Kaskus

Story

glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN




Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku


Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku

Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.


Tak Lagi Sama - Noah


Spoiler for Cover Stories:


JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA


Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.


Quote:


Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

Masa yang Paling Indah
Credit thanks to Agan njum26

Love in Elegy
Credit thanks to Agan redmoon97


Sonne Mond und Stern
*mulustrasi karakter dalam cerita ini


Quote:

*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
snf0989Avatar border
pulaukapokAvatar border
chamelemonAvatar border
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
glitch.7Avatar border
TS
glitch.7
#2124
PART 17


Dua hari sudah sang Nyonya, istri gua tercinta, si penyuka bunga Lily, Vera Tunggadewi, berada di sisi gua, menemani suaminya yang baru saja keluar dari balik jeruji besi. Pagi ini, gua sedang memasak di dapur setelah shalat berjamaah dengannya.

Bunyi pisau yang beradu dengan cutting board (talenan) cukup terdengar nyaring ketika gua memotong jagung serta daging ayam. Hari ini gua memang semangat memasak menu sarapan pagi untuk sang Nyonya. Sudah cukup lama rasanya gua tidak memasak untuknya lagi seperti diawal pernikahan kami. Kebetulan sang Nyonya sedang berolahraga mengitari komplek perumahan dengan bersepeda ria, sebenarnya gua diajak, tapi gua menolak dan beralasan ingin melanjutkan tidur.

Sekitar pukul setengah tujuh pagi gua sudah selesai memasak dan duduk di kursi teras halaman depan rumah. Sang Nyonya baru saja menuntun sepedanya setelah dibukakan gerbang oleh Bibi. "Loch, Mas ? Kok udah bangun ?", tanyanya sambil berjalan menuntun sepeda dari arah gerbang menuju teras.

Sang Nyonya memarkirkan sepeda tepat disamping mobil milik almh. Istri gua. Dia nampak cantik pagi ini, walaupun tidak mengenakan makeup sama sekali, dan gua suka dengan kecantikan natural yang ia miliki. Nampak wajahnya berkeringat dari balik hijab berwarna biru muda yang ia kenakan.

"Iya, aku ada kejutan untuk kamu sayang...", jawab gua sambil bangkit dari duduk.

"Huuftt.. Diajak olahraga gak mau tadi, eh taunya bangun pagi juga... Ngomong-ngomong kejutan apa pagi-pagi gini, Mas ?", tanyanya lagi sambil berjalan menaiki tiga anak tangga teras.

Gua menyambutnya dengan langsung mencium keningnya yang masih basah oleh keringat. Lalu tersenyum ketika wajahnya terkejut dan tersipu malu ketika Bibi jalan melewati kami berdua. Gua merangkul bahunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Kami berjalan melewati ruang tamu, ruang tv dan ruang makan, gua sengaja tidak menyajikan sarapan pagi ini di meja makan, melainkan di gazebo halaman belakang. Sang Nyonya berhenti tepat ketika kami memasuki gazebo minimalis ini, matanya melirik kearah meja dan ya, alhamdulilah. Sepertinya dia suka dan senang dengan kejutan kecil yang gua buat di pagi ini.

"Wow... Kamu masak, Mas ?", tanyanya kali ini menengok kearah gua yang masih berdiri di sisi kirinya.

"Of course, It's been a long time since i cooked breakfast for you, right ?", gua tersenyum menatap wajahnya.

"Thank you My Dear...", kemudian dia mencium pipi kanan gua dan merangkulkan tangan kirinya ke lengan kanan gua. "Zuppa soup, sausage and fruit salad with thousands island... Really love it, Mas.. Hihihihi...", lanjutnya ketika melihat kembali ke menu sarapan yang gua sajikan diatas meja kayu dalam gazebo.

Kami berdua menikmati sarapan pagi dengan ditemani bunyi cericip burung yang melintas diatas halaman belakang. Suasana pagi yang terasa sejuk semakin indah ketika mentari sudah berada di singgasananya, kemilaunya beradu dengan riak air yang berada di dalam kolam renang, tepat di sisi kanan gazebo, menampakkan betapa indahnya pagi ini. Dan semua itu semakin sempurna ketika gua menatap wajah seorang wanita yang sedang menikmati sarapan pagi di hadapan gua itu.

Gua bersyukur kepada Tuhan, bahwa hari ini masih bisa gua rasakan dan nikmati. Rasanya kejadian beberapa hari kebelakang benar-benar membuat gua tidak bisa percaya. Melakukan hal diluar akal sehat tanpa berfikir panjang, semuanya terjadi begitu saja karena emosi. Tidak pernah terbesit sedikitpun dalam benak ini ketika di hari pertama kembali ke Indonesia, gua harus menganiaya seorang suami dari seorang wanita yang pernah menjadi mantan kekasih gua dulu. Bagaimanapun gua telah salah mengambil langkah yang salah dan mendapatkan ganjarannya walau tidak seperti seharusnya. Ya, gua masih beruntung, karena banyak orang yang mau membantu dan menyayangi gua saat ini. Termasuk Feri, sekalipun dia telah gua aniaya, tapi dia masih mau berdamai dan mencabut laporannya. Thanks for all of you Gais... Thanks.

Siang hari, Gua mengajak istri tercinta ke restoran di Jakarta, dimana gua mencari nafkah, alias tempat kerja gua. Kami sampai di Jakarta sekitar pukul dua belas, Nyonya langsung mengajak gua untuk melaksanakan shalat dzuhur di masjid yang letaknya agak jauh dari restoran. Selesai melaksanakan ibadah wajib, kami berdua kembali berkendara untuk menuju restoran. Gua disambut oleh beberapa karyawan ketika memasuki area kitchen, tentu saja mereka tidak tau apa yang terjadi kepada gua selama beberapa hari kebelakang, yang mereka tau, gua baru pulang dari Singapore menemani sang Nyonya.

Gua mengajak Nyonya masuk kedalam ruangan kepala chef. Kami bertiga mengobrol di dalam ruangan ini, tidak ada hal yang terlalu penting yang kami obrolkan, hanya seputar perjalanan gua menemani sang Nyonya dan beberapa hal mengenai pekerjaan di restoran, terutama bagian kitchen, dimana gua bekerja. Dan ada kabar baik mengenai peraturan yang akhirnya dirubah, mengenai orderan stock kebutuhan bahan makanan, sekarang tidak serepot dulu. Eva akhirnya menuruti keinginan serta saran gua agar setiap orderan dari kitchen bisa disetujui dan dananya juga bisa dicairkan oleh tanda tangan Giovanna maupun Rini, selain Fitri. So far, pekerjaan serta income di resto cabang Jakarta ini berjalan normal dan baik selama gua tidak masuk kerja. Dan untuk itu, gua berterimakasih kepada Eva sebagai manager di Jakarta.

Selesai bertemu kepala Chef, gua dan Nyonya makan siang di restoran, kami memilih makan di lantai dua dan duduk di meja makan bagian beranda. Beberapa menu sudah dipesan dan ketika kami masih menunggu pesanan diantarkan, Nyonya masih membaca daftar menu, membolak-balikan beberapa halaman lalu kedua alisnya terangkat ketika berhenti di salah satu halaman. Gua yang duduk dihadapannya mengerutkan kening.

"Kenapa sayang ?", tanya gua seraya mengambil sebungkus rokok dari saku celana dan mengeluarkan rokok sebatang.

Dia membalikan buku menu tersebut, hingga bisa gua baca setiap daftar menu yang tertera di halaman itu. "Uhuk... Uhuk..", gua terbatuk karena rokok yang gua hisap belum gua keluarkan lagi. "Ehm.. Uhuk... Cuma disini, kok...", ucap gua setelah membaca menu yang ia maksud.

"Bali ?", tanyanya sambil menaikkan dagunya.

"Hehehe.. Iya dua, sama Bali... Maaf maaf... Tuntutan konsumen, gimana lagi atuh, hehehe", lanjut gua, lalu kembali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya ke kiri.

"Dasar kamu tuh, Ibu juga gak setujukan ? Gak berkah loch, Mas..", kali ini dia menutup buku menu tersebut dan meletakkannya diatas meja, lalu melipat kedua tangannya dan memandangi wajah gua serius.

"Ya gimana atuh, haduuuh... Mau aku tarik ? Hapus jualan minuman alkohol ?", tanya gua balik, tentu saja dengan nada yang ramah. Mana berani gua marah sama Nyonya.

"Ah, percuma.. Terserah kamu aja..", jawabnya seraya memalingkan muka dan menopang dagu.

Weh, bete doi.. Haduh...

Gua mematikan rokok kedalam asbak, meminum air mineral, lalu bangkit dari duduk dan berjalan ke sisinya. Kini gua berjongkok di samping istri tercinta gua. Memegang kedua tangannya seraya menengadahkan kepala untuk menatap wajahnya yang cemberut itu.

"Aku cuma ikutin perkembangan kuliner aja, tapi kalo kamu gak suka dan gak setuju, apalagi bawa-bawa keberkahan, aku bakal stop jual minuman alkohol, Ve...", ucap gua serius.

Dia menundukkan wajahnya sedikit agar bisa menatap gua balik, tangan kanannya membelai lembut rambut ini, lalu tersenyum. "Kalo bisa ya jangan jual kayak gituan, tapi untuk sementara ya terserah kamu aja... Gak akan tertukar rejeki kita, Mas... Insya Allah..", jawabnya tulus dengan tetap tersenyum.

Gua tersenyum mendengarnya, lalu berdiri dan kembali duduk di kursi.

"Mas..".

"Ya, sayang ?".

"Nafkah yang aku mau dari restoran di kota kita aja... Jangan kamu kasih aku uang dari restoran ini dan yang di Bali ya...".

Gua menggaruk kepala bagian belakang, pusing deh kalo udah gini. "Iya iya, Ve... Iya... Tapi cukup kah ?", tanya gua ragu.

"Ya Allah, Mas... Uang keuntungan satu restoran dan jatah kamu yang dikasih setiap bulan ke aku lebih dari cukup kok... Belum gaji kamu...", dia menggelengkan kepalanya. "Kamu tuh ada-ada aja deh... Alhamdulillah kita gak ada hutang atau kredit apapun, Mas...", jawabnya lagi sambil tersenyum lebar.

Iya sih, benar apa yang ia ucapkan, tapi ya gua jadi ngerasa bersalah dan gak enak kalau gini caranya. Nyonya tuh kuat banget kalau soal agama, termasuk belanja tas sih.. Eh... Ampun sayang emoticon-Peace

Ada sedikit cerita, dulu pernah gua pesta kecil-kecilan di restoran Jakarta ini bersama karyawan lain, saat itu gua masih menjabat sebagai manager. Ada acara ulang tahun supervisor accounting kalo gak salah, alhasil pesta makan-makan dan minumlah kita semua, tentu saja minuman wine, dan untuk menjaga stabilitas pemasukan resto, gua kasih diskon, jadi tetap bayar lah, enak aja gratis, wine mahal Bray, hehehe... Nah singkat cerita, selesai pesta, kami semua pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, sang Nyonya ternyata belum tidur. Dia sedang menonton televisi saat itu di kamar kami. Dan celakalah gua ketika dirinya mencium bau wine yang sangat menyengat. Hukuman tidur terpisah, alias tidak seranjang selama tiga hari pun harus gua rasakan. Sedih rasanya... Nyonya kalau udah marah tuh biasanya diam dan gak mau berbicara sedikitpun sama gua, tapi satu hal yang membuat gua semakin menyayanginya, selama dia marah dan mendiamkan gua, dia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai istri. Setiap pagi, dia pasti membuatkan gua kopi, membereskan pakaian gua untuk dikenakan bekerja, dan tidak lupa mencium tangan gua ketika akan pergi dan pulang kerja, ya walaupun dalam hening dan mogok bersuara sih. Sing penting Mas mu iki tresno sliramu... 'Anggere aku nyawang sliramu, Rasane, kabeh macem roso bungah ning alam dunyo mandeg deg ono ing ngarep netraku'.emoticon-Embarrassment
Ketika aku melihatmu, aku lihat semua ujung kebahagiaan di dunia ini telah terhenti di mataku.




***




Dua hari berlalu, dan hari ini sudah pukul delapan pagi. Gua dan sang Nyonya sudah rapih, kami berdua mengenakan pakaian berwarna senada, merah maroon. Gua mengenakan kemeja dengan celana denim berwarna hitam, sedangkan sang Nyonya mengenakan gamis dan hijab yang berwarna hitam. Sepagi ini, kami akan pergi ke pengadilan agama di daerah kabupaten. Gua sudah memanaskan mobil berwarna silver tipe A6 milik sang Nyonya, lalu menyalakan audio mobil untuk mendengarkan kualitas stereo dan speaker bawaan mobil tersebut. Tidak lama kemudian sang Nyonya datang menghampiri gua.

"Yuk, Mas.. Berangkat sekarang, nanti macet di jalan kalo siang-siang...", ucapnya setelah membuka pintu samping kemudi.

"Okey, kita berangkat sekarang...", jawab gua seraya tersenyum dan menutup pintu kemudi.

Sekitar setengah jam lebih kami berdua berada di dalam mobil, melintasi jalan raya yang cukup padat. Gua memarkirkan mobil setelah sampai di tempat tujuan dan turun bersama sang Nyonya. Kami berdua berjalan ke dalam gedung dan menuju ruang sidang. Hari ini kami berdua memang akan menghadiri sebuah sidang perceraian antara Mba Yu dan Feri. Gua memang sudah dikabarkan oleh Mba Yu sejak kemarin dan langsung memberitahukan hal tersebut kepada sang Nyonya. Sesampainya di depan pintu ruang sidang A tiga, kami disambut oleh kedua orangtua dan adiknya Mba Yu.

"Assalamualaikum, Pak, Bu..", ucap gua ketika sudah berdiri dihadapan mereka, lalu mencium tangan kedua orangtua tersebut, begitupun yang dilakukan oleh Sang Nyonya.

"Walaikumsalam, apa kabar, Za ? Maaf ya Bapak dan Ibu tidak sempat menjenguk kamu kemarin...", ucap Bapaknya Mba Yu.

"Iya gak apa-apa, alhamdulilah baik... Mba Yu udah di dalam, Pak ?", tanya gua balik.

"Belum, Za... Sidangnya belum dimulai, dia lagi ada urusan ke ruangan lain, entah urus administrasi apalagi...", jawab beliau.

Gua terenyuh melihat kedua orangtua Mba Yu yang terlihat jelas sedih dengan apa yang sudah terjadi. Pastinya ini semua seperti sudah jatuh dan tertimpa tangga pula. Pertama jelas, kelakuan buruk sang menantu yang berani berselingkuh ditambah sifat kasar kepada anak mereka, Mba Yu. Kedua, ya hari ini, mau tidak mau mereka berdua harus menerima kenyataan bahwa sebentar lagi anak sulungnya harus berstatus janda. Siapa yang menginginkan semua ini ? Tidak ada, tapi jalan yang harus ditempuh Mba Yu bersama Feri dalam membina rumah tangga teramat sulit untuk mereka tapaki, dan pada akhirnya semua harus berakhir disini.

Gua bertemu dengan Feri, sebelum sidang dimulai. Kami berdua sedikit menjauh dari keluarga Mba Yu serta istri gua. Ada beberapa hal yang ingin disampaikan olehnya. Gua berdiri, sedangkan Feri duduk di kursi besi, kami berada di dekat taman sambil menikmati rokok masing-masing.

"Gua minta maaf untuk janji yang udah gua ingkari, Za... Kepada Tuhan, kepada istri gua, dan kepada Lu... Maaf untuk semuanya", ucapnya memulai obrolan.

Gua mengangguk lalu menghisap rokok dan menghembuskan asapnya lewat hidung.

"Setelah ini, gua akan pergi ke luar negeri... Menjalani terapi dan berharap orientasi seksual gua bisa normal seperti orang lain", kali ini ucapannya lirih terdengar.

Gua sebenarnya cukup terkejut mendengar pengakuan dan niatannya untuk berubah dan menjalankan terapi. Tapi mungkin memang dirinya sudah sadar sekarang, dan belum terlambat demi masa depan yang lebih baik lagi, sekalipun bukan berama Mba Yu.

"Gua titip Sherlin, Za...", ucapnya kali ini seraya berdiri lalu mematikan rokok dengan menginjaknya.

"Maaf untuk luka yang lu terima, Fer...", ucap gua pada akhirnya.

Feri tersenyum lalu menepuk bahu kanan gua. "Gua beruntung masih hidup...", jawabnya lalu melangkah melewati gua. "Itu kata-kata Sherlin waktu dia jenguk gua di rumah sakit, Za", lanjutnya sambil tetap berjalan.

"Fer..".

Feri berbalik menghadap gua.

"Mungkin jodoh Lu dengan Sherlin hanya sampai disini, tapi bukan berarti silaturahmi kalian harus terputus... Lu juga bisa kan jagain dia walaupun gak harus bersama lagi", ucap gua.

"Za, gua udah bilang, titip Sherlin... Tolong jagain dia... Dan...", Feri menundukkan kepalanya lalu menggeleng.

Gua mengerenyitkan kening ketika wajahnya kembali terangkat, karena kedua bola matanya sudah berkaca-kaca.

"Dan Sherlin selalu mencintai satu laki-laki, selalu menyayanginya, sampai gua jengah mendengar ceritanya... Sampai detik ini, dia masih memendam perasaan itu, Za.. Sekarang Lu tau... Bukan hanya gua yang enggak mencintai Sherlin dengan tulus, tapi dia pun sama dengan gua... Karena sosok laki-laki yang dia cintai enggak akan pernah pergi dalam hatinya, Za..".

Gua membuang muka ke kanan seraya menghembuskan asap rokok.

"Dan kita semua tau, siapa laki-laki itu... Bukan begitu, Reoda ?", tandasnya.

Gua hanya terdiam tanpa bisa menjawab pertanyaan ataupun kalimat sarkasnya itu. Feri kembali berjalan dan meninggalkan gua sendirian di taman ini. Meninggalkan gua bersama carut-marut perasaan bersalah di dalam hati.

.
.
.

Beberapa jam kemudian sidang telah selesai dilaksanakan, tidak banyak perdebatan diantara kedua belah pihak, karena memang sedari awal mereka berdua sudah sepakat untuk memilih perceraian ini, walaupun hakim memberikan beberapa saran agar rumah tangga mereka kembali utuh, tapi tekad keduanya sudah lebih dari cukup membuat sang hakim mengetuk palu dan menyatakan perceraian mereka. Tindakan kdrt dan perselingkuhan menjadi hal yang paling krusial, dan membuat semua pihak tidak dapat lagi memilih opsi selain perpisahan. Gua tidak begitu mengerti kenapa proses persidangan perceraian ini bisa berlangsung cepat, yang jelas pada akhirnya, mereka berdua memang telah resmi pisah secara agama maupun negara.

Gua berjalan keluar ruang sidang bersama sang Nyonya, dia mengaitkan tangan kanannya ke lengan kiri gua. "Semoga kelak, Mba Sherlin bisa mendapatkan lelaki yang benar-benar mencintai dia dengan tulus ya, Mas...", ucap Nyonya.

Gua menghentikan langkah dan menengok ke belakang, ke dalam ruang sidang. Mencari sosok Mba Yu yang masih berada di dalam, dia sedang membereskan tasnya dan berdiri dari bangku, kemudian Feri menghampirinya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Mba Yu tersenyum ketika Feri meneteskan airmata seraya mencium dalam-dalam punggung tangan kanan Mba Yu.

"Ya, semoga... Semoga, Ve..", jawab gua kepada sang Nyonya tanpa menengok kepadanya karena masih menatap ke belakang sana.

Gua kembali mengajak jalan sang Nyonya dengan merangkul bahunya, gua tinggalkan segala fikiran yang tidak sepatutnya gua fikirkan. Ya... gua tinggalkan segalanya bersama sosok Mba Yu jauh di belakang sana dan mulai memeluk erat tubuh sang Nyonya Agathadera, Vera Tunggadewi.



Saat bersamamu
Ku rasa senang, Ku rasa sedih

Tak pernah Ku megerti, Aku segila ini
Aku hidup untukmu Aku mati tanpamu
Tak pernah Ku sadari, Aku sebodoh ini
Aku hidup untukmu Aku mati tanpamu

Air mata ini menyadarkan Ku...
Kau takkan pernah menjadi milikku... emoticon-norose

Hidup untukmu Mati tanpamu - Noah
Diubah oleh glitch.7 02-08-2017 21:46
fatqurr
kifif
kadalbuntingzzz
kadalbuntingzzz dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.