Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

joko.winAvatar border
TS
joko.win
Denny Siregar: Statistik PHK Lebih Ngeri dari Statistik Corona
Mungkin banyak yang belum tahu. Dunia sekarang menghadapi tsunami resesi ekonomi. Di Amerika sudah 33 juta orang kena PHK. Di China ada 80 juta orang, bahkan India 120 juta orang. Eropa sendiri pusing dengan 60 juta pekerja terancam PHK.

Badai corona ini membuat Amerika harus berutang Rp 46 ribu triliun. Sebagian besar utang bukan untuk menghadapi corona, tapi untuk menyelamatkan keuangan perusahaan-perusahaan yang mulai rontok bersamaan. Begitu juga dengan Jepang yang menggelontorkan Rp 18 ribu triliun untuk pemulihan ekonomi terutama menyelamatkan perusahaan-perusahaan ternama mereka.

Eropa sendiri menggalang dana hampir Rp 2 ribu triliun untuk menyelamatkan ekonomi mereka.

Jadi jangan anggap remeh resesi ekonomi kali ini. Karena seperti kita pernah obrolkan dulu, virus membunuh beberapa orang tetapi resesi ekonomi bisa menghancurkan sebuah negara.

Inilah masa-masa menakutkan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Produksi berhenti, ekonomi hancur, orang ketakutan. Dan dampak besarnya adalah jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Percayalah. Lebih mengerikan melihat statistik jumlah orang yang kena PHK, daripada statistik jumlah orang positif corona sekarang ini.

Para pekerja PT Shyang Yao Fung di Kota Tangerang, Provinsi Banten, mendengarkan pengumuman PHK di halaman perusahaan, Selasa, 28 April 2020. (Foto: Dok Tagar/Mauladi Fachrian)

Para pengusaha di Indonesia bahkan sudah warning, mereka hanya bisa bertahan terakhir di bulan Juni. Kalau Juni mal-mal masih tutup, kantor-kantor enggak boleh kerja maka banyak perusahaan bangkrut. Dan untuk menyelamatkan keuangan banyak perusahaan itu, butuh dana ribuan triliun rupiah. Hancurlah kita.

Jadi kita harus paham kenapa Jokowi harus melonggarkan ikatan dari ketakutan terhadap virus corona ini. Kita tidak bisa hidup dalam ketakutan terus, harus mulai bergerak untuk melancarkan nadi perekonomian kembali

Itulah kenapa transportasi publik setahap demi setahap dibuka. Juni sekolah-sekolah harus kembali beraktivitas. Kantor mulai bergerak.

Dan untuk sekarang, Doni Monardo, Ketua Gugus Tugas Covid, sudah mengumumkan bagi warga yang berusia di bawah 45 tahun, boleh kembali beraktivitas. Pertimbangannya, karena selama ini yang rentan dampak corona adalah mereka yang berusia di atas 45 tahun.

Pasti banyak yang mencaci, "Wah, kok pemerintah seenaknya saja. Bagaimana kalau nanti angka tertular corona jadi meninggi?"

Percayalah. Lebih mengerikan melihat statistik jumlah orang yang kena PHK, daripada statistik jumlah orang positif corona sekarang ini. Yang ribut biasanya kelas menengah yang hidup ketakutan meski masih bisa makan, tapi kelas bawah perut laparnya enggak akan bisa ditahan.

"Berdamailah dengan corona," kata Presiden beberapa hari lalu.

Ya mau tidak mau, kita harus realistis dan menatap ke depan bahwa kita sekarang harus membangun benteng-benteng besar supaya tsunami resesi tidak masuk ke halaman, daripada sibuk mengutuk gempa corona yang kemarin datang.

Memangnya mau berapa lama lagi kita harus hidup dalam ketakutan?

Senin, 11 Mei 2020, bisnis penerbangan dibuka lagi. Sesudah Garuda, kemudian Citilink dan Lion Group yang terdiri dari Lion Air dan Batik Air juga sudah mulai terbang. Tetap saja prosedur penumpang yang dilayani ketat sekali. Calon penumpang harus punya alasan kuat untuk bisa terbang, karena kalau hanya mau mudik tentu mereka tidak diperbolehkan.

Syarat-syaratnya, harus bawa surat pengantar dari dinas perusahaannya dan harus negatif corona dengan membawa hasil rapid test. Dan nanti di bandara, calon penumpang juga akan diperiksa oleh dokter, apakah boleh terbang atau tidak.

Saya sendiri pada Senin itu sejak jam 2 pagi sudah antre di bandara untuk terbang, meski pesawat baru take off jam 6 pagi. Yang lama itu proses screening-nya, harus antre panjang.

Makanya ada pemberitahuan, calon penumpang harus datang 4 jam di bandara sebelum terbang.

Ada seorang teman protes, "Kok sekarang bandara dibuka lagi, sih? Katanya semua transportasi publik ditutup waktu corona. Orang juga tidak boleh ke luar kota. Jokowi kok plin plan?"

Buat saya ini sebenarnya bukan plin plan. Karena sejak awal Jokowi berkomitmen tidak ingin ekonomi kita hancur karena wabah.

Bisnis pesawat adalah bisnis padat karya, atau mempekerjakan banyak orang. Sebagai contoh, Garuda Group saja mempekerjakan 20 ribu orang karyawan. Lion Group ada 23 ribu karyawan. Dan dua maskapai inilah yang mendominasi udara di Indonesia.

Juga ini bisnis padat modal, karena untuk membeli dan mengoperasikan pesawat, butuh sampai ratusan triliun rupiah.

Bayangkan jika mereka tidak terbang dan bangkrut. Hampir 50 ribu orang akan di-PHK.

Maskapai Garuda Indonesia. (Foto: Instagram/@garuda.indonesia)

Bayangkan jika mereka tidak terbang dan bangkrut. Hampir 50 ribu orang akan di-PHK. Dan kalau dua maskapai besar ini bangkrut, maka jalur transportasi udara kita akan mati. Kalau itu terjadi, ekonomi Indonesia juga akan mati, karena bentuk negara kita adalah kepulauan, pesawat terbang menjadi transportasi utama sekarang ini.

Ketika Garuda dan Lion Group bangkrut, belum tentu ada investor yang mau masuk ke bisnis ini. Kenapa? Ya, karena padat modal dan padat karya itu.

Bagi banyak investor, bisnis pesawat terbang bukanlah bisnis yang menarik untuk mereka investasi. Mending mereka investasi di perusahaan tambang, misalnya.

Karena itu, pemerintah lewat Menteri Perhubungan, menjaga betul supaya dua maskapai raksasa ini tetap beroperasi. Tentu tetap dengan diawasi di masa pandemi ini.

Nah, apa yang dilakukan Menteri Perhubungan berbenturan dengan apa yang dilakukan Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan, juga Gugus Tugas, punya tugas menahan virus tidak menyebar. Dan salah satu tempat penyebaran virus ya di bandara, karena di sana banyak orang berkumpul.

Benturan kepentingan antara kesehatan dan ekonomi inilah, yang menjadikan keputusan seperti plin plan. Padahal pemerintah sedang mencari cara terbaik bagaimana bisnis transportasi tetap berjalan dan penyebaran virus tetap bisa dihambat. Tidak bisa seenaknya ambil keputusan, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

Jangankan di Indonesia, di luar negeri pun juga begitu. Singapura juga mulai membuka kembali jalur penerbangannya. Begitu juga Arab Saudi yang di awal pandemi menutup negaranya. Mereka juga tidak tahan terus-menerus menutup diri, ekonomi negara mereka bisa hancur-lebur.

Ada beberapa maskapai raksasa yang suda minta pertolongan, kalau tidak, mereka bisa tenggelam. Mulai Virgin Airlines di Australia dan Air Asia di Malaysia, sudah megap-megap napasnya karena tidak ada penumpang selama beberapa bulan.

Bahkan di Amerika sendiri, Donald Trump sudah menyerukan bail out, atau menyelamatkan keuangan maskapai-maskapai penerbangan di negara mereka. Kalau tidak, Amerika bisa tidak punya armada pesawat lagi. Dan kalau itu terjadi, ekonomi mereka rontok habis-habisan.

Padahal Amerika sendiri sedang resesi berat, ada 33 juta orang yang di-PHK di sana karena wabah corona.

Buat saya ini sebenarnya bukan plin plan. Karena sejak awal Jokowi berkomitmen tidak ingin ekonomi kita hancur karena wabah.

Lion Air. (Foto: Instagram/@lionairgroup)

Jadi belajar dari masalah negara-negara luar, Jokowi sangat berhati-hati mengambil keputusan. Karena salah perhitungan, dampak dominonya sangat besar.

Bukan industri pesawat terbang saja yang ingin diselamatkan, juga transportasi darat seperti kereta api, bus-bus antarkota, juga industri perkapalan. Kalau ditotal-total, semua industri transportasi publik itu mempekerjakan jutaan orang. Bayangkan, kalau semua terpaksa di-PHK hanya karena tidak boleh beroperasi.

Corona ini memang berbahaya, tapi juga jangan membuat kita terlena, karena di balik gempa corona ada tsunami resesi ekonomi yang mengintip kita.

Setahap demi setahap, transportasi publik itu harus dibuka supaya arus ekonomi lancar kembali.

Jokowi juga sudah memberikan kode sebenarnya. Ia mengatakan, "Berdamailah denga corona."

Maksud berdamai itu tentu kita mau tidak mau harus hidup berdampingan dengan virus itu, karena kalau menunggu virus selesai itu butuh waktu tahunan. Dan kita tidak akan tahan, karena bahayanya jauh lebih mengancam.

Ya samalah seperti virus kadrun di negeri ini. Meski banyak dari kita yang tidak suka, tapi lama-lama kita harus terbiasa hidup berdampingan dengan mereka. Mau di-gimanain lagi? Mereka itu dijewer tidak bisa, dibuang juga tidak ada yang mau terima.

Saya yakin sesudah Lebaran atau di bulan Juni nanti, gerak kita sudah mulai normal lagi meski belum sepenuhnya. Sekolah dibuka lagi, mal-mal dan kantor juga gerak lagi, dan kita hidup seperti biasa lagi.

Karena itu saran saya, jangan mudik dulu. Kita tunggu Lebaran selesai, dan kita mulai lagi dari awal.

Setuju?


https://www.tagar.id/denny-siregar-s...atistik-corona

Quote:
Diubah oleh joko.win 12-05-2020 14:12
berdjayapku
saeful07
sarkaje
sarkaje dan 24 lainnya memberi reputasi
21
1.5K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.