- Beranda
- Stories from the Heart
Sonne Mond und Stern
...
TS
glitch.7
Sonne Mond und Stern
die SONNE der MOND und der STERN
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Cerita ini tak lagi sama
Meski hatimu selalu di sini
Mengertilah bahwa ku tak berubah
Lihat aku dari sisi yang lain
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Waktu yang telah kita lalui
Buatmu jadi lebih berarti
Luluhkan kerasnya dinding hati
Engkaulah satu yang aku cari
Bersandar padaku, rasakan hatiku
Bersandar padaku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu tuk memelukku
Kau melengkapiku, kau sempurnakan aku
Dan diriku bukanlah aku tanpa kamu menemaniku
Kau menenangkanku,Kau melegakan aku.
Tak Lagi Sama - Noah
Spoiler for Cover Stories:
JAGALAH SOPAN-SANTUN ANDA DALAM BERKOMENTAR, KARENA 95% TOKOH DISINI IKUT MEMBACA
Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indahdan lanjutan dari sebuah cerita Love in Elegy yang pernah Gua tulis di Forum ini.
Quote:
Versi PDF Dua Thread Sebelumnya :

*mulustrasi karakter dalam cerita ini
Quote:
*thanks to my brother in law yang bantu index dan update selama gua mudik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 239 suara
Siapakah pendamping Eza sebenarnya ?
Sherlin Putri Levanya
55%
Franziska Luna Katrina
17%
Giovanna Almira
28%
Diubah oleh glitch.7 08-01-2022 09:16
chamelemon dan 125 lainnya memberi reputasi
122
1.9M
8.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
glitch.7
#611
PART 4
Setengah sebelas gua sampai di rumah setelah bergelut dengan kemacetan sebelumnya. Dengan tubuh yang cukup lelah gua berjalan ke teras, seorang ibu paruh baya membukakan pintu dan langsung menerima tas kerja gua.
"Nyonya udah tidur Bi ?", tanya gua.
"Nyonya ketiduran di sofa...", jawab Bibi sambil menengok kearah sofa ruang tamu.
Gua berjalan pelan menuju ruang tamu yang lampunya masih menyala, kemudian berdiri tepat di dekat seorang wanita yang sudah larut dalam alam mimpinya.
"Huuffftt...", Gua menghela nafas sambil menggelengkan kepala ini.
Lalu gua duduk diatas lantai ruang tamu, tepat di sisi seorang wanita yang telah menjadi istri gua selama ini. Gerak pelan tubuhnya yang naik turun bersama hembusan nafasnya nampak damai, tak tega rasanya membangunkan dia.
"Pak, mau saya buatkan kopi ?", tanya Bibi dengan suara yang pelan.
Gua mengangguk sambil tersenyum, kemudian Bibi kembali ke dapur.
Kembali gua menatap wajah istri gua itu. Perasaan bersalah akan kejadian bersama Giovanna setengah jam yang lalu membuat hati gua berkecamuk. Dosa kah gua yang menerima kecupan dari wanita lain itu... Ah gua sudah menghitung dan memprediksikannya, dua kali Giovanna mencubit gua dan yang ketiga langsung kecupan, shit! Gua kecolongan, fikir gua.
Perlahan gua mengangkat tubuh wanita yang baik hati ini, namun karena gerak tubuh gua mungkin membuat dirinya membuka mata perlahan.
"Mas ? Eh ? Kamu udah pulang ?", ucapnya sambil menatap gua.
Gua tersenyum. "Pindah kamar ya sayang.. Maaf aku baru pulang...", jawab gua sambil tetap mengangkat tubuhnya.
"Mas... Gak perlu digendong.. Kamu mau aku buatin kopi dulu ?".
Gua mulai berjalan kearah tangga sambil tetap menggendong istri gua di depan. "Bibi udah buatin aku kopi... Nanti biar aku bawa ke kamar aja kopinya...", ucap gua lagi.
Tangan halusnya membuka pintu kamar, lalu gua masuki kamar lantai dua bersama pasangan hidup dan mati gua itu. Gua merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah menjadi tempat istirahat kami berdua.
"Aku mandi dulu ya...", ucap gua sambil mulai membuka kancing kemeja dari bagian atas.
Istri gua itu bangun lalu berdiri disamping gua.
"Biar aku nyalain water heater nya dulu ya, Mas..".
Dia berjalan menuju kamar mandi, sedangkan gua berjalan kearah balkon kamar dan membuka pintu geser yang berbahan kaca. Gerimis yang masih setia menemani malam minggu ini belum juga berhenti. Gua menatap langit malam yang terasa sendu, perasaan bersalah atas apa yang terjadi sebelumnya membuat gua tidak bisa tenang. Apakah gua harus jujur kepada istri gua itu. Gua mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana lalu membakar satu batang, menghisap sang racun dalam-dalam dan menghembuskannya keatas. Kepulan asap itu tidak mampu membawa perasaan bersalah ini terbang ke angkasa sana. Ah... I'm fakdap!!!
"Mas.. Air hangatnya udah siap, mau mandi sekarang ?", tanya istri gua yang sudah berada di belakang.
"Makasih sayang...", jawab gua sambil berjalan masuk lagi setelah melempar rokok ke taman dibawah sana.
Selesai mandi, gua duduk di kursi kayu pada balkon kamar, menikmati secangkir kopi hitam tanpa rokok yang biasanya sudah menjadi teman sejati sang kafein. Karena saat ini, gua sedang memangku wanita cantik diatas paha ini.
"Cape ya sayang tadi lembur ?", ucapnya sambil membelai rambut gua yang masih sedikit basah.
Gua tersenyum lalu mengangguk. "Kamu udah makan malam ?", tanya gua.
"Udah Mas, tadi waktu kita bbm-an abis maghrib kan kamu nyuruh aku makan, jadi aku makan duluan, kamunya lembur sih...", jawabnya.
"Iya, maklum banyak kerjaan kalo akhir bulan gini, ditambah Fitri lagi cuti juga... Jadi aku bantuin anak-anak accounting...".
"Oh Fitri masih cuti ya... Eh iya terus gimana sama adik teman kamu itu, kerjanya baguskan ? Siapa namanya ? Aku lupa...".
Degh... Degh... DeghJantung gua langsung berdetak dengan cepatnya.
"Ehm.. Ehm... Giovanna, so far kerjaannya baik dan dia cepet beradaptasi sama Rini...", jawab gua.
"Gio-Van-Na..", istri gua mengeja nama tersebut. "Tadi dianterin sampe rumahnya ?".
"Iya, ketemu sama Ryo juga, anaknya lagi sakit... Si Leon...", jawab gua sekaligus mengalihkan topik.
"Oh ya ? Sakit apa ? Ayu nya ada ?".
"Demam katanya sih, Ayu gak ikut, cuma Ryo sama Leon yang lagi di rumahnya...", kemudian gua mengusap punggung istri gua ini. "Masuk yuk, udah malem... Dingin lagian disini, aku butuh kehangatan...", ucap gua kali ini sambil mendusel kepala ke tubuhnya.
Istri gua menggeliat sambil tertawa pelan lalu memegangi kedua sisi wajah ini. "Mau kehangatan apa siiiiihh ? Nakal kamu tuuh..", sedetik kemudian gua lumat dia punya bibir.
"Nyonya udah tidur Bi ?", tanya gua.
"Nyonya ketiduran di sofa...", jawab Bibi sambil menengok kearah sofa ruang tamu.
Gua berjalan pelan menuju ruang tamu yang lampunya masih menyala, kemudian berdiri tepat di dekat seorang wanita yang sudah larut dalam alam mimpinya.
"Huuffftt...", Gua menghela nafas sambil menggelengkan kepala ini.
Lalu gua duduk diatas lantai ruang tamu, tepat di sisi seorang wanita yang telah menjadi istri gua selama ini. Gerak pelan tubuhnya yang naik turun bersama hembusan nafasnya nampak damai, tak tega rasanya membangunkan dia.
"Pak, mau saya buatkan kopi ?", tanya Bibi dengan suara yang pelan.
Gua mengangguk sambil tersenyum, kemudian Bibi kembali ke dapur.
Kembali gua menatap wajah istri gua itu. Perasaan bersalah akan kejadian bersama Giovanna setengah jam yang lalu membuat hati gua berkecamuk. Dosa kah gua yang menerima kecupan dari wanita lain itu... Ah gua sudah menghitung dan memprediksikannya, dua kali Giovanna mencubit gua dan yang ketiga langsung kecupan, shit! Gua kecolongan, fikir gua.
Perlahan gua mengangkat tubuh wanita yang baik hati ini, namun karena gerak tubuh gua mungkin membuat dirinya membuka mata perlahan.
"Mas ? Eh ? Kamu udah pulang ?", ucapnya sambil menatap gua.
Gua tersenyum. "Pindah kamar ya sayang.. Maaf aku baru pulang...", jawab gua sambil tetap mengangkat tubuhnya.
"Mas... Gak perlu digendong.. Kamu mau aku buatin kopi dulu ?".
Gua mulai berjalan kearah tangga sambil tetap menggendong istri gua di depan. "Bibi udah buatin aku kopi... Nanti biar aku bawa ke kamar aja kopinya...", ucap gua lagi.
Tangan halusnya membuka pintu kamar, lalu gua masuki kamar lantai dua bersama pasangan hidup dan mati gua itu. Gua merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah menjadi tempat istirahat kami berdua.
"Aku mandi dulu ya...", ucap gua sambil mulai membuka kancing kemeja dari bagian atas.
Istri gua itu bangun lalu berdiri disamping gua.
"Biar aku nyalain water heater nya dulu ya, Mas..".
Dia berjalan menuju kamar mandi, sedangkan gua berjalan kearah balkon kamar dan membuka pintu geser yang berbahan kaca. Gerimis yang masih setia menemani malam minggu ini belum juga berhenti. Gua menatap langit malam yang terasa sendu, perasaan bersalah atas apa yang terjadi sebelumnya membuat gua tidak bisa tenang. Apakah gua harus jujur kepada istri gua itu. Gua mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana lalu membakar satu batang, menghisap sang racun dalam-dalam dan menghembuskannya keatas. Kepulan asap itu tidak mampu membawa perasaan bersalah ini terbang ke angkasa sana. Ah... I'm fakdap!!!
"Mas.. Air hangatnya udah siap, mau mandi sekarang ?", tanya istri gua yang sudah berada di belakang.
"Makasih sayang...", jawab gua sambil berjalan masuk lagi setelah melempar rokok ke taman dibawah sana.
Selesai mandi, gua duduk di kursi kayu pada balkon kamar, menikmati secangkir kopi hitam tanpa rokok yang biasanya sudah menjadi teman sejati sang kafein. Karena saat ini, gua sedang memangku wanita cantik diatas paha ini.
"Cape ya sayang tadi lembur ?", ucapnya sambil membelai rambut gua yang masih sedikit basah.
Gua tersenyum lalu mengangguk. "Kamu udah makan malam ?", tanya gua.
"Udah Mas, tadi waktu kita bbm-an abis maghrib kan kamu nyuruh aku makan, jadi aku makan duluan, kamunya lembur sih...", jawabnya.
"Iya, maklum banyak kerjaan kalo akhir bulan gini, ditambah Fitri lagi cuti juga... Jadi aku bantuin anak-anak accounting...".
"Oh Fitri masih cuti ya... Eh iya terus gimana sama adik teman kamu itu, kerjanya baguskan ? Siapa namanya ? Aku lupa...".
Degh... Degh... DeghJantung gua langsung berdetak dengan cepatnya.
"Ehm.. Ehm... Giovanna, so far kerjaannya baik dan dia cepet beradaptasi sama Rini...", jawab gua.
"Gio-Van-Na..", istri gua mengeja nama tersebut. "Tadi dianterin sampe rumahnya ?".
"Iya, ketemu sama Ryo juga, anaknya lagi sakit... Si Leon...", jawab gua sekaligus mengalihkan topik.
"Oh ya ? Sakit apa ? Ayu nya ada ?".
"Demam katanya sih, Ayu gak ikut, cuma Ryo sama Leon yang lagi di rumahnya...", kemudian gua mengusap punggung istri gua ini. "Masuk yuk, udah malem... Dingin lagian disini, aku butuh kehangatan...", ucap gua kali ini sambil mendusel kepala ke tubuhnya.
Istri gua menggeliat sambil tertawa pelan lalu memegangi kedua sisi wajah ini. "Mau kehangatan apa siiiiihh ? Nakal kamu tuuh..", sedetik kemudian gua lumat dia punya bibir.
*
*
*
*
*
Spoiler for Genjutsu:
Paris - 03.07.2017
Seorang wanita yang hanya mengenakan kemeja putih dan hotpants sedang bersandar pada jendela kamar hotel, memandangi menara Eiffel dari dalam kamar ini. Gua berjalan mendekatinya lalu memeluknya dari belakang.
Cupp...sebuah kecupan gua berikan tepat di lehernya.
"Good morning beautiful...".
"Good morning my mond...".
"Gak dingin Bun ?".
Istri gua itu membalikan tubuhnya lalu melingkarkan kedua tangannya ke tengkuk ini. Dia tersenyum lalu mencium bibir gua.
"Ada kamu yang hangatin aku...", jawabnya.
"Hari ini Orenz minta jalan-jalan lagi, kamu mau ikut ?", tanya gua sambil memegangi kedua sisi pinggangnya.
"Mmmm... I'm so tired, kamu aja ya yang nemenin...".
"Tumben... Kenapa ?".
"Tadi malem berapa kali coba ? Hihihi...", jawabnya sambil tertawa.
Gua ikut tertawa ketika mengingat 'pertempuran' semalam bersama istri gua ini.
"Semoga bulan depan kamu gak kedatangan tamu, biar Orenz punya adek...", ucap gua sambil menempelkan kening ke keningnya.
"Aamiin... Semoga ya.. Pingin laki-laki kali ini, biar pas kan...", jawabnya lalu kembali mengecup bibir gua.
Tidak lama setelah itu gua kembali rebahan diatas kasur sambil mencolek-colek pipi tembem si cantik Orenz.
"Heh... Bangun dek... Bangun... Da pagi, jadi gak jalan-jalan..?", ucap gua sambil tetap mencolek pipinya.
Puk... Orenz berbalik dengan kepalan tangan yang tepat mengenai wajah ini.
"Duuh.. Ribet ini anak...", ucap gua spontan sambil memundurkan tubuh.
"Dek.. Banguun... Ayahnya mau ngajak jalan juga", kali ini sang Bunda yang mencoba membangunkannya.
Orenz masih terpejam dan hanya gerakan kakinya saja yang menandakan dia terusik dengan kejahilan kedua orangtuanya ini.
"Biarin dulu deh, lagian dingin diluar Yah...", ucap istri gua lagi.
Gua beranjak dari kasur lalu menelpon bagian receptionist untuk memesan sarapan pagi, karena rasanya malas turun kebawah, untuk breakfast di restoran hotel ini.
Kemudian gua duduk di kursi dekat televisi lalu membuka aplikasi notes dari smartphone. Gua mulai membaca perlahan cerita yang sudah di revisi dan akan segera di posting untuk thread baru itu.
"Mau bikin thread baru ya ?", tanya Bunbun.
"Heu'eum...", gua tidak menoleh sama sekali.
"Jadinya pakai judul yang mana ?".
"Mmm.. Bagusan yang mana ? Matahari Rembulan dan Bintang atau pakai bahasa Jerman ?", tanya gua balik.
"Terserah kamu... Tapi emang ceritanya da rampung ?".
"Kalo part satu sampai lima udah sih, prolog juga udah...", jawab gua.
Bunbun mendekat lalu duduk di pangkuan gua. Dia ikut membaca part satu di notes smartphone itu.
"Menurut aku, jangan kasih mereka timeline yang flat...", ucapnya setelah membaca part satu.
"Hmmm.. Maunya gimana nih ? Aku ikutin kamu aja".
"Kamu posting aja dulu thread barunya, nanti part satu yang sekarang ini rubah... Ruins the timeline and give they a twist from the beginning...".
Gua tersenyum lalu mengangguk cepat.
Seorang wanita yang hanya mengenakan kemeja putih dan hotpants sedang bersandar pada jendela kamar hotel, memandangi menara Eiffel dari dalam kamar ini. Gua berjalan mendekatinya lalu memeluknya dari belakang.
Cupp...sebuah kecupan gua berikan tepat di lehernya.
"Good morning beautiful...".
"Good morning my mond...".
"Gak dingin Bun ?".
Istri gua itu membalikan tubuhnya lalu melingkarkan kedua tangannya ke tengkuk ini. Dia tersenyum lalu mencium bibir gua.
"Ada kamu yang hangatin aku...", jawabnya.
"Hari ini Orenz minta jalan-jalan lagi, kamu mau ikut ?", tanya gua sambil memegangi kedua sisi pinggangnya.
"Mmmm... I'm so tired, kamu aja ya yang nemenin...".
"Tumben... Kenapa ?".
"Tadi malem berapa kali coba ? Hihihi...", jawabnya sambil tertawa.
Gua ikut tertawa ketika mengingat 'pertempuran' semalam bersama istri gua ini.
"Semoga bulan depan kamu gak kedatangan tamu, biar Orenz punya adek...", ucap gua sambil menempelkan kening ke keningnya.
"Aamiin... Semoga ya.. Pingin laki-laki kali ini, biar pas kan...", jawabnya lalu kembali mengecup bibir gua.
Tidak lama setelah itu gua kembali rebahan diatas kasur sambil mencolek-colek pipi tembem si cantik Orenz.
"Heh... Bangun dek... Bangun... Da pagi, jadi gak jalan-jalan..?", ucap gua sambil tetap mencolek pipinya.
Puk... Orenz berbalik dengan kepalan tangan yang tepat mengenai wajah ini.
"Duuh.. Ribet ini anak...", ucap gua spontan sambil memundurkan tubuh.
"Dek.. Banguun... Ayahnya mau ngajak jalan juga", kali ini sang Bunda yang mencoba membangunkannya.
Orenz masih terpejam dan hanya gerakan kakinya saja yang menandakan dia terusik dengan kejahilan kedua orangtuanya ini.
"Biarin dulu deh, lagian dingin diluar Yah...", ucap istri gua lagi.
Gua beranjak dari kasur lalu menelpon bagian receptionist untuk memesan sarapan pagi, karena rasanya malas turun kebawah, untuk breakfast di restoran hotel ini.
Kemudian gua duduk di kursi dekat televisi lalu membuka aplikasi notes dari smartphone. Gua mulai membaca perlahan cerita yang sudah di revisi dan akan segera di posting untuk thread baru itu.
"Mau bikin thread baru ya ?", tanya Bunbun.
"Heu'eum...", gua tidak menoleh sama sekali.
"Jadinya pakai judul yang mana ?".
"Mmm.. Bagusan yang mana ? Matahari Rembulan dan Bintang atau pakai bahasa Jerman ?", tanya gua balik.
"Terserah kamu... Tapi emang ceritanya da rampung ?".
"Kalo part satu sampai lima udah sih, prolog juga udah...", jawab gua.
Bunbun mendekat lalu duduk di pangkuan gua. Dia ikut membaca part satu di notes smartphone itu.
"Menurut aku, jangan kasih mereka timeline yang flat...", ucapnya setelah membaca part satu.
"Hmmm.. Maunya gimana nih ? Aku ikutin kamu aja".
"Kamu posting aja dulu thread barunya, nanti part satu yang sekarang ini rubah... Ruins the timeline and give they a twist from the beginning...".
Gua tersenyum lalu mengangguk cepat.
Quote:
*
*
*
*
*
Satu minggu berlalu setelah kejadian kecup kejut kejang yang diberikan seorang gadis belia bernama Giovanna. Hari-hari gua di tempat kerja berjalan normal seperti biasa, hubungan gua dengan karyawan baru itu ? Berbeda....
Perhatian lebih yang ia berikan kepada gua mulai semakin menjadi, kalau sudah begini, taruhannya adalah keutuhan rumah tangga gua dan nyonya Agathadera.
Hari ini adalah malam minggu, tepat satu minggu yang lalu gua mengantarkan Giovanna pulang hingga larut karena lembur di kantor. Gua baru saja membereskan meja kerja lalu menyelempangkan tas ke tubuh, baru gua keluar ruangan dan mengunci pintunya. Seperti tidak ada jalan lain, ya memang hanya lorong inilah satu-satunya jalan untuk turun ke lantai satu. Mau tidak mau gua kembali berpas-pasan dengan Giovanna, yang juga baru keluar ruangan accounting bersama Rini dan Fitri.
"Pulang Mas...", ucap Fitri dan Rini.
"Iya, capek ah kerja mulu hahaha...".
"Yaudah kita duluan ya Mas Eza...", lanjut mereka berdua yang langsung berjalan meninggalkan gua.
Gua tersenyum kepada Giovanna lalu kembali berjalan, tapi...
"Mas...".
"Ya Ann ?".
"Aku.. Boleh ikut pulang bareng ? Mmm.. Kalo kamu gak ada keperluan dulu itu juga...".
Gua menghela nafas sambil menyunggingkan senyuman tipis kepadanya.
"Yaudah ayo...", jawab gua.
Selama perjalanan gua hanya fokus ke jalan tol di depan yang sudah macet, seperti biasa lagi, untuk membunuh sedikit rasa jenuh, gua memutar musik pada audio mobil ini.
"Mas.. Kamu mau makan dulu gak ?", tanya Giovanna sambil menengok kepada gua.
"Enggak kayaknya Ann, aku masih kenyang sih...", jawab gua sambil tersenyum.
"Oh...", Giovanna kembali menatap kedepan dengan wajah yang sendu.
Entah kenapa bisa-bisanya ini jalan tol macetnya terlalu panjang, gua tau ini malam minggu, dan memang sudah menjadi kebiasaan warga Jakarta setiap malam minggu berimigrasi secara temporary ke kota gua, tapi kok malam ini terasa lebih membludak kendaraan plat B nya, padahal tidak ada acara libur panjang atau event yang spesial hari ini.
"Mas..".
"Ya ?".
"Kamu marah sama aku ya ?".
Gua tau lambat laun kami pasti berada di situasi seperti ini. Dan dia pasti akan membahas masalah minggu lalu.
"Ehm... Enggak sih, udah lupain aja ya Ann.. Gak usah dibahas, anggap aja saat itu kamu khilaf...".
"Tapi aku sadar kok waktu malam itu...".
Ya ampun Giovanna, kamu tuh polos banget sih... Bukan itu maksud aku.
Gua menggelengkan kepala lalu menengok kepadanya. Gua tatap matanya lekat-lekat.
"Mmm.. Mas, kenapa ?", dia menunduk dengan pipinya yang sudah merona.
"Kamu sebenarnya tau gak sih status aku Ann ?", tanya gua dingin.
Giovanna kembali mengangkat wajahnya lalu mengangguk cepat. "Aku gak masalahin status kamu yang duda Mas... Aku say..".
"Ann..", gua memotong ucapannya. "Aku bukan lagi duda, Ryo gak cerita sama sekali ke kamu ?", lanjut gua.
"Cerita soal masa lalu kamu... Istri kamu meninggal...".
"Stop... Bukan itu, tapi posisi sekarang...".
"Aku cuma tau itu Mas, maaf...", jawabnya kembali menunduk.
"Ann.. Aku udah menikah lagi, aku udah punya istri... Aku udah punya keluarga baru Ann...".
Gua tidak berfikir bahwa setelah penjelasan gua itu dia akan menitikan airmata. Diluar perkiraan gua.
"Aku.. Aku...", suaranya mulai bergetar dengan air yang sudah berada diujung pelupuk matanya. "Aku berani sumpah, kalo aku enggak tau sama sekali soal itu Mas...", pecah sudah tangisnya.
Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis, suara tangisnya itu sampai membuat tubuhnya bergetar. Dan gua hanya bisa terdiam melihatnya. Apa yang gua pilih adalah hal yang benar. Gua tidak akan memeluknya, bahkan hanya sekedar memegang bahunya pun tidak akan gua lakukan.
Mobil akhirnya berhasil keluar tol setelah mengantri cukup panjang dalam kemacetan. Gua arahkan mobil ke rumahnya. Selama perjalanan Giovanna hanya terdiam dengan wajah yang ia palingkan ke jendela mobil disampingnya. Gua pun sama sekali tidak mengajaknya berbicara.
Pukul setengah sembilan malam kami berdua sampai di depan rumahnya. Gua tidak mematikan mesin mobil, gua hanya menetralkan persneling dan menarik handbreak.
"Maaf untuk minggu lalu... Lupain kejadian itu ya Ann..", lucu sebenarnya, bukan gua yang memulai kejadian tersebut, tapi mungkin mengalah untuk meminta maaf tidak ada salahnya juga kepada gadis yang baru saja menginjak masa remajanya itu.
"Aku minta maaf, aku yang salah...", suaranya berat dan parau.
"Yaudah, yang penting kamu sekarang udah tau kan status aku... Dan setelah semua ini, aku harap kamu masih seperti biasa, bekerja seperti biasa.. Okey ?", kali ini gua memegang bahu kirinya dan tersenyum kepadanya.
Giovanna menengok ke kanan, kepada gua yang masih tersenyum, wajahnya terlihat sedih, kemudian dia membuka seatbelt yang melingkar didepan tubuhnya itu. Dan apa yang ia lakukan, sekali lagi, diluar perkiraan otak ini. Tubuhnya maju dengan cepat dan menubruk gua yang masih terkejut.
Sekali lagi dan lagi... Kedua tangan ini seolah-olah tidak mampu menahan tubuhnya. Dan sebuah ciuman yang... Ah fakdatmoment! She's kissing me like a crazy...
"Aku jatuh cinta sama kamu, Mas...", ucapnya penuh penekanan.
Perhatian lebih yang ia berikan kepada gua mulai semakin menjadi, kalau sudah begini, taruhannya adalah keutuhan rumah tangga gua dan nyonya Agathadera.
Hari ini adalah malam minggu, tepat satu minggu yang lalu gua mengantarkan Giovanna pulang hingga larut karena lembur di kantor. Gua baru saja membereskan meja kerja lalu menyelempangkan tas ke tubuh, baru gua keluar ruangan dan mengunci pintunya. Seperti tidak ada jalan lain, ya memang hanya lorong inilah satu-satunya jalan untuk turun ke lantai satu. Mau tidak mau gua kembali berpas-pasan dengan Giovanna, yang juga baru keluar ruangan accounting bersama Rini dan Fitri.
"Pulang Mas...", ucap Fitri dan Rini.
"Iya, capek ah kerja mulu hahaha...".
"Yaudah kita duluan ya Mas Eza...", lanjut mereka berdua yang langsung berjalan meninggalkan gua.
Gua tersenyum kepada Giovanna lalu kembali berjalan, tapi...
"Mas...".
"Ya Ann ?".
"Aku.. Boleh ikut pulang bareng ? Mmm.. Kalo kamu gak ada keperluan dulu itu juga...".
Gua menghela nafas sambil menyunggingkan senyuman tipis kepadanya.
"Yaudah ayo...", jawab gua.
Selama perjalanan gua hanya fokus ke jalan tol di depan yang sudah macet, seperti biasa lagi, untuk membunuh sedikit rasa jenuh, gua memutar musik pada audio mobil ini.
"Mas.. Kamu mau makan dulu gak ?", tanya Giovanna sambil menengok kepada gua.
"Enggak kayaknya Ann, aku masih kenyang sih...", jawab gua sambil tersenyum.
"Oh...", Giovanna kembali menatap kedepan dengan wajah yang sendu.
Entah kenapa bisa-bisanya ini jalan tol macetnya terlalu panjang, gua tau ini malam minggu, dan memang sudah menjadi kebiasaan warga Jakarta setiap malam minggu berimigrasi secara temporary ke kota gua, tapi kok malam ini terasa lebih membludak kendaraan plat B nya, padahal tidak ada acara libur panjang atau event yang spesial hari ini.
"Mas..".
"Ya ?".
"Kamu marah sama aku ya ?".
Gua tau lambat laun kami pasti berada di situasi seperti ini. Dan dia pasti akan membahas masalah minggu lalu.
"Ehm... Enggak sih, udah lupain aja ya Ann.. Gak usah dibahas, anggap aja saat itu kamu khilaf...".
"Tapi aku sadar kok waktu malam itu...".
Ya ampun Giovanna, kamu tuh polos banget sih... Bukan itu maksud aku.
Gua menggelengkan kepala lalu menengok kepadanya. Gua tatap matanya lekat-lekat.
"Mmm.. Mas, kenapa ?", dia menunduk dengan pipinya yang sudah merona.
"Kamu sebenarnya tau gak sih status aku Ann ?", tanya gua dingin.
Giovanna kembali mengangkat wajahnya lalu mengangguk cepat. "Aku gak masalahin status kamu yang duda Mas... Aku say..".
"Ann..", gua memotong ucapannya. "Aku bukan lagi duda, Ryo gak cerita sama sekali ke kamu ?", lanjut gua.
"Cerita soal masa lalu kamu... Istri kamu meninggal...".
"Stop... Bukan itu, tapi posisi sekarang...".
"Aku cuma tau itu Mas, maaf...", jawabnya kembali menunduk.
"Ann.. Aku udah menikah lagi, aku udah punya istri... Aku udah punya keluarga baru Ann...".
Gua tidak berfikir bahwa setelah penjelasan gua itu dia akan menitikan airmata. Diluar perkiraan gua.
"Aku.. Aku...", suaranya mulai bergetar dengan air yang sudah berada diujung pelupuk matanya. "Aku berani sumpah, kalo aku enggak tau sama sekali soal itu Mas...", pecah sudah tangisnya.
Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis, suara tangisnya itu sampai membuat tubuhnya bergetar. Dan gua hanya bisa terdiam melihatnya. Apa yang gua pilih adalah hal yang benar. Gua tidak akan memeluknya, bahkan hanya sekedar memegang bahunya pun tidak akan gua lakukan.
Mobil akhirnya berhasil keluar tol setelah mengantri cukup panjang dalam kemacetan. Gua arahkan mobil ke rumahnya. Selama perjalanan Giovanna hanya terdiam dengan wajah yang ia palingkan ke jendela mobil disampingnya. Gua pun sama sekali tidak mengajaknya berbicara.
Pukul setengah sembilan malam kami berdua sampai di depan rumahnya. Gua tidak mematikan mesin mobil, gua hanya menetralkan persneling dan menarik handbreak.
"Maaf untuk minggu lalu... Lupain kejadian itu ya Ann..", lucu sebenarnya, bukan gua yang memulai kejadian tersebut, tapi mungkin mengalah untuk meminta maaf tidak ada salahnya juga kepada gadis yang baru saja menginjak masa remajanya itu.
"Aku minta maaf, aku yang salah...", suaranya berat dan parau.
"Yaudah, yang penting kamu sekarang udah tau kan status aku... Dan setelah semua ini, aku harap kamu masih seperti biasa, bekerja seperti biasa.. Okey ?", kali ini gua memegang bahu kirinya dan tersenyum kepadanya.
Giovanna menengok ke kanan, kepada gua yang masih tersenyum, wajahnya terlihat sedih, kemudian dia membuka seatbelt yang melingkar didepan tubuhnya itu. Dan apa yang ia lakukan, sekali lagi, diluar perkiraan otak ini. Tubuhnya maju dengan cepat dan menubruk gua yang masih terkejut.
Sekali lagi dan lagi... Kedua tangan ini seolah-olah tidak mampu menahan tubuhnya. Dan sebuah ciuman yang... Ah fakdatmoment! She's kissing me like a crazy...
"Aku jatuh cinta sama kamu, Mas...", ucapnya penuh penekanan.
*
*
*
"“I know that you very nice..never ever tell me lies..
Sorry honey my heart is not for you..
Sorry baby this love is not for you..
It’s over now..”
*
*
"“I know that you very nice..never ever tell me lies..
Sorry honey my heart is not for you..
Sorry baby this love is not for you..
It’s over now..”
Mocca - It's Over Now
Diubah oleh glitch.7 10-07-2017 17:14
oktavp dan 4 lainnya memberi reputasi
5



