
Quote:Jakarta - Dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan, internet di Indonesia terancam bisa mati total. Pasalnya, seluruh penyelenggara jasa internet yang ada di negeri ini -- yang jumlahnya lebih dari 200 ISP, tak mau bernasib sama layaknya Indar Atmanto, mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) yang berakhir masuk penjara.
Kekuatiran para penyelenggara ISP ini sangat beralasan. Mereka menilai, apa yang telah dilakukan Indar sudah sesuai dengan peraturan dan telah dianggap benar oleh regulator telekomunikasi seperti Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Namun nyatanya, Indar tetap masuk penjara.
Dalam pertemuan di Kantor Pusat PT Indosat, komunitas penyelenggara jasa internet ini pun kemudian bersepakat untuk mengirimi surat kepada Kementerian Kominfo dan Mahkamah Agung (MA) untuk menanyakan kejelasan status hukum dalam berbisnis jasa ISP layaknya yang telah dilakukan oleh IM2.
"Kami akan mengirimkan surat ke Kominfo minggu ini, untuk menanyakan status lisensi yang diberikan pemerintah kepada kami apakah masih berlaku atau tidak," kata Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semmy Pangerapan, Selasa (23/9/2014).
"Kami juga akan kirim surat untuk minta fatwa ke MA, apakah izin yang dimiliki ISP ini bisa berdampak ke semua. Karena hampir sebagian besar ISP menggunakan skema bisnis yang sama seperti IM2 dan Indosat," lanjutnya dalam pertemuan itu.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 30 orang perwakilan ISP dan para pegiat teknologi seperti Onno Widodo Purbo, mereka pun sepakat untuk membuat gerakan pita hitam demi solidaritas untuk terus memberikan dukungan terhadap Indar Atmanto.
"Kalau misalnya nanti jawaban MA fatwanya berlaku sama, maka 71 juta pengguna internet di Indonesia akan terancam tidak dapat akses internet karena akan mati total. Target pemerintah untuk 110 juta pengguna internet di 2015 juga mustahil tercapai," sesal Andi Budimansyah, Ketua Umum Pengelola Nama Domain Indonesia (Pandi).
Kekuatiran para penyelenggara ISP ini sangat beralasan. Mereka menilai, apa yang telah dilakukan Indar sudah sesuai dengan peraturan dan telah dianggap benar oleh regulator telekomunikasi seperti Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Namun nyatanya, Indar tetap masuk penjara.
Dalam pertemuan di Kantor Pusat PT Indosat, komunitas penyelenggara jasa internet ini pun kemudian bersepakat untuk mengirimi surat kepada Kementerian Kominfo dan Mahkamah Agung (MA) untuk menanyakan kejelasan status hukum dalam berbisnis jasa ISP layaknya yang telah dilakukan oleh IM2.
"Kami akan mengirimkan surat ke Kominfo minggu ini, untuk menanyakan status lisensi yang diberikan pemerintah kepada kami apakah masih berlaku atau tidak," kata Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semmy Pangerapan, Selasa (23/9/2014).
"Kami juga akan kirim surat untuk minta fatwa ke MA, apakah izin yang dimiliki ISP ini bisa berdampak ke semua. Karena hampir sebagian besar ISP menggunakan skema bisnis yang sama seperti IM2 dan Indosat," lanjutnya dalam pertemuan itu.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 30 orang perwakilan ISP dan para pegiat teknologi seperti Onno Widodo Purbo, mereka pun sepakat untuk membuat gerakan pita hitam demi solidaritas untuk terus memberikan dukungan terhadap Indar Atmanto.
"Kalau misalnya nanti jawaban MA fatwanya berlaku sama, maka 71 juta pengguna internet di Indonesia akan terancam tidak dapat akses internet karena akan mati total. Target pemerintah untuk 110 juta pengguna internet di 2015 juga mustahil tercapai," sesal Andi Budimansyah, Ketua Umum Pengelola Nama Domain Indonesia (Pandi).
Quote:Menurut Irvan Nasrun, Chief of Network Security APJII, jika internet di Indonesia mati total akan menyebabkan kerugian yang luar biasa dahsyatnya. Dalam hitung-hitungannya, transaksi internet di Indonesia menghasilkan uang Rp 3 miliar setiap dua menit. Itu artinya, ada Rp 90 miliar tiap jam yang akan hangus.
Pihak yang akan mengalami kerugian sudah barang tentu industri yang berkaitan dengan transaksi keuangan dan internet. Seperti perbankan, bursa saham, online trading, dan lainnya. Termasuk juga situs berita, social media, instant messaging, kampus, dan masih banyak lagi.
"Kami di sini semua taat hukum, tapi kami calon napi. Daripada kami semua masuk penjara, lebih baik kami matikan saja koneksi internetnya kalau setelah dievaluasi satu-dua minggu dari sekarang hasil dari fatwa MA tetap sama dan berlaku untuk semua," pungkas Semmy yang mendapat dukungan dari kolega penyelenggara jasa internet lainnya.
Seperti diketahui, Indar dinyatakan bersalah atas kasus tuduhan korupsi pengadaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat dan divonis 8 tahun penjara. Ia kemudian dipaksa masuk ke LP Sukamiskin setelah upaya kasasinya ditolak MA dan kemudian dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain vonis penjara, Indar juga harus membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Dalam putusan kasasi, MA juga menghukum IM2 untuk membayar uang pengganti Rp 1.358.343.346.670. Kejagung selaku eksekutor juga memerintahkan IM2 untuk membayar uang pengganti tersebut.
Pihak yang akan mengalami kerugian sudah barang tentu industri yang berkaitan dengan transaksi keuangan dan internet. Seperti perbankan, bursa saham, online trading, dan lainnya. Termasuk juga situs berita, social media, instant messaging, kampus, dan masih banyak lagi.
"Kami di sini semua taat hukum, tapi kami calon napi. Daripada kami semua masuk penjara, lebih baik kami matikan saja koneksi internetnya kalau setelah dievaluasi satu-dua minggu dari sekarang hasil dari fatwa MA tetap sama dan berlaku untuk semua," pungkas Semmy yang mendapat dukungan dari kolega penyelenggara jasa internet lainnya.
Seperti diketahui, Indar dinyatakan bersalah atas kasus tuduhan korupsi pengadaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat dan divonis 8 tahun penjara. Ia kemudian dipaksa masuk ke LP Sukamiskin setelah upaya kasasinya ditolak MA dan kemudian dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain vonis penjara, Indar juga harus membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Dalam putusan kasasi, MA juga menghukum IM2 untuk membayar uang pengganti Rp 1.358.343.346.670. Kejagung selaku eksekutor juga memerintahkan IM2 untuk membayar uang pengganti tersebut.
Kasus berikut gan yang menjadi pemicu polemik tersebut....
Quote:
![Internet Indonesia Terancam Mati Total]()
Mantan Dirut IM2 Dibui, Industri Bingung & Prihatin

Quote:
Jakarta - Kasus yang menimpa mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto telah membuat miris perasaan para praktisi di industri telekomunikasi Indonesia. Mereka mengaku terkejut, bingung, prihatin, dan menyayangkan.
Seperti diketahui, Indar dinyatakan bersalah atas kasus tuduhan korupsi pengadaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat dan divonis 8 tahun penjara. Ia kemudian dipaksa masuk ke LP Sukamiskin setelah upaya kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) dan kemudian dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain vonis penjara, Indar juga harus membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Dalam putusan kasasi, MA juga menghukum IM2 untuk membayar uang pengganti Rp 1.358.343.346.670. Kejagung selaku eksekutor juga memerintahkan IM2 untuk membayar uang pengganti tersebut
Apa yang dialami Indar, turut mengundang empati dari sesama koleganya di industri telekomunikasi. Selain menyayangkan vonis Indar, mereka juga mengaku khawatir, suatu saat bisa saja tersandung kasus yang sama seperti mantan Dirut IM2 ini.
"Kami prihatin dan jadi bingung. Pola bisnis yang sudah sesuai aturan di industri ternyata dinyatakan ilegal secara hukum," sesal Chandra Aden, Direktur Intercarier, Government and Regulatory Relations Tri Indonesia saat berdiskusi dengan detikINET, Rabu (17/9/2014).
Kebingungan dan keprihatinan yang sama juga pernah diutarakan sebelumnya oleh Direktur Utama Telkomsel, Alex Janangkih Sinaga. Karena menurutnya, model bisnis seperti IM2 ini hampir digunakan oleh semua operator dan penyedia jaringan.
Namun sayangnya, model bisnis yang menurut regulator telekomunikasi seperti Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sudah dirasa betul pun masih dianggap salah di mata para penegak hukum seperti Kejagung dan MA.
Jakarta - Kasus yang menimpa mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto telah membuat miris perasaan para praktisi di industri telekomunikasi Indonesia. Mereka mengaku terkejut, bingung, prihatin, dan menyayangkan.
Seperti diketahui, Indar dinyatakan bersalah atas kasus tuduhan korupsi pengadaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat dan divonis 8 tahun penjara. Ia kemudian dipaksa masuk ke LP Sukamiskin setelah upaya kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) dan kemudian dieksekusi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain vonis penjara, Indar juga harus membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Dalam putusan kasasi, MA juga menghukum IM2 untuk membayar uang pengganti Rp 1.358.343.346.670. Kejagung selaku eksekutor juga memerintahkan IM2 untuk membayar uang pengganti tersebut
Apa yang dialami Indar, turut mengundang empati dari sesama koleganya di industri telekomunikasi. Selain menyayangkan vonis Indar, mereka juga mengaku khawatir, suatu saat bisa saja tersandung kasus yang sama seperti mantan Dirut IM2 ini.
"Kami prihatin dan jadi bingung. Pola bisnis yang sudah sesuai aturan di industri ternyata dinyatakan ilegal secara hukum," sesal Chandra Aden, Direktur Intercarier, Government and Regulatory Relations Tri Indonesia saat berdiskusi dengan detikINET, Rabu (17/9/2014).
Kebingungan dan keprihatinan yang sama juga pernah diutarakan sebelumnya oleh Direktur Utama Telkomsel, Alex Janangkih Sinaga. Karena menurutnya, model bisnis seperti IM2 ini hampir digunakan oleh semua operator dan penyedia jaringan.
Namun sayangnya, model bisnis yang menurut regulator telekomunikasi seperti Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sudah dirasa betul pun masih dianggap salah di mata para penegak hukum seperti Kejagung dan MA.
Quote:
"Kita tunggu next minister (Menkominfo) sama next Kejagung saja, semoga nanti bisa akur pendapatnya," harap Chandra Aden yang menilai kasus ini sebagai kriminalisasi telekomunikasi.
Nonot Harsono, Anggota Komite BRTI, sampai kehabisan kata-kata untuk mengomentari kasus ini. Meskipun segala upaya telah dilakukannya untuk mendukung Indar melalui beragam penjelasan, namun tetap saja Indar divonis bersalah.
"Semoga Allah memuliakan beliau dan menghinakan orang yang mendzaliminya," kata Nonot pasrah. Meski demikian, ia masih terus berupaya untuk mencari cara lain untuk terus mendukung agar Indar bisa dibebaskan. "Masih cari cara, mau mulai dari mana".
"Kita tunggu next minister (Menkominfo) sama next Kejagung saja, semoga nanti bisa akur pendapatnya," harap Chandra Aden yang menilai kasus ini sebagai kriminalisasi telekomunikasi.
Nonot Harsono, Anggota Komite BRTI, sampai kehabisan kata-kata untuk mengomentari kasus ini. Meskipun segala upaya telah dilakukannya untuk mendukung Indar melalui beragam penjelasan, namun tetap saja Indar divonis bersalah.
"Semoga Allah memuliakan beliau dan menghinakan orang yang mendzaliminya," kata Nonot pasrah. Meski demikian, ia masih terus berupaya untuk mencari cara lain untuk terus mendukung agar Indar bisa dibebaskan. "Masih cari cara, mau mulai dari mana".
Ini kok bisa jadi gini yah gan? Kurang koordinasikah antar departemen atau memang ada faktor x? Semoga apapun yang terjadi di ranah birokrasi tidak berpengaruh terhadap teknis per-internetan indonesia... Karena efeknya tidak hanya merugikan pelaku bisnis internet, tapi juga merugikan netizen se-Indonesia, terutama yang mempunyai usaha online....
Quote:
Thanks to agan erafox, sedikit pencerahan
Quote:Quote:Original Posted By erafox►
Kalau melihat UU No. 36/1999 ttg Telekomunikasi, disitu sudah jelas dibedakan antara penyelenggara jaringan telekomunikasi (dalam hal ini Indosat), dan penyelenggara jasa telekomunikasi (dalam hal ini IM2). Penyelenggara jaringan wajib bayar BHP frekuensi (ini yg dituduhkan Jaksa ke IM2), sementara penyelenggara jasa telekomunikasi cukup membayar sewa ke penyelenggara jaringan. Tentunya beda lisensi antara Indosat dan IM2, IM2 tuh ISP, bukan operator jaringan macem Indosat, Telkomsel, XL, Esia dll.
Kelemahan putusan
1. Jaksa pake pasal Tipikor, padahal sudah jelas2 kalau sektor telekomunikasi diatur oleh UU Telekomunikasi (lex spesialis).
2. LSM pengadu sudah ditangkap dan dipenjara karena memeras para operator telekomunikasi, disini sudah jelas terlihat bahwa pengadu beritikad tidak baik, sayangnya itikad ini didukung JAKSA.
3. Saksi ahli yg di ajukan sangat lemah, karena hanya 1 org yang mengaku sebagai ahli frekuensi. (maaf ya, ni orang di dunia telco ga didenger, alias terkucilkan, mana paper dia? mana hasil riset dia? ane dah bergelut di telco taunan, baru denger nama tuh saksi) 1 orang saksi ahli melawan KOMINFO selaku regulator sektor telekomunikasi, melawan BRTI, melawan ATSI, melawan akademisi, melawan komunitas. dan dipakai oleh Jaksa, aneh bukan.
Kalau masalah markus, emang ada. tp IM2 selalu perusahaan publik menerapkan good governance dalam perusahaannya, jd maaf2 ya tuh markus gigit jari.
4. Kalau yang anak telekomunikasi/elektro pasti tau bahwa satu spektrum frekuensi hanya bisa dipakai oleh satu penyelenggara jaringan, ga bisa gantian kayak naek angkot gan. Spektrum frekuensi yg dituduhkan dikorupsi adalah milik Indosat yg sudah dibayar BHPnya, gmana caranya IM2 make? sementara IM2 adalah ISP yg ga punya BTS dan perangkat jaringan lainnya? perlu diketahui bahwa untuk memanfaatkan spektrum frekuensi, perlu BTS, router, dan alat2 lainnya, nah IM2 ga punya itu, jd bagaimana bisa make tuh frekuensi? absurd.
5. Di Indonesia, ada ratusan ISP yg nyewa akses via Indosat, Telkom/Telkomsel, XL dkk (praktek sama dg IM2) yakin tuh yg ratusan mo dituntut jg? bukankah hukum dibiat untuk kemaslahatan bangsa? asas manfaat gmana?
Ane kebetulan terlibat langsung dalam kasus IM2 ini dari awal, dan ane melihat ini adalah kriminalisasi. Bisnis model IM2 sangat2 lumrah di seluruh dunia, hanya di Indonesia yg dihukum. Indonesia memang beda.
Kecewa ane ama Hakim Artidjo Alkotsar, demi melambungkan nama dia, obyektifitas atas kasus diabaikan, apa karena dia masuk list rumah transisi sebagai balon menteri yah?
Sorry kepanjangan, ngeluarin unek2 nih
Kalau melihat UU No. 36/1999 ttg Telekomunikasi, disitu sudah jelas dibedakan antara penyelenggara jaringan telekomunikasi (dalam hal ini Indosat), dan penyelenggara jasa telekomunikasi (dalam hal ini IM2). Penyelenggara jaringan wajib bayar BHP frekuensi (ini yg dituduhkan Jaksa ke IM2), sementara penyelenggara jasa telekomunikasi cukup membayar sewa ke penyelenggara jaringan. Tentunya beda lisensi antara Indosat dan IM2, IM2 tuh ISP, bukan operator jaringan macem Indosat, Telkomsel, XL, Esia dll.
Kelemahan putusan
1. Jaksa pake pasal Tipikor, padahal sudah jelas2 kalau sektor telekomunikasi diatur oleh UU Telekomunikasi (lex spesialis).
2. LSM pengadu sudah ditangkap dan dipenjara karena memeras para operator telekomunikasi, disini sudah jelas terlihat bahwa pengadu beritikad tidak baik, sayangnya itikad ini didukung JAKSA.
3. Saksi ahli yg di ajukan sangat lemah, karena hanya 1 org yang mengaku sebagai ahli frekuensi. (maaf ya, ni orang di dunia telco ga didenger, alias terkucilkan, mana paper dia? mana hasil riset dia? ane dah bergelut di telco taunan, baru denger nama tuh saksi) 1 orang saksi ahli melawan KOMINFO selaku regulator sektor telekomunikasi, melawan BRTI, melawan ATSI, melawan akademisi, melawan komunitas. dan dipakai oleh Jaksa, aneh bukan.
Kalau masalah markus, emang ada. tp IM2 selalu perusahaan publik menerapkan good governance dalam perusahaannya, jd maaf2 ya tuh markus gigit jari.
4. Kalau yang anak telekomunikasi/elektro pasti tau bahwa satu spektrum frekuensi hanya bisa dipakai oleh satu penyelenggara jaringan, ga bisa gantian kayak naek angkot gan. Spektrum frekuensi yg dituduhkan dikorupsi adalah milik Indosat yg sudah dibayar BHPnya, gmana caranya IM2 make? sementara IM2 adalah ISP yg ga punya BTS dan perangkat jaringan lainnya? perlu diketahui bahwa untuk memanfaatkan spektrum frekuensi, perlu BTS, router, dan alat2 lainnya, nah IM2 ga punya itu, jd bagaimana bisa make tuh frekuensi? absurd.
5. Di Indonesia, ada ratusan ISP yg nyewa akses via Indosat, Telkom/Telkomsel, XL dkk (praktek sama dg IM2) yakin tuh yg ratusan mo dituntut jg? bukankah hukum dibiat untuk kemaslahatan bangsa? asas manfaat gmana?
Ane kebetulan terlibat langsung dalam kasus IM2 ini dari awal, dan ane melihat ini adalah kriminalisasi. Bisnis model IM2 sangat2 lumrah di seluruh dunia, hanya di Indonesia yg dihukum. Indonesia memang beda.
Kecewa ane ama Hakim Artidjo Alkotsar, demi melambungkan nama dia, obyektifitas atas kasus diabaikan, apa karena dia masuk list rumah transisi sebagai balon menteri yah?
Sorry kepanjangan, ngeluarin unek2 nih
Sedikit PENCERAHANjuga dari opini agan bright.day
KOMENTAR KASKUSER
UPDATE KOMEN KASKUSER DI POST 3