- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#3382
Sebelum Cahaya
PART XI
Sore itu gua menatap langit yang cukup gelap. Beberapa kali terdengar suara gemuruh petir, namun belum tampak setetes air yang jatuh dari atas sana.
Fikiran gua tertuju pada satu sosok wanita yang sebelumnya menjadi bahan obrolan di teras depan kamar ini.
Gua mengusap wajah ketika senyuman manisnya menghilang dalam lamunan, berganti menjadi banyaknya butiran air yang sudah turun secara bersamaan dari langit yang gelap itu.
"Huuufftt....". Gua menundukan kepala lalu menggeleng pelan.
"Tuh.. Udah datang..", ucap Nenek.
Gua menengok kedepan, kearah halaman rumah.
Sebuah mobil bertipe mini bus berwarna hitam berhenti tepat di halaman rumah, lalu seorang wanita berpakaian gamis dengan warna putih bercampur merah turun dari bangku belakang.
Gua kembali menghela nafas. "gila, cepet amat datangnya...". Ucap gua dalam hati.
"Assalamualaikum...".
"Walaikumsalam..", jawab gua berbarengan dengan Nenek.
"Apa kabar, Bu..?", ucap wanita yang baru datang itu setelah mencium tangan Nenek.
"Alhamdulilah sehat, Ras.. Maaf ya jadi ngerepotin...", jawab Nenek.
"Enggaklah, Bu.. Kebetulan tadi aku lagi belanja keperluan dapur di supermarket..".
"Yaudah, ayo masuk kedalem aja, kita ngobrol di ruang tamu..", lalu tangan Nenek mencolek bahu belakang gua. "Hey, salam dulu sama Ibumu..", lanjutnya.
Gua tersenyum kepada wanita cantik yang mengenakan jilbab berwarna putih di hadapan gua itu. Tapi dia hanya menatap gua tajam tanpa membalas senyuman gua, lalu gua mencium tangannya.
"Ayo masuk...", ucapnya dingin setelah gua menyalaminya.
"Hadeeuuhh..", gua kembali menghela nafas dengan kasar.
...
Gua duduk bersebelahan dengan Ibu gua, Mba Laras. Sedangkan Nenek duduk di sisi kanan Ibu, menghadap kearah kami berdua.
"Sebentar ya, Ras.. Ibu ambilin minum dulu..", ucap Nenek seraya bangkit dari duduknya.
"Eh enggak usah, Bu... Biar anak ini aja yang ambilin, sekalian bikin kopi buat supir..", jawab Ibu gua kepada Nenek. "Kamu... Hey! Eza..", ucapnya sinis kepada gua.
"Ii-iya.. Apaan sih, Mba ?", jawab gua gugup tanpa berani menatap matanya.
"Mba mau teh manis, sekalian bikinin kopi untuk supir ya...", lanjutnya.
"Iih.. Kok aku sih ? Masa ak..", ucapan gua dipotong.
"Yee nih anak disuruh orang tua juga... Ayo sana bikinin dulu ke dapur...", sela Nenek.
"Iya iya, Nek...".
Gua berjalan kearah dapur, lalu mengambil teko dan mengisinya dengan air keran untuk kemudian dimasak. Sambil menunggu air matang, gua membakar sebatang rokok, menyandarkan tubuh ke sisi meja dapur sambil menatap ke jendela di depan yang menunjukan pemandangan pohon-pohon serta kali dibelakang rumah ini.
Gua hembuskan asap rokok, lalu samar-samar gua mendengar sedikit obrolan antara Ibu mertua dengan menantunya di ruang tamu sana.
"Sial..", umpat gua dalam hati.
Kembali gua memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu...
Bisa-bisanya Nenek langsung nelpon Ibu setelah selesai menceramahi gua habis-habisan. Gua fikir beliau bercanda ketika mengatakan akan melaporkan ke Ibu soal tingkah laku gua sebelumnya kepada Mba Siska.
Ah, runyam ini urusannya...
Bunyi suara uap panas yang timbul dari teko membuyarkan lamunan gua. Kemudian gua mematikan kompor dan membuatkan minuman untuk Ibu, supir pribadinya dan tentu saja untuk gua sendiri juga.
Gua berikan secangkir kopi hitam kepada supir pribadi Ibu yang menunggu di teras depan kamar, lalu gua kembali ke ruang tamu. Duduk di sebelah Ibu lagi.
"Maksudnya apa kamu kayak gitu ke Siska, Za ?", tembak Ibu langsung ketika gua baru saja menyandarkan punggung ke bahu sofa.
Gua melirik kepada Ibu sebentar, lalu memalingkan lagi wajah dan melirik kepada Nenek. Waduh... Dua-duanya pasang tampang serius...
"Iya itu tadi spontan, Mba... Aku sengaja, tapi ya spontan aja gitu...", jawab gua pelan.
"Spontan tapi sengaja ? Jawaban kamu gak jelas gitu!", sentaknya dengan nada tinggi.
"Ii-iya.. Pokoknya aku salah, udah diceramahin tadi juga ama Nenek, Mba... Udah atuh jangan dimarahin lagi.. Cape denger omelan Mba sama Nenek", gua seperti anak kecil yang ketakutan menghadapi ortunya.
"Makanya kalo gak mau diomelin, dimarahin! Punya kelakuan yang bener sama perempuan! Apa-apaan kamu main cium anak orang! Gak tau malu kamu tuh! Udah tau mau ngelamar Vera! Eh ini malah berani-beraninya nyium perempuan lain!", ucap Ibu lagi dengan nada tinggi.
"Nenek baru tau kalo kamu mau lamar Vera, Za.. Haduh kamu tuh.. Mau ngelamar anak orang tapi kelakuan kok masih gitu aja, Za.. Gimana nanti kalo Vera tau ? Yakin kamu bakal diterima sama dia ?", timpal Nenek.
Waduh makin panjang aja ini tausiah. Mana pertanyaan Nenek enggak banget lagi... Ah tapi gak mungkin juga Nona Ukhti nolak lamaran gua. Secara yang dia cintai dari hatinya cuma gua seorang.
"Coba dipikir lagi deh, kamu serius apa enggak sama niat kamu itu ke Vera! Atau jangan-jangan... Kamu pingin balikan lagi sama Siska ?", tanya Ibu gua lagi.
"Ya ampun.. Mana ada aku mau balikan sama Mba Siska.. Itu tadi iseng, eh.. Maksudnya khilaf, Mba.. Beneran serius aku mau nikahin Vera..", jawab gua.
"Iseng! Khilaf! Anak iniiii... Hiiiii...!", makin geram Ibu mendengar jawaban gua.
"Aaawww... Sakit sakit sakiiitt... Ampun, Mbaaa.. Ampun..", teriak gua menahan perih di telinga kanan.
"Kamu tuh harusnya lebih dewasa, Za! Udah pernah nikah juga!", ucapnya sambil terus menjewer telinga kanan gua maju-mundur.
Gua dianiaya...
"Neeeekkk... Tolongin atuuh... Aawww sakiit... Ampuuuuuunnnn!".
"Udah, Ras udah...", ucap Nenek.
"Kesel aku lama-lama sama nih anak satu, Bu! Kelakuan kok gak berubah!", sentak Ibu kepada gua, lalu mengendurkan jewerannya.
"Loch ? Kok berhenti ?", tanya Nenek.
"Eh ? Apanya, Bu ?", tanya Ibu gua bingung.
"Maksud Ibu udahterusin aja ngejewernya...", jawab Nenek polos tanpa muka bersalah.
Buaaajiigguuuuurrrrrr!!!
...
Gua sedang duduk di sisi kasur. Membaca sebuah notifikasi chatt bbm dengan perasaan yang hampa. Lemes rasanya baca chatt dari dia.
"Ayo pulang..", ucap Ibu yang baru saja berdiri di ambang pintu.
Gua menghela nafas sambil mengusap-usap telinga yang masih terasa panas. Lalu gua berdiri dan menuju cermin. Gua miringkan wajah sedikit.
"Tuh.. Merah, Mba.. Sakit ini... Tega kamu ma..", ucap gua sambil tetap melihat telinga kemerahan dari cermin dihadapan gua itu.
"Belom biru kan ?", tanyanya pelan.
Gua menengok kearahnya yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah datarnya menatap gua.
"Ayo.. Mau pulang apa disini ?", lanjutnya.
"Iya, pulang...", jawab gua malas sambil berjalan kearahnya.
"Motor kamu taro sini aja, pulang bareng sama, Mba..", lanjutnya.
Gua hanya mengangguk dengan wajah cemberut.
"Ck.. Gak usah sok sok marah!", ucapnya sambil melotot.
"Enggak..", jawab gua pelan.
...
Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di rumah gua. Mba Laras langsung menuju dapur untuk memasak makan malam. Sedangkan gua memilih istirahat di kamar atas setelah sebelumnya bersih-bersih.
Menjelang maghrib gua di bangunkan oleh sebuah tepukan di kaki kanan. Gua buka mata perlahan sambil meregangkan tubuh.
"Hooaammm... Kenapa, Mba ?", tanya gua setelah menguap dan mengerjapkan mata.
"Bangun, udah mau maghrib.. Ayo mandi, terus siap-siap shalat berjamaah..", jawabnya.
"Iya-iya, aku mandi dulu...".
Gua pun bangun dan langsung menuju kamar mandi di dalam kamar ini. Selesai mandi dan tampan maksimal, gua turun ke bawah menuju ruang tv dengan mengenakan baju koko serta sarung cap kadal terbang.
"Mba...", panggil gua.
"Yaaa... Sini di kamar aja shalatnya, Za...", teriakan Ibu terdengar dari dalam kamarnya di dekat tangga.
Gua berjalan menghampiri kamarnya, lalu berhenti tepat di ambang pintu ketika melihat ke dalam kamarnya.
"Loch ?!!", gua terkejut.
"Ayo jadi imam, Za..", ucap Nona Ukhti yang sudah mengenakan mukena dan berdiri disamping Ibu.
Ibu hanya tersenyum sambil merapihkan sajadah untuk gua.
"Loch malah bengong... Udah nanti aja nanya-nanyanya.. Sekarang ayo kita shalat dulu", ucap Ibu.
Gua hanya mengangguk dan masih bingung kapan Nona Ukhti datang ke sini.
Singkat cerita kami semua selesai melaksanakan ibadah shalat berjamaah. Lalu gua kembali ke kamar untuk mengganti pakaian agar lebih santai, baru kembali turun ke ruang tamu. Di sofa ruang tamu sudah duduk seorang perempuan manis dengan pakaian gamisnya. Gua duduk tepat di sebelahnya sambil tersenyum.
"Hai.. Kapan datang, Ve ?", tanya gua ramah.
"Daritadi, Za...", jawabnya singkat sambil merapihkan jilbabnya tanpa menoleh kepada gua.
"Ooh.. Sendirian ?", basa-basi sedikit.
"Enggak, sama temen tuh nungguin di luar...", jawabnya lagi sambil melirik kearah pintu utama rumah kali ini.
"Eh ? Sama temen ? Tumben, Ve...".
"Kok gak disuruh masuk ?", tanya gua terkejut.
"Pingin ketemu yang punya rumahnya dulu kata dia, baru mau masuk..", jawab Nona Ukhti dingin.
"Yang punya rumah ? Emang siapa temen kamu sih ?".
"Liat aja sendiri kedepan sana..".
Gua pun bangun, lalu berjalan menuju teras depan rumah. Lalu gua menengok ke kanan setelah sampai di luar, dimana bangku teras berada.
"What ?! Si kampreeetttt....!", teriak gua setelah melihat sosok lelaki dengan perawakan yang cukup tinggi dan kulitnya yang semakin menghitam.
"Hehehehe.... Apa kabar, brother...?", jawabnya seraya berdiri sambil cengengesan.
"Alhamdulilah baik, Gus... Lagi libur lu ?", tanya gua lagi setelah menjabat tangannya.
"Yooi, Za.. Hehehe...".
"Ngopi gak ?".
"Udah tuh dibikinin Bibi tadi..", jawabnya lalu kembali duduk lagi.
Gua pun duduk di bangku teras sebelahnya.
"Ckckckck.... Aji gile makin legam aja tuh kulit lau brooo.. Hahaha...", ucap gua melihat ke kulitnya yang semakin item kayak dakocan.
"Kadal kampret dasar, hahaha... Namanya juga di lapangan mulu.. Panas-panasan terus gua".
"Yoooiiii... Di lapangan... Jadi solip apa pemaen bola, lau ? Lapangan retus... Hahahaha...", ledek gua lagi.
"Sialan, hahaha.. Ya gimana lagi deh, kerjaan gua latihan mulu selama ini... Hehe..", kemudian Gusmen, sahabat SMA gua itu mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.
"Za.. Lu gak nanya-nanya kabar gua apa ? Gimana kek, Lau.. Parah ni anak.. Ckckck..", ucapnya sok-sok mendramatisir.
"Kagaklah.... ngapain juga gua nanya kabar lau... Udah jelas itu kulit makin ti'em, rambut cepak nyo*gong pula... Hahahahaaa..", gua ngakak sejadi-jadinya ketika melihat kearah model rambut sahabat gua itu.
"Bajingggaaaaaannnn... Sialan lau! Gila lu! Rambut gua dibilang cepak nyo*gong! Babbbiii!! Hahahahah... Assuuu koe!!", kelakarnya sampe gak jadi bakar itu rokok di tangan.
Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak. Lalu kembali mengobrol soal pekerjaannya yang ternyata baru saja dia akan dipindahkan tugas ke kota ini lagi, setelah sebelumnya dinas di luar kota.
"By the way, Gus... Alhamdulillah lah kalo lu sehat..", ucap gua sambil tersenyum.
"Ya ginilah, Za.. Alhamdulillah.. Oh ya.. Mmm.. Gua tuh sebenernya emang sengaja mau ketemu lu hari ini, makanya ngajakin Vera sekalian, sebelum dia balik lagi kuliah ke Singapore...", kemudian Gusmen menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya ke udara.
"Ya ya... Alhamdulillah, syukur lu masih inget sama gua...", jawab gua lalu berdiri. "Bentar, Gus.. Gua ambil rokok dulu..", lanjut gua lalu kembali ke dalam rumah.
Gua kembali melewati ruang tamu, disana masih ada Nona Ukhti yang kali ini sedang mengobrol dengan Ibu. Tapi entah mereka berdua sedang ngobrolin apa karena ketika gua berjalan, mereka tiba-tiba langsung diam. Dan perasaan gua jadi gak enak...
Beres mengambil rokok di kamar atas, gua kembali turun dan menengok kepada duo jilbabers.
"Temu kangen nih yee...", ucap Nona Ukhti sambil tersenyum meledek.
"Yoi.. Gak bilang sih dateng ama sodara kamu yang sengklek itu, Ve.... Hehehe..", jawab gua dan berhenti tepat di belakang sofa.
Nona Ukhti hanya tersenyum sambil menengok kepada gua. Tapi senyumnya itu kok beda ya. Apa cuma perasaan gua aja mungkin.
"Udah sana ngobrol lagi di depan, kangen-kangenan dulu sama temen SMA kamu itu, Za...", ucap Ibu kali ini.
"Iya-iya, Bu... Bentar ya, Ve...", jawab gua kepada mereka berdua sebelum kembali ke teras depan.
Gua sudah duduk lagi di samping Gusmen. Sambil menikmati sebatang rokok dan kopi yang sebelumnya dibuatkan Bibi, kami berdua melanjutkan obrolan. Sebenarnya banyak hal yang kami obrolkan, tapi tidak terlalu penting, hanya sedikit mengenang masa-masa SMA yang absurd. Tentang tingkah laku yang tidak baik. Dan tentu saja, kerinduan kami akan almarhum Topan.
"Masih inget sama cita-cita dia gak ?", tanya Gusmen.
Gua mengangguk tanpa menengok kepadanya. Kemudian gua menyandarkan punggung ke bangku sambil menghela nafas.
"..."Gua bakal jadi pengusaha sukses"...", ucap gua.
"..."Biar hidup gua dan Emak gak susah terus"...", lanjut Gusmen.
Lalu kami berdua terdiam....
Kalimat tersebut adalah ucapan Almarhum Topan ketika kami masih berada di SMA. Ketika kami semua mengetahui kondisi kehidupannya...
"Za.. Kapan terakhir lu ketemu sama Emaknya ?", tanya Gusmen tiba-tiba.
"Mmm.. Kapan ya...", gua mencoba mengingat-ingat. "Kalo gak salah sih, terakhir ketemu pas gua merit sama almarhumah Echa, Gus... Di nikahan gua itu..", lanjut gua.
"Udah hampir mau tiga tahun ya, Za...", ucap Gusmen. "Nyekar ke makamnya yu... Terus kita ke rumahnya... Silaturahmi sama Emak..", lanjutnya sambil menengok kepada gua.
Gua pun menengok kepada Gusmen dan tersenyum. "Minggu ini ? Bisa ?", tanya gua.
Gusmen mengangguk. "Sip.. Minggu ini, oh ya ajak Sandhi sekalian, suruh balik dari Bandung dulu lah tuh anak... Sekalian reuni kita..".
"Okey... Tar gua coba telpon dia, Gus.. Mudah-mudahan bisa tuh anak...".
"Harus... Harus bisa... Kalo gak bisa, bilang jangan kenal lagi ama kita berdua..".
"Hahaha yoi yoi... Boleh juga itu anceman lau, Gus... Hehehe".
Tidak lama Nona Ukhti datang menghampiri kami berdua ke teras ini.
"Hey, ayo pada makan dulu, Mba Laras udah masak tuh, yu Gus... Za...", ajaknya.
"Eh.. Mmm.. Bentar, Ve.. Gua masiiih...".
Entah apa yang di maksud Gusmen kepada Nona Ukhti, karena posisi duduknya lebih dekat dengan pintu rumah, dimana Nona Ukhti berdiri, jadi gua tidak bisa melihat ekspresi muka si Gusmen yang sedang menengok kepada sepupu perempuannya itu.
"Oooh.. Yaudah jangan lama-lama.. Gua tunggu di dalem ya, Gus..", jawab Nona Ukhti.
Sebelum dia kembali ke dalam rumah, Nona Ukhti sempat melirik sinis kepada gua. Apaan itu maksudnya... Euh risih.
"Bro..", ucap Gusmen setelah menengok kepada gua dengan wajah serius.
"Feeling gua gak enak jiirrr...", potong gua.
"Hahahahaha...", ketawa die... Kampret.
"Apaan nih ? Jangan ketawa-ketiwi lu kampret... Buruan ngomong!", gua mulai gak sabar.
"Hehehe.. Mau to the point apa basa-basi dulu nih, Bro ?", tanyanya sambil tersenyum lebar.
"Geus tong ngalor-ngidul, ngomong we langsung lah aya naon..", jawab gua.
(udah jangan kesana-sini/basa-basi, ngomong aja langsung ada apaan).
"Hokey... Kieu brur... Siska geulis lain ?", tanyanya semakin tersenyum lebar.
(Okey, gini bro, Siska cantik bukan ?).
"Aaannnjjjjjiii...", gua tidak jadi misuh, lalu menahan tawa. "Babbbiiiihh.. Tai lau, Gus! Kampret! Kamsudnya apaan neh ?!", tanya gua masih menahan tawa.
"Hahaha.. Jawab, Nyet! Cantik gara doi ? Hahaha...", Gusmen pun terkekeh.
"Bangke lah, lau! Haduh haduh... Okey-okey, geus lah... Lau tau bukan kejadian tadi siang ?", tembak gua.
"Hahaha.. Kacau lau... Asli kacau lau... Hahahaha..", makin ngakak ini orang sarap satu.
"Haduh Gusss.. Gus.. Aing geus piling, eta maneh na ko asaan beda euy... Geus ma datang kadieu tiba-tiba, eh bengeut na ge teu ngenah nempo aing... Bajirut lah... Asem! Hahahahaha....", ucap gua lalu tertawa miris. Miris akan nasib gua setelah ini.
(Gua udah feeling, itu dia (Nona Ukhti) kok perasaan beda sih... Udah ma datang kesini tiba-tiba, eh mukanya juga gak ngenakin ngeliat gua).
"Ezaaa... Eza... Ckckckck... Kadal sosor emang, lau! Hahaha... Udeh udeh... Sekarang gua mau ngomong serius nih soal itu...", ucap Gusmen lalu kembali membakar sebatang rokok.
"Gua dengerin...", ucap gua yang ikutan membakar sebatang rokok juga.
Kemudian Gusmen menceritakan bagaimana dirinya dan Nona Ukhti mengetahui kejadian kampret bagi Nona Ukhti tapi enggak buat gua (kapan lagi kecup bibir Mba Polcan
). Gua cukup terkejut mendengar dia dan Nona Ukhti tau dari siapa kejadian tersebut. Ya namanya perempuan, kadang gitu. Berita baru tadi siang da nyebar aja kemana-mana.
"Seriusan lu Sherlin yang ngomong ke Vera ?", ulang gua untuk kesekian kalinya.
"Za, berantem aja yu! Lu nanya udah tiga kali ini... Kampret!", kesalnya.
"Weh... Kacau bener itu Mba Yu gua... Ngapaaaiiiiinn pake ember ke si Vera, ah bajigur bener tuh cewe...", umpat gua.
Jadi, setelah Nenek menceramahi gua habis-habisan pas Mba Siska udah pulang, Beliau langsung menelpon Ibu gua, setelah itu Ibu cerita via bbm ke Mba Yu. Dan you know lah Gais... Mba Yu emberan Cyiiiinnn ke Nona Ukhti
Dan Gusmen sebelumnya tidak mengetahui hal tersebut. Kebetulan rasanya. Memang hari ini dia ingin ke rumah gua dan mengajak Nona Ukhti, setelah sampai di rumah Nona Ukhti, Gusmen diceritakan lah kejadian kissing itu oleh Nona Ukhti.
"Bentar, Gus... Gua bbm dulu itu bigos satu...", ucap gua sambil mengetik bbm kepada Mba Yu.
"Ngapain lu ? Percuma lah mau marah ke dia juga, lu yang punya ulah juga... Hahaha...".
"Bodo amat, ini gua jadi kena lagi pasti ama sepupu lu itu..", jawab gua sambil tetap mengetik bbm.
Tidak lama gua terkekeh membaca balasan bbm Mba Yu. "Kampret, hehehe...", umpat gua setelah membaca balasannya.
"Ngomong apa doi, Za ?", tanya Gusmen.
"Lu baca sendiri aja nih, hehehe...", gua berikan blackberry kepada Gusmen.
"Hahaha... Sue bener dah.. Hahaha..", ketawa juga si kampret.
"By the way, Bro... Lu kudu serius minta maaf ke Vera...", ucap Gusmen sambil memberikan blackberry gua.
"Hm ? Kenapa gitu, Gus ?".
Gusmen menghela nafas. Lalu memandang kearah taman depan yang masih diguyur hujan dari sore tadi.
"Doi beneran marah, Za...", jawabnya pelan.
"Gus...".
".......".
"Gus....".
".......".
"Woy kampret!", gua sikut lengannya karena masih diam.
"Apan sih, Lu ?!", sewot doi.
"Ya lu digapilin dokem ja'a!! serius marah gimana maksudnya si Vera ? Lu jangan bikin gua waswas, nyet!", ucap gua.
"Tau ah, awas nyesel lu nanti.. Inget lu mau ngelamar doi kan ?", jawabnya seraya bangun dari duduk.
"Woy, sini dulu, mau kemana lau ?!", tanya gua.
"Laper gua, nyong! Kemek dulu lah... Tar aja pusing-pusingannya lagi, nyong!", jawabnya cuek dan terus meninggalkan gua sendirian di teras ini.
syit.. Apa maksudnya gua bakal nyesel ? Kampret si Gusmen bikin gua deg-deg-an aja.
Tapi bener kata si cepak nyo*gong. Perut gua juga belom diisi amunisi dari siang tadi. Mending makan dulu aja sebelom nafsu makan ilang duluan gara-gara masalah ini.
Fikiran gua tertuju pada satu sosok wanita yang sebelumnya menjadi bahan obrolan di teras depan kamar ini.
Gua mengusap wajah ketika senyuman manisnya menghilang dalam lamunan, berganti menjadi banyaknya butiran air yang sudah turun secara bersamaan dari langit yang gelap itu.
"Huuufftt....". Gua menundukan kepala lalu menggeleng pelan.
"Tuh.. Udah datang..", ucap Nenek.
Gua menengok kedepan, kearah halaman rumah.
Sebuah mobil bertipe mini bus berwarna hitam berhenti tepat di halaman rumah, lalu seorang wanita berpakaian gamis dengan warna putih bercampur merah turun dari bangku belakang.
Gua kembali menghela nafas. "gila, cepet amat datangnya...". Ucap gua dalam hati.
"Assalamualaikum...".
"Walaikumsalam..", jawab gua berbarengan dengan Nenek.
"Apa kabar, Bu..?", ucap wanita yang baru datang itu setelah mencium tangan Nenek.
"Alhamdulilah sehat, Ras.. Maaf ya jadi ngerepotin...", jawab Nenek.
"Enggaklah, Bu.. Kebetulan tadi aku lagi belanja keperluan dapur di supermarket..".
"Yaudah, ayo masuk kedalem aja, kita ngobrol di ruang tamu..", lalu tangan Nenek mencolek bahu belakang gua. "Hey, salam dulu sama Ibumu..", lanjutnya.
Gua tersenyum kepada wanita cantik yang mengenakan jilbab berwarna putih di hadapan gua itu. Tapi dia hanya menatap gua tajam tanpa membalas senyuman gua, lalu gua mencium tangannya.
"Ayo masuk...", ucapnya dingin setelah gua menyalaminya.
"Hadeeuuhh..", gua kembali menghela nafas dengan kasar.
...
Gua duduk bersebelahan dengan Ibu gua, Mba Laras. Sedangkan Nenek duduk di sisi kanan Ibu, menghadap kearah kami berdua.
"Sebentar ya, Ras.. Ibu ambilin minum dulu..", ucap Nenek seraya bangkit dari duduknya.
"Eh enggak usah, Bu... Biar anak ini aja yang ambilin, sekalian bikin kopi buat supir..", jawab Ibu gua kepada Nenek. "Kamu... Hey! Eza..", ucapnya sinis kepada gua.
"Ii-iya.. Apaan sih, Mba ?", jawab gua gugup tanpa berani menatap matanya.
"Mba mau teh manis, sekalian bikinin kopi untuk supir ya...", lanjutnya.
"Iih.. Kok aku sih ? Masa ak..", ucapan gua dipotong.
"Yee nih anak disuruh orang tua juga... Ayo sana bikinin dulu ke dapur...", sela Nenek.
"Iya iya, Nek...".
Gua berjalan kearah dapur, lalu mengambil teko dan mengisinya dengan air keran untuk kemudian dimasak. Sambil menunggu air matang, gua membakar sebatang rokok, menyandarkan tubuh ke sisi meja dapur sambil menatap ke jendela di depan yang menunjukan pemandangan pohon-pohon serta kali dibelakang rumah ini.
Gua hembuskan asap rokok, lalu samar-samar gua mendengar sedikit obrolan antara Ibu mertua dengan menantunya di ruang tamu sana.
"Sial..", umpat gua dalam hati.
Kembali gua memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu...
Bisa-bisanya Nenek langsung nelpon Ibu setelah selesai menceramahi gua habis-habisan. Gua fikir beliau bercanda ketika mengatakan akan melaporkan ke Ibu soal tingkah laku gua sebelumnya kepada Mba Siska.
Ah, runyam ini urusannya...
Bunyi suara uap panas yang timbul dari teko membuyarkan lamunan gua. Kemudian gua mematikan kompor dan membuatkan minuman untuk Ibu, supir pribadinya dan tentu saja untuk gua sendiri juga.
Gua berikan secangkir kopi hitam kepada supir pribadi Ibu yang menunggu di teras depan kamar, lalu gua kembali ke ruang tamu. Duduk di sebelah Ibu lagi.
"Maksudnya apa kamu kayak gitu ke Siska, Za ?", tembak Ibu langsung ketika gua baru saja menyandarkan punggung ke bahu sofa.
Gua melirik kepada Ibu sebentar, lalu memalingkan lagi wajah dan melirik kepada Nenek. Waduh... Dua-duanya pasang tampang serius...
"Iya itu tadi spontan, Mba... Aku sengaja, tapi ya spontan aja gitu...", jawab gua pelan.
"Spontan tapi sengaja ? Jawaban kamu gak jelas gitu!", sentaknya dengan nada tinggi.
"Ii-iya.. Pokoknya aku salah, udah diceramahin tadi juga ama Nenek, Mba... Udah atuh jangan dimarahin lagi.. Cape denger omelan Mba sama Nenek", gua seperti anak kecil yang ketakutan menghadapi ortunya.
"Makanya kalo gak mau diomelin, dimarahin! Punya kelakuan yang bener sama perempuan! Apa-apaan kamu main cium anak orang! Gak tau malu kamu tuh! Udah tau mau ngelamar Vera! Eh ini malah berani-beraninya nyium perempuan lain!", ucap Ibu lagi dengan nada tinggi.
"Nenek baru tau kalo kamu mau lamar Vera, Za.. Haduh kamu tuh.. Mau ngelamar anak orang tapi kelakuan kok masih gitu aja, Za.. Gimana nanti kalo Vera tau ? Yakin kamu bakal diterima sama dia ?", timpal Nenek.
Waduh makin panjang aja ini tausiah. Mana pertanyaan Nenek enggak banget lagi... Ah tapi gak mungkin juga Nona Ukhti nolak lamaran gua. Secara yang dia cintai dari hatinya cuma gua seorang.
"Coba dipikir lagi deh, kamu serius apa enggak sama niat kamu itu ke Vera! Atau jangan-jangan... Kamu pingin balikan lagi sama Siska ?", tanya Ibu gua lagi.
"Ya ampun.. Mana ada aku mau balikan sama Mba Siska.. Itu tadi iseng, eh.. Maksudnya khilaf, Mba.. Beneran serius aku mau nikahin Vera..", jawab gua.
"Iseng! Khilaf! Anak iniiii... Hiiiii...!", makin geram Ibu mendengar jawaban gua.
"Aaawww... Sakit sakit sakiiitt... Ampun, Mbaaa.. Ampun..", teriak gua menahan perih di telinga kanan.
"Kamu tuh harusnya lebih dewasa, Za! Udah pernah nikah juga!", ucapnya sambil terus menjewer telinga kanan gua maju-mundur.
Gua dianiaya...

"Neeeekkk... Tolongin atuuh... Aawww sakiit... Ampuuuuuunnnn!".
"Udah, Ras udah...", ucap Nenek.
"Kesel aku lama-lama sama nih anak satu, Bu! Kelakuan kok gak berubah!", sentak Ibu kepada gua, lalu mengendurkan jewerannya.
"Loch ? Kok berhenti ?", tanya Nenek.
"Eh ? Apanya, Bu ?", tanya Ibu gua bingung.
"Maksud Ibu udahterusin aja ngejewernya...", jawab Nenek polos tanpa muka bersalah.
Buaaajiigguuuuurrrrrr!!!

...
Gua sedang duduk di sisi kasur. Membaca sebuah notifikasi chatt bbm dengan perasaan yang hampa. Lemes rasanya baca chatt dari dia.
"Ayo pulang..", ucap Ibu yang baru saja berdiri di ambang pintu.
Gua menghela nafas sambil mengusap-usap telinga yang masih terasa panas. Lalu gua berdiri dan menuju cermin. Gua miringkan wajah sedikit.
"Tuh.. Merah, Mba.. Sakit ini... Tega kamu ma..", ucap gua sambil tetap melihat telinga kemerahan dari cermin dihadapan gua itu.
"Belom biru kan ?", tanyanya pelan.
Gua menengok kearahnya yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah datarnya menatap gua.
"Ayo.. Mau pulang apa disini ?", lanjutnya.
"Iya, pulang...", jawab gua malas sambil berjalan kearahnya.
"Motor kamu taro sini aja, pulang bareng sama, Mba..", lanjutnya.
Gua hanya mengangguk dengan wajah cemberut.
"Ck.. Gak usah sok sok marah!", ucapnya sambil melotot.
"Enggak..", jawab gua pelan.
...
Sepuluh menit kemudian kami sudah berada di rumah gua. Mba Laras langsung menuju dapur untuk memasak makan malam. Sedangkan gua memilih istirahat di kamar atas setelah sebelumnya bersih-bersih.
Menjelang maghrib gua di bangunkan oleh sebuah tepukan di kaki kanan. Gua buka mata perlahan sambil meregangkan tubuh.
"Hooaammm... Kenapa, Mba ?", tanya gua setelah menguap dan mengerjapkan mata.
"Bangun, udah mau maghrib.. Ayo mandi, terus siap-siap shalat berjamaah..", jawabnya.
"Iya-iya, aku mandi dulu...".
Gua pun bangun dan langsung menuju kamar mandi di dalam kamar ini. Selesai mandi dan tampan maksimal, gua turun ke bawah menuju ruang tv dengan mengenakan baju koko serta sarung cap kadal terbang.
"Mba...", panggil gua.
"Yaaa... Sini di kamar aja shalatnya, Za...", teriakan Ibu terdengar dari dalam kamarnya di dekat tangga.
Gua berjalan menghampiri kamarnya, lalu berhenti tepat di ambang pintu ketika melihat ke dalam kamarnya.
"Loch ?!!", gua terkejut.
"Ayo jadi imam, Za..", ucap Nona Ukhti yang sudah mengenakan mukena dan berdiri disamping Ibu.
Ibu hanya tersenyum sambil merapihkan sajadah untuk gua.
"Loch malah bengong... Udah nanti aja nanya-nanyanya.. Sekarang ayo kita shalat dulu", ucap Ibu.
Gua hanya mengangguk dan masih bingung kapan Nona Ukhti datang ke sini.
Singkat cerita kami semua selesai melaksanakan ibadah shalat berjamaah. Lalu gua kembali ke kamar untuk mengganti pakaian agar lebih santai, baru kembali turun ke ruang tamu. Di sofa ruang tamu sudah duduk seorang perempuan manis dengan pakaian gamisnya. Gua duduk tepat di sebelahnya sambil tersenyum.
"Hai.. Kapan datang, Ve ?", tanya gua ramah.
"Daritadi, Za...", jawabnya singkat sambil merapihkan jilbabnya tanpa menoleh kepada gua.
"Ooh.. Sendirian ?", basa-basi sedikit.
"Enggak, sama temen tuh nungguin di luar...", jawabnya lagi sambil melirik kearah pintu utama rumah kali ini.
"Eh ? Sama temen ? Tumben, Ve...".
"Kok gak disuruh masuk ?", tanya gua terkejut.
"Pingin ketemu yang punya rumahnya dulu kata dia, baru mau masuk..", jawab Nona Ukhti dingin.
"Yang punya rumah ? Emang siapa temen kamu sih ?".
"Liat aja sendiri kedepan sana..".
Gua pun bangun, lalu berjalan menuju teras depan rumah. Lalu gua menengok ke kanan setelah sampai di luar, dimana bangku teras berada.
"What ?! Si kampreeetttt....!", teriak gua setelah melihat sosok lelaki dengan perawakan yang cukup tinggi dan kulitnya yang semakin menghitam.
"Hehehehe.... Apa kabar, brother...?", jawabnya seraya berdiri sambil cengengesan.
"Alhamdulilah baik, Gus... Lagi libur lu ?", tanya gua lagi setelah menjabat tangannya.
"Yooi, Za.. Hehehe...".
"Ngopi gak ?".
"Udah tuh dibikinin Bibi tadi..", jawabnya lalu kembali duduk lagi.
Gua pun duduk di bangku teras sebelahnya.
"Ckckckck.... Aji gile makin legam aja tuh kulit lau brooo.. Hahaha...", ucap gua melihat ke kulitnya yang semakin item kayak dakocan.
"Kadal kampret dasar, hahaha... Namanya juga di lapangan mulu.. Panas-panasan terus gua".
"Yoooiiii... Di lapangan... Jadi solip apa pemaen bola, lau ? Lapangan retus... Hahahaha...", ledek gua lagi.
"Sialan, hahaha.. Ya gimana lagi deh, kerjaan gua latihan mulu selama ini... Hehe..", kemudian Gusmen, sahabat SMA gua itu mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.
"Za.. Lu gak nanya-nanya kabar gua apa ? Gimana kek, Lau.. Parah ni anak.. Ckckck..", ucapnya sok-sok mendramatisir.
"Kagaklah.... ngapain juga gua nanya kabar lau... Udah jelas itu kulit makin ti'em, rambut cepak nyo*gong pula... Hahahahaaa..", gua ngakak sejadi-jadinya ketika melihat kearah model rambut sahabat gua itu.
"Bajingggaaaaaannnn... Sialan lau! Gila lu! Rambut gua dibilang cepak nyo*gong! Babbbiii!! Hahahahah... Assuuu koe!!", kelakarnya sampe gak jadi bakar itu rokok di tangan.
Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak. Lalu kembali mengobrol soal pekerjaannya yang ternyata baru saja dia akan dipindahkan tugas ke kota ini lagi, setelah sebelumnya dinas di luar kota.
"By the way, Gus... Alhamdulillah lah kalo lu sehat..", ucap gua sambil tersenyum.
"Ya ginilah, Za.. Alhamdulillah.. Oh ya.. Mmm.. Gua tuh sebenernya emang sengaja mau ketemu lu hari ini, makanya ngajakin Vera sekalian, sebelum dia balik lagi kuliah ke Singapore...", kemudian Gusmen menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya ke udara.
"Ya ya... Alhamdulillah, syukur lu masih inget sama gua...", jawab gua lalu berdiri. "Bentar, Gus.. Gua ambil rokok dulu..", lanjut gua lalu kembali ke dalam rumah.
Gua kembali melewati ruang tamu, disana masih ada Nona Ukhti yang kali ini sedang mengobrol dengan Ibu. Tapi entah mereka berdua sedang ngobrolin apa karena ketika gua berjalan, mereka tiba-tiba langsung diam. Dan perasaan gua jadi gak enak...
Beres mengambil rokok di kamar atas, gua kembali turun dan menengok kepada duo jilbabers.
"Temu kangen nih yee...", ucap Nona Ukhti sambil tersenyum meledek.
"Yoi.. Gak bilang sih dateng ama sodara kamu yang sengklek itu, Ve.... Hehehe..", jawab gua dan berhenti tepat di belakang sofa.
Nona Ukhti hanya tersenyum sambil menengok kepada gua. Tapi senyumnya itu kok beda ya. Apa cuma perasaan gua aja mungkin.
"Udah sana ngobrol lagi di depan, kangen-kangenan dulu sama temen SMA kamu itu, Za...", ucap Ibu kali ini.
"Iya-iya, Bu... Bentar ya, Ve...", jawab gua kepada mereka berdua sebelum kembali ke teras depan.
Gua sudah duduk lagi di samping Gusmen. Sambil menikmati sebatang rokok dan kopi yang sebelumnya dibuatkan Bibi, kami berdua melanjutkan obrolan. Sebenarnya banyak hal yang kami obrolkan, tapi tidak terlalu penting, hanya sedikit mengenang masa-masa SMA yang absurd. Tentang tingkah laku yang tidak baik. Dan tentu saja, kerinduan kami akan almarhum Topan.
"Masih inget sama cita-cita dia gak ?", tanya Gusmen.
Gua mengangguk tanpa menengok kepadanya. Kemudian gua menyandarkan punggung ke bangku sambil menghela nafas.
"..."Gua bakal jadi pengusaha sukses"...", ucap gua.
"..."Biar hidup gua dan Emak gak susah terus"...", lanjut Gusmen.
Lalu kami berdua terdiam....
Kalimat tersebut adalah ucapan Almarhum Topan ketika kami masih berada di SMA. Ketika kami semua mengetahui kondisi kehidupannya...
"Za.. Kapan terakhir lu ketemu sama Emaknya ?", tanya Gusmen tiba-tiba.
"Mmm.. Kapan ya...", gua mencoba mengingat-ingat. "Kalo gak salah sih, terakhir ketemu pas gua merit sama almarhumah Echa, Gus... Di nikahan gua itu..", lanjut gua.
"Udah hampir mau tiga tahun ya, Za...", ucap Gusmen. "Nyekar ke makamnya yu... Terus kita ke rumahnya... Silaturahmi sama Emak..", lanjutnya sambil menengok kepada gua.
Gua pun menengok kepada Gusmen dan tersenyum. "Minggu ini ? Bisa ?", tanya gua.
Gusmen mengangguk. "Sip.. Minggu ini, oh ya ajak Sandhi sekalian, suruh balik dari Bandung dulu lah tuh anak... Sekalian reuni kita..".
"Okey... Tar gua coba telpon dia, Gus.. Mudah-mudahan bisa tuh anak...".
"Harus... Harus bisa... Kalo gak bisa, bilang jangan kenal lagi ama kita berdua..".
"Hahaha yoi yoi... Boleh juga itu anceman lau, Gus... Hehehe".
Tidak lama Nona Ukhti datang menghampiri kami berdua ke teras ini.
"Hey, ayo pada makan dulu, Mba Laras udah masak tuh, yu Gus... Za...", ajaknya.
"Eh.. Mmm.. Bentar, Ve.. Gua masiiih...".
Entah apa yang di maksud Gusmen kepada Nona Ukhti, karena posisi duduknya lebih dekat dengan pintu rumah, dimana Nona Ukhti berdiri, jadi gua tidak bisa melihat ekspresi muka si Gusmen yang sedang menengok kepada sepupu perempuannya itu.
"Oooh.. Yaudah jangan lama-lama.. Gua tunggu di dalem ya, Gus..", jawab Nona Ukhti.
Sebelum dia kembali ke dalam rumah, Nona Ukhti sempat melirik sinis kepada gua. Apaan itu maksudnya... Euh risih.
"Bro..", ucap Gusmen setelah menengok kepada gua dengan wajah serius.
"Feeling gua gak enak jiirrr...", potong gua.
"Hahahahaha...", ketawa die... Kampret.
"Apaan nih ? Jangan ketawa-ketiwi lu kampret... Buruan ngomong!", gua mulai gak sabar.
"Hehehe.. Mau to the point apa basa-basi dulu nih, Bro ?", tanyanya sambil tersenyum lebar.
"Geus tong ngalor-ngidul, ngomong we langsung lah aya naon..", jawab gua.
(udah jangan kesana-sini/basa-basi, ngomong aja langsung ada apaan).
"Hokey... Kieu brur... Siska geulis lain ?", tanyanya semakin tersenyum lebar.
(Okey, gini bro, Siska cantik bukan ?).
"Aaannnjjjjjiii...", gua tidak jadi misuh, lalu menahan tawa. "Babbbiiiihh.. Tai lau, Gus! Kampret! Kamsudnya apaan neh ?!", tanya gua masih menahan tawa.
"Hahaha.. Jawab, Nyet! Cantik gara doi ? Hahaha...", Gusmen pun terkekeh.
"Bangke lah, lau! Haduh haduh... Okey-okey, geus lah... Lau tau bukan kejadian tadi siang ?", tembak gua.
"Hahaha.. Kacau lau... Asli kacau lau... Hahahaha..", makin ngakak ini orang sarap satu.
"Haduh Gusss.. Gus.. Aing geus piling, eta maneh na ko asaan beda euy... Geus ma datang kadieu tiba-tiba, eh bengeut na ge teu ngenah nempo aing... Bajirut lah... Asem! Hahahahaha....", ucap gua lalu tertawa miris. Miris akan nasib gua setelah ini.
(Gua udah feeling, itu dia (Nona Ukhti) kok perasaan beda sih... Udah ma datang kesini tiba-tiba, eh mukanya juga gak ngenakin ngeliat gua).
"Ezaaa... Eza... Ckckckck... Kadal sosor emang, lau! Hahaha... Udeh udeh... Sekarang gua mau ngomong serius nih soal itu...", ucap Gusmen lalu kembali membakar sebatang rokok.
"Gua dengerin...", ucap gua yang ikutan membakar sebatang rokok juga.
Kemudian Gusmen menceritakan bagaimana dirinya dan Nona Ukhti mengetahui kejadian kampret bagi Nona Ukhti tapi enggak buat gua (kapan lagi kecup bibir Mba Polcan
). Gua cukup terkejut mendengar dia dan Nona Ukhti tau dari siapa kejadian tersebut. Ya namanya perempuan, kadang gitu. Berita baru tadi siang da nyebar aja kemana-mana."Seriusan lu Sherlin yang ngomong ke Vera ?", ulang gua untuk kesekian kalinya.
"Za, berantem aja yu! Lu nanya udah tiga kali ini... Kampret!", kesalnya.
"Weh... Kacau bener itu Mba Yu gua... Ngapaaaiiiiinn pake ember ke si Vera, ah bajigur bener tuh cewe...", umpat gua.
Jadi, setelah Nenek menceramahi gua habis-habisan pas Mba Siska udah pulang, Beliau langsung menelpon Ibu gua, setelah itu Ibu cerita via bbm ke Mba Yu. Dan you know lah Gais... Mba Yu emberan Cyiiiinnn ke Nona Ukhti

Dan Gusmen sebelumnya tidak mengetahui hal tersebut. Kebetulan rasanya. Memang hari ini dia ingin ke rumah gua dan mengajak Nona Ukhti, setelah sampai di rumah Nona Ukhti, Gusmen diceritakan lah kejadian kissing itu oleh Nona Ukhti.
"Bentar, Gus... Gua bbm dulu itu bigos satu...", ucap gua sambil mengetik bbm kepada Mba Yu.
"Ngapain lu ? Percuma lah mau marah ke dia juga, lu yang punya ulah juga... Hahaha...".
"Bodo amat, ini gua jadi kena lagi pasti ama sepupu lu itu..", jawab gua sambil tetap mengetik bbm.
Tidak lama gua terkekeh membaca balasan bbm Mba Yu. "Kampret, hehehe...", umpat gua setelah membaca balasannya.
"Ngomong apa doi, Za ?", tanya Gusmen.
"Lu baca sendiri aja nih, hehehe...", gua berikan blackberry kepada Gusmen.
"Hahaha... Sue bener dah.. Hahaha..", ketawa juga si kampret.
Quote:
"By the way, Bro... Lu kudu serius minta maaf ke Vera...", ucap Gusmen sambil memberikan blackberry gua.
"Hm ? Kenapa gitu, Gus ?".
Gusmen menghela nafas. Lalu memandang kearah taman depan yang masih diguyur hujan dari sore tadi.
"Doi beneran marah, Za...", jawabnya pelan.
"Gus...".
".......".
"Gus....".
".......".
"Woy kampret!", gua sikut lengannya karena masih diam.
"Apan sih, Lu ?!", sewot doi.
"Ya lu digapilin dokem ja'a!! serius marah gimana maksudnya si Vera ? Lu jangan bikin gua waswas, nyet!", ucap gua.
"Tau ah, awas nyesel lu nanti.. Inget lu mau ngelamar doi kan ?", jawabnya seraya bangun dari duduk.
"Woy, sini dulu, mau kemana lau ?!", tanya gua.
"Laper gua, nyong! Kemek dulu lah... Tar aja pusing-pusingannya lagi, nyong!", jawabnya cuek dan terus meninggalkan gua sendirian di teras ini.
syit.. Apa maksudnya gua bakal nyesel ? Kampret si Gusmen bikin gua deg-deg-an aja.
Tapi bener kata si cepak nyo*gong. Perut gua juga belom diisi amunisi dari siang tadi. Mending makan dulu aja sebelom nafsu makan ilang duluan gara-gara masalah ini.
*
*
*
*
*
Spoiler for thanks:
Diubah oleh glitch.7 19-10-2017 23:08
oktavp dan 3 lainnya memberi reputasi
4


:




