Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #74 : TICK … TICK … BOOM!
Short Story #74 : TICK … TICK … BOOM!

Sejak kecil aku selalu mendengar suara dalam kepalaku. Suaranya mirip jarum detik pada jam dinding yang terus bergerak. Tick Tick Tick.

Aku tak tahu kenapa aku bisa mendengar suara seperti itu, tapi sudah lama aku tidak memperdulikannya. Kini suara itu sudah jadi bagian dari kehidupanku sehari-hari. Mengganggu, tapi gangguan yang nyaman.

Satu hal yang menarik dari suara itu adalah temponya yang berubah-ubah tergantung emosi lawan bicaraku. Jika orangnya adalah bos yang marah karena deadline yang keteteran maka suara itu akan menjadi tiktiktiktiktik, tapi jika orangnya adalah July yang curhat karena diputus pacarnya maka suaranya menjadi Tick …. Tick …. Tick ….

Butuh waktu lama sampai aku sadar suara detik di kepalaku ternyata menandakan waktu yang dirasakan oleh orang lain. Jika mereka merasa waktu ingin segera menyelesaikan urusan denganku maka suaranya menjadi cepat, tapi jika mereka ingin lebih banyak waktu maka detak jarum detik itu menjadi lamban.

Aku jadi bisa tahu siapa yang suka dan tidak suka denganku hanya dari tempo detik jarum jam. Semakin lamban suara detik jarum jam maka semakin orang tersebut ingin menghabiskan waktu lebih lama denganku. Karena itulah, saat bertemu Ray, aku langsung tahu kalau dia ditakdirkan untukku.

Siang itu hujan. Tidak terlalu deras, tapi cukup untuk membuat basah jika diterobos. Aku memilih duduk di dalam kafe dengan secangkir kopi paling murah dan menunggu hujan reda. Ray datang sekitar setengah jam sejak aku menunggu. Dengan sopan dia meminta ijin duduk di sebelahku karena kursi lain tak ada yang kosong. Aku mengangguk mengijinkan.

Awalnya aku cuma mendengar suara tik tikbertempo normal, tapi lama-kelamaan suara itu meregang dan melamban. Saat suara detik menjadi lima kali lebih lamban dari normal Ray pun memberanikan diri mengajakku bicara.

“Itu buku bagus ya?”

Aku terkejut karena tak mengira dia mengajakku bicara, tapi kubalas dengan sopan dan antusias. Ternyata kami berdua sama-sama penggemar karya Stephen King. Dari situ kami bertukar nomor WhatsApp dan mulai bertemu setiap akhir pekan.

Setiap kali bertemu aku bisa mendengar suara detik Ray yang semakin melamban. Aku bisa merasakan kami semakin nyaman dengan kehadiran satu sama lain sampai-sampai tak perlu kata untuk membuat kami merasa nyaman berdua saja. Hanya aku, dia, dan suara detik renggang yang nyaris terasa seperti keheningan.

Namun, aku merasa ada yang kurang. Entah kenapa, suara tik tik itu tidak cukup lambat untukku. Apa yang kuinginkan adalah suara yang datar … suara yang benar-benar hening.

“Aku ingin menikahimu.”

Saat Ray mengucapkan itu aku merasa jantungku melompat sedikit. Aku senang, tentu saja aku senang, tapi bukan cuma senang yang aku rasakan. Keraguan yang tak bisa kumengerti terus menguasai diriku.

Suara tik tik itu membuatku ragu. Masih belum cukup, pikirku. Aku ingin suara itu menjadi selambat mungkin seolah-olah dia ingin waktu membeku saat bersamaku. Jika aku akan menghabiskan hidupku dengannya, maka aku ingin berhenti memperdulikan waktu.

“Ohh …,” bisiknya saat aku tak memberikan jawaban yang dia inginkan. “Ohh.”

Perlahan suara tik tik yang lamban itu meningkat semakin cepat.

“Maksudku, aku cuma butuh sedikit waktu. Aku sayang sama kamu, sumpah!”

“Iya. Maaf udah ngedesak kamu.”

Dia tersenyum, tapi suara tik tik itu menjadi semakin cepat. Dia pasti ingin segera pergi, ingin segera enyah dari pandanganku.

“Aku pergi dulu ya. Nanti kukabarin kalau udah di rumah.”

Sikapnya yang tak biasa ini membuatku bimbang. Rasanya seperti hubungan kami berakhir, padahal aku cuma ingin lebih banyak waktu. Aku menarik lengan baju Ray dan berkata padanya, “Aku cuma butuh lebih banyak waktu. Aku juga pengen hidup bersamamu selamanya.”

Ekspresinya melunak, tapi suara tik tik tidak mereda.

“Iya, nggak apa-apa kok. Aku pulang dulu ya. See you tomorrow~”

Aku tak bisa mencegahnya. Mungkin sedikit waktu akan mendinginkan kepala kami. Aku tak menyangka dia akan melamarku secepat ini, tapi kurasa keputusan besar memang tak perlu dipikirkan terburu-buru. Aku yakin, jika saatnya tiba, semua pasti akan berjalan sebagaimana mes—

Suara tabrakan memecah udara dan mengguncang semua orang di kafe. Aku terlonjak dan berlari kala melihat mobil yang familiar tertabrak truk saat hendak keluar dari tempat parkir. Tak mungkin … tak mungkin ….

“Ray? RAYY??!!”

Dengan paksa kubuka pintu mobil yang sudah penyok. Hawa panas dan aroma darah yang berhamburan keluar membuat jantungku berdetak cepat nan menyakitkan. Ray! Oh tidak! Kenapa jadi begini?

“Ni … a ….”

Wajahnya yang bersimbah darah menatapku. Kupegang tangannya dan meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri jika ray sampai kenapa-napa.

Tik … tik ….

Suara detiknya … mulai melamban.

“Nggak apa-apa Ray. Ambulan bentar lagi datang. Aku di sini, aku cinta kamu, jangan tinggalin aku.”

Tik …. Tik …. Boom.

Suara detik itu … berhenti. Persis seperti yang aku inginkan. Berharap waktu berhenti di kala kami menghabiskan waktu berdua. Akhirnya semua menjadi hening. Suara tik tik itu tak lagi mengangguku. Bagaimanapun, Ray tak lagi punya waktu untuk terus berdetik.

***TAMAT***
riodgarpAvatar border
spaghettimiAvatar border
brucebanner23Avatar border
brucebanner23 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
712
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
31.9KThread44.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.