JAKARTA - Sebagian masyarakat Jakarta memandang sinis rencana anggota DPRD DKI Jakarta mengajukan hak interpelasi kepada Gubernur Joko Widodo. Selain tidak memiliki pijakan dasar, permasalahan mundurnya 14 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS) juga sudah selesai.

Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi menganggap usulan hak interpelasi yang akan diajukan sebagian anggota DPRD adalah hak konstitusional anggota dewan. Namun, hendaknya kata dia, penggunaan hak tersebut juga memperhatikan berbagai dimensi.
"Ingat, Jokowi adalah pendobrak sistem kaku yang selama ini dipraktikkan pejabat-pejabat sebelumnya yang lekat dengan KKN. Lagipula, 14 rumah sakit yang semula ikut mundur dari program KJS ternyata sudah menyatakan berpartisipasi lagi. Jadi di mana logikanya diajukan hak interpelasi ?," jelas dia.

Lanjut pria yang juga dosen program pascasarjana di Universitas Diponegoro, Semarang itu, warga Jakarta kadung menaruh harapan besar kepada kepemimpinan Jokowi yang merakyat. Masalah KJS yang sulit di awal pelaksanaan, kisruhnya pembebasan lahan Waduk Pluit atau mundurnya pembangunan MRT misalnya,belum cukup diajadikan alasan menilai ketidakberhasilan duet Jokowi-Ahok.

"Mungkin kalau ada saja pilihan bagi warga apakah akan mengimpeacment Jokowi atau mengganti anggota Dewan, saya haqqul yakin warga lebih memilih mencopot anggota Dewan. Harus diakui pula, proses penganggaran di DPRD juga kerap berjalan lamban karena adanya transaksi politik di setiap pembahasan mata anggaran. Cara-cara lama rezim sebelumnya yang diberantas Jokowi-Ahok rupanya tetap mendapat resistensi dari anggota Dewan. Ini justru yang harus kita waspadai," tandasnya.