Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#3534
Sebelum Cahaya
PART XIV


Tiga puluh menit, kita disini...
Tanpa suara
Dan aku resah
Harus menunggu lama
Kata darimu...


Resah dan gelisah... Ya seperti penggalan lirik lagu dari Jamrud diatas, rasanya cukup lama gua terdiam bersama perasaan yang gamang.

Enggak tau lagi harus ngomong apa untuk menyikapi ucapan Ibu tirinya Nona Ukhti beberapa menit yang lalu.

Namanya Adit
Namanya Adit
Namanya Adit
Namanya Adit
Namanya Adit

"Aaarrrghhh...", gua sedikit berteriak sambil menjambak rambut sendiri.

"Loch eh ? Kenapa, Nak Eza ?".

"Eh.. Eng-enggak.. Enggak apa-apa, tan...".

"Kamu sakit ?", tanyanya sembari kembali duduk di dekat gua.

Malu gua ke gep sama yang punya rumah kalau tamunya ini rada sengklek gara-gara teriak kayak tadi. Gua pikir Ibu tirinya Nona Ukhti masih lama di dalam kamar. Toh dari setelah kami mengobrol sebelumnya, gua malah ditinggal sendirian di ruang tamu.

"Beneran kamu gak apa-apa ?".

Gua terdiam sejenak, lalu melirik kepada Ibu tirinya itu. "Saya kesini untuk minta maaf, tan... Minta maaf sama Vera atas kesalahan saya. Saya juga baru tau kemarin-kemarin kalo ada lelaki lain yang mau melamar Vera. Tapi... Tapi saya gak percaya aja kalo Vera bakal terima lamaran itu...", ucap gua dengan rasa tidak percaya.

"Tante minta maaf sebelumnya, karena tante juga cuma denger begitu...".

Ya Tuhan... Cobaan apa lagi ini.

Gua beneran gak percaya kalau berita soal lamaran itu sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Dengan yakinnya gua bilang ke Ibu tirinya Nona Ukhti, kalau gua ini lelaki yang akan menjadi menantunya kelak, menjadi suami dari anak tirinya yang bernama Vera itu. Tapi apa tanggapan yang gua dengar dari beliau ?

'Hahahaha... Kamu bercanda ya, Nak ? Yang tante tau, namanya Adit... Lelaki yang akan jadi suami Vera dalam waktu dekat'.

Serasa dirajam bambu runcing dada gua mendengar tawa Ibunya itu, apalagi penekanan kalimat ucapannya. Aaarrghhh faaaaakkkkkk!!!

Gua jadi bener-bener penasaran sama yang namanya Adit itu, kayak apa rupanya sampe-sampe keluarga Nona Ukhti di Singapore juga bisa menerima si Adit.

"Tan, Vera masih lama ya pulangnya ?", tanya gua pada akhirnya.

"Mm... Gimana ya, Za... Tante gak enak mau ngomongnya..".

Gua mengerenyitkan kening mendengar nada keraguan dari ucapan beliau. "Maksudnya apa ya, tan ?".

"Tadi sebenernya tante udah nelpon Vera di kamar, tante bilang kalo ada temennya datang dari Indonesia ke sini... Tapi...".

"Tapi apa, tan ?", gua makin penasaran.

"Maaf ya, Nak Eza... Tapi setelah tante nyebutin nama kamu, dia bilang... Dia enggak mau ketemu kamu dulu... Maaf loch, Nak...".

Oh my my my.... Segitunya kah Ve kamu sama aku ? Gila ini sih, bener-bener gila... Salah memang gua, tapi masa sampe segitunya ? Parah ini sih.. Asyuuu!!!

Gua hanya bisa menghela nafas sambil menggelengkan kepala. Tidak tau lagi harus ngomong apa ke Ibu tirinya ini.

"Nak, mmm... Tante mau bantuin kamu, walaupun tante gak tau apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian berdua, tapi tante liat kesungguhan kamu untuk meminta maaf ke Vera..", ucap beliau sambil tersenyum.

Bak secawan air segar, kalimat yang diucapkan beliau membuat gua kembali optimis untuk mendapatkan hati Nona Ukhti.

"Makasih, tante... Jujur aja saya gak tau lagi harus gimana lagi..".

"Tapi gini, Nak... Tante cuma bisa bantuin kamu nunjukin alamat apartemen nya aja, selebihnya kamu berusaha sendiri ya, Nak...", tandasnya.

"Okey, itu udah lebih dari cukup untuk saya.. Saya bener-bener berterima kasih...".

Ya bantuan tersebut sangat berarti buat gua, karena sebenarnya Vera sendiri bilang ke Ibu tirinya itu untuk tidak memberitahukan juga alamat dia tinggal saat ini.
Sebegitunya kah kamu ngehindarin aku, Ve ?

Sekitar pukul lima waktu setempat gua pamit untuk pergi menuju alamat yang diberikan oleh beliau. Tidak lupa gua juga mengucapkan terimakasih untuk bantuannya itu.

Sepanjang perjalanan menuju apartemen Nona Ukhti, gua memikirkan bagaimana dia bisa sebenci ini kepada gua. Dan apakah lelaki yang bernama Adit itu benar-benar diterima olehnya ? Sebaik apa dia ? Sedekat apa mereka berdua ? Karena yang gua tau selama Nona Ukhti ada di Indonesia, dia selalu meluangkan waktunya untuk gua dan keluarga. Jadi kapan mereka dekat ?.

Masih larut dalam fikiran, taxi yang gua tumpangi berhenti di sebuah gedung tinggi berwarna abu-abu. Beres membayar ongkos taxi, gua langsung turun dan memandangi gedung di depan itu. Lalu membuka notes pada blackberry, membaca dengan seksama alamat yang sebelumnya diberikan oleh Ibu tirinya Nona Ukhti dan gua catat di notes tersebut.

Gua berjalan memasuki lobby untuk kemudian menuju lift ke lantai delapan.

Sesampainya di lantai delapan, gua berjalan perlahan sambil memperhatikan pintu-pintu yang berjejer di kanan-kiri gua, serta nomor kamar yang tercantum di sela dinding.

Sekitar lima pintu dari lift, gua berhenti, memperhatikan layar blackberry, lalu memperhatikan nomor kamar di depan gua. Yap, ini kamarnya.

Tok.. Tok.. Tok...
Tok.. Tok... Tok...

Kriieett...
Pintu terbuka sedikit.

Setengah wajah manisnya, berbalut hijab berwarna biru langit, yang sangat ingin gua temui nampak di depan mata gua. Dia terkejut melihat sosok lelaki yang berdiri kurang dari tiga meter dihadapannya itu.

"Ve...".

Brakk!!

Gua terlonjak mundur karena pintu yang kembali di tutup dengan cara kasar.

Gila, sampe segitunya, Ve ? Gak mau nemuin aku ? Bahkan untuk ngeliat aku aja kamu gak mau ?.

Gua masih syok atas sikap Nona Ukhti. Gak percaya rasanya dia benar-benar menghindari gua.

Gua kembali mengetuk pintunya beberapa kali, tapi tetap saja pintu dihadapan gua itu tidak pernah terbuka lagi. Gua memanggil-manggil namanya, dan tidak ada jawaban dari balik pintu tersebut.

Pada akhirnya gua menyandarkan tubuh ke dinding samping kamar itu... Gua menunggu dia... Menunggu perempuan yang gua cintai itu membuka pintu kamar apartemennya.. Menunggu dia keluar dari sana....

Berapa lama gua menunggu, pintu itu tidak pernah terbuka, gua duduk bersandar dinding, memikirkan perempuan yang ada di dalam sana. Gua hanya bisa memainkan blackberry, membuka galeri, melihat beberapa fotonya.

Gua yang bodoh dan tergesa-gesa sampai lupa membeli kartu sim telpon di negara ini, alhasil blackberry gua tidak bisa dipakai berkomunikasi.

Pukul setengah delapan malam akhirnya gua bangun dari duduk, gua berinisiatif untuk kembali esok pagi, jadi lebih baik malam ini gua mencari hotel terdekat untuk beristirahat. Gua berjalan kearah lift, tapi baru saja gua menekan tombol lift, suara seorang perempuan memanggil nama gua.

"Eza...".

Gua menengok ke kanan. "Ve ?!". Tanpa menunggu lama, gua langsung berlari kearahnya.

Dia berdiri tepat di depan pintu kamar apartemen, ketika gua sampai di hadapannya, gua langsung memeluknya, setelah sebelumnya melemparkan tas ransel sembarangan ke lantai koridor.

Gua peluk dirinya erat, membenamkan wajah ini ke bahunya.

"Aku minta maaf, aku bener-bener minta maaf, aku janji gak akan berbuat kesalahan yang sama... Maafin aku, Ve... Please maafin aku...", ucap gua sambil tetap memeluknya.

"Masuk, Za...", ucapnya pelan.

Gua ambil tas yang masih tergeletak di koridor, lalu mengikutinya masuk kedalam kamar.

Ini pertama kalinya untuk gua memasuki kamar apartemennya. Ternyata cukup luas, ada ruang tamu, dua kamar, dan juga dapur. Hampir sama dengan model apartemen milik Kinan di Jakarta saat kuliah dulu.

Gua duduk di salah satu sofa minimalis berwarna krem, Nona Ukhti duduk di sebrang gua. Matanya menatap gua dengan sendu.

"Ngapain kamu kesini ?", tanyanya.

"Aku kesini untuk ketemu kamu, aku mau minta maaf soal kejadian kemarin itu..", jawab gua dengan perasaan bersalah.

"Iya, udah aku maafin, terus mau apalagi ?", tanyanya lagi dengan nada datar.

"Ve... Segitu marahnya kamu sama aku ?".
"Aku tau aku salah, tapi apa gak bisa kamu kasih kesempatan ke aku, Ve ?".

"Mau kamu apa sekarang ?".

"Aku mau nikahin kamu".

"Mending kamu pulang deh, Za...".

Gua mengerenyitkan kening. "Kok gitu ? Kamu ngusir aku ?", tanya gua lagi.

"Udah gak perlu lagi kamu ngasih aku harapan apapun, aku udah cukup sakit Za sama kelakuan kamu...", ucapnya sambil membuang muka.

Gua tertunduk, memejamkan mata sesaat, rasanya hati gua hancur mendengar ucapannya itu.

"Ini serius, Ve ? Sesakit itu kamu karena aku cium Siska ?", tanya gua.

"Kamu mungkin bisa berfikir, cuma sebuah ciuman.. Tapi apa kamu mikirin perasaan aku, Za ? Hah ?", sentaknya dengan nada mulai emosi.

Gua bangun dan mendekatinya, berjongkok di dekatnya.

"Liat aku, Ve...", pinta gua, dia melirik kebawah, menatap mata gua dengan malas. "Aku minta maaf sama kamu, aku bener-bener minta maaf, dan aku nyesel.. Tapi tolong kamu juga liat aku, liat aku yang udah milih kamu, meminta kamu untuk jadi pendamping hidupku setelah Echa... Apa kamu gak bisa Ve ngerasain betapa aku mencintai kamu ? Aku gak main-main, Ve... Aku ini udah bilang ke Mba Laras kalo mau nikahin kamu, mau ngelamar kamu, seperti yang aku bilang ke kamu...", ucap gua panjang lebar sambil menggenggam tangannya.

Nona Ukhti melepaskan genggaman tangan gua sambil membuang muka kearah lain. Gua menggelengkan kepala dan mendengus kasar.

"Ve, tolong kasih aku kesempatan... Aku gak mau nyesel untuk kedua kalinya, Ve... Tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita...", lanjut gua.

Nona Ukhti tetap diam tanpa mau menengok kepada gua. Akhirnya gua berdiri dan mendekatinya lagi, gua pegang kedua bahunya sampai tubuhnya menyerong menghadap gua.

Gua tatap matanya lekat-lekat. Sesaat mata kami saling pandang.

"Aku cinta sama kamu, aku mau jadi suami kamu, Vera Tunggadewi....", ucap gua sungguh-sungguh. "Dan ini, bukan permintaan aku untuk meminta kamu jadi pacar ku, tapi permintaan untuk menjadi Nyonya Agathadera...", bisik gua sambil memiringkan wajah mendekati bibirnya yang merah merona itu.

Sedetik...
Dua detik...
Tiga detik...

Bibir kami masih bersentuhan tanpa saling memagut. Gua masih memejamkan mata. Lalu gua buka sedikit bibir ini dan kembali mengecup bibirnya.

Beberapa saat gua memagut bibirnya, lalu memundurkan wajah. Gua melihatnya masih memejamkan mata. Kemudian gua pegang kedua sisi wajahnya.

"Please forgive me... And living together with me till the end of time".

"Za...", ucapnya parau.

"Ya, Ve...".

"Maafin aku... Maaf...", ucapannya kali ini diiringi isak tangis.

Gua tersenyum dan memajukan tubuh untuk memeluknya.

Tapi kedua tangan itu menahan bahu ini...
Menahan gua untuk memeluknya...

Kalimat yang keluar dari mulutnya cukup singkat...

Singkat untuk membuat gua bangun dan berjalan menuju pintu di ujung sana.

Gua berdiri menghadap pintu, tangan gua kuat meremas tali tas pada bahu ini. Gua menengadahkan kepala sambil menghirup udara dalam-dalam.

"Haaaa... Gleuk...", gua keluarkan udara dari mulut agar rasa sakit pada tenggorokan ini cepat hilang.

"Ve.. Makasih untuk semuanya...", ucap gua dengan suara bergetar.

Tidak ada lagi ucapan yang gua dengar kecuali suara isak tangis dari perempuan yang gua cintai itu di belakang sana.

Gua membuka pintu dan menutupnya kembali, gua berjalan perlahan sambil menunduk menuju lift.

Airmata ini tertumpah tanpa bisa gua tahan lagi, gua menumpahkannya di dalam lift selama perjalanan turun, gua remas kuat-kuat kedua lengan ini, mendekap tubuh sendiri.

Gua kalah... Ya gua kalah untuk mendapatkan hatinya...

Saat ini, yang gua inginkan hanya pulang ke rumah, pulang ke tempat dimana seharusnya gua berada, dan seharusnya gua tidak perlu jauh-jauh pergi ke negara ini.

Semua percuma... Ya, percuma...




Akhirnya kini aku mengerti
Apa yang ada dipikiranmu selama ini
Kau hanya ingin permainkan perasaanku
Tak ada hati tak ada cinta

Apa memang ini yang kamu inginkan
Tak ada sedikitpun niat 'tuk serius kepadaku

Katakan yang sebenarnya
Jangan mau tak mau seperti ini



Apa Salahku - D'Massive


*
*
*


Quote:


°
°
°
°
°
°
°
°
°
°


Spoiler for another view:
Diubah oleh glitch.7 30-10-2017 01:03
dany.agus
fatqurr
fatqurr dan dany.agus memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.