Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dwindrawatiAvatar border
TS
dwindrawati
CANTIKNYA IBU MERTUAKU BAGIAN 2

Malamnya, aku menelepon Hadianto, "Hadi, kamu sudah tidur?"
 
Suara Hadianto terdengar dari seberang telepon, sedikit serak namun penuh perhatian. "Belum, ada apa? Kamu terdengar gelisah."
 
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku masih memikirkan pembicaraan kita tadi pagi. Rasanya berat sekali menahan perasaan ini, Hadi."
 
Hadianto terdiam sejenak sebelum menjawab. "Aku mengerti, ini memang bukan hal yang mudah. Kamu butuh waktu dan dukungan. Apa ada sesuatu yang terjadi lagi hari ini?"
 
"Sejak kita ngobrol tadi, aku terus merasa cemas. Seolah-olah setiap kali aku melihat atau memikirkan ibu mertua, perasaan itu semakin kuat. Aku bahkan sempat melukisnya dalam buku harian untuk mencoba melepaskan sedikit beban di hati," kataku, berusaha menjelaskan kekalutan yang kurasakan.
 
Hadianto terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berbicara lagi. "Mungkin kamu perlu lebih banyak kegiatan yang bisa mengalihkan perhatianmu. Bagaimana kalau kita mulai rutin bertemu untuk olahraga atau sekadar ngobrol? Kamu perlu sesuatu yang bisa membuatmu merasa lebih baik dan membantu melupakan perasaan itu."
 
Aku mengangguk meskipun tahu dia tidak bisa melihatnya. "Kedengarannya bagus. Aku akan sangat menghargai itu. Terima kasih, Hadi."
 
"Kamu tidak sendiri, ingat itu. Aku selalu ada untuk mendukungmu," jawab Hadianto dengan suara penuh ketulusan.
 
Setelah menutup telepon, aku merasa sedikit lebih tenang. Aku tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan dukungan dari sahabat sepertinya, aku merasa lebih yakin bisa melewatinya.
 
Aku memutuskan untuk mencoba beberapa saran Hadianto. Esok harinya, aku berencana untuk mulai berolahraga lebih rutin dan mencari hobi baru yang bisa membuat pikiranku lebih terfokus. Aku juga bertekad untuk lebih memperhatikan dan mencintai istriku, yang selalu menjadi pendamping setia dalam hidupku.
 
Malam itu, meskipun masih ada bayangan ibu mertua yang cantik dalam pikiranku, aku tidur dengan sedikit lebih tenang, berkat dukungan dari sahabat yang selalu siap membantuku. Perjalanan ini masih panjang, tetapi aku siap untuk menghadapi setiap tantangan dengan lebih kuat dan tegar.
 
***
 
Esok harinya, setelah istriku pergi kerja, aku sengaja pergi ke rumah ibu mertua. Aku tidak tahan lagi ingin memeluknya. Pikiran ini telah menguasai diriku, membuatku lupa akan segala nasihat Hadianto dan komitmenku pada istriku. Hati dan pikiranku dipenuhi oleh bayangan Rina.
 
Sesampainya di rumah Rina, aku mengetuk pintu dan menunggu. Tidak ada jawaban. Aku memutar gagang pintu dan ternyata tidak terkunci. Dengan perlahan, aku masuk dan memanggil, "Ibu? Rina?"
 
Tidak ada sahutan. Aku melangkah lebih dalam ke rumah dan melihat ke halaman belakang. Di sana, Rina sedang menjemur baju. Dia hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya, tampak sangat berbeda dari biasanya. Wajahnya berseri-seri, sinar matahari pagi memantulkan keindahannya dengan sempurna.
 
Hati ini berdegup kencang, dan perasaan itu semakin kuat. Aku berjalan mendekatinya, merasa seperti dalam mimpi yang tak dapat dihentikan. Rina menoleh dan tersenyum melihatku.
 
"Eh, kamu datang! Ada apa pagi-pagi begini?" tanyanya sambil tetap melanjutkan pekerjaannya.
 
Aku terdiam, kebingungan mencari kata-kata. "Aku... aku hanya ingin bertemu denganmu, Bu."
 
Rina terlihat sedikit terkejut namun tetap tersenyum. "Ada yang bisa kubantu?"
 
Dengan gemetar, aku berkata, "Aku tidak bisa menahan perasaan ini lagi, Bu. Aku... aku merasa sangat kagum padamu."
 
Rina tampak bingung dan sedikit khawatir. "Apa maksudmu? Kamu tahu aku adalah ibu mertuamu, kan?"
 
Aku mengangguk, perasaan bersalah mulai menjalar. "Aku tahu, Bu. Tapi perasaan ini begitu kuat. Aku tidak bisa berpikir jernih."
 
Rina menatapku dengan tatapan yang lembut namun tegas. "Kamu harus menghentikan ini sekarang juga. Kamu mencintai istrimu, dan dia mencintaimu. Perasaan ini salah dan hanya akan merusak semuanya."
 
Aku merasa seolah-olah bumi runtuh di bawah kakiku. Rina benar, dan aku tahu itu. Tapi perasaan ini begitu kuat, dan aku tak tahu bagaimana harus menghadapinya.
 
"Maafkan aku, Bu," kataku akhirnya, merasa malu dan bersalah. "Aku tidak seharusnya datang ke sini."
 
Rina mendekat dan meletakkan tangan di bahuku. "Kamu harus ingat apa yang benar. Fokuslah pada keluargamu, pada istrimu. Jika kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk mencarinya. Tapi jangan biarkan perasaan ini menghancurkan hidupmu."
 
Aku mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Bu. Aku akan mencoba lebih keras."
 
Dengan berat hati, aku meninggalkan rumah Rina. Perjalanan pulang terasa seperti mimpi buruk, penuh dengan rasa bersalah dan penyesalan. Aku sadar bahwa aku hampir merusak segalanya karena perasaan yang salah.
 
Setibanya di rumah, aku duduk dan merenung. Aku harus memperbaiki kesalahan ini, harus lebih kuat dalam menghadapi perasaan yang salah. Dengan dukungan dari Hadianto dan nasihat Rina, aku bertekad untuk menjadi suami yang lebih baik dan setia. Perjalanan ini masih panjang, tetapi aku siap untuk menghadapi setiap tantangan dengan lebih tegar.
 
 




aguswahyu86Avatar border
dianazizAvatar border
Nikita41Avatar border
Nikita41 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
2.4K
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.