spaghettimiAvatar border
TS
spaghettimi
Langkah Terakhir || Cerita Aksi Drama Thriller


Sudah hampir satu minggu kami terjebak di tengah medan perang. Namun selama apapun, segalanya pasti akan berakhir. Walau kami tak tahu apa yang akan terjadi, yang pasti penderitaan ini akan berakhir.

Quote:


Pagi ini jauh lebih tenang dari biasanya, bahkan tempat ini sudah tidak terdengar seperti medan perang lagi. Nampaknya negara kami sudah memenangkan perang ini.

Aku menatap matahari di tengah daratan kering ini. Bau bubuk mesiu dan beberapa mayat masih ada di sekitaran kami, tapi setidaknya tidak akan bertambah lagi.

Dari belakang, tiba-tiba seorang prajurit kawan datang lari menuju tenda kami. Ia tergesa-gesa dan bertanya padaku, "S- Siapa yang membawa tenda ini?"



Aku hanya menatap kebingungan. Aku pun menunjuk ke dalam tenda dan mulai menggerakkan bibirku, "Tenda ini.."

"DOR!!!"

Untuk pertama kalinya, aku melihat Hero mengangkat senapannya. Dengan piawainya, ia menembak satu kali melewati atas pundakku dan mengenai prajurit yang baru datang itu.

Ia berjalan keluar tenda dan menatap ke prajurit yang baru saja ia bunuh. Bau bubuk mesiu dan mayat akhirnya bertambah lagi. "Anak ini pasti sadar aku mencurinya dari tim medis," ujarnya remeh.

Ia pergi mengambil tasnya, lalu keluar lagi dan berkata, "Sekarang biarkan aku mundur ke markas dan melakukan langkah akhir dari semua ini."

Walau aku selalu mencoba untuk memaklumi perbuatan Hero selama ini, kali ini aku lepas kendali. Aku pun mengangkat senapanku dan mengarahkan ke dirinya yang sedang jalan menjauh. Aku pun meneriakinya, "Kenapa kamu membunuhnya?"

Hero menghela napas dan mulai berkata, "Seseorang harus mengotori tangannya demi keselamatan dunia."

Aku kebingungan, "A- apa rencanamu yang sebenarnya?"

"Apakah menurutmu ini kejam? Aku juga sudah membunuh satu tim medis yang mendirikan tenda ini. Dan itu masih bukan apa-apa!"

Moni dan Abdi berlari ke belakangku. Sementara itu, posisi senapanku semakin matang dan aku membalas perkataan Hero, "Tidakkah ada cara lain?"

"Ini adalah caraku, dan aku tidak memaksamu untuk mengikutiku. Sekarang diamlah dan enyah dari hadapanku!"

"Kami akan ikut dibunuh kalau kau gagal membunuh pemimpin!"

"Jangan khawatir, aku pasti berhasil."

"Diamlah!"

"Pipimu sudah sembuh ya. Kau tidak pernah ngotot seperti ini dalam 6 hari terakhir."

"Sudahlah, hentikan semua ini!!"

"Tembak saja aku, atau aku akan bunuh kalian bertiga yang menghalangi rencanaku!"

"TUTUP MULUTMU!!"
"DOR!!!"

Aku menarik pelatuk. Waktu seakan-akan membeku dan semua suara menghilang. Aku melihat dadanya yang tiba-tiba menjadi merah. Ia masih mencoba untuk berdiri, namun akhirnya tidak tahan dan langsung jatuh ke tanah.

Moni dan Abdi tidak berkata apa-apa. Mereka tidak menolak apa yang telah kuperbuat, namun juga tidak mendukung. Kami mengira semuanya sudah selesai. Namun, saat aku mendekati badannya, pria itu tiba-tiba menggerakkan tangannya dan berdiri lagi. Ia mulai berlari dan menerkam bagian perutku.

Aku pun tersungkur dan senapanku terjatuh ke tanah. Sementara itu Moni dan Abdi tidak bisa membantuku karena tangan dan kaki mereka masih terluka.

Dengan lubang di dadanya, ia masih mampu untuk memukuliku."BAK!" "BUK!" "BAK!" Dia terus memukulku dan aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menangkis.

Aku pun mendorongnya dari hadapanku. Aku mengepalkan tinjuku dan mulai mengayunkannya ke udara. Dan di saat itu, "SREET!"

Hero dengan cepat mengambil pisaunya dan menyayat dadaku sebelum pukulanku mengenainya. Aku tersungkur dan ia berdiri menodongkan pisaunya ke arahku. Sementara itu, tangan yang satunya memegang dadanya yang masih terus mengeluarkan darah. Ia masih bisa berdiri walau terus memuntahkan darah.

"B- Berhenti!" ucap Abdi ketakutan sambil menodongkan senapannya.

"Percuma saja. Cepat atau lambat, aku akan mati." ujar Hero sambil batuk darah. "Dan cepat atau lambat, negara ini juga pasti akan hancur."

"Abdi, tidakkah kamu ingin menembakku? Kalau tidak, bisa-bisa aku menusuk temanmu sampai mati."

"Ayo sudahi saja urusan membunuh pemimpin," Moni berkata sambil menangis. "Kita bisa hidup sebagai teman, dan hidup dengan damai."

"Memangnya apa nilai dari semua itu? Kalau aku berhasil menghentikan perang, imbalannya akan jauh lebih banyak dari itu." Ia mengubah arah pisaunya ke Abdi dan berteriak, "CEPAT TENTUKAN PILIHANMU!!"

Dengan sisa-sisa tenaga, aku berdiri dan kali ini berhasil mendaratkan pukulanku ke dada Hero. Ia terjatuh, pisaunya berputar ke udara dan menancap ke tanah. Darah masih mengalir dari lubang di dadanya dan kedua bola matanya sudah menjadi putih. Pria yang pernah menyelamatkan nyawa kami bertiga kini sudah mati.

Perang sudah selesai. Kami bertiga pun mundur meninggalkan mayat Hero. Perlahan-lahan, kami pun sampai di depan markas.

Terdapat suara samar-samar dari jarak jauh. Tapi dari pengalamanku di medan perang, aku langsung sadar bahwa itu adalah suara senapan mengisi peluru.

"DOR!!"

Satu tembakan dilepaskan di udara, memberi kami peringatan. Tiba-tiba, mulai terdengar suara dari megaphone, [ "Kalian bertiga, jangan bergerak. Apakah kalian terlibat dalam aksi pemberontakan?" ]

Kami melihat beberapa pasukan menodongkan senapan mereka ke arah kami.



"Tidak! Kami beberapa hari terjebak dan mencoba untuk menyembuhkan luka kami," aku berteriak ke arah markas.

[ "Apakah kalian membunuh seseorang? Kenapa kamu babak belur seperti itu?" ]

"Kami terlibat perkelahian dengan seseorang."

[ "Apakah kalian membunuh orang itu?" ]

Aku tak tahu apa aku harus berkata jujur atau berbohong. Memangnya apa yang pasukan ini coba lakukan pada kami? Aku hanya menatap dan merasakan keringat yang mengalir di kepalaku.

[ "Tolong jawab, agar kita bisa selesaikan semua ini dengan damai" ]

"Iya."

[ "Baiklah" ]

"Aku yang membunuhnya, teman-temanku tidak bersalah. Tolong lepaskan mereka!"

[ "Apakah orang yang kau bunuh adalah pria yang mencuri tenda tim medis bagian selatan?" ]

"Iya."

[ "Baik. Sekarang jatuhkan semua senjata kalian!" ]


Kami menuruti perintah itu. Lalu setelahnya, beberapa tentara menurunkan senjata mereka dan lari mengamankan kami bertiga. Kami pun dibawa ke rumah sakit untuk dirawat dengan lebih layak.

Beberapa jam setelah kami dibawa ke rumah sakit, aku masih terbaring di ranjang rumah sakit, terpisah dengan Moni dan Abdi. Televisi rumah sakit menayangkan berita kemenangan perang negara kami.

Aku memencet-mencet tombol remot untuk melihat tayangan yang lain. Aku terus mengganti tayangan, namun semua saluran berisi berita kemenangan perang kami.

Sampai, aku menemukan satu saluran yang membahas topik yang berbeda. Pemimpin kami sudah dibunuh? Tidak mungkin, apakah Hero masih hidup?!

Jantungku berdetak, rasanya aku telah membuat kesalahan yang sangat besar. Aku menaikkan suara televisi itu dan mulai mendengarkan isi berita itu.

[ "Tiga prajurit junior bertahan hidup di tengah pertempuran dengan tenda medis hasil curian. Mereka hanya menginap di sana selama beberapa hari hingga medan perang mereda. Tapi, tidak akan ada yang mengira apa yang mereka akan lakukan." ]

"CKLEK" "KRIEET"

Pintu ruanganku tiba-tiba berbunyi, lalu diikuti suara suster. Suaranya samar-samar sedang berbicara dengan seseorang, tapi aku tidak tahu dengan siapa ia berbicara.

[ "Tiga anak muda itu ... membunuh pemimpin negara yang telah menyelamatkan nyawa mereka. Pemimpin negara kita menyamar dan ..." ]

"CKLEK"

Pintu kamarku ditutup, dan aku yakin seseorang baru saja masuk ke ruangan ini. Tapi aku masih belum bisa melihat karena pintu itu tertutup tembok.

[ "Tim autopsi mengatakan bahwa pemimpin kita menyamar sebagai prajurit, dan hampir tidak bisa dikenali. Diduga, satu prajurit menyadari dan membunuhnya." ]

Langkah kaki terdengar mendekat ke arah tempat tidurku.

"TAP, TAP,"

[ "Di manakah pahlawan yang membunuh biang dari peperangan ini?" ]

"TAP, TAP, TAP, TAP"

Dia memasuki ruanganku.

Di sanalah, pria yang telah kubunuh sekarang berdiri dengan sehat di hadapanku. Hero tersenyum ke arahku, dan aku tak tahu apa yang akan ia perbuat padaku.

Segalanya memudar, tiba-tiba ruangan ini berbunyi seperti medan perang. Suara tembakan, suara ledakan, dan suara orang-orang berteriak kesakitan memenuhi ruangan sempit ini. Mayat prajurit berserakan di ruangan ini. Apakah semua ini nyata? Aku tidak tahu.

Kesengsaraanku terjebak di tengah medan perang sudah selesai, dan sekarang saatnya membuka lembaran kesengsaraan yang lainnya. Perang itu sudah berhenti! Perang itu sudah berhenti!



Banyak Pahlawan Tidak Menikmati Hasil Perjuangan Mereka
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
134
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.