka enggak ada satu orangpun yang gua izinkan masuk.
"Ini soal Vera, woi!", teriaknya dari ambang pintu.
Gua berhenti berjalan kearah kasur. "Kenapa sama dia ?", tanya gua tanpa membalikan badan.
"Hari ini dia mau di lamar sama Adit...", jawab Gusmen singkat padat dan jelas.
Diubah oleh glitch.7 01-11-2017 17:30
oktavp dan 2 lainnya memberi reputasi
3

