- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#2931
Sebelum Cahaya
PART VII
Gua baru saja terbangun, setelah ketiduran dengan posisi terduduk, kemudian memijat kening perlahan dengan mata yang masih terpejam. Menguap lalu melirik jam tangan untuk melihat sudah pukul berapa sekarang. Dan aah... Ternyata masih terlalu pagi untuk gua, karena baru saja gua tertidur kurang lebih satu jam. Sedangkan sekarang baru pukul tiga dini hari.
Gua mulai merasakan kedinginan karena udara sepagi buta ini tidak akan bisa membuat tidur gua nyenyak, apalagi lokasinya. Tidak mungkin rasanya gua memaksakan tidur di teras.
Gua sandarkan lagi punggung ke bahu kursi teras, lalu mengambil blackberry dari atas meja teras. Melihat notifikasi bbm dan membukanya. Beberapa chatt bbm dari dua perempuan yang sebelumnya bertengkar memenuhi notif blackberry gua. Gua buka chatt dari Nona Ukhti terlebih dahulu.
Gua menghela nafas sambil menggelengkan kepala dan tersenyum, lalu mengetuk-ngetuk kening dengan jari telunjuk dan terpejam sesaat. Memikirkan kejadian beberapa jam lalu bersama dua perempuan tersebut.
Gua mulai merasakan kedinginan karena udara sepagi buta ini tidak akan bisa membuat tidur gua nyenyak, apalagi lokasinya. Tidak mungkin rasanya gua memaksakan tidur di teras.
Gua sandarkan lagi punggung ke bahu kursi teras, lalu mengambil blackberry dari atas meja teras. Melihat notifikasi bbm dan membukanya. Beberapa chatt bbm dari dua perempuan yang sebelumnya bertengkar memenuhi notif blackberry gua. Gua buka chatt dari Nona Ukhti terlebih dahulu.
Quote:
Gua menghela nafas sambil menggelengkan kepala dan tersenyum, lalu mengetuk-ngetuk kening dengan jari telunjuk dan terpejam sesaat. Memikirkan kejadian beberapa jam lalu bersama dua perempuan tersebut.
°°°
Beberapa jam sebelumnya...
Setelah kami bertiga sampai di rumah gua, Nona Ukhti langsung mengajak gua untuk istirahat, tepat sebelum ia membuka pintu mobil dan berjalan ke dalam rumah, meninggalkan gua dan Helen yang masih terpaku di dalam mobil.
"Ay...", ucap gua seraya memajukan posisi duduk di jok belakang kearah depan. Dimana Helen masih berada di bangku kemudi.
Helen hanya diam dan membuang wajahnya kearah sisi kiri.
"Ay.. Maafin aku..".
"Kak..", kali ini dia menengok kearah kanan. "Aku gak ngerti sama jalan pikiran kamu, sebenarnya perasaan kamu tuh gimana sih ke aku ? Jawab jujur...", lanjutnya dengan nada suara yang nyaris tidak terdengar.
"Jujur, Ay.. Aku suka sama kamu..".
"Terus ?".
"Tapi... Duuh.. Tapi aku juga gak berani ngasih harapan apapun ke kamu...", jawab gua lagi, yang kali ini sambil menghempaskan tubuh ke sandaran jok belakang.
Helen menengok kebelakang dengan wajah yang kebingungan. "Maksudnya gimana ?".
"Ay, kita berdua sama-sama tau, kalo... Ehm.. Banyak hal yang bertentangan diantara kita kan ?", ucap gua ragu-ragu.
"Banyak ? Satu kayaknya, Kak...", jawabnya tenang.
"Oh ya satu.. Yang krusial...", timpal gua mengiyakan.
"Aku sadar, Kak.. Suatu saat kita pasti berada di situasi ini kok...".
"Maksud kamu situasi dengan Vera ?", tanya gua.
"Bukaann.. Kamu tuh Vera lagi Vera lagi, ih!", jawabnya jutek. "Maksud ku situasi dimana kita ngomongin soal hubungan kita, soaalll...", ucapannya terhenti sesaat, lalu dia kembali melanjutkan ucapannya. "Soal keyakinan kita berdua..".
Ya, itu yang akan kami hadapi, ada hal yang penting jika gua dan dirinya memakasakan hubungan ini. Sedangkan gua ? Tidak ingin memaksanya.
"Ay.. Denger aku ya...", gua kembali menegakkan posisi duduk dan mendekat kearah depan. "Aku, gak meminta kamu untuk memeluk agama yang aku anut...", lanjut gua.
"Loch ? Maksudnya gimana, Kak ?", Helen terkejut. "Kamu yang mau ikut aku gitu ?", lanjutnya.
"Oh bukan gitu.. Dengerin dulu makanya, Ay..", gua keluar dari mobil dan pindah duduk di bangku samping kemudi dengan pintu yang sengaja gua biarkan terbuka. "Jadi.. Mmm.. Aku... Aku juga gak mungkin ninggalin apa yang udah aku anut selama ini, Ay. Walaupun aku juga bukan orang yang baik... Tapi rasanya gak mungkin aku sampai... Ya pindah kepercayaan, Ay...", ucap gua kali ini sambil menatap wajahnya lekat-lekat.
"Terus, maksud kamu gimana ? Kata kamu tadi, kamu juga gak akan meminta aku untuk ngikutin kepercayaan kamu itu...", Helen semakin terlihat bingung.
"Aku mau nanya sama kamu dulu, Ay.. Tapi kamu jawab jujur ya..".
Helen mengangguk.
"Ay.. Apa kalo aku memilih kamu, dan misal kita sampai berjodoh, apa kamu mau ikut sama aku ? Ya maksud aku, kamu juga mau memeluk agama yang aku anut ini ?", tanya gua serius.
Helen tersenyum tipis lalu mengangguk dengan cepat. "Aku mau...", jawabnya polos.
"Kenapa ?".
"Karena aku sayang sama kamu, Kak..".
"Kalo gitu maaf... Aku gak bisa memilih kamu, Ay..", lanjut gua.
"Loch ?! Kok gitu ?! Maksudnya apa sih, Kak ?! Kamu tuh muter-muter tau gak nanya nya! Tadi bilang gak mau maksa dan minta aku untuk ikutin kamu! Sekarang nanya mau ikutin kamu atau enggak! Aku jawab mau, kamu malah gini! Mau kamu tuh apa sih sebenernya, Kak ?!!".
Jelaslah kini Helen marah-marah karena ucapan gua yang ia anggap berbelit-belit.
"Mau aku, kamu memilih dengan hati kamu, Ay. Bukan karena aku..", jawab gua dengan tersenyum.
Gua menghela nafas perlahan, lalu memegang tangan kanannya dan mengecup punggung tangannya itu sebentar, sebelum kembali berucap.
"Ay, keyakinan itu bukan perkara main-main, Ay... Aku gak mau kamu menyesal di lain hari. Banyak hal yang harus kamu pertimbangkan sebelum memutuskan hal ini, kan ?", lanjut gua. Lalu gua membelai lembut keningnya, mengusapnya perlahan. "Aku, gak mau kamu memilih kepercayaan yang aku anut kalo hanya kamu ingin bersama aku, Ay... Aku yakin, kamu ngerti maksud aku", lanjut gua.
Kali ini, belaian jemari tangan gua berpindah ke sisi wajahnya. Ke pipinya, dimana disana sudah melintas sebuah jejak airmata yang membasahi wajah cantiknya. Dan sedetik kemudian, gua sambut pelukannya.
Bidadari dunia itu menangis, ya dia menangis dalam pelukan gua. Dan saat itu, seorang perempuan lain sedang berdiri di teras rumah, melihat kearah kami berdua yang masih berpelukan.
Beberapa saat, getaran tubuhnya kembali normal, dan suara isak tangisnya kini berangsur menghilang. Kembali gua mundurkan tubuhnya dan melepas pelukan.
Kini gua pegang kedua tangannya yang putih dan lembut itu. "Ay... Aku minta maaf.. Mungkin aku egois, dan ya aku akui kok.. Aku bingung milih kamu atau.. Vera.. Tapi kenyataannya sekarang, gak semudah bayangan kita, Ay.. Ngejalanin semua ini..", ucap gua yang masih menggenggam kedua tangannya itu.
"Kak.. Aku.. Aku sayang sama kamu, aku tau dan sadar kalo banyak perbedaan diantara kita berdua, tapi apa enggak ada kesempatan untuk kita coba hubungan ini, Kak ?".
"Aku... Aku gak bisa nunggu kamu..", jawab gua lemah.
"Kenapa sih emangnya, Kak ? Apa salahnya nunggu satu tahun, setelah aku beres kuliah ?!", nada suaranya kembali meninggi.
Gua egois, mungkin iya. Tapi ada alasan untuk itu semua. "Kamu yakin kalo aku gak akan ngekhianatin kamu ? Sebentar lagi kamu akan kembali ke Jerman kan ?", lanjut gua.
"Ooh.. Maksud kamu, kamu gak bisa jaga kepercayaan hubungan ini ? Kamu tuh aneh tau gak ?! Heran aku sama jalan pikiran kamu!", sentaknya.
"Ay, aku gak pernah berhasil dengan hubungan seperti itu.. Aku gak akan bisa jaga kepercayaan kita, kalo kitanya aja terpisah, Ay... Maaf...".
Gua berfikir realistis, selama ini gua memang tidak pernah berhasil dengan yang namanya hubungan LDR, dengan siapapun, dan gua sadar diri, andaikan hubungan ini dipaksakan, terlebih hanya berstatus pacaran dengannya, gua tidak akan mampu menjaga diri. Ya, akan selalu begitu seperti yang sudah-sudah.
"Apa bedanya dengan Vera ?! Dia juga masih harus lanjutin kuliah ke Singapore kan, Kak ? Atau emang ini semua akal-akalan kamu aja ?! Selama kemarin Vera gak ada disini, kamu pergi sama aku! Dan sekarang giliran aku yang harus pergi, kamu balik sama Vera ?! Iya ?! Itu kan yang kamu pikirin!".
Helen nampak semakin emosi, gua berusaha untuk menjelaskan dan meluruskan apa yang sebenarnya ingin gua sampaikan, tapi...
"Ay... Bukan gitu, maksud ak..".
Plaakk!!
"Kamu, jahat Kak!", sentaknya lagi setelah menampar wajah gua.
Beberapa saat hening diantara kami, gua menunduk, lalu melirik kepadanya sebelum dia membuka pintu mobil dan keluar.
"Kak, ternyata kamu sama Luna gak ada bedanya..", lanjutnya sebelum pergi meninggalkan gua yang masih duduk terpaku di dalam mobil.
Gua menghela nafas dengan pelan, keluar dari mobil dan menutup pintunya. Sesaat gua menengok kebelakang, dimana pintu gerbang pagar rumah masih terbuka sedikit setelah tadi Helen berlari keluar. Gua berjalan kearah pintu gerbang untuk menutupnya, selesai menutup pintu tersebut, gua sedikit terkejut ketika baru saja berbalik badan.
"Ve ?", ucap gua ketika mendapatkan Nona Ukhti sudah berdiri beberapa meter dihadapan gua.
"Masuk yu.. Istirahat, Za..", ajaknya dengan raut wajah yang lelah.
Gua menganggukkan kepala dan berjalan mengikutinya menuju rumah. Tapi, saat kami baru sampai di depan teras, blackberry gua berbunyi, tanda sebuah notifikasi bbm masuk. Gua keluarkan blackberry dari saku celana dan membuka isi chatt bbm tersebut.
"Kenapa lagi, Za ?", tanya Nona Ukhti yang masih menunggu gua di ambang pintu.
"Hm ? Oh enggak, enggak apa-apa kok.. Yu masuk, Ve..", jawab gua seraya kembali berjalan untuk masuk ke dalam rumah.
Kampret! Umpat gua dalam hati, darimana ini bidadari tau gua mau masuk kedalem rumah, curiga... lalu gua membalikkan badan dan melongok dari teras ini kearah depan, kearah pagar rumah diujung sana. Dan ya... Gua menelan ludah karena ternyata sosok bidadari itu masih berada disana, di luar pagar rumah dengan wajah murkanya. Sedetik kemudian dia mengacungkan kepalan tangan kanannya keatas sambil melotot kepada gua.
Dih, tadi pas gua nutup pager dia nyumput dimana ? Kok sekarang bisa ada di situ lagi..? Jangan-jangan... Ah kampret...
gak mungkin hantu kan... ? 
Gua tersenyum, lalu merubah senyum itu menjadi senyum lebar dan mengangguk cepat.
Okeh... ucap gua tanpa suara kepadanya seraya membentuk tanda peace dengan kedua jari telunjuk dan tengah.
"Za, ngapain sih ?! Ayo istirahat ih! Udah pagi ini, Za!", ucapan Nona Ukhti cukup mengangetkan gua.
Gua kembali menengok ke arah dalam rumah, dimana Nona Ukhti sudah berada di ruang tamu dan menunggu gua.
Serba-salah, ya itulah yang sedang gua rasakan sekarang. Masuk ke dalam rumah berarti harus siap besok pagi gua sakit badan, kena bantingan atlet aikido, eh bukan besok pagi, tapi nanti pagi. Enggak masuk ke dalam juga sama aja, sakit badan juga ini tidur diluar. Sialan...
Gua melirik jam tangan, ternyata sudah pukul setengah dua pagi. Dan ah... Itu bidadari belum juga pergi. Mau nungguin depan pager apa dia, cuma untuk mastiin gua gak masuk kedalem ?.
"Ve, aku minta kopi ya...", ucap gua kepada Nona Ukhti setelah kembali melongok kedalam rumah dari teras.
"Eh ? Apaan sih! Kok malah mau ngopi! Mau ngapain kamu ? Begadang ?! Istirahat ih!".
"Please.. Kamu istirahat duluan aja ya, tapi bikinin aku kopi dulu, tolong ya...", ucap gua lagi.
Nona Ukhti masih tidak setuju dengan permintaan gua, ya iyalah ini udah pukul berapa, dan gua malah minta dibuatkan kopi, bukannya tidur dan beristirahat. Tapi akhirnya dia mau juga pergi ke dapur dan membuatkan gua secangkir kopi walaupun dengan rasa kesal.
Gua duduk di bangku teras dan melihat kearah pagar lagi, memberikan gesture bahwa gua memilih untuk duduk di luar sini kepada bidadari yang sedang mengetik bbm itu. Tidak lama kemudian kembali notif chatt bbm gua berbunyi.
Gua menaruh blackberry diatas meja teras, lalu membakar sebatang rokok. Menghisapnya dalam-dalam, kemudian menghembuskan asapnya keatas. Fikiran gua melayang memikirkan sikap bidadari satu itu.
Gua fikir dia menyerah, maksud gua setelah menggampar dan meluapkan kekesalannya tadi dan pergi. Tapi belum juga lima belas menit kayaknya, dia malah meminta gua menjaga jarak dengan Nona Ukhti, ya seperti sekarang ini, tidak membiarkan gua untuk masuk ke dalam rumah. Aneh...
"Nih kopinya...", ucap Nona Ukhti yang sudah kembali ke depan teras dengan secangkir kopi hitam yang ia letakkan disamping blackberry gua. "Terus begadang sambil ngopi ngerokok...? Buat apa coba ?", tanyanya kali ini yang sudah duduk di bangku teras samping, diantara meja yang memisahkan kami.
"Yaa.. Gimana ya, kalo aku cerita sekarang pasti kamu malah ikutan begadang nih... Besok aja deh aku ceritain ya, Ve...", jawab gua.
"Kenapa sih ? Helen ?", tebaknya.
Gua mengangguk sambil tersenyum.
"Yaudah intinya aja, mikiran apa soal dia ?".
"Aku gak boleh masuk kedalem rumah, dia gak mau kalo aku sama kamu ada di dalem berdua...", jawab gua santai.
"Serius ?", Nona Ukhti terkejut.
Gua mengangguk seraya kembali menghisap rokok.
"Hahahaha... Hahahaha...", tertawalah itu Nona Ukhti, walaupun tidak terlalu keras, sampai dia menutupi mulutnya dengan tangan kanannya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hahaha... Ya ampun Ezaaa.. Ezaa.. Kamu tuh ya bodoh banget sih, hahaha...", lanjutnya yang masih diselingi tawa pelan.
"Diih.. Apaan sih, Ve ?", tanya gua heran karena melihat tingkahnya.
"Sekarang aku tanya deh... Ini rumah siapa ? Kamu apa Helen ?".
"Aku..", jawab gua pelan.
"Terus apa hubungannya sama Helen yang ngelarang pemilik rumah ini masuk ke rumahnya sendiri coba ? Hahaha.. Kamu tuh ih.. Aneh-aneh aja... Mau-maunya gitu dibodoin sama dia, hihihi...".
Iya sih kalo difikir kesitu ma.. Tapi kamu kan gak tau Ve apa yang akan terjadi kalo aku sampe berani ngelanggar amanatnya, ucap gua dalam hati.
"Yaudah sekarang ma terserah kamu deh, Za.. Kamu mau masuk angin dan sakit badan disini ya monggoo.. Aku mau istirahat ya.. Byyyeee...".
Nona Ukhti meninggalkan gua sendirian di teras setelah sebelumnya meledek gua dan tawanya kembali terdengar dari arah ruang tamu di dalam sana.
Gua mematikan rokok ke dalam asbak, lalu menjulurkan kaki lurus, berusaha menghilangkan rasa pegal setelah pergi kesana-sini bersama Helen dan Nona Ukhti tadi. Kopi yang sebelumnya dibuatkan oleh Nona Ukhti ternyata tidak menarik minat gua untuk sedikitpun meminumnya, bukan apa-apa, tapi ini mata udah gak bisa diajak kompromi, apalagi mulut udah menguap tanpa henti hingga beberapa butir air disudut mata gua keluar. Akhirnya gua pun ketiduran di bangku teras...
Setelah kami bertiga sampai di rumah gua, Nona Ukhti langsung mengajak gua untuk istirahat, tepat sebelum ia membuka pintu mobil dan berjalan ke dalam rumah, meninggalkan gua dan Helen yang masih terpaku di dalam mobil.
"Ay...", ucap gua seraya memajukan posisi duduk di jok belakang kearah depan. Dimana Helen masih berada di bangku kemudi.
Helen hanya diam dan membuang wajahnya kearah sisi kiri.
"Ay.. Maafin aku..".
"Kak..", kali ini dia menengok kearah kanan. "Aku gak ngerti sama jalan pikiran kamu, sebenarnya perasaan kamu tuh gimana sih ke aku ? Jawab jujur...", lanjutnya dengan nada suara yang nyaris tidak terdengar.
"Jujur, Ay.. Aku suka sama kamu..".
"Terus ?".
"Tapi... Duuh.. Tapi aku juga gak berani ngasih harapan apapun ke kamu...", jawab gua lagi, yang kali ini sambil menghempaskan tubuh ke sandaran jok belakang.
Helen menengok kebelakang dengan wajah yang kebingungan. "Maksudnya gimana ?".
"Ay, kita berdua sama-sama tau, kalo... Ehm.. Banyak hal yang bertentangan diantara kita kan ?", ucap gua ragu-ragu.
"Banyak ? Satu kayaknya, Kak...", jawabnya tenang.
"Oh ya satu.. Yang krusial...", timpal gua mengiyakan.
"Aku sadar, Kak.. Suatu saat kita pasti berada di situasi ini kok...".
"Maksud kamu situasi dengan Vera ?", tanya gua.
"Bukaann.. Kamu tuh Vera lagi Vera lagi, ih!", jawabnya jutek. "Maksud ku situasi dimana kita ngomongin soal hubungan kita, soaalll...", ucapannya terhenti sesaat, lalu dia kembali melanjutkan ucapannya. "Soal keyakinan kita berdua..".
Ya, itu yang akan kami hadapi, ada hal yang penting jika gua dan dirinya memakasakan hubungan ini. Sedangkan gua ? Tidak ingin memaksanya.
"Ay.. Denger aku ya...", gua kembali menegakkan posisi duduk dan mendekat kearah depan. "Aku, gak meminta kamu untuk memeluk agama yang aku anut...", lanjut gua.
"Loch ? Maksudnya gimana, Kak ?", Helen terkejut. "Kamu yang mau ikut aku gitu ?", lanjutnya.
"Oh bukan gitu.. Dengerin dulu makanya, Ay..", gua keluar dari mobil dan pindah duduk di bangku samping kemudi dengan pintu yang sengaja gua biarkan terbuka. "Jadi.. Mmm.. Aku... Aku juga gak mungkin ninggalin apa yang udah aku anut selama ini, Ay. Walaupun aku juga bukan orang yang baik... Tapi rasanya gak mungkin aku sampai... Ya pindah kepercayaan, Ay...", ucap gua kali ini sambil menatap wajahnya lekat-lekat.
"Terus, maksud kamu gimana ? Kata kamu tadi, kamu juga gak akan meminta aku untuk ngikutin kepercayaan kamu itu...", Helen semakin terlihat bingung.
"Aku mau nanya sama kamu dulu, Ay.. Tapi kamu jawab jujur ya..".
Helen mengangguk.
"Ay.. Apa kalo aku memilih kamu, dan misal kita sampai berjodoh, apa kamu mau ikut sama aku ? Ya maksud aku, kamu juga mau memeluk agama yang aku anut ini ?", tanya gua serius.
Helen tersenyum tipis lalu mengangguk dengan cepat. "Aku mau...", jawabnya polos.
"Kenapa ?".
"Karena aku sayang sama kamu, Kak..".
"Kalo gitu maaf... Aku gak bisa memilih kamu, Ay..", lanjut gua.
"Loch ?! Kok gitu ?! Maksudnya apa sih, Kak ?! Kamu tuh muter-muter tau gak nanya nya! Tadi bilang gak mau maksa dan minta aku untuk ikutin kamu! Sekarang nanya mau ikutin kamu atau enggak! Aku jawab mau, kamu malah gini! Mau kamu tuh apa sih sebenernya, Kak ?!!".
Jelaslah kini Helen marah-marah karena ucapan gua yang ia anggap berbelit-belit.
"Mau aku, kamu memilih dengan hati kamu, Ay. Bukan karena aku..", jawab gua dengan tersenyum.
Gua menghela nafas perlahan, lalu memegang tangan kanannya dan mengecup punggung tangannya itu sebentar, sebelum kembali berucap.
"Ay, keyakinan itu bukan perkara main-main, Ay... Aku gak mau kamu menyesal di lain hari. Banyak hal yang harus kamu pertimbangkan sebelum memutuskan hal ini, kan ?", lanjut gua. Lalu gua membelai lembut keningnya, mengusapnya perlahan. "Aku, gak mau kamu memilih kepercayaan yang aku anut kalo hanya kamu ingin bersama aku, Ay... Aku yakin, kamu ngerti maksud aku", lanjut gua.
Kali ini, belaian jemari tangan gua berpindah ke sisi wajahnya. Ke pipinya, dimana disana sudah melintas sebuah jejak airmata yang membasahi wajah cantiknya. Dan sedetik kemudian, gua sambut pelukannya.
Bidadari dunia itu menangis, ya dia menangis dalam pelukan gua. Dan saat itu, seorang perempuan lain sedang berdiri di teras rumah, melihat kearah kami berdua yang masih berpelukan.
Beberapa saat, getaran tubuhnya kembali normal, dan suara isak tangisnya kini berangsur menghilang. Kembali gua mundurkan tubuhnya dan melepas pelukan.
Kini gua pegang kedua tangannya yang putih dan lembut itu. "Ay... Aku minta maaf.. Mungkin aku egois, dan ya aku akui kok.. Aku bingung milih kamu atau.. Vera.. Tapi kenyataannya sekarang, gak semudah bayangan kita, Ay.. Ngejalanin semua ini..", ucap gua yang masih menggenggam kedua tangannya itu.
"Kak.. Aku.. Aku sayang sama kamu, aku tau dan sadar kalo banyak perbedaan diantara kita berdua, tapi apa enggak ada kesempatan untuk kita coba hubungan ini, Kak ?".
"Aku... Aku gak bisa nunggu kamu..", jawab gua lemah.
"Kenapa sih emangnya, Kak ? Apa salahnya nunggu satu tahun, setelah aku beres kuliah ?!", nada suaranya kembali meninggi.
Gua egois, mungkin iya. Tapi ada alasan untuk itu semua. "Kamu yakin kalo aku gak akan ngekhianatin kamu ? Sebentar lagi kamu akan kembali ke Jerman kan ?", lanjut gua.
"Ooh.. Maksud kamu, kamu gak bisa jaga kepercayaan hubungan ini ? Kamu tuh aneh tau gak ?! Heran aku sama jalan pikiran kamu!", sentaknya.
"Ay, aku gak pernah berhasil dengan hubungan seperti itu.. Aku gak akan bisa jaga kepercayaan kita, kalo kitanya aja terpisah, Ay... Maaf...".
Gua berfikir realistis, selama ini gua memang tidak pernah berhasil dengan yang namanya hubungan LDR, dengan siapapun, dan gua sadar diri, andaikan hubungan ini dipaksakan, terlebih hanya berstatus pacaran dengannya, gua tidak akan mampu menjaga diri. Ya, akan selalu begitu seperti yang sudah-sudah.
"Apa bedanya dengan Vera ?! Dia juga masih harus lanjutin kuliah ke Singapore kan, Kak ? Atau emang ini semua akal-akalan kamu aja ?! Selama kemarin Vera gak ada disini, kamu pergi sama aku! Dan sekarang giliran aku yang harus pergi, kamu balik sama Vera ?! Iya ?! Itu kan yang kamu pikirin!".
Helen nampak semakin emosi, gua berusaha untuk menjelaskan dan meluruskan apa yang sebenarnya ingin gua sampaikan, tapi...
"Ay... Bukan gitu, maksud ak..".
Plaakk!!
"Kamu, jahat Kak!", sentaknya lagi setelah menampar wajah gua.
Beberapa saat hening diantara kami, gua menunduk, lalu melirik kepadanya sebelum dia membuka pintu mobil dan keluar.
"Kak, ternyata kamu sama Luna gak ada bedanya..", lanjutnya sebelum pergi meninggalkan gua yang masih duduk terpaku di dalam mobil.
Gua menghela nafas dengan pelan, keluar dari mobil dan menutup pintunya. Sesaat gua menengok kebelakang, dimana pintu gerbang pagar rumah masih terbuka sedikit setelah tadi Helen berlari keluar. Gua berjalan kearah pintu gerbang untuk menutupnya, selesai menutup pintu tersebut, gua sedikit terkejut ketika baru saja berbalik badan.
"Ve ?", ucap gua ketika mendapatkan Nona Ukhti sudah berdiri beberapa meter dihadapan gua.
"Masuk yu.. Istirahat, Za..", ajaknya dengan raut wajah yang lelah.
Gua menganggukkan kepala dan berjalan mengikutinya menuju rumah. Tapi, saat kami baru sampai di depan teras, blackberry gua berbunyi, tanda sebuah notifikasi bbm masuk. Gua keluarkan blackberry dari saku celana dan membuka isi chatt bbm tersebut.
Quote:
"Kenapa lagi, Za ?", tanya Nona Ukhti yang masih menunggu gua di ambang pintu.
"Hm ? Oh enggak, enggak apa-apa kok.. Yu masuk, Ve..", jawab gua seraya kembali berjalan untuk masuk ke dalam rumah.
Quote:
Kampret! Umpat gua dalam hati, darimana ini bidadari tau gua mau masuk kedalem rumah, curiga... lalu gua membalikkan badan dan melongok dari teras ini kearah depan, kearah pagar rumah diujung sana. Dan ya... Gua menelan ludah karena ternyata sosok bidadari itu masih berada disana, di luar pagar rumah dengan wajah murkanya. Sedetik kemudian dia mengacungkan kepalan tangan kanannya keatas sambil melotot kepada gua.
Dih, tadi pas gua nutup pager dia nyumput dimana ? Kok sekarang bisa ada di situ lagi..? Jangan-jangan... Ah kampret...
gak mungkin hantu kan... ? 
Gua tersenyum, lalu merubah senyum itu menjadi senyum lebar dan mengangguk cepat.
Okeh... ucap gua tanpa suara kepadanya seraya membentuk tanda peace dengan kedua jari telunjuk dan tengah.
"Za, ngapain sih ?! Ayo istirahat ih! Udah pagi ini, Za!", ucapan Nona Ukhti cukup mengangetkan gua.
Gua kembali menengok ke arah dalam rumah, dimana Nona Ukhti sudah berada di ruang tamu dan menunggu gua.
Serba-salah, ya itulah yang sedang gua rasakan sekarang. Masuk ke dalam rumah berarti harus siap besok pagi gua sakit badan, kena bantingan atlet aikido, eh bukan besok pagi, tapi nanti pagi. Enggak masuk ke dalam juga sama aja, sakit badan juga ini tidur diluar. Sialan...
Gua melirik jam tangan, ternyata sudah pukul setengah dua pagi. Dan ah... Itu bidadari belum juga pergi. Mau nungguin depan pager apa dia, cuma untuk mastiin gua gak masuk kedalem ?.
"Ve, aku minta kopi ya...", ucap gua kepada Nona Ukhti setelah kembali melongok kedalam rumah dari teras.
"Eh ? Apaan sih! Kok malah mau ngopi! Mau ngapain kamu ? Begadang ?! Istirahat ih!".
"Please.. Kamu istirahat duluan aja ya, tapi bikinin aku kopi dulu, tolong ya...", ucap gua lagi.
Nona Ukhti masih tidak setuju dengan permintaan gua, ya iyalah ini udah pukul berapa, dan gua malah minta dibuatkan kopi, bukannya tidur dan beristirahat. Tapi akhirnya dia mau juga pergi ke dapur dan membuatkan gua secangkir kopi walaupun dengan rasa kesal.
Gua duduk di bangku teras dan melihat kearah pagar lagi, memberikan gesture bahwa gua memilih untuk duduk di luar sini kepada bidadari yang sedang mengetik bbm itu. Tidak lama kemudian kembali notif chatt bbm gua berbunyi.
Quote:
Gua menaruh blackberry diatas meja teras, lalu membakar sebatang rokok. Menghisapnya dalam-dalam, kemudian menghembuskan asapnya keatas. Fikiran gua melayang memikirkan sikap bidadari satu itu.
Gua fikir dia menyerah, maksud gua setelah menggampar dan meluapkan kekesalannya tadi dan pergi. Tapi belum juga lima belas menit kayaknya, dia malah meminta gua menjaga jarak dengan Nona Ukhti, ya seperti sekarang ini, tidak membiarkan gua untuk masuk ke dalam rumah. Aneh...
"Nih kopinya...", ucap Nona Ukhti yang sudah kembali ke depan teras dengan secangkir kopi hitam yang ia letakkan disamping blackberry gua. "Terus begadang sambil ngopi ngerokok...? Buat apa coba ?", tanyanya kali ini yang sudah duduk di bangku teras samping, diantara meja yang memisahkan kami.
"Yaa.. Gimana ya, kalo aku cerita sekarang pasti kamu malah ikutan begadang nih... Besok aja deh aku ceritain ya, Ve...", jawab gua.
"Kenapa sih ? Helen ?", tebaknya.
Gua mengangguk sambil tersenyum.
"Yaudah intinya aja, mikiran apa soal dia ?".
"Aku gak boleh masuk kedalem rumah, dia gak mau kalo aku sama kamu ada di dalem berdua...", jawab gua santai.
"Serius ?", Nona Ukhti terkejut.
Gua mengangguk seraya kembali menghisap rokok.
"Hahahaha... Hahahaha...", tertawalah itu Nona Ukhti, walaupun tidak terlalu keras, sampai dia menutupi mulutnya dengan tangan kanannya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hahaha... Ya ampun Ezaaa.. Ezaa.. Kamu tuh ya bodoh banget sih, hahaha...", lanjutnya yang masih diselingi tawa pelan.
"Diih.. Apaan sih, Ve ?", tanya gua heran karena melihat tingkahnya.
"Sekarang aku tanya deh... Ini rumah siapa ? Kamu apa Helen ?".
"Aku..", jawab gua pelan.
"Terus apa hubungannya sama Helen yang ngelarang pemilik rumah ini masuk ke rumahnya sendiri coba ? Hahaha.. Kamu tuh ih.. Aneh-aneh aja... Mau-maunya gitu dibodoin sama dia, hihihi...".
Iya sih kalo difikir kesitu ma.. Tapi kamu kan gak tau Ve apa yang akan terjadi kalo aku sampe berani ngelanggar amanatnya, ucap gua dalam hati.
"Yaudah sekarang ma terserah kamu deh, Za.. Kamu mau masuk angin dan sakit badan disini ya monggoo.. Aku mau istirahat ya.. Byyyeee...".
Nona Ukhti meninggalkan gua sendirian di teras setelah sebelumnya meledek gua dan tawanya kembali terdengar dari arah ruang tamu di dalam sana.
Gua mematikan rokok ke dalam asbak, lalu menjulurkan kaki lurus, berusaha menghilangkan rasa pegal setelah pergi kesana-sini bersama Helen dan Nona Ukhti tadi. Kopi yang sebelumnya dibuatkan oleh Nona Ukhti ternyata tidak menarik minat gua untuk sedikitpun meminumnya, bukan apa-apa, tapi ini mata udah gak bisa diajak kompromi, apalagi mulut udah menguap tanpa henti hingga beberapa butir air disudut mata gua keluar. Akhirnya gua pun ketiduran di bangku teras...
°°°
Suara adzan subuh sudah terdengar berkumandang, gua bangkit dari duduk dan merenganggkan tubuh, karena rasa pegal akibat ketiduran di bangku teras ini.
Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, yang tidak lama gua lihat perempuan cantik dalam balutan mukena berwarna putih sudah berdiri di ambang pintu samping kiri gua.
"Udah bangun toh..", sapanya.
Gua tersenyum sambil mengangguk kepadanya.
"Yaudah, shalat subuh dulu yu.. Abis itu kamu tidur lagi di kamar ya.. Sakit badan pasti tuh..", lanjutnya.
Akhirnya gua masuk ke dalam rumah, lalu melaksanakan shalat subuh setelah sebelumnya berwudhu. Gua dan Nona Ukhti melakukan shalat terpisah, dia melaksanakan shalat terlebih dahulu ketika gua masih mengambil wudhu. Setelah selesai shalat, gua duduk di sofa ruang tamu bersamanya.
"Za.. Istirahat gih, tidur dikamar kamu...".
"Kamu gak tidur lagi ?", tanya gua.
Dia menggelengkan kepalanya pelan, lalu tersenyum. "Enggak, aku mau baca Qur'an dulu", jawabnya sambil mengelus kitab suci yang memang sudah berada diatas kedua pahanya sedari tadi.
"Yaudah, aku tidur lagi ya.. Aku ke kamar dulu, Ve..", ucap gua seraya bangkit dan berjalan kearah tangga lantai dua. Nona Ukhti hanya mengangguk dan tersenyum sebelum dia memulai membaca kitab suci itu.
Gua berjalan melewati kamar di dekat tangga, kamar yang biasanya Mba Laras tempati ketika menginap di rumah ini. Pintunya memang terbuka, gua menengok sesaat kearah dalam, dan di dekat kasur kamar itu, ada koper milik Nona Ukhti yang sebelumnya ia bawa. Gua tersenyum dan kembali berjalan menaiki tangga.
Ya... Saat itu kamu belum waktunya tidur di kamar atas....
Sayup-sayup lantunan suara seorang perempuan yang sedang membaca kitab suci Al-Qur'an dari bawah sana terdengar hingga ke kamar ini, kamar yang juga tempat beristirahat untuk gua dan almarhumah istri berada.
Diiringi sayupnya lantunan ayat suci yang terdengar dari Nona Ukhti itu, gua berdiri di hadapan foto Echa. Tersenyum kepadanya... Dan dari lubuk hati yang terdalam, gua berucap kepada almarhumah yang berada dalam bingkai.
"Cha... Boleh kah dia menjadi bagian dari kamar ini ?".
Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat, yang tidak lama gua lihat perempuan cantik dalam balutan mukena berwarna putih sudah berdiri di ambang pintu samping kiri gua.
"Udah bangun toh..", sapanya.
Gua tersenyum sambil mengangguk kepadanya.
"Yaudah, shalat subuh dulu yu.. Abis itu kamu tidur lagi di kamar ya.. Sakit badan pasti tuh..", lanjutnya.
Akhirnya gua masuk ke dalam rumah, lalu melaksanakan shalat subuh setelah sebelumnya berwudhu. Gua dan Nona Ukhti melakukan shalat terpisah, dia melaksanakan shalat terlebih dahulu ketika gua masih mengambil wudhu. Setelah selesai shalat, gua duduk di sofa ruang tamu bersamanya.
"Za.. Istirahat gih, tidur dikamar kamu...".
"Kamu gak tidur lagi ?", tanya gua.
Dia menggelengkan kepalanya pelan, lalu tersenyum. "Enggak, aku mau baca Qur'an dulu", jawabnya sambil mengelus kitab suci yang memang sudah berada diatas kedua pahanya sedari tadi.
"Yaudah, aku tidur lagi ya.. Aku ke kamar dulu, Ve..", ucap gua seraya bangkit dan berjalan kearah tangga lantai dua. Nona Ukhti hanya mengangguk dan tersenyum sebelum dia memulai membaca kitab suci itu.
Gua berjalan melewati kamar di dekat tangga, kamar yang biasanya Mba Laras tempati ketika menginap di rumah ini. Pintunya memang terbuka, gua menengok sesaat kearah dalam, dan di dekat kasur kamar itu, ada koper milik Nona Ukhti yang sebelumnya ia bawa. Gua tersenyum dan kembali berjalan menaiki tangga.
Ya... Saat itu kamu belum waktunya tidur di kamar atas....
Sayup-sayup lantunan suara seorang perempuan yang sedang membaca kitab suci Al-Qur'an dari bawah sana terdengar hingga ke kamar ini, kamar yang juga tempat beristirahat untuk gua dan almarhumah istri berada.
Diiringi sayupnya lantunan ayat suci yang terdengar dari Nona Ukhti itu, gua berdiri di hadapan foto Echa. Tersenyum kepadanya... Dan dari lubuk hati yang terdalam, gua berucap kepada almarhumah yang berada dalam bingkai.
"Cha... Boleh kah dia menjadi bagian dari kamar ini ?".
Diubah oleh glitch.7 21-09-2017 13:48
oktavp dan 2 lainnya memberi reputasi
3


:
