- Beranda
- Stories from the Heart
Buku Harian Seorang Indigo
...
TS
monikahastono
Buku Harian Seorang Indigo

WELCOME TO MY THREAD
Haloo, sebelumnya ane buat thread di The Lounge.. tapi sehubungan dengan banyaknya cerita yang akan ane post, ane jadi pindahin semuanya ke sfth

Tadinya mau pake ID klonengan tapi waktu mau bikin ga bisa-bisa. Woyes pake id yg sudah ada aja.
Ane mau cerita pengalaman ane sebagai seorang yang bisa melihat dan merasakan hal yang tidak semua orang bisa merasakan. Di thread ini ane tuangin semua pengalaman ane. Tidak ada cerita klimaks ataupun anti klimaks karena murni pengalaman ane. Jadi, tiap hari pasti ada aja ceritanya. Tapi ane tuangin yang bener-bener berkesan buat ane.
Well, awalnya ane ragu mau share ini. Karena suatu hari ane pernah minta saran sm kakek ane yang bisa punya hal yang kaya gini juga dan beliau juga bisa mengartikan mimpi.
Kakek ane bilang, jangan sampai orang lain tahu kelebihan kamu ini. Akan memungkinkan bahaya.
Bukannya ane mau melanggar pesan kakek ane, tapi... Ane kadang mau mengungkap semua apa yang ane rasain selama hidup 23 tahun ini.
Spoiler for "YOU DIDN'T SEE WHAT I SAW":
Terima kasih atas kesetiaannya pantengin thread ane hehe. Rate, cendol, share and bookmark please! 

RUMAH HANTU
Spoiler for Rumah Hantu:
IBU
Spoiler for Ibuku:

Diubah oleh monikahastono 12-04-2019 17:21
Menthog dan 24 lainnya memberi reputasi
25
227.7K
668
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
monikahastono
#508
Persaingan I
Persaingan,
Mungkin itu bisa dikatakan lumrah bagi setiap pedagang atau penjual jasa. Persaingan yang sehat bisa meningkatkan kreatifitas si pedagang, juga bisa meningkatkan semangat juang si penjaja jasa.
Indonesia lahir dari banyak suku, agama dan ras. Sebelum adanya ajaran agama yang masuk ke Indonesia, sudah lebih dulu mencintai Tuhan lewat titah titah Raja yang setia menjaga leluhur. Mengetahui bahwa seyogyanya bumi di pijak selalu dijaga. Mengetahui bahwa sesama manusia dan makhluk harus menjaga satu sama lain. Mengetahui bahwa jika kau tidak mau disakiti, maka jangan menyakiti. Nilai luhur yang sudah mendarah daging dan mengakar di pikiran manusia Indonesia.
Tapi terkadang nafsu, keserakahan, ketamakan. Seakan-akan menutup cahaya terang di hati insan manusia. Banyak cara dan banyak hal dilakukan untuk memenuhi hati yang termakan ketamakan jiwa. Seakan takut akan terpuruk, takut akan kemiskinan dan cemoohan manusia lainnya.
Pertanyaan yang sangaaattt dan sangat membosankan. “Mon, kalo tempat makan yang dipakein penglaris itu beneran ada ga sih ?”. “Mon, restoran sana katanya enak tapi pas di bawa pulang jadi ngga enak. Kalo makan disana enak”
Yaaaa iya lahh udah ngga enak, wong udah dingin tuh nasi -____-.
Banyak banget yang tanya, aku seakan penasaran ingin mendatangi tempat yang ‘katanya’ ada hal-hal diluar nalar.
Soto gelap, mungkin ada yang tahu tentang rumor ini. Di salah satu gerobak soto yang ada saat malam hari dengan penerangan yang sangat minim. Hanya dengan lampu petromak ala-ala abang nasgor dorong keliling komplek. Memang, penerangan yang minim dikarenakan trotoar yang panjang dan pedagang yang tidak terlalu banyak, mungkin membutuhkan kabel yang panjang untuk menarik listrik. Dari pada repot dan memakan biaya, mending pakai lampu ala kadarnya saja.
Saat dibawa kesana, awalnya aku biasa saja karena tidak mau suudzon dengan tempat tersebut. Kasihan, orang mengadu nasib untuk berjualan. Ada anak istri yang harus dihidupi, masa kita bergosip tentang dagangan dia. Kalau karena rumor tersebut dia dan anak istrinya tidak bisa makan, dosa apa yang kita tanggung ?
Temanku memarkir motornya dengan sedikit kesusahan karena tidak ada penerangan yang mumpuni. Sambil dengan bersungut-sungut, aku meraih bangku. Ya, hanya tersedia bangku dan telapak tangan sebagai meja dadakan.
Sejenak perasaanku tidak enak. Tapi aku tepis karena tdk mau suudzon. Selang beberapa menit, tidak sampai 5 menit aku sudah mendapatkan soto yang legendaris dengan ceritanya tersebut. Padahal disitu aku lihat sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk diantar sotonya. Aku fokuskan diri ini melihat soto di mangkok. Seperti apa sih rupa soto ini, apa saja isinya. Karena gelap, aku takut nanti malah bakso yang aku makan.
Menunduk ke arah soto, memperhatikan soto dan aku aduk-aduk untuk melihat isinya. Ada kol, bihun, ayam suwir, kerupuk pink khas kerupuk pasir.
Saat menengadah kedepan,
Ku lihat orang-orang yang makan soto seperti pucat pasi. Memegang mangkok soto dengan kaku. Menyendokkan ke mulutnya juga dengan gerakan berulang namum lambat. Di sekelilingku ramai makhluk yang sama. Memegang mangkok, dengan gerakan statis dan tatapan kosong. Aku melihat ke arah pedagang soto tersebut. Manusia, bukan makhluk lain. Tapi yang aku lihat, dia sedang berbicara dengan seseorang, menoleh ke kanan sambil menyendok dengan centong besar kedalam panci besar.
“Berapa mas ? Dua ? Ngga pake seledri ya ?” Dengan jelas ku lihat pedagang itu melayani dengan biasa saja sedangkan sekelilingku seperti hawa tidak enak dan sebentar-sebentar ada kabut yang menyelimuti daerah antara aku makan dengan gerobak tempat soto tersebut.
“Dua mas, makan sini. Satunya dibungkus.” Aku mendengar suara itu, tapi tidak ada manusia disana yang berkata demikian. Si pedagangpun menoleh seakan-akan berbicara dengan lawan bicara, tapi ku lihat tidak ada orang. Hanya aku dan kumpulan boneka-boneka berwujud manusia ini saja.
Sadar tidak ada yang beres aku memejamkan mata. Dan membuka mata kembali.
Seketika aku di depan pandanganku, si pedagang sedang berbicara dengan pria sungguhan bersama wanita setengah baya. Posisi di pinggir Jalan, entah mengapa saat ada boneka manusia tersebut tidak ada suara bising kendaraan. Saat aku membuka mata, suara knalpot motor racing RX King membuyarkan otakku yang berpikir, ‘tadi apa yaa’. Pria dan wanita setengah baya itu sibuk mencari bangku di sampingku. Oohh ini sudah balik lagi, batinku.
Teringat akan sosok manusia boneka yang memakan soto dengan gerakan berulang-ulang, aku ingat dimana sosok itu duduk. Saat aku menoleh ke arah dia duduk, terlihat wajah yang sama seperti yang aku lihat diantara kabut tersebut.
Sontak aku tarik temanku untuk menyudahi makan malam kami. “Cabut yuk Jo!! Kira makan McD aja.”
Sambil tergopoh-gopoh memegangi mangkok, Jo mengikuti tarikan tanganku.
Selesai membayar, aku langsung tancap gas.
Dari kejauhan aku lihat diatas gerobak pedagang tsb terlihat seperti buto ijo yang duduk dengan menutupi semua atap gerobak. Bahkan lalat mau singgahpun, sudah tidak ada tempat di atas gerobak tersebut.
Mungkin itu bisa dikatakan lumrah bagi setiap pedagang atau penjual jasa. Persaingan yang sehat bisa meningkatkan kreatifitas si pedagang, juga bisa meningkatkan semangat juang si penjaja jasa.
Indonesia lahir dari banyak suku, agama dan ras. Sebelum adanya ajaran agama yang masuk ke Indonesia, sudah lebih dulu mencintai Tuhan lewat titah titah Raja yang setia menjaga leluhur. Mengetahui bahwa seyogyanya bumi di pijak selalu dijaga. Mengetahui bahwa sesama manusia dan makhluk harus menjaga satu sama lain. Mengetahui bahwa jika kau tidak mau disakiti, maka jangan menyakiti. Nilai luhur yang sudah mendarah daging dan mengakar di pikiran manusia Indonesia.
Tapi terkadang nafsu, keserakahan, ketamakan. Seakan-akan menutup cahaya terang di hati insan manusia. Banyak cara dan banyak hal dilakukan untuk memenuhi hati yang termakan ketamakan jiwa. Seakan takut akan terpuruk, takut akan kemiskinan dan cemoohan manusia lainnya.
Pertanyaan yang sangaaattt dan sangat membosankan. “Mon, kalo tempat makan yang dipakein penglaris itu beneran ada ga sih ?”. “Mon, restoran sana katanya enak tapi pas di bawa pulang jadi ngga enak. Kalo makan disana enak”
Yaaaa iya lahh udah ngga enak, wong udah dingin tuh nasi -____-.
Banyak banget yang tanya, aku seakan penasaran ingin mendatangi tempat yang ‘katanya’ ada hal-hal diluar nalar.
Soto gelap, mungkin ada yang tahu tentang rumor ini. Di salah satu gerobak soto yang ada saat malam hari dengan penerangan yang sangat minim. Hanya dengan lampu petromak ala-ala abang nasgor dorong keliling komplek. Memang, penerangan yang minim dikarenakan trotoar yang panjang dan pedagang yang tidak terlalu banyak, mungkin membutuhkan kabel yang panjang untuk menarik listrik. Dari pada repot dan memakan biaya, mending pakai lampu ala kadarnya saja.
Saat dibawa kesana, awalnya aku biasa saja karena tidak mau suudzon dengan tempat tersebut. Kasihan, orang mengadu nasib untuk berjualan. Ada anak istri yang harus dihidupi, masa kita bergosip tentang dagangan dia. Kalau karena rumor tersebut dia dan anak istrinya tidak bisa makan, dosa apa yang kita tanggung ?
Temanku memarkir motornya dengan sedikit kesusahan karena tidak ada penerangan yang mumpuni. Sambil dengan bersungut-sungut, aku meraih bangku. Ya, hanya tersedia bangku dan telapak tangan sebagai meja dadakan.
Sejenak perasaanku tidak enak. Tapi aku tepis karena tdk mau suudzon. Selang beberapa menit, tidak sampai 5 menit aku sudah mendapatkan soto yang legendaris dengan ceritanya tersebut. Padahal disitu aku lihat sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk diantar sotonya. Aku fokuskan diri ini melihat soto di mangkok. Seperti apa sih rupa soto ini, apa saja isinya. Karena gelap, aku takut nanti malah bakso yang aku makan.
Menunduk ke arah soto, memperhatikan soto dan aku aduk-aduk untuk melihat isinya. Ada kol, bihun, ayam suwir, kerupuk pink khas kerupuk pasir.
Saat menengadah kedepan,
Ku lihat orang-orang yang makan soto seperti pucat pasi. Memegang mangkok soto dengan kaku. Menyendokkan ke mulutnya juga dengan gerakan berulang namum lambat. Di sekelilingku ramai makhluk yang sama. Memegang mangkok, dengan gerakan statis dan tatapan kosong. Aku melihat ke arah pedagang soto tersebut. Manusia, bukan makhluk lain. Tapi yang aku lihat, dia sedang berbicara dengan seseorang, menoleh ke kanan sambil menyendok dengan centong besar kedalam panci besar.
“Berapa mas ? Dua ? Ngga pake seledri ya ?” Dengan jelas ku lihat pedagang itu melayani dengan biasa saja sedangkan sekelilingku seperti hawa tidak enak dan sebentar-sebentar ada kabut yang menyelimuti daerah antara aku makan dengan gerobak tempat soto tersebut.
“Dua mas, makan sini. Satunya dibungkus.” Aku mendengar suara itu, tapi tidak ada manusia disana yang berkata demikian. Si pedagangpun menoleh seakan-akan berbicara dengan lawan bicara, tapi ku lihat tidak ada orang. Hanya aku dan kumpulan boneka-boneka berwujud manusia ini saja.
Sadar tidak ada yang beres aku memejamkan mata. Dan membuka mata kembali.
Seketika aku di depan pandanganku, si pedagang sedang berbicara dengan pria sungguhan bersama wanita setengah baya. Posisi di pinggir Jalan, entah mengapa saat ada boneka manusia tersebut tidak ada suara bising kendaraan. Saat aku membuka mata, suara knalpot motor racing RX King membuyarkan otakku yang berpikir, ‘tadi apa yaa’. Pria dan wanita setengah baya itu sibuk mencari bangku di sampingku. Oohh ini sudah balik lagi, batinku.
Teringat akan sosok manusia boneka yang memakan soto dengan gerakan berulang-ulang, aku ingat dimana sosok itu duduk. Saat aku menoleh ke arah dia duduk, terlihat wajah yang sama seperti yang aku lihat diantara kabut tersebut.
Sontak aku tarik temanku untuk menyudahi makan malam kami. “Cabut yuk Jo!! Kira makan McD aja.”
Sambil tergopoh-gopoh memegangi mangkok, Jo mengikuti tarikan tanganku.
Selesai membayar, aku langsung tancap gas.
Dari kejauhan aku lihat diatas gerobak pedagang tsb terlihat seperti buto ijo yang duduk dengan menutupi semua atap gerobak. Bahkan lalat mau singgahpun, sudah tidak ada tempat di atas gerobak tersebut.
Diubah oleh monikahastono 07-03-2017 08:27
johny251976 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup
