Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mangdana1984Avatar border
TS
mangdana1984
SYARLINA
"Syarlina?" gumamku saat melihat sosok gadis itu di tengah keramaian pusat perbelanjaan. Mataku tak bisa lepas dari senyumnya yang sama persis seperti yang selalu kuingat sejak SMA. Dia sedang berbincang dengan seorang teman di dekat toko buku. Dengan hati yang berdebar, aku mendekati mereka.
 
"Halo, Syarlina!" sapaku, berusaha terdengar santai meski jantungku berdegup kencang.
 
"Hariman? Wah, lama tak jumpa!" balasnya dengan senyuman yang tak pernah berubah.
 
Kami mulai berbincang, mengenang masa-masa SMA yang penuh kenangan. Syarlina memperkenalkan temannya, Dinda, yang ternyata satu kantor dengannya. Obrolan kami mengalir begitu saja, dan aku merasa waktu berlalu begitu cepat.
 
"Syarlina, bagaimana kalau kita makan bersama? Ada restoran baru yang enak di sini," tawarku, berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengannya dan mungkin, akhirnya mengungkapkan perasaanku yang telah kupendam sejak lama.
 
Syarlina tersenyum ragu. "Maaf, Hariman, aku sudah ditunggu suamiku di tempat parkir."
 
Perkataan itu bagaikan petir di siang bolong. Hatiku seketika hancur, namun aku berusaha tetap tersenyum. "Oh, tidak apa-apa. Lain kali mungkin?"
 
Syarlina mengangguk, dan setelah beberapa percakapan ringan, dia pamit. Aku hanya bisa melihatnya pergi dengan perasaan campur aduk. Tapi, saat itu aku tahu satu hal: aku tidak akan menyerah begitu saja.
 
Malam itu, aku merenung di kamar. Rasa cintaku pada Syarlina terlalu besar untuk kuabaikan. Aku harus berjuang, meski dia sudah bersuami. Tapi, bagaimana caranya? Aku harus bijaksana, tidak boleh merusak rumah tangga orang lain.
 
Esok harinya, aku mulai dengan langkah kecil. Aku menghubungi Dinda melalui media sosial, berusaha mencari tahu lebih banyak tentang Syarlina. Kami pun bertemu dan mengobrol panjang lebar. Dari Dinda, aku tahu bahwa suami Syarlina bekerja di luar kota dan jarang pulang. Syarlina sering merasa kesepian dan butuh teman bicara.
 
Aku pun mulai sering menghubungi Syarlina, menawarkan diri menjadi pendengar yang baik. Kami bertemu beberapa kali, berbincang tentang banyak hal. Syarlina tampak senang dengan kehadiranku, dan hubungan kami semakin dekat.
 
"Hariman, terima kasih sudah menjadi teman yang baik," ucap Syarlina suatu hari di sebuah kafe. "Kamu selalu ada untukku."
 
Mendengar itu, hatiku semakin mantap. Aku akan terus berusaha, meski rintangan di depan mata. Cinta yang tulus tak akan menyerah begitu saja. Aku percaya, suatu hari nanti, Syarlina akan menyadari perasaanku dan mungkin, memberikan kesempatan kedua untuk cinta kami.
 
Dan dengan keyakinan itu, aku melangkah maju, siap menghadapi apa pun demi cintaku pada Syarlina.
 
"Syarlina," ucapku lewat telepon dengan suara yang bergetar penuh harap, "Aku punya mimpi, membawamu pergi ke pulau-pulau terindah."
 
Di ujung telepon, Syarlina terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Hariman, kamu tahu situasi kita tidak mudah. Aku sudah menikah..."
 
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan perasaanku. "Aku tahu, Syarlina. Tapi aku juga tahu bahwa hatiku tidak bisa berbohong. Aku mencintaimu sejak SMA dan perasaan itu tidak pernah berubah."
 
"Tapi Hariman, aku tidak bisa begitu saja meninggalkan suamiku. Kami punya komitmen," jawabnya dengan suara lembut namun tegas.
 
Aku terdiam, merasakan kekosongan yang mendalam. Tapi tekadku tidak surut. "Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku yang sebenarnya. Aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi."
 
Syarlina terdiam lagi, dan kali ini lebih lama. "Aku menghargai perasaanmu, Hariman. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban sekarang. Kita harus berhati-hati."
 
"Baiklah, Syarlina. Aku mengerti," jawabku dengan suara berat. "Tapi aku tetap akan berusaha. Aku ingin melihatmu bahagia, apa pun caranya."
 
Setelah percakapan itu, aku tahu jalanku tidak akan mudah. Namun, aku tidak menyerah. Aku mulai merencanakan cara untuk menunjukkan kepada Syarlina bahwa cintaku tulus dan ikhlas. Aku mencari tahu tentang hobinya, apa yang membuatnya bahagia, dan mencoba untuk menjadi bagian dari hidupnya tanpa mengganggu pernikahannya.
 
Suatu hari, aku mengajaknya ke sebuah acara amal yang diadakan di kota. "Aku tahu kamu suka membantu orang lain. Bagaimana kalau kita ikut acara ini?" tawarku dengan harapan dia akan setuju.
 
Syarlina tersenyum dan mengangguk. "Itu ide yang bagus, Hariman. Ayo kita pergi."
 
Di acara itu, kami bekerja sama membantu orang-orang yang membutuhkan. Melihat senyumnya yang tulus saat membantu orang lain membuat hatiku semakin yakin. Aku ingin selalu melihat senyuman itu, setiap hari.
 
"Hariman, aku senang kita bisa melakukan ini bersama," ucapnya di akhir acara.
 
"Aku juga, Syarlina. Aku hanya ingin kamu bahagia," jawabku tulus.
 
Hari demi hari, aku terus berada di sisinya, menjadi pendengar setia, sahabat yang selalu siap membantu. Perlahan tapi pasti, aku berharap, suatu saat nanti, Syarlina akan melihat cintaku yang tulus dan mungkin, hanya mungkin, memberikan kesempatan untuk cinta kami.
 
Dan meski jalan itu penuh liku dan tantangan, aku tetap melangkah dengan keyakinan bahwa cinta yang sejati tidak akan pernah menyerah. Aku akan terus berjuang, untuk Syarlina, untuk cinta yang selama ini kupendam.
 
Ramai media menyebutkan aku dan Syarlina adalah sepasang suami istri yang dermawan senang beramal. Mereka tidak tahu kisah panjang dan penuh liku di balik senyuman kami.
 
Setelah acara amal pertama yang kami hadiri bersama, aku dan Syarlina semakin sering terlibat dalam kegiatan sosial. Kami mendirikan yayasan untuk membantu anak-anak kurang mampu, menyediakan beasiswa, dan mendukung berbagai kegiatan kemanusiaan. Kebersamaan kami dalam berbuat baik membuat hubungan kami semakin erat, meski aku masih menghormati batasan-batasan yang ada.
 
Namun, cinta dan komitmen sering kali menjadi rumit. Suami Syarlina mulai merasa terabaikan, sering marah-marah, dan situasi rumah tangga mereka semakin tidak harmonis. Syarlina sering datang padaku untuk bercerita dan mencari dukungan. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik, menjadi pendengar yang baik dan memberikan saran yang bijak.
 
"Hariman, aku tidak tahu harus bagaimana lagi," ucap Syarlina suatu hari di kantor yayasan kami. "Aku lelah dengan pertengkaran ini."
 
"Syarlina, apa pun yang kamu putuskan, aku akan selalu mendukungmu. Yang terpenting adalah kebahagiaanmu," jawabku sambil menggenggam tangannya.
 
Waktu berlalu, dan akhirnya Syarlina mengambil keputusan besar. Dia memilih untuk mengakhiri pernikahannya yang sudah tidak sehat. Aku tahu itu bukan keputusan yang mudah baginya, tetapi aku melihat semangat baru dalam dirinya.
 
Setelah proses perceraian selesai, aku dan Syarlina mulai menunjukkan perasaan kami satu sama lain dengan lebih terbuka. Kami menjadi lebih dari sekadar teman dan partner dalam amal. Kami menjadi pasangan yang saling mendukung dan mencintai.
 
Media mulai memperhatikan kegiatan amal kami, dan kisah cinta kami pun mulai terungkap. Mereka menyebut kami sebagai pasangan yang dermawan, selalu berusaha membantu sesama. Artikel-artikel tentang kami menghiasi berbagai majalah dan situs berita, menyoroti bagaimana cinta kami tumbuh melalui kebaikan yang kami lakukan bersama.
 
"Hariman, lihat ini!" Syarlina menunjukkan artikel terbaru tentang kami. "Mereka benar-benar mengagumi apa yang kita lakukan."
 
"Aku hanya ingin membuat dunia ini sedikit lebih baik, bersama denganmu," kataku sambil tersenyum padanya.
 
Kini, kami bukan hanya pasangan dalam cinta, tetapi juga dalam misi kemanusiaan. Bersama-sama, kami berusaha memberikan harapan dan kebahagiaan bagi mereka yang membutuhkan. Dan setiap kali kami melihat senyuman anak-anak yang kami bantu, aku merasa cintaku pada Syarlina semakin dalam. Kami adalah bukti bahwa cinta yang tulus dan kebaikan bisa berjalan beriringan, menciptakan kebahagiaan bagi banyak orang.
 
Dalam suatu acara amal yang meriah, aku dan Syarlina sibuk menyambut tamu dan memastikan acara berjalan lancar. Musik lembut mengalun, dan suasana penuh dengan semangat kebaikan. Saat kami sedang berbincang dengan beberapa donatur, tiba-tiba seorang pria yang tak asing lagi bagi kami muncul di hadapan. Itu mantan suami Syarlina.
 
Dia berjalan dengan langkah mantap ke arahku, dan sebelum aku sempat bereaksi, dia mengulurkan tangannya. Dengan senyum yang terasa dingin, dia berkata dengan suara yang cukup keras sehingga beberapa orang di sekitarnya bisa mendengar, "Terima kasih, perebut istri orang!"
 
Semua orang di sekitar kami terdiam. Aku merasakan tatapan mereka tertuju pada kami, dan suasana yang semula hangat mendadak menjadi tegang. Syarlina terlihat terkejut dan cemas, sementara aku berusaha menjaga ketenangan.
 
"Mantan suamiku, tolong jangan membuat keributan di sini," kata Syarlina dengan nada lembut namun tegas.
 
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diriku sebelum menjawab. "Saya minta maaf jika ada kesalahpahaman. Kami di sini untuk tujuan yang lebih besar, membantu mereka yang membutuhkan."
 
Mantan suami Syarlina menatapku tajam, namun tidak berkata apa-apa lagi. Dia melepaskan tanganku dan pergi meninggalkan tempat itu. Suasana mulai kembali normal perlahan-lahan, meski bisikan-bisikan masih terdengar di sana-sini.
 
Syarlina menggenggam tanganku erat, dan aku bisa merasakan kegelisahannya. "Maafkan aku, Hariman. Aku tidak menyangka dia akan datang dan membuat keributan seperti itu."
 
"Tidak apa-apa, Syarlina. Yang penting kita tetap fokus pada tujuan kita di sini," jawabku sambil tersenyum untuk menenangkannya.
 
Setelah kejadian itu, kami melanjutkan acara dengan lebih hati-hati. Aku menyadari bahwa cinta dan kebaikan yang kami perjuangkan tidak selalu diterima dengan baik oleh semua orang, terutama mereka yang merasa tersakiti. Namun, aku tetap bertekad untuk melanjutkan apa yang kami mulai.
 
Ketika acara berakhir, Syarlina dan aku duduk di taman, mengobrol tentang kejadian tadi. "Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku akan selalu ada di sampingmu," ucapku dengan penuh keyakinan.
 
Syarlina mengangguk pelan. "Aku tahu, Hariman. Terima kasih sudah selalu mendukungku."
 
Hari-hari berikutnya, kami semakin kuat menghadapi segala rintangan. Meski kejadian itu meninggalkan jejak di hati kami, kami belajar untuk lebih bijaksana dan tegar. Kami tetap fokus pada misi kami untuk berbuat kebaikan dan memberikan harapan bagi mereka yang membutuhkan.
 
Dan di tengah semua tantangan, cinta kami terus tumbuh, menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan. Kami tahu, bahwa apa pun yang terjadi, kami akan selalu bersama, berjuang untuk cinta dan kebaikan.
kedubesAvatar border
indrag057Avatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 2 lainnya memberi reputasi
3
312
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.