Quote:
Apa hal terbodoh yang pernah gw lakukan di dunia ini? Merasa bisa, bukan bisa merasa. Tuhan memang ada di dekat gw. Tuhan memang menunjukkan jalan pada gw. Tapi gw, manusia bodoh kadang merasa lebih tau dari Tuhan. Gw abai pada tanda-tanda semesta dan gw nyaman dengan langkah yang gw ambil. Padahal, di depan sana ada jurang yang akan membawa gw ke titik nadir. Titik yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya.
Inilah kisah gw. Yang merasa sudah menghitung dengan cermat semua langkah, hingga gw yakin akan tersusun kisah yang indah. Tapi gw lupa satu hal. Gw lupa, Tuhan punya aturan yang tegas dan adil. Aturan yang seenaknya gw tabrak dan langgar. Hingga gw pun merasakan apa itu keadilan Tuhan. Sekali lagi, gw ga pernah membenci takdir, ketetapan atau apa yang Tuhan mau. Gw hanya benci pada nalar dan jiwa gw yang kadang dengan angkuh menerobos gelap untuk menantang apa yang Tuhan gariskan.
Inilah kisah gw. Yang merasa sudah menghitung dengan cermat semua langkah, hingga gw yakin akan tersusun kisah yang indah. Tapi gw lupa satu hal. Gw lupa, Tuhan punya aturan yang tegas dan adil. Aturan yang seenaknya gw tabrak dan langgar. Hingga gw pun merasakan apa itu keadilan Tuhan. Sekali lagi, gw ga pernah membenci takdir, ketetapan atau apa yang Tuhan mau. Gw hanya benci pada nalar dan jiwa gw yang kadang dengan angkuh menerobos gelap untuk menantang apa yang Tuhan gariskan.
Pergaulan gw dengan orang-orang dari dunia bawah, membuat gw sadar bahwa yang kayak ginimemang beneran ada. Dulu, gw anggap cerita soal mafia dan kawan-kawannya, adalah fiksi. Hanya ada di tv dan layar lebar bioskop. Gw sudah masuk bahkan ikut membuat kesepakatan dengan salah satu dari mereka. Bukan main-main, yang gw ajak berinteraksi adalah Mr. X. Orang yang konon katanya tega dan sanggup melakukan apapun agar tujuan yang dia mau tercapai.
Untungnya nasib yang Tuhan tulis untuk gw bagus. Gw bisa "menang" melawan dia. Konsekuensinya, gw bebas dari tekanan yang dia berikan. Itu sementara. Yah, entah kenapa insting gw mengatakan ini hanya sementara. Bukan selamanya. Artinya apa? Dia bisa kembali kapan saja. Mungkin dengan masalah baru. Membuat dia kalah, mempermalukan dia di depan banyak orang bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Meski gw sama sekali tidak menyesal pernah melakukan itu. Ya sudah, mari kita lihat apa yang dia bisa lakukan kepada gw di masa depan.
Meski keuangan gw masih senin-jumat, karena senin-kamis itu terlalu mainstream, gw bertekad untuk memenuhinya. Setelah meminta pertimbangan dengan Mba Fara face to face, plus dengan Aldo via telepon. Gw putuskan untuk ambil sebuah SUV keluaran jepun dengan warna putih. Kenapa putih? Karena gw tau, Lina sangat suka dengan warna ini. Sebelum dia dibuang ke Singapura, dia kemana-mana bawa mobil berwarna hitam. Alasannya, ya karena pemberian Papanya. Kalau boleh milih, pasti dia akan pilih warna putih.
Percakapan siang yang harus gw akhiri karena ada panggilan yang masuk ke hp gw. Gw angkat BB yang Lina berikan tanpa melihat siapa yang menelpon gw.
Pertanyaan yang sekarang ada di kepala gw adalah, apa tujuan Sari mengajak gw ngopi dan ketemu? Ini yang masih abu-abu. Apakah soal urusan tugas kuliah nya kemarin? Atau ada urusan lain. Ah, semoga saja urusan yang pertama saja. Gw sudah malas berurusan sama yang berbau wanita lain. Cukup dengan Lina dan ga mau ada nama lain. Bagus kan tekad gw? Soal nanti di jalan ada belok-beloknya, anggap saja masih belajar menjadi manusia hehehe..
Jam 14.00 alias jam 2 siang, gw tinggalkan kantor. Eka masih di sana. Katanya sih, nanggung. Ada berkas yang harus dia periksa. Setelah berpesan agar dia ga balik terlalu sore, gw pun gass ijo menuju kosan. Sales yang katanya akan antarkan unit mobil yang gw pesan memang belum konfirmasi akan mengantar jam berapa. Tapi buat jaga-jaga, mendingn gw di kosan saja. Sekalian belajar untuk setia. Eh ga juga sih. Justru di kosan itu godaan nya lumayan gede. Misalnya, Astrid. Hadeh.
Naluri intelijen rendahan yang gw punya memaksa gw untuk mengikuti mereka. Mereka sepertinya kurang awas kalau ada yang mengikuti. Suasana jalan dan arus lalu lintas juga padat sih. Plus kesongongan karena jumlah mereka banyak, makin cocok lah jika mereka abai dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.
Dari Jalan Veteran, si manusia setan belok kiri ke arah Pahlawan. Dan sebelum sampai Simpang Lima, mereka putar balik lewat sebelah Ramayana. Fix, ini pasti akan mengarah ke kampus Pleburan. Dari jarak aman, gw terus ikuti mereka yang seperti dugaan gw berbelok ke Jalan Imam Barjo. Ini akses ke Kampus bawah. Mereka lurus dan masuk ke parkiran FISIP. Yah, mereka memarkirkan kendaraan mereka di sana.
Jumlah mereka 12 orang (6 motor). Entah dari mana datangnya, tau-tau kelompok Panjul CS sudah baku hantam dengan sekelompok orang yang gw tau persis anak elemende! Setan! Jadi Panjul berurusan sama teman gw? Tanpa menunggu, gw parkir ijo dan segera bergabung pesta!
Karena jumlah yang bertempur seimbang. Maka gw dengan leluasa ambil si Panjul. Tanpa basa-basi gw seret dan hantam mukanya. Itu cukup untuk membuat teman-temannya kaget. Gw paham, di sana Panjul itu boss. Namanya boss, tentu harus dilindungi. Maka, beberapa orang teman nya pun berusaha untuk serang gw. Di sinilah ajaibnya! Tau gw ikut terlibat, Panjul mencoba untuk menghentikan pertempuran dan minta buahnya mundur.
Agak sia-sia. Lha wong emosi lagi memuncak dan lagi nikmat-nikmatnya baku hantam kok mau di stop gitu aja. Prak!! Prak!! Prakkk!! Beberapa bogem mentah pun sempat gw daratkan ke muka Panjul dan beberapa temannya. Upaya dia menghentikan pertempuran sukses pada akhirnya. Iya, setelah Kang Parkir FISIP ikut turun mendinginkan suasana, alias melerai.
Komando terakhir dari Panjul yang ditaati segenap anak buahnya. Yap, mereka pergi mengambil motor yang sebenarnya ga terlalu jauh dari arena perang barusan. Haris dan kawan-kawan, lebih bisa nahan emosi. Dari sini ketahuan kan siapa penjahatnya? Yap, hipotesa gw di atas terkonfirmasi kebenarannya. Jika ada yang berkelahi melibatkan Panjul, maka belalah lawannya. Pasti lu ada di posisi yang benar.
Pulang dengan hati yang masih jengkel. Orang seperti Panjul itu sebenarnya disusun dari apa? Kok hobi sekali mencari gara-gara. Gw yakin anak-anak elemende bukan pencari gara-gara. Apalagi di kampus. Paling yang mereka lakukan adalah berdiskusi, merancang aksi dan paling berisik nyanyi-nyanyi. Apakah Panjul ga punya nurani, hingga yang kayak gini pun bisa menumbuhkan emosi dalam diri?
Hanya dia dan Tuhan yang tau. Mungkin benar kata Haris. Panjul sakit hati karena babe nya selalu di demo belakangan ini. Tapi itu bukan alasan untuk dia seenak jidat menyerang orang. Kalau dia anak kuliahan, kaum intelektual, harusnya melawan opini dengan opini juga. Jika dia sudah menggunakan cara barbar, maka terimalah jika ada yang menghadapinya dengan cara yang sama.
Tinggalkan Panjul. Hanya lima menit dari jabat tangan gw dengan Haris, gw sudah sampai kosan. Bersih diri, membuat kopi dan menyalakan musik adalah hal yang gw lakukan. Kosan sepi, jam segini nyaris ga ada orang ada di kosan ini. Baru beberapa seruput kopi pahit dan hisapan racikan tembakau, ada panggilan masuk ke BB gw.
Sambil menunggu pesanan gw datang. Berasa pesan pizza aja hehehe.. Gw sempat menghubungi beberapa calon kastamer yang gw anggap potensial. Yap, yang namanya cuti, libur atau santai itu ga ada. Pengusaha itu ga kenal libur. Tiap hari, bahkan tiap waktu adalah eksekusi! Yap, peluang ga akan datang. Yang ada peluang itu diciptakan. Itu pun ga semua akan menjadi goal atau sesuatu yang kita inginkan. Jika kita malas membuat peluang, atau katakanlah jarang membuat peluang, lalu kapan kita akan mencetak goal?
Mobil pesanan gw sudah datang. Satu tugas dan janji ke Lina sudah bisa gw tunaikan. Sekarang tinggal melaksanakan tugas-tugas selanjutnya. Fokus, dan benar apa kata Arief. Jangan pernah mengatur atau mikir apa yang dalang mau. Meski kita "bukan wayang" paling tidak kita harus berusaha untuk dilirik Tuhan agar segera menjadi wayang. Bingung? Sama. Karena konsep ini memang membingungkan.
Gw bereskan beberapa urusan admonistratif dan surat menyurat dengan sales. Selesai, mulailah gw melihat dan mengeksplorasi mobil ini. Pertama, buka seluruh plastik yang membungkus jok. Gw buang semuanya. Kalau bisa jangan sampai orang tau kalau ini mobil baru. Ga mungkin sih, karena dari plat nomor saja ketahuan. Gw cek mesin, dan harus gw akui ini ga akan segarang american muscle. Gapapa lah, tetap gw senang karena inilah mobil pertama yang gw beli dengan keringat dan kerja keras gw sendiri.
Kesibukan gw dengan mobil baru terpaksa gw hentikan saat sebuah suara knalpot racing 2-tak terdengar. Di jok belakang ada Cathrine, dan gw tau persis siapa yang ada di depan. Meskipun beliau menutup dengan helm full face, tapi gw sangat kenal dengan beliau. Yah, Om Lee. Beliau datang, dan gw belum tau akan ada apa di depan sana...
Sumber Media : Sini
Untungnya nasib yang Tuhan tulis untuk gw bagus. Gw bisa "menang" melawan dia. Konsekuensinya, gw bebas dari tekanan yang dia berikan. Itu sementara. Yah, entah kenapa insting gw mengatakan ini hanya sementara. Bukan selamanya. Artinya apa? Dia bisa kembali kapan saja. Mungkin dengan masalah baru. Membuat dia kalah, mempermalukan dia di depan banyak orang bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Meski gw sama sekali tidak menyesal pernah melakukan itu. Ya sudah, mari kita lihat apa yang dia bisa lakukan kepada gw di masa depan.
Quote:
Gw pernah janji kepada Lina. Kelak jika dia pulang ke Semarang bersama anak gw, maka gw akan menjemput dia dengan mobil. Sudah wajar sih kalau menurut gw. Anak seusia Justi, jelas kurang bagus jika harus kemana-mana naik motor. Angin, debu dan panas matahari bukanlah sesuatu yang ramah untuk bayi.
Meski keuangan gw masih senin-jumat, karena senin-kamis itu terlalu mainstream, gw bertekad untuk memenuhinya. Setelah meminta pertimbangan dengan Mba Fara face to face, plus dengan Aldo via telepon. Gw putuskan untuk ambil sebuah SUV keluaran jepun dengan warna putih. Kenapa putih? Karena gw tau, Lina sangat suka dengan warna ini. Sebelum dia dibuang ke Singapura, dia kemana-mana bawa mobil berwarna hitam. Alasannya, ya karena pemberian Papanya. Kalau boleh milih, pasti dia akan pilih warna putih.
Quote:
"Mobil yang lu pesan datang hari ini Ndo?" Tanya Eka, saat kita selesai makan siang bareng di kantor.
"Yap, makanya itu gw nanti izin balik agak awal Ka. Kalau lu ada acara, sekalian tutup gapapa Ka." Jawab gw.
"Gampang lah Ndo. Lagian, kita emang ga ada janji atau agenda dengan orang sih siang-sore ini." Ujarnya.
"Yeah." Balas gw.
"Btw, tumben lu mau kredit barang yang penyusutan nya gede Ndo? Selama ini, buat modal aja lu malas ngutang. Hehehe.." Tanya Eka.
"Semua karena anak gw Ka. Juga janji gw ke Lina. Jika dia balik, gw udah punya mobil yang akan jemput dia dan antar dedek buat kemana saja." Jelas gw.
"So sweet. Beneran manis banget cara lu membuat calon istri lu senang Ndo."
"Huh.. Lu ga tau rasanya jadi gw Ka. Selama dia hamil gw jauh sama sia. Dan sekarang, pintu untuk dekat terbuka lebar. Lalu apa alasan gw untuk ga bahagiakan dia?" Tanya gw balik.
"Yah, suka ga suka. Diakui atau ga. Kebahagiaan itu emang salah satunya bersumber dari materi Ndo." Mantab Eka berkata.
"Makanya gw ga pernah menyalahkan jika ada cewe matre. Gw kira semua manusia itu matre." Sambar gw.
"Ahahaha.. Gw pikir, pembenci sesuatu yang matre itu orang yang malas Ndo. Malas untuk bersaing dapat yang sama atau lebih dari kompetitornya. Hehehe." Mantab kali jawaban Eka.
"Hahahaha.. Gw suka argumen lu Ka."
"Yap, makanya itu gw nanti izin balik agak awal Ka. Kalau lu ada acara, sekalian tutup gapapa Ka." Jawab gw.
"Gampang lah Ndo. Lagian, kita emang ga ada janji atau agenda dengan orang sih siang-sore ini." Ujarnya.
"Yeah." Balas gw.
"Btw, tumben lu mau kredit barang yang penyusutan nya gede Ndo? Selama ini, buat modal aja lu malas ngutang. Hehehe.." Tanya Eka.
"Semua karena anak gw Ka. Juga janji gw ke Lina. Jika dia balik, gw udah punya mobil yang akan jemput dia dan antar dedek buat kemana saja." Jelas gw.
"So sweet. Beneran manis banget cara lu membuat calon istri lu senang Ndo."
"Huh.. Lu ga tau rasanya jadi gw Ka. Selama dia hamil gw jauh sama sia. Dan sekarang, pintu untuk dekat terbuka lebar. Lalu apa alasan gw untuk ga bahagiakan dia?" Tanya gw balik.
"Yah, suka ga suka. Diakui atau ga. Kebahagiaan itu emang salah satunya bersumber dari materi Ndo." Mantab Eka berkata.
"Makanya gw ga pernah menyalahkan jika ada cewe matre. Gw kira semua manusia itu matre." Sambar gw.
"Ahahaha.. Gw pikir, pembenci sesuatu yang matre itu orang yang malas Ndo. Malas untuk bersaing dapat yang sama atau lebih dari kompetitornya. Hehehe." Mantab kali jawaban Eka.
"Hahahaha.. Gw suka argumen lu Ka."
Percakapan siang yang harus gw akhiri karena ada panggilan yang masuk ke hp gw. Gw angkat BB yang Lina berikan tanpa melihat siapa yang menelpon gw.
Quote:
: "Hallo mas Ndo." Gw kenal itu suara siapa. Sari si anak komunikasi.
: "Hallo Sar. Gimana? Ada yang bisa dibantu?" Sok formal lah. Ada Eka di depan gw.
: "Ada mas. Tapi ga bisa lewat telepon. Ngopi yuk mas? Kapan sela nih?" Ajakan yang susah untuk ditolak.
: "OK lah. Nanti BBM aja ya waktu dan tempatnya." Gw ingin segera akhiri panggilan ini.
: "Siap mas Ndo. Kayaknya lagi sibuk nih, hehehe.." Dia tertawa kecil dan renyah.
: "Ah biasa aja Sar." Jawab gw sekenanya.
: "OK deh mas. Nanti aku kabari lagi ya."
: "Siap, ditunggu Sar." Akhirnya.
"Kastamer baru Ndo? Atau masih masuk kategori calon diprospek?" Legaaa. Dia mikirnya Sari adalah calon kastamer.
"Calon prospek Ka. Semoga goal deh ya. Makin cepat habis, makin bagus kan?"
"Yup. Ngajakin ketemu gitu?" Tanya Eka.
"Ngopi lebih tepatnya Ka. Tapi belum tau kapan. Dia nampaknya juga sibuk sih ya. Jadi nanti kalau sela baru dia akan BBM gw." Jelas gw.
"Sipp Ndo, moga beneran nembus deh."
"Amin."
: "Hallo Sar. Gimana? Ada yang bisa dibantu?" Sok formal lah. Ada Eka di depan gw.
: "Ada mas. Tapi ga bisa lewat telepon. Ngopi yuk mas? Kapan sela nih?" Ajakan yang susah untuk ditolak.
: "OK lah. Nanti BBM aja ya waktu dan tempatnya." Gw ingin segera akhiri panggilan ini.
: "Siap mas Ndo. Kayaknya lagi sibuk nih, hehehe.." Dia tertawa kecil dan renyah.
: "Ah biasa aja Sar." Jawab gw sekenanya.
: "OK deh mas. Nanti aku kabari lagi ya."
: "Siap, ditunggu Sar." Akhirnya.
Quote:
Fyuh lega. Dan lebih lega lagi melihat ekspresi Eka yang sepertinya ga curiga jika yang menelepon gw tadi seorang cewe dan usianya sebaya dengan kita. Tunggu! Eka kan pemain theater. Jangan-jangan dia sedang bermain dengan ekspresinya. Alias menyembunyikan ekspresi yang sebenarnya.
"Kastamer baru Ndo? Atau masih masuk kategori calon diprospek?" Legaaa. Dia mikirnya Sari adalah calon kastamer.
"Calon prospek Ka. Semoga goal deh ya. Makin cepat habis, makin bagus kan?"
"Yup. Ngajakin ketemu gitu?" Tanya Eka.
"Ngopi lebih tepatnya Ka. Tapi belum tau kapan. Dia nampaknya juga sibuk sih ya. Jadi nanti kalau sela baru dia akan BBM gw." Jelas gw.
"Sipp Ndo, moga beneran nembus deh."
"Amin."
Pertanyaan yang sekarang ada di kepala gw adalah, apa tujuan Sari mengajak gw ngopi dan ketemu? Ini yang masih abu-abu. Apakah soal urusan tugas kuliah nya kemarin? Atau ada urusan lain. Ah, semoga saja urusan yang pertama saja. Gw sudah malas berurusan sama yang berbau wanita lain. Cukup dengan Lina dan ga mau ada nama lain. Bagus kan tekad gw? Soal nanti di jalan ada belok-beloknya, anggap saja masih belajar menjadi manusia hehehe..
Jam 14.00 alias jam 2 siang, gw tinggalkan kantor. Eka masih di sana. Katanya sih, nanggung. Ada berkas yang harus dia periksa. Setelah berpesan agar dia ga balik terlalu sore, gw pun gass ijo menuju kosan. Sales yang katanya akan antarkan unit mobil yang gw pesan memang belum konfirmasi akan mengantar jam berapa. Tapi buat jaga-jaga, mendingn gw di kosan saja. Sekalian belajar untuk setia. Eh ga juga sih. Justru di kosan itu godaan nya lumayan gede. Misalnya, Astrid. Hadeh.
Quote:
"Belum juga sampai kosan, baru sampai di veteran alias samping Polda gw lihat si manusia kardus dan teman-temannya. Siapa lagi kalau bukan Panjul. Kalau dari penampakannya, nih anak kayaknya akan berbuat sesuatu di kampus bawah."
Naluri intelijen rendahan yang gw punya memaksa gw untuk mengikuti mereka. Mereka sepertinya kurang awas kalau ada yang mengikuti. Suasana jalan dan arus lalu lintas juga padat sih. Plus kesongongan karena jumlah mereka banyak, makin cocok lah jika mereka abai dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.
Dari Jalan Veteran, si manusia setan belok kiri ke arah Pahlawan. Dan sebelum sampai Simpang Lima, mereka putar balik lewat sebelah Ramayana. Fix, ini pasti akan mengarah ke kampus Pleburan. Dari jarak aman, gw terus ikuti mereka yang seperti dugaan gw berbelok ke Jalan Imam Barjo. Ini akses ke Kampus bawah. Mereka lurus dan masuk ke parkiran FISIP. Yah, mereka memarkirkan kendaraan mereka di sana.
Jumlah mereka 12 orang (6 motor). Entah dari mana datangnya, tau-tau kelompok Panjul CS sudah baku hantam dengan sekelompok orang yang gw tau persis anak elemende! Setan! Jadi Panjul berurusan sama teman gw? Tanpa menunggu, gw parkir ijo dan segera bergabung pesta!
Quote:
Jika musuhnya Panjul, sudah jelas siapa yang salah. Bahkan setan sekalipun, jika sudah berantem sama Panjul, gw akan berada di sisinya setan! Panjul itu sejenis manusia yang mungkin ga pernah berbuat sesuatu yang benar dan membawa manfaat.
Karena jumlah yang bertempur seimbang. Maka gw dengan leluasa ambil si Panjul. Tanpa basa-basi gw seret dan hantam mukanya. Itu cukup untuk membuat teman-temannya kaget. Gw paham, di sana Panjul itu boss. Namanya boss, tentu harus dilindungi. Maka, beberapa orang teman nya pun berusaha untuk serang gw. Di sinilah ajaibnya! Tau gw ikut terlibat, Panjul mencoba untuk menghentikan pertempuran dan minta buahnya mundur.
Agak sia-sia. Lha wong emosi lagi memuncak dan lagi nikmat-nikmatnya baku hantam kok mau di stop gitu aja. Prak!! Prak!! Prakkk!! Beberapa bogem mentah pun sempat gw daratkan ke muka Panjul dan beberapa temannya. Upaya dia menghentikan pertempuran sukses pada akhirnya. Iya, setelah Kang Parkir FISIP ikut turun mendinginkan suasana, alias melerai.
Quote:
"Lu kenapa ikut-ikutan urusan gw sih Ndo?" Gw tau ada emosi di tanya yang Panjul semburkan ke gw.
"Karena yang lu hajar teman gw. Kedua, karena gw paham siapapun lawan lu. Pasti lu biang rusuhnya. Lu ga terima? Maju sini!" Tantang gw.
"Jadi orang jangan songong, asu!" Makian dari teman Panjul yang nyaris bikin gw meledak dan maju lagi untuk menghantam. Untung ada Haris yang menahan gw. Haris ini anak elemende.
"Terserah lu lah Ndo. Karena gw masih menghargai lu, gw anggap ini selesai." Menyerahkah Panjul?
"Lu mau anggap ini bersambung pun akan gw ladeni Su!" Umpat gw.
"Cabut bray!"
"Karena yang lu hajar teman gw. Kedua, karena gw paham siapapun lawan lu. Pasti lu biang rusuhnya. Lu ga terima? Maju sini!" Tantang gw.
"Jadi orang jangan songong, asu!" Makian dari teman Panjul yang nyaris bikin gw meledak dan maju lagi untuk menghantam. Untung ada Haris yang menahan gw. Haris ini anak elemende.
"Terserah lu lah Ndo. Karena gw masih menghargai lu, gw anggap ini selesai." Menyerahkah Panjul?
"Lu mau anggap ini bersambung pun akan gw ladeni Su!" Umpat gw.
"Cabut bray!"
Komando terakhir dari Panjul yang ditaati segenap anak buahnya. Yap, mereka pergi mengambil motor yang sebenarnya ga terlalu jauh dari arena perang barusan. Haris dan kawan-kawan, lebih bisa nahan emosi. Dari sini ketahuan kan siapa penjahatnya? Yap, hipotesa gw di atas terkonfirmasi kebenarannya. Jika ada yang berkelahi melibatkan Panjul, maka belalah lawannya. Pasti lu ada di posisi yang benar.
Quote:
"Makasih kawan. Ternyata lu ga cuma jago membakar dengan tulisan yang provokatif. Rupanya jago berantem juga, hehehe." Kata Haris setelah Panjul cs berlalu.
"Hehehehe.. Kebetulan saja bung. Dan soal skill berkelahi, siapapun yang terdesak pasti akan keluar keberaniannya." Ujar gw merendah.
"Hahaha.. Dari mana tadi kawan? Kok tumben beredar di Kampus?" Tanya Haris kemudian.
"Dari tempat usaha bung. Kebetulan waktu mau balik kosan lihat segerombolan manusia ga guna tadi. Gw sudah mikir, pasti mereka akan buat sesuatu. Gw ikuti, dan ternyata benar." Terang gw, panjang lebar.
"Lu kenal sama mereka kawan?" Kali ini Haris bertanya dengan nada heran.
"Kenal banget. Dan kenapa teman-teman bisa berurusan sama manusia ga guna macam mereka?" Gw pun balik bertanya.
"Panjang bung ceritanya. Intinya, merek selalu ganggu agenda kita jika sedang diskusi di Tembalang. Padahal kita ga pernah ganggu mereka. Kita beberapa kali pindah lokasi untuk mengalah, tapi selalu saja digangu."
"Ya sudah dari pada ribut ga berakhir, akhirnya gw kirim tantangan untuk open fight aja sekalian." Terlihat jelas kegeraman di muka Haris.
"Jika gw bukan teman lu sekali pun bung. Gw pasti akan bela lu. Karena gw tau persis yang bung hadapi adalah trouble maker sejati!" Seru gw.
"Hah?" Gw potong kekagetan Haris.
"Dia anak anggota dHewan, tetangga gw di kampung, dan memang seperti itu kerjaan dia tiap hari. Mengganggu orang." Pungkas gw.
"Apa dia sakit hati karena bapaknya tiap hari kita demo kawan? Hahahaha.." Kali ini Haris bisa tertawa.
"Mungkin. Pokok nya kalau mereka balik lagi, jangan ragu-ragu untuk calling gw bung. Gw balik dulu." Gw ulurkan tangan untuk pamit.
"Itu gampang kawan. Yang penting, lu ada waktu kapan untuk diskusi bareng lagi? Hehehe.." Haris pun menyambut uluran tangan gw.
"Secepatnya Bung hehehe.."
"Hehehehe.. Kebetulan saja bung. Dan soal skill berkelahi, siapapun yang terdesak pasti akan keluar keberaniannya." Ujar gw merendah.
"Hahaha.. Dari mana tadi kawan? Kok tumben beredar di Kampus?" Tanya Haris kemudian.
"Dari tempat usaha bung. Kebetulan waktu mau balik kosan lihat segerombolan manusia ga guna tadi. Gw sudah mikir, pasti mereka akan buat sesuatu. Gw ikuti, dan ternyata benar." Terang gw, panjang lebar.
"Lu kenal sama mereka kawan?" Kali ini Haris bertanya dengan nada heran.
"Kenal banget. Dan kenapa teman-teman bisa berurusan sama manusia ga guna macam mereka?" Gw pun balik bertanya.
"Panjang bung ceritanya. Intinya, merek selalu ganggu agenda kita jika sedang diskusi di Tembalang. Padahal kita ga pernah ganggu mereka. Kita beberapa kali pindah lokasi untuk mengalah, tapi selalu saja digangu."
"Ya sudah dari pada ribut ga berakhir, akhirnya gw kirim tantangan untuk open fight aja sekalian." Terlihat jelas kegeraman di muka Haris.
"Jika gw bukan teman lu sekali pun bung. Gw pasti akan bela lu. Karena gw tau persis yang bung hadapi adalah trouble maker sejati!" Seru gw.
"Hah?" Gw potong kekagetan Haris.
"Dia anak anggota dHewan, tetangga gw di kampung, dan memang seperti itu kerjaan dia tiap hari. Mengganggu orang." Pungkas gw.
"Apa dia sakit hati karena bapaknya tiap hari kita demo kawan? Hahahaha.." Kali ini Haris bisa tertawa.
"Mungkin. Pokok nya kalau mereka balik lagi, jangan ragu-ragu untuk calling gw bung. Gw balik dulu." Gw ulurkan tangan untuk pamit.
"Itu gampang kawan. Yang penting, lu ada waktu kapan untuk diskusi bareng lagi? Hehehe.." Haris pun menyambut uluran tangan gw.
"Secepatnya Bung hehehe.."
Pulang dengan hati yang masih jengkel. Orang seperti Panjul itu sebenarnya disusun dari apa? Kok hobi sekali mencari gara-gara. Gw yakin anak-anak elemende bukan pencari gara-gara. Apalagi di kampus. Paling yang mereka lakukan adalah berdiskusi, merancang aksi dan paling berisik nyanyi-nyanyi. Apakah Panjul ga punya nurani, hingga yang kayak gini pun bisa menumbuhkan emosi dalam diri?
Hanya dia dan Tuhan yang tau. Mungkin benar kata Haris. Panjul sakit hati karena babe nya selalu di demo belakangan ini. Tapi itu bukan alasan untuk dia seenak jidat menyerang orang. Kalau dia anak kuliahan, kaum intelektual, harusnya melawan opini dengan opini juga. Jika dia sudah menggunakan cara barbar, maka terimalah jika ada yang menghadapinya dengan cara yang sama.
Tinggalkan Panjul. Hanya lima menit dari jabat tangan gw dengan Haris, gw sudah sampai kosan. Bersih diri, membuat kopi dan menyalakan musik adalah hal yang gw lakukan. Kosan sepi, jam segini nyaris ga ada orang ada di kosan ini. Baru beberapa seruput kopi pahit dan hisapan racikan tembakau, ada panggilan masuk ke BB gw.
Quote:
Kabar baik. Ternyata dari sales yang urus mobil yang gw beli. Dia menanyakan mau dikirim kapan unitnya. Tentu saja gw jawab, kalau bisa sekarang, ya sekarang saja. Toh, gw sudah kosongi agenda untuk hal ini.
Sambil menunggu pesanan gw datang. Berasa pesan pizza aja hehehe.. Gw sempat menghubungi beberapa calon kastamer yang gw anggap potensial. Yap, yang namanya cuti, libur atau santai itu ga ada. Pengusaha itu ga kenal libur. Tiap hari, bahkan tiap waktu adalah eksekusi! Yap, peluang ga akan datang. Yang ada peluang itu diciptakan. Itu pun ga semua akan menjadi goal atau sesuatu yang kita inginkan. Jika kita malas membuat peluang, atau katakanlah jarang membuat peluang, lalu kapan kita akan mencetak goal?
Quote:
"Tok.. Tokk.." Terdengar pintu kosan gw diketuk dari luar. Gw mengira orang yang antar mobil. Ternyata bukan.
"Setan! Ngapain lu siang-siang ke sini Pret?" Ternyata Arief Kampret yang datang.
"Hahahaha.. Biasa Ndo, mau malak kopi sama lu. Sekalian mampir sih." Jawabnya tanpa dosa, lalu meracik kopi.
"Tumben jam segini lu udah di kosan Ndo? Biasanya kan lu rajin di kantor atau lapangan." Tanya Arief.
"Gw lagi menunggu mobil Pret." Jawab gw santai.
"Mobilnya siapa? Kaka lu ya? Mau kemana lu?" Nih anak emang setan. Kalau mau tinggal terawang kan bisa.
"Bukan. Gw utang bank untuk beli mobil. Demi calon istri dan anak gw yang semoga saja akan balik ke sini dan hidup sama gw."
"Heh! Seriusan lu Ndo? Secepat ini mereka akan balik?" Gw tau Arief beneran kaget.
"Semoga Pret, semoga. Lu taukan semua masih ga jelas sekarang." Realistis itu wajib.
"Tapi wajar sih Ndo. Lu kan udah melakukan apapun, kerja kayak ga punya udel. Kalau Tuhan tergerak buat gampangin lu, ya emang udah seharusnya." Ujarnya.
"Sekali lagi, semoga Pret."
"Kenapa lu jadi orang pesimis gini sih Ndo? Hehehe.." Senyum ngece seperti biasa.
"Karena gw belum ketemy sama Papanya Lina. Dan gw juga belum dapat izin langsung dari beliau, jika semua yang gw mau akan beliau setujui." Realistis kan gw?
"Hahahaha.. Lu selalu memakai logika lu sendiri Ndo. Tapi lu lupa, siapa dalang di dunia ini." Dia mulai seruput kopinya.
"Jangan berfikir orang yang ada di dunia ini adalah wayang. Itu kesombongan dan kebodohan yang hakiki. Wayang ga pernah melawan pada dalang." Ujarnya kemudian.
"Maksud lu apa Pret?" Jujur gw bingung.
"Tetaplah berada di rel Ndo. Lakukan apa yang harus lu lakukan, dan jangan mikir kerjaan dalang. Yang paling penting, jangan melawan dalang."
"Menggerakkan hati seseorang atau dalam kasus lu adalah Papanya Lina itu kerjaan dalang Ndo. Ngapain lu pikirin?" Masuk akal juga sih.
"Gw paham." Jawab gw pendek, lagi malas berdebat sama manusia setengah edan kayak Arief.
"OK Ndo, noh pesenan lu udah datang. Gw cabut ya. Hahahahaha.. Makasih kopinya." Pungkasnya sambil ngakak.
"Iya, ati-ati Pret."
"Setan! Ngapain lu siang-siang ke sini Pret?" Ternyata Arief Kampret yang datang.
"Hahahaha.. Biasa Ndo, mau malak kopi sama lu. Sekalian mampir sih." Jawabnya tanpa dosa, lalu meracik kopi.
"Tumben jam segini lu udah di kosan Ndo? Biasanya kan lu rajin di kantor atau lapangan." Tanya Arief.
"Gw lagi menunggu mobil Pret." Jawab gw santai.
"Mobilnya siapa? Kaka lu ya? Mau kemana lu?" Nih anak emang setan. Kalau mau tinggal terawang kan bisa.
"Bukan. Gw utang bank untuk beli mobil. Demi calon istri dan anak gw yang semoga saja akan balik ke sini dan hidup sama gw."
"Heh! Seriusan lu Ndo? Secepat ini mereka akan balik?" Gw tau Arief beneran kaget.
"Semoga Pret, semoga. Lu taukan semua masih ga jelas sekarang." Realistis itu wajib.
"Tapi wajar sih Ndo. Lu kan udah melakukan apapun, kerja kayak ga punya udel. Kalau Tuhan tergerak buat gampangin lu, ya emang udah seharusnya." Ujarnya.
"Sekali lagi, semoga Pret."
"Kenapa lu jadi orang pesimis gini sih Ndo? Hehehe.." Senyum ngece seperti biasa.
"Karena gw belum ketemy sama Papanya Lina. Dan gw juga belum dapat izin langsung dari beliau, jika semua yang gw mau akan beliau setujui." Realistis kan gw?
"Hahahaha.. Lu selalu memakai logika lu sendiri Ndo. Tapi lu lupa, siapa dalang di dunia ini." Dia mulai seruput kopinya.
"Jangan berfikir orang yang ada di dunia ini adalah wayang. Itu kesombongan dan kebodohan yang hakiki. Wayang ga pernah melawan pada dalang." Ujarnya kemudian.
"Maksud lu apa Pret?" Jujur gw bingung.
"Tetaplah berada di rel Ndo. Lakukan apa yang harus lu lakukan, dan jangan mikir kerjaan dalang. Yang paling penting, jangan melawan dalang."
"Menggerakkan hati seseorang atau dalam kasus lu adalah Papanya Lina itu kerjaan dalang Ndo. Ngapain lu pikirin?" Masuk akal juga sih.
"Gw paham." Jawab gw pendek, lagi malas berdebat sama manusia setengah edan kayak Arief.
"OK Ndo, noh pesenan lu udah datang. Gw cabut ya. Hahahahaha.. Makasih kopinya." Pungkasnya sambil ngakak.
"Iya, ati-ati Pret."
Mobil pesanan gw sudah datang. Satu tugas dan janji ke Lina sudah bisa gw tunaikan. Sekarang tinggal melaksanakan tugas-tugas selanjutnya. Fokus, dan benar apa kata Arief. Jangan pernah mengatur atau mikir apa yang dalang mau. Meski kita "bukan wayang" paling tidak kita harus berusaha untuk dilirik Tuhan agar segera menjadi wayang. Bingung? Sama. Karena konsep ini memang membingungkan.
Gw bereskan beberapa urusan admonistratif dan surat menyurat dengan sales. Selesai, mulailah gw melihat dan mengeksplorasi mobil ini. Pertama, buka seluruh plastik yang membungkus jok. Gw buang semuanya. Kalau bisa jangan sampai orang tau kalau ini mobil baru. Ga mungkin sih, karena dari plat nomor saja ketahuan. Gw cek mesin, dan harus gw akui ini ga akan segarang american muscle. Gapapa lah, tetap gw senang karena inilah mobil pertama yang gw beli dengan keringat dan kerja keras gw sendiri.
Kesibukan gw dengan mobil baru terpaksa gw hentikan saat sebuah suara knalpot racing 2-tak terdengar. Di jok belakang ada Cathrine, dan gw tau persis siapa yang ada di depan. Meskipun beliau menutup dengan helm full face, tapi gw sangat kenal dengan beliau. Yah, Om Lee. Beliau datang, dan gw belum tau akan ada apa di depan sana...
Quote:
"Kopi Hitam Tanpa Gula.Kenapa gw pilih judul ini? Karena dalam cerita ini akan banyak berkisah tentang sisi hitam, gelap, pekat dan yang jelas sangat pahit. Bagi sebagian orang ini ga akan nyaman dan enak untuk dinikmati. Pun dengan cerita ini. Gw ga yakin, akan banyak yang suka dan lanjut baca. Well, selamat menikmati dan jangan lupa awali hidup mu dengan secangkir kopi.
Sumber Media : Sini